Вы находитесь на странице: 1из 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emergency merupakan suatu keadaan gawatdarurat yang perlu penanganan
yang cepat dan tepat. Akut abdomen merupakan suatu terminologi yang menunjukan
adanya keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian apabila
tidak tertangani dengan cepat dan tepat. Akut abdomen dapat disebabkan oleh
peradangan, perforasi, perdarahan, maupun obstruksi pada saluran pencernaan. Perlu
dilakukan pemeriksaan fisik serta penunjang dalam mendiagnosis dan pertimbangkan
etiologi yang dapat mengancam nyawa.
Dengan mengetahui etiologi serta penyulit-penyulit yang ada pada nyeri
abdomen, diharapkan seorang klinisi dapat mengetahui manajemen perawatan atau
penatalaksanaan awal yang tepat sebelum memberikan rujukan perawatan untuk
mencegah terjadinya penyulit-penyulit yang lebih berat yang mengakibatkan kematian.

1.2 Tujuan Modul


Berdasarkan hasil diskusi kelompok kecil yang kami lakukan dengan
membahas skenario “nyeri perut hebat” ini kami telah manentukan tujuan
pembelajaran kami, yaitu : memahami dan mengetahui dan memahami bagaimana
patomekanisme terjadinya nyeri akut abdomen dan penyebabya serta
penatalaksanaannya.
Dengan kasus awal nyeri abdomen, skenario juga mengarahkan mahasiswa
kepada penyakit tertentu dengan karakteristik nyeri abdomen, seperti appendicitis dan
peritonitis, serta batasan kompetensi dokter umum dalam menghadapi kasus-kasus
tersebut.

1
2
BAB II

ISI

Skenario

Nyeri Perut Hebat .....

Pak Joko, 50 tahun datang ke dokter praktek, karena demam tinggi, yang disertai mual dan
muntah sejak 2 hari yang lalu, dan rasa nyeri yang hebat diseluruh perut. Hasil Anamnesa
diperoleh informasi, awalnya pak Joko merasakan nyeri perut di sebelah kanan bawah,
untuk mengurangi rasa nyerinya pak Joko, minum obat pereda rasa sakit yang dibelinya di
toko obat, tetapi nyeri tak kunjung mereda, malah bertambah parah jika, menarik nafas
atau berjalan. Pemeriksaan Fisik didapatkan nyeri tekan diseluruh abdomen , defans
muskuler dan bising usus menghilang, oleh dokter yang memeriksanya, pak Joko dirujuk
ke Rumah Sakit terdekat.

Step 1

1. 1. Defans Muskular => suatu reflex otot abdomen sebagai perlindungan mekanis

=> ketengangan atau kekakuan otot yang biasa terjadi pada


appendicitis

Step 2

1. Apakah jenis kelamin dan usia berhubungan dengan keluhan pasien pada skenario?
2. Bagaimana mekanisme keluhan pasien pada skenario?
3. Mengapa nyeri pada awalnya di regio kanan bawah menjadi di seluruh kuadran
abdomen?
4. Bagaimana mekanisme nyeri tekan seluruh abdomen, defans muskular, dan bising
usus hilang?
5. Kenapa nyeri tidak mereda dengan obat anti nyeri?
6. Pemeriksaan apa yang perlu dilakukan?
7. Apa kemungkinan diagnosis dari pasien tersebut?
8. Bagaimana penatalaksanaannya?

3
9. Mengapa pasien dirujuk? Dan bagaimana indikasi rujukannya?

Step 3

1. Usia pasien tersebut masuk dalam usia tua, pada usia tua dapat terjadi kelainan
pembuluh darah yang dapat menyebabkan keluhan demam, mual muntah, dan nyeri
perut.
2. - Demam tinggi karena ada infeksi virus atau bakteri yang menyebabkan pembuluh
darah nantinya mengeluarkan mediator yang akan merangsang pusat demam.
- Nyeri abdomen terbagi menjadi 2, yaitu nyeri visceral dan nyeri somatik. Nyeri
visceral merupakan nyeri yang akut karena peradangan, dan bersifat tumpul.
Dalam kasus di skenario ini nyeri abdomen dapat terjadi karena infeksi, lalu
tekanan intralumen meningkat karena appendicitis sehingga terjadi nyeri di bagian
epigastrium yang menjalar ke kuadran kanan bawah.
- Mual muntah karena ada gangguan pada GI track, seperti gastroenteritis,
peritonitis, dan appendicitis. Pada mual muntah penyebabnya adalah motilitas usus
yang menurun disertai dengan gangguan pada GI track.
3. Nyeri dari regio kanan bawah kemungkinan karena appendicitis. Appendicitis yang
tidak diobati dapat menimbulkan perforasi. Jika mengenai peritoneum akan terjadi
peritonitis, sehingga terasa nyeri di seluruh regio abdomen. Peritonitis ini jika tidak
diobati dengan benar dapat menyebar infeksinya.
4. – Defans muskular merupakan ketegangan pada otot, yang terjadi sebagai respon
dari sentuhan dan merupakan efek dari nyeri tekan. Defans muskular terjadi di
kuadran abdomen kanan bawah tepatnya di muskulus rectus abdominal.
- Bising usus hilang terjadi karena radang peritonitis yang menyebabkan ileus
paralitik sehingga peristaltik usus berkurang dan bising usus menurun atau hilang.
Radang menyebabkan peritoneum mengeluarkan fibrinosa, pada kondisi ini dapat
timbul abses. Abses nantinya dapat hilang maupun tidak hilang. Jika abses tidak
hilang, terjadi perlengketan peritoneum, ada bagian usus yang menempel, lalu
menimbulkan obstruksi, dan reflex peristaltik menurun sehingga bising usus
hilang.
5. – Karena penyebabnya tidak dihilangkan
- Karena kemungkinan telah timbul komplikasi
- Nyeri visceral di usus tidak dapat ditunjukkan disatu sisi dan jika nyeri ini berasal
dari organ yang tidak peka nyeri maka tidak akan berefek jika diberi anti nyeri.

4
Nyeri visceral juga merupakan tanda telah terjadi perforasi dan mengenai
peritoneum
6. Pemeriksaan penunjang :
- Lab darah : dapat menunjukkan adanya infeksi, yaitu lekositosis 10.000-18.000
m3 .
- Radiologi : terdapat gas di roongga abdomen
- USG : untuk melihat region kanan bawah dan melihat lokasi perforasi
- Colok dubur : dilakukan jika dicurigai terjadi appendicitis. Colok dubur akan
menghasilkan rasa nyeri pada arah jam 9 dan jam 12
- Periksa sampel cairan perut : akan terlihat jumlah lekosit
7. DD dari pasien tersebut adalah :
- Appendicitis (gangren dan perforate)
- Peritonitis (komplikasi dari appendicitis)
8. Terapi :
- Operatif : appendiktomi
- Rehidrasi sebelum operatif agar pasien tidak syok
- Antibiotik broad spectrum jika bakteri belum diketahui
- Analgesik
- Transfusi darah
9. Pasien perlu dirujuk karena pasien membutuhkan penanganan operatif yang dapat
dilakukan di rumah sakit minimal tipe C. Tetapi, sebelum dirujuk pasien perlu
diberi rehidrasi dan dimonitoring cairannya selama perjalanan menuju rumah sakit.

5
Step 4
Demam, mual muntah, dan nyeri perut

Defans muskular

Pemeriksaan fisik Bising usus hilang

Nyeri tekan

Appendicitis
DD
Peritonitis

Radiologi
Pemeriksaan penunjang
Lab

Terapi Rehidrasi

Rujuk pasien

Step 5

Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi


klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi, komplikasi dan prognosis dari :

1. Appendicitis

2. Peritonitis

3. Akut abdomen

6
Step 6
Pada tahap ini kami belajar mandiri sehubungan dengan tujuan belajar yang sudah
ditetapkan oada tahao sebelumnya.

Step 7

LO 1 AKUT ABDOMEN

AKUT ABDOMEN

DEFINISI
Akut abdomen atau nyeri akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen dapat
terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien dengan akut abdomen
datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang dari
24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan
tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen yang berlangsung akut harus segera
ditangani. Identifikasi awal yang oenting adalah apakah kasus yang dihadapi ini suatu
kasus bedah atau non bedah, jika kasus bedah maka tindakan operasi harus segera
dilakukan (Daldiyono & Syam, 2009).

ETIOLOGI dan PENDEKATAN KLINIS


Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit bisa berupa kegawatan bedah atau
kegawatan non bedah. Kegawatan non bedah antara lain pankretitis akut, ileus paralitik,
kolik abdomen. Kegawatan bedah antara lain peritonitis umum akibat suatu proses dari
luar maupun dari dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu trauma,
sedangkan proses dari dalam misalnya karena apendisitis perforasi (Daldiyono & Syam,
2009).
Tabel Penyebab Akut Abdomen (Daldiyono & Syam, 2009):
Sering Kurang Sering Jarang
- Appendisitis - Kolangitis - Nekrosis
- Kolik bilier - Infark mesentrika hepatoma
- Kolesistitis - Pielonefritis - Infark lien
- Divertikulitis - Torsi kista ovarium, - Pneumonia
- Obstruksi usus testis, omentum - Infark miokard

7
- Perforasi viskus - Ruptur kista ovaium, - Ketoasidosis
- Pankreatitis kehamilan ektopik, diabetikum
- Peritonitis aneurisma aorta - Inflamasi
- Salpingitis - Prolaps diskus aneurisma
- Adenitis mesentrika - Abses - Volvulus sigmoid,
- Kolik renal - Eksaserbasi ulkus sekum, lambung
peptikum - Herpes zoster
- Ileitis

Tabel Proses Patologik yang Mengakibatkan Gawat Abdomen (Sjamsuhidajat, Dahlan, &
Jusi, 2010):
Penyebab Contoh Penyakit
Radang Apendisitis akut, perforasi apendiks, perforsi tukak
lambung, perforasi usus tifus, pankreatitis akut,
kolesistitis akut, adneksitis akut
Ileus Obstruktif Hernia inkarserata, volvulus usus
Iskemia Hernia strangulata, volvulus, kelainan atau penyumbatan
vaskular
Perdarahan Kelainan ektopik, aneurisma yang pecah
Cedera Perforasi organ berongga, perdarahan limpa atau hati

JENIS NYERI PERUT


 Nyeri Viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur rongga
perut, misalnya karena cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti
organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan
ataupun pemotongan. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya tidak dapat
menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh
telapak tangannya untuk menunjukkan daerah yang nyeri (Sjamsuhidajat, Dahlan, &
Jusi, 2010).
Nyeri viseral menunjukkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional
organ bersangkutan. Saluran cerna yang berasal dari usus depan (foregut), yaitu
lambung, duosenum, sistem hepatobilier, dan pankreas, menimbulkan nyeri ulu hati

8
atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari usus tengah (midgut), yitu
usus halus dan usus besar sampai pertengahan kolon transversum menimbulkan nyeri
di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna lainnya, yaitu pertengahan kolon
transversum sampai dengan kolon sigmoid yang berasal dari usus belakang (hindgut)
menimbulkan nyeri di bagian bawah. Demikian juga nyeri dari buli-buli dan
rektosigmoid. Karena tidak disertai rangsang peritoneum, nyeri ini tidak dipengaruhi
oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak (Sjamsuhidajat, Dahlan,
& Jusi, 2010).

 Nyeri Somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf
tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjuk letak nyeri dengan
jarinya secara tepat. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan,
tekanan, rangsang kimiawi, ataupun proses radang (Sjamsuhidajat, Dahlan, & Jusi,
2010).
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan peritoneum
dan menyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua
peritoneum dapat menyebabkan perubahan intenstitas nyeri. Gesekan inilah yang
menimbulkan nyeri kontralateral pada apendisitis akut (Sjamsuhidajat, Dahlan, & Jusi,
2010).

SIFAT NYERI
Berdasarkan letak atau penyebarannya, nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri yang
diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu, meluasnya nyeri dapat membantu menegakkan
diagnosis (Sjamsuhidajat, Dahlan, & Jusi, 2010).
 Nyeri Alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari suatu daerah.
Misalnya, diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa
embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan
dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolesistitis akut, nyeri dirasakan di daerah
ujung belikat. Abses di bawah diafragma atau rangsangan karena radang atau trauma
pada permukaan atas limpa atau hati juga dapat mengakibatkan nyeri di bahu. Kolik

9
ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti
labium mayor atau testis (Sjamsuhidajat, Dahlan, & Jusi, 2010).

Gambar Nyeri Alih Abdomen (Sjamsuhidajat, Dahlan, & Jusi, 2010)

 Nyeri Proyeksi
Nyeri proteksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensorik akibat
cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri fantom setelah
amputasi, atau nyeri perifer setempat pada herpes zoster. Radang saraf ini pada herpes
zoster dapat menyebabkan nyeri hebat di dinding perut sebelum gejala atau tanda
herpes zoster menjadi jelas dan nyeri ini dapat menetap bahkan setelah penyakitnya
sudah sembuh (Sjamsuhidajat, Dahlan, & Jusi, 2010).

DIAGNOSIS
Anamnesis

Pada suatu penyakit bedah darurat anamnesis merupakan pemeriksaan yang sangat
panting. Bahan-bahan utama yang dapat diperoleh melalui anamnesis yang memberikan
informasi Sangat berharga pads proses penegakan diagnosis adalah :

A. Lokasi nyeri

Di atas telah diberikan daftar kemungkinan diagnosis banding dari penyakit-penyakit


berdasarkan lokasi.

10
B. Radiasi perasaan nyeri

Kadang-kadang informasi mengenai cara penyebaran rasa nyeri (radiasi perasaan nyeri)
dapat memberikan petunjuk mengenai asal-usul atau lokasi penyebab nyeri itu.Nyeri yang
berasal dari saluran empedu menjalar ke sam ping sampai bagian bawah scapula
kanan.Nyeri karena appendicitis dapat mulai dari daerah epigastrium untuk ketnudian
berpindah ke kwadran kanan bawah.Nyeri dari daerah rektum dapat menetap di daerah
punggung bawah.

C. Bentuk rasa nyeri.Nyeri pada akut abdomen dapat berbentuk nyeri terusmenerus atau
berupa kolik

D. Perubahan fisiologi alat pencernaan

a. Nafsu makan, mual, muntah


b. Defekasi teratur, mencret, obstipasi
c. Perut kembung, serangan kolik
d. Sudah berapa lama semua perubahan ini berlangsung

E. Perubahan anatomi

1. Adanya benjolan neoplasma


2. Adanya luka akibat trauma
3. Adanya bekas operasi

Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan memeriksa dulu keadaan umum penderita


(status generalis) untuk evaluasi keadaan sistim pemafasan, sistim kardiovaskuler dan
sistim saraf yang merupakan sistim vital untuk kelangsungan kehidupan.Pemeriksaan
keadaan lokal (status lokalis abdomen) pada penderita dilaksapakan secara sistematis
dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.Tanda-tanda khusus pada akut abdomen
tergantung pada penyebabnya seperti trauma, peradangan, perforasi atau obstruksi.

Inspeksi

Tanda-tanda khusus pada trauma daerah abdomen adalah :Penderita kesakitan.


Pernafasan dangkal karena nyeri didaerah abdomen.Penderita pucat, keringat
dingin.Bekas-bekas trauma pads dinding abdomen, memar, luka,prolaps omentum atau

11
usus. Kadang-kadang pada trauma tumpul abdomen sukar ditemukan tanda-tanda khusus,
maka harus dilakukan pemeriksaan berulang oleh dokter yang sama untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya perubahan pada pemeriksaan fisik.Pada ileus obstruksi terlihat
distensi abdomen bila obstruksinya letak rendah, dan bila orangnya kurus kadang-kadang
terlihat peristalsis usus (Darm-steifung).Keadaan nutrisi penderita.

Palpasi

a) Akut abdomen memberikan rangsangan pads peritoneum melalui peradangan atau iritasi
peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luasnya daerah yang terkena iritasi.

b) Palpasi akan menunjukkan 2 gejala :

1. Perasaan nyeri
Perasaan nyeri yang memang sudah ada terus menerus akan bertambah pads waktu
palpasi sehingga dikenal gejala nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada peitonitis lokal
akan timbul rasa nyeri di daerah peradangan pads penekanan dinding abdomen di
daerah lain.
2. Kejang otot (muscular rigidity, defense musculaire)
Kejang otot ditimbulkan karena rasa nyeri pads peritonitis diffusa yang karena
rangsangan palpasi bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot.

Perkusi

Perkusi pads akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal.

1. Perasaan nyeri oleh ketokan pads jari. Ini disebut sebagai nyeri ketok.
2. Bunyi timpani karena meteorismus disebabkan distensi usus yang berisikan gas
pads ileus obstruksi rendah.

Auskultasi

Auskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen terjadi perangsangan
peritoneum yang secara refleks akan mengakibatkan ileus paralitik.

Pemeriksaan rectal toucher atau perabaan rektum dengan jari telunjuk juga merupakan
pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya trauma pads rektum atau keadaan ampulla
recti apakah berisi faeces atau teraba tumor.

12
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan tambahan
berupa :

1. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus.Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak terutama pada
kemungkinan ruptura lienalis.
Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma
pankreas atau perforasi usus halus.Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pads hepar.

 Pemeriksaan urine rutin


Menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila dijumpai
hematuri.Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.

2. Pemeriksaan radiologi
 Foto thoraks
Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk
menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks.
Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau
adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika.

 Plain Abdomen Foto Tegak


Akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, perubahan gambaran
usus.

 IVP (Intravenous Pyelogram)


Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.

13
 Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan
Berguna sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikanadanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

3. Pemeriksaan khusus
 Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan
adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000
eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum
setelah dimasukkan 100--200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi.
 Pemeriksaan laparoskopi : Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk
mengetahui langsung sumber penyebabnya.
 Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi.
 Pemasangan nasogastric tube (NGT)untuk memeriksa cairan yang keluar
dari lambung pada trauma abdomen.

Dari data yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


tambahan dan pemeriksaan khusus dapat diadakan analisis data untuk memperoleh
diagnosis kerja dan masalah- masalah sampingan yang perlu diperhatikan.Dengan
demikian dapat ditentukan tujuan pengobatan bagi penderita dan langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan.

14
Diagnosis Banding Akut Abdomen

LO 2 APPENDIKSITIS

APPENDIKSITIS AKUT
DEFINISI
Appendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama appendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi
karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis.26 Penelitian Collin (1990) di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50%
ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid
submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.

15
ETIOLOGI dan PATOGENESIS
a. Peranan Lingkungan: diet dan higiene
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal kolon.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis Diet memainkan peran
utama pada pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit.
Kejadian apendisitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi
serat dan konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah
penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses
dengan konsistensi keras

b. Peranan Obstruksi
Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam apendisitis akut.
Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20% anak-anak
dengan apendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat Frekuensi
obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada
kasus apendisitis sederhana (simpel), sedangkan pada apendisitis akut dengan gangren
tanpa ruptur terdapat 65% dan apendisitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat
90%
Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema dan
hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal atau sistem
respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen apendiks. Megakolon kongenital
terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan
hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya apendisitis pada neonatus.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti Entamuba hystolityca dan benda asing mungkin tersangkut
di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk
menimbulkan risiko terjadinya perforasi
Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya apendisitis adalah adanya obstruksi
lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul

16
selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan
terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta
iskemia. Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan
seluruh lapisan dinding apendiks, lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen
masuk kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan
bereaksi berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding
yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer akan
semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiks akan bertambah besar
menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding apendiks Mula-mula akan terjadi
penekanan pada vasa limfatika, kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan
terjadi edema dan iskemia dari apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren.
Keadaan ini akan terus berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi,
sehingga pus akan tercurah kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya
peradangan pada peritoneum parietale Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat
tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika
infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-anak omentum
belum berkembang dengan sempurna, sehingga kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal
ini akan mengakibatkan apendiks cepat mengalami komplikasi .

c. Peranan Flora Bakterial


Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam
bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apendisitis sama
dengan penyakit kolon lainnya Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif
pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik
terutama Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme,
termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri
aerobik yang paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama
Bacteroides fragilis .

PATOFISIOLOGI
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan
ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis. Obstruksi intraluminal

17
appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan distensi dinding
appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena
dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks. Kondisi ini mengundang
invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses
radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor obstruksi telah
dihilangkan. Appendicitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan
muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel
radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular
membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif
disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema dinding appendiks
menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi ganggren, warnanya menjadi
hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding appendiks tampak
infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan pembuluh darah kongesti.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut
kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi.

Reaksi fase akut (Acute phase reaction)


Reaksi fase akut adalah pertahanan pertama tubuh dalam melawan proses inflamasi
(innate immune), yang berfungsi tanpa melalui sistem spesifik dan memori (adaptive
immune). Inflamasi adalah respon terhadap kerusakan jaringan oleh stimulus yang dapat
berupa trauma mekanik, nekrosis jaringan, dan infeksi. Tujuan proses inflamasi adalah
untuk melawan agen pengrusak, awal proses perbaikan, dan mengembalikan fungsi
jaringan yang rusak. Proses inflamasi dapat berlangsung akut dan kronik. Inflamasi akut
dapat disebabkan oleh agen mikroba (virus, bakteri, jamur, dan parasit), trauma, nekrosis
jaringan oleh kanker, arthritis rematiod, luka bakar, dan toksin yang disebabkan oleh obat
atau radiasi.
Keadaan inflamasi merangsang tubuh untuk mengeluakan sitokin dan hormon yang
berfungsi dalam regulasi haematopoesis, sintesis protein, dan metabolisme. Sistem immun
dibagi menjadi dua, immun bawaan (innate immune) dan immune didapat (adaptive
immune) Immun bawaan terdiri dari sel fagosit, sistem komplemen, dan fase akut protein,
bekerja tanpa melalui proses spesifik dan memori. Ketika sel fagosit teraktivasi, maka ia

18
akan memacu sintesis sitokin. Sitokin tidak hanya berfungsi dalam regulasi sistem immun
bawaan, tetapi juga sistem immun yang didapat.
Ada 4 komponen yang menyertai proses inflamasi akut, yaitu:
 Dilatasi vaskuler (permaebilitas vaskuler meningkat)
Dilatasi vaskuler (permaebilitas membaran meningkat) adalah relaksasi muskulus
vaskuler yang menyebabkan jaringan hiperemis. Proses transudasi yang terjadi melalui
membran sel, diikuti lepasnya sel PMN (polimorfonuklear) ke jaringan. Jika fibrinogen
terekstravasasi kedalam jaringan juga, maka terjadilah mekanisme pembekuaan.
 Emigrasi neutrofi
Emigrasi neutrofil dimulai dengan menempelnya sel ini pada permukaaan endotel.
Sel PMN tampak dominan menempel pada permukaan endotel. Emigrasi sel neutrofil pada
area inflamasi disebabkan adanya faktor kemotatik. Keterlibatan proses immun-kompleks
dalam proses awal inflamasi, menyebabkan faktor kemotaktik mengaktivasi komplemen
C5a. Komplemen C5a ini kemudiaan menyebabkan sel PMN tertarik ke area inflamasi.
Produk bakteri juga bersifat kemotaktik terhadap sel PMN. Intensitas dan durasi emigrasi
sel PMN biasanya dalam 24-48 jam, tergantung faktor kemotaktik pada area inflamasi
 Eemigrasi sel mononuclea
Proses ini dimulai 4 jam setelah adanya stimulasi dan mencapai puncaknya 16-24
jam. Pada keadaan awal respon seluler, sel mononuklear akan tampak dalam jumlah
sedikit bersama sel polimorfonuklear. Keluarnya sel mononuclear ini distimulasi oleh
proses fagositosis debris, produk fagositosis neutrofil, dan sitokin . Proses terakhir
inflamasi adalah proliferasi seluler
 Proliferasi seluler.
Proses ini diawali dengan proliferasi fibroblas yang dimulai dalam 18 jam dan
mencapai puncaknya 48 sampai 72 jam. Fibroblas mengeluarkan acidic
mukopolysaccharides yang menetralisis afek beberapa mediator kimiawi. Pada akhir
proses ini diharapkan kembalinya fungsi area yang terkena inflamasi, namun dalam
beberapa keadaan, proses ini berakhir dengan terbentuknya abses dan granuloma

APENDISITIS PERFORATA
Faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks adalah adanya fekalit dalam
lumen, usia (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan diagnosis.

19
Insiden tinggi pada orang tua biasanya karena gejala samar, keterlambatan berobat, adanya
perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arterioskeloris. Sedangkan
pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif
sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempuarna
akibat perforasi yang berlangsung capat dan omentum anak belum berkembang.
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam
tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan
kembung nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut, dapat disertai dengan
pungtum maksimum di region iliaka kanan, peristaltic usus dapat menurun samapai
menghilang akibat adanya ileus paralitik. Dapat juga terjadi abses rongga peritoneum bila
pus yang menyebar terlokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan
subdiafragma.Terjadinya abses dapat dicurigai dengan adanya massa intra abdomen yang
nyeri disertai demam.

GEJALA KLINIS
Merupakan kasus akut abdomen yang dimulai dengan ketidaknyamanan perut
dibagian atas, diikuti dengan mual dan penurunan nafsu makan. Nyeri menetap dan terus
menerus, tapi tidak begitu berat dan diikuti dengan kejang ringan didaerah epigastrium,
kadang diikuti pula dengan muntah, kemudian beberapa saat nyeri pindah ke abdomen
kanan bawah. Nyeri menjadi terlokalisir, yang menyebabkan ketidakenakan waktu
bergerak, jalan atau batuk.Penderita kadang juga mengalami konstipasi. Sebaliknya karena
ada gangguan fungsi usus bisa mengakibatkan diare, dan hal ini sering dikacaukan dengan
gastroenteritis acute. Penderita appendicitis acute biasanya ditemukan ditemukan terbaring
di tempat tidur serta memberkan penampilan kesakitan. Mudah tidaknya gerakan penderita
untuk menelentangkan diri merupakan tanda ada atau tidaknya rangsang peritoneum (
somatic pain).
Pemeriksaan pada abdomen kanan bawah, menghasilkan nyeri terutama bila
penderita disuruh batuk. Pada palpasi dengan satu jari di regio kanan bawah ini, akan
teraba defans musculer ringan. Tujuan palpasi adalah untuk menentukan apakah penderita
sudah mengalami iritasi peritoneum atau belum. Pada pemeriksaan auskultasi, peristaltik
usus masih dalam batas normal, atau kadang sedikit menurun. Suhu tubuh sedikit naik,
kira-kira 7,8oC, pada kasus appendix yang belum mengalami komplikasi. Nyeri di
epigastrium kadang merupakan awal dari appendicitis yang letaknya retrocaecal/ retroileal

20
Untuk appendix yang terletak retrocaecal tersebut, kadang lokasi nyeri sulit ditentukan
bahkan tak ada nyeri di abdomen kanan bawah. Karena letak appendix yang dekat dengan
uretra pada lokasi retrocaecal ini, sehingga menyebabkan frekuensi urinasi bertambah dan
bahkan hematuria. Sedang pada appendix yang letaknya pelvical, kadang menimbulkan
gejala seperti gastroenteritis acut.
Untuk appendicitis acute yang telah mengalami komplikasi, misal perforasi,
peritonitis dan infiltrat atau abses, gejala klinisnya seperti dibawah ini (Ellis, 1989).
Perforasi :
Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat dan
mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3oC). Jumlah lekosit yang meninggi
merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.
Peritonitis :
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang telah
mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut
daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang meluas,
distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila
demam makin tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin
berat.
Abses / infiltrat :
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah.
Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah “walling off” (pembentukan dinding)
oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen
kanan bawah tersebut. Masa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang
menjadi rongga yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini.
Untuk massa atau infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan anti biotika dulu, setelah 6
minggu kemudian dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi.

DIAGNOSIS

Pemeriksaan Fisik

Pasien apendisitis jarang memperlihatkan tanda toksisitas sistemik ia dapat berjalan


dengan cara agak membungkuk. Sikapnya diranjang cenderung tak bergerak, sering denga
tungkai kanan fleksi. Inspeksi langsung abdomen biasanya tak jelas serta auskultasi atau

21
perkusi tidak terlalu bermanfaat dalam pasien apendisitis. Palpasi abdomen yang lembut
kritis dalam membuat keputusan, apakah operasi diindikasikan pada pasien yang dicurigai
apendisitis. Palpasi seharusnya dimulai dalam kuadran kiri bawah, yang dilanjutkan ke
kuadran kiri atas, kuadran kanan atas dan diakhiri kuadran kanan bawah. Kadang-kadang
pada apendisitis yang lanjut dapat dideteksi suatu massa. Adanya nyeri tekan kuadran
kanan bawah dengan spasme otot kuadran kanan bawah merupakan suatu indikasi operasi,
kecuali bila ada sejumlah petunjuk lain bahwa apendisitis bukan diagnosis primer.

Pemeriksaan rectum dan pelvis harus dilakukan dalam semua pasien apendisitis.
Pada apendisitis atipik, nyeri mungkin tidak terlokalisasi dari daerah periumbilikus, tetapi
nyeri tekan rectum kuadran kanan bawah dapat dibangkitkan. Adanya nyeri tekan atau
sekret serviks pada wanita muda dengan nyeri kuadran kanan bawah membawa ke arah
diagnosis penyakit peradangan pelvis. Tanda Rovsing bisa positif, tanda psoas dan
obturator juga dapat ditemukan, tetapi kurang dapat diandalkan disbanding Rovsing.

Tes Konfirmasi

Seri abdomen akuta tidak bermanfaat pada pasien yang didiagnosis apendisitisnya
jelas. Tetapi pada pasien dengan presentasi atipik yang bisa ada kemungkinan ulkus
perforasi, obstruksi usus atau nefrolitiasis, maka sinar-x mungkin bermanfaat. Pielogram
intravena bisa menunjukkan kelainan traktus urinarius seperti kolik gijnal.

Khas sejumlah ¾ pasien apendisitis akuta datang dengan hitung leukosit >10.000.
hitung leukosit medium sekitar 12.000, tetapi hitung leukosit >20.000 menyebabkan
reevaluasi diagnosis. Kurang dari 4% pasien apendisitis akuta mempunyai hitung jenis
normal dan hitung leukosit normal. Pemeriksaan urin bermanfaat dalam menyingkirkan
sebab lain nyeri kuadran kanan bawah. Adanya bakteri atau hematuria bermakna
menggambarkan etiologi urin umum untuk nyeri. Tetapi pria muda dalam jumlah
bermakna dengan apendisitis akan tampil dengan kadang-kadang leukosit dalam urin.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding apendisitis suatu fungsi usia dan jenis kelamin. Pasien bisa
dibagi kedalam tiga kelompok usia : anak (usia <10 tahun), orangtua (usia >50 tahun),
serta remaja dan dewasa (usia 10-50 tahun). Karena apendisitis jarang pada kelompok usia
22
lebih muda, maka sering diangggap penyakit lebih serius. Tidak hanya diagnosisnya
lambat, tetapi pada anak, omentum cenderung pendek dan bisa gagal membungkus
perforfasi apendisitis vermiformis. Apendisitis jarang di bawah usia 3 tahun, tetapi
meningkat progresif antara usia 3 dan 10 tahun.

Diagnosis banding nyeri abdomen akuta dalam masa bayi mencakup kolik,
gastroenteritis akuta, intususepsi, hernia inkarserata, dan volvulus. Dalam kelompok usia
prasekolah (2-5 tahun), apendisitis tetap jarang. Sebab lain nyeri abdomen akuta dalam
usia ini mencakup gastroenteritis akuta, pielonefritis, divertikulum meckel, dan
intususepsi.

Anak usia sekolah (5-10 tahun) memperlihatkan peningkatan mantap dalam


insidens apendisitis bersama usia. Gastroenteritis dan limfadenitis mesenterica merupakan
kelainan peradangan terlazim pada kelompok usia ini. Khas gastroenteritis tampil sebagai
muntah yang mendahului mulainya nyeri dan sering disertai dengan diare. Ia jarang
disertai dengan tanda lokalisasi atau spasme otot. Bising usus biasanya hiperaktif dan
pemeriksaan rectum jarang positif dalam gastroenteritis, walaupun sering ditemukan
positif dalam kelompok usia ini pada pasien apendisitis.

Adenitis mesenterica sering didahului oleh infeksi traktus respiratorius atas dan
disertai dengan ketaknyamanan abdomen samar-samar yang sering dimulai pada kuadran
kanan bawah. Pemeriksaan abdomen hanya menunjukkan nyeri tekan kuadran kanan
bawah ringan yang sering tak terlokalisasi baik.

Diagnosis pada orangtua sering sulit. Sering kali pasien usia ini tampil dengan
gambaran fisik samar-samar dan sering hitung leukosit dibawah 10.000. kedinginan dan
demam lebih sering menyertai apendisitis pada pasien lebih tua. Suhu tubuh subnormal
disertai dengan abses atau peritonitis generalisata. Diagnosis banding pasien usia ini
adalah diverticulitis, ulkus perforate, kolesistitis akuta, karsinoma, obstruksi usus dan
penyakit vascular mesenterica.

Pada remaja dan dewasa muda diagnosis banding apendisitis berhubungan dengan
jenis kelamin. Diagnosis banding pada pria dengan nyeri di kuadran kanan bawah
lokalisata mencakup empat sebab genitourinarius : pielonefritis akuta, batu ginjal, torsio
testis dan epididimitis.

23
Sementara pada wanita, antara usia 10 dan 30 tahun, kesalahan diagnostik wanita
disebabkan karena : penyakit peradangan lain, diagnosis ginekologi lain, adenitis
mesenterica, gastroenteritis, infeksi traktus urinarius, kolelitiasis, dan tidak diketahui.

TATALAKSANA.
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik
dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin
untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc Burney banyak
dipilih oleh para ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih
terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C.
Suzanne, 2002).
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif dengan ditandai dengan:
a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-
tanda peritonitis

c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran
ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan,
karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih
tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan:
a. Umumnya berusia 5 tahun atau lebih.
b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi.

24
c. Pemeriksaan lokal abdomen tanang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan
istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan
lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu
sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi
abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

PEMBEDAHAN

Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai.
Suhu tubuh tidak melebihi 38oC, produksi urin berkisar 1-2 ml/kg/jam. nadi di bawah
120/menit.

Teknik pembedahan, yaitu Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah


umbilicus. Sayatan Fowler Weier lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga
abdomen dan bila diperlukan sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi
dan otot rectum.

Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa. Membuka


peritoneum sedikit dahulu dan alat hisap telah disiapkan sedemikian rupa hingga nanah
dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan. Sayatan peritoneum diperlebar
dan penghisapan nanah diteruskan. Apendektomi dikerjakan seperti biasa. Pencucian
rongga peitonium mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai benar-benar
bersih.

Cairan yang dimasukkan terlihat jerih sewaktu dihisap kembali. Pengumpulan nanah
biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis, di bawah diafragma dan diantara usus-
usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga setelah peritonium dan
lapisan fasia yang menempel peritonium dan sebagian otot dijahit. Penjahitan luka sayatan
jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat.

25
Pemasangan dren intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian
rongga peritonium benar-benar bersih dren tidak diperlukan. Lebih baik dicuci bersih
tanpa dren daripada dicuci kurang bersih dipasang dren.

KOMPLIKASI.
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik,
dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Factor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Komplikasi sering terjadi pada anak dan
orang tua. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311015/BAB%20II.pdf)
1. Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung ous, hal ini terjadi
bila apendisitis gangrene atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2. Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat berlanjut ke
peritonitis.
3. Peritonitis merupakan komplikasi yang berbahaya yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronik. Bila inffeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan peritonitis umum. Gejala-gejalanya: peristaltic usus
(-), dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi.

PENCEGAHAN
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan factor resiko terhadap kejadian
apendisitis. Upaya dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat. Salah satu upaya
pencegahan adalah dengan mengkonsumsi serat untuk membantu mempercepat

26
pengeluaran sisa-sisa makanan sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan
penekanan pada dinding kolon. Selain itu, defekasi yang teratur akan membantu
pengurangan angka kejadian apendisitis.

LO 3 PERITONITIS
PERITONITIS

DEFINISI

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ
perut (peritonieum).Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam.Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difus,
riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis
merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan bakterimia atau sepsis.

ETIOLOGI

Peritonitis bisa terjadi karena proses infeksi atau proses steril dalam abdomen
melalui perforasi dinding perut, misalnya pada ruptur apendiks atau divertikulum colon.
Penyakit ini bisa juga terjadi karena adanya iritasi bahan kimia, misalnya asam lambung
dari perforasi ulkus gastrikum atau kandung empedu dari kantong yang pecah atau hepar
yang mengalami laserasi. Pada wanita, peritonitis juga terjadi terutama karena terdapat
infeksi tuba falopii atau ruptur kista ovarium. Di Indonesia penyebab tersering dari
peritonitis ini adalah : perforasi apendisitis, perforasi typhus abdominalis, trauma organ
hollow viscus, peritonitis yang disebabkan infeksi kuman mycobacterium Tuberculosis.

KLASIFIKASI

Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk :

· Peritonitis primer (Spontaneus)

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari rongga
peritoneum.Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial

27
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Kira-kira 10-30% pasien dengan sirosis
hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.

· Peritonitis sekunder

Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi


gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat
divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus halus. Berikut beberapa penyebab
dari peritonitis sekunder :

Regio Asal Penyebab

Esophagus Boerhaave syndrome Malignancy


Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*

Stomach Peptic ulcer perforation


Malignancy

(eg, adenocarcinoma, lymphoma,


gastrointestinal stromal tumor)
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*
Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic*
Duodenum Peptic ulcer perforation Trauma
Pancreas (blunt and penetrating)
Pancreatitis (eg, alcohol, drugs,
Iatrogenic*Trauma (blunt and
gallstones)

Biliary tract Cholecystitis Stone perforation


from gallbladder (ie, gallstone
ileus) or common duct
Malignancy Choledochal cyst
(rare)

28
penetrating) Iatrogenic*

Small bowel Ischemic bowel Incarcerated


hernia (internal and external)
Closed loop obstruction Crohn
disease Malignancy (rare)
Meckel diverticulum Trauma
(mostly penetrating)

Large bowel and appendix Ischemic bowel Diverticulitis


Malignancy Ulcerative colitis
and Crohn disease Appendicitis
Colonic volvulus Trauma
(mostly penetrating) Iatrogenic

Uterus, salpinx, and ovaries Pelvic inflammatory disease (eg,


salpingo-oophoritis, tubo-ovarian
abscess, ovarian cyst)
Malignancy (rare) Trauma
(uncommon)

PATOFISIOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa.Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran


mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ.Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk.Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal

29
begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami


oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebutmeninggi.Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus
serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitonealmenyebabkan hipovolemia.Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu,masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum
peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat
usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.

Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai


timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit
hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan
oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus
karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus
sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu
obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau
parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi
usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi
peritonitis.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks


oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalamibendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri,
ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri

30
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren
dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis
baik lokal maupun general

GEJALA KLINIS

Nyeri abdomen

Nyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada peritonitis.Nyeri
biasanya dating dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan pada penderita dengan perforasi
nyerinya didapatkan pada seluruh bagian abdomen.

Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, tidak ada henti-
hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan.Nyeri biasanya lebih
terasa pada daerah dimana terjadi peradangan peritoneum.

Anoreksia, mual, muntah dan demam

Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti dengan
muntah.Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti demam sering
diikuti dengan menggigil yang hilang timbul.Meningkatnya suhu tubuh biasanya sekitar
38OC sampai 40 OC.

· Facies Hipocrates

Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies Hipocrates.Gejala ini termasuk


ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, mata cowong, kedua telinga menjadi
dingin, dan muka yang tampak pucat.

Penderita dengan peritonitis lanjut dengan fascies Hipocrates biasanya berada pada
stadium pre terminal.Hal ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut di
fleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena setiap gerakan dapat menyebabkan
nyeri pada abdomen.

31
Tanda ini merupakan patognomonis untuk peritonitis berat dengan tingkat
kematian yang tinggi, akan tetapi dengan mengetahui lebih awal diagnosis dan perawatan
yang lebih baik, angka kematian dapat lebih banyak berkurang

· Syok

Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua factor.Pertama akibat
perpindahan cairan intravaskuler ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestinal.Yang
kedua dikarenakan terjadinya sepsis generalisata.

Yang utama dari septikemia pada peritonitis generalisata melibatkan kuman gram
negative dimana dapat menyebabkan terjadinya tahap yang menyerupai syok. Mekanisme
dari fenomena ini belum jelas, akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa efek dari
endotoksin pada binatang dapat memperlihatkan sindrom atau gejala-gejala yang mirip
seperti gambaran yang terlihat pada manusia.

DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik

Inspeksi

Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi dari
abdomen.Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak menyingkirkan diagnosis
peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari perjalanan penyakit, karena
dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini terjadi akibat
penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen terjadi akibat ileus
paralitik.

Auskultasi

Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. Suara usus dapat
bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal sampai hamper tidak
terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan ileus. Adanya suara borborygmi
dan peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop lebih baik daripada suara perut yang tenang.

32
Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut, penyebabnya
kemungkinan adalah perforasi dari usus yang mengalami strangulasi

· Perkusi

Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman


pemeriksa.Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestinal, hal ini
menandakan adanya udara bebas dalam cavum peritoneum yang berasal dari intestinal
yang mengalami perforasi.Biasanya ini merupakan tanda awal dari peritonitis

Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga, udara akan
menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga akan ditemukan pekak
hepar yang menghilang.

· Palpasi

Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada kondisi
ini.Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah yang kurang terdapat
nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat nyeri tekan.Ini
terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat langsung pada daerah yang nyeri
membuat semua pemeriksaan tidak berguna.Kelompok orang dengan kelemahan dinding
abdomen seperti pada wanita yang sudah sering melahirkan banyak anak dan orang yang
sudah tua, sulit untuk menilai adanya kekakuan atau spasme dari otot dinding
abdomen.Penemuan yang paling penting adalah adanya nyeri tekan yang menetap lebih
dari satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan akan menjadi lebih luas dan biasanya
didapatkan spasme otot abdomen secara involunter.

Orang yang cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di
kebanyakan kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatiannya. Nyeri
tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu proses inflamasi. Proses ini
dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi local, atau dapat menjadi menyebar
seperti pada pancreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya terlokalisir pada daerah
tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal.6

33
Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut melakukan spasme
secara involunter sebagai mekanisme pertahanan.Pada peritonitis, reflek spasme otot
menjadi sangat berat seperti papan.

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Evaluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara riwayat


penyakit dengan pemeriksaan fisik.Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk
hitung sel darah dan urinalisis.Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih
dari 20.000/mm3, kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang sebelumnya
terdapat infeksi dan tubuh tidak dapat mengerahkan mekanisme pertahanannya

Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh


polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah leukosit
tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.

Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar
dan ginjal dapat dilakukan.

Pemeriksaan juga dapat dilakukan pada cairan peritoneal dengan menggunakan


Diagnostic Peritoneal Lavage. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung
banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan
granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil
pembiakan didapat.

Radiologis

Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal

Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos
abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG.

34
Sedangkan gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan
foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum,
pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah:

Posisi tidur, didapatkan preperitoneal fat menghilang, psoas line menghilang, dan
kekaburan pada cavum abdomen

Posisi duduk atau berdiri, di datpkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit (
semilunar shadow)

Posisi LLD, didapatkan free air intra peritoneal pada daerah perut yang paling tinggi.
Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari peritonitis adalah :

Apendisitis

Pankreatitis

Gastroenteritis

Kolesistitis

Kehamilan ektopik terganggu

PENATALAKSANAAN
1. Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama
bila terdapat appendisitis, ulku speptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pancreatitis akut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan.
2. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotic diberikan
bersamaan.
3. Cairan dan elektrolit bias diberikan melalui infus.
Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabka
nradang di

35
peritoneum.Secaranoninvasifdapatdilakukandrainaseabsesdanendoskopiperkutan, namun
yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi rongga peritoneum. Rongga ini
merupakan membran serosa yang kompleks dan terbesar di tubuh manusia. Bentuknya
menyerupai kantong yang meliputi organ-organ dalam perut sehingga membentuk
peritoneum parietal di dinding perut anterior dan lateral, diafragma, serta membentuk
parietal visceral di organ-organ dalam perut dan pelvis bagian inferior sehingga
membentuk rongga potensial diantara dua lapisan tersebut, dikenal sebagai rongga
peritoneal.
Rongga inilah yang menjadi translokasi bakteri dan tempat terjadinya peritonitis
maupun abses. Untuk menanganinya, sebenarnya bias dilakukan terapi medikamentosa
nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi
nutrisi dan metabolik, dan terapi modulasi respon peradangan. Terapi-terapi ini sebenarnya
logis dikerjakan, namun perkembangannya tidak terlalu signifikan, apalagi untuk kasus
dengan banyak komplikasi, sehingga dibutuhkan terapi lain berupa drainase atau
pembedahan.
Akhir-akhir ini drainase dengan panduan CT-Scan dan USG merupakan pilihan
tindakan nonoperatif yang mulai gencar dilakukan karena tidak terlalu invasif, namun
terapiini lebih bersifat komplementer, bukan kompetitif dibanding laparoskopi,
karenasering kali letak luka atau abses tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak terlalu
optimal. Sebaliknya, pembedahan memungkinkan lokalisasi peradangan yang jelas,
kemudian dilakukan eliminasi kuman dan inokulum peradangan tersebut, hingga rongga
perut benar-benar bersih dari kuman.

36
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, didapatkan kesimpulan bahwa


akut abdomen merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera
agar tidak berakhir pada kematian. Pada akut abdomen, apapun penyebabnya, gejala utama
yang menonjol adalah nyeri akut pada daerah abdomen. Berbagai macam penyebab dari
nyeri akut abdomen, yakni adalah appendiksitis hingga peritonitis.
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi
karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis.
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.

3.2 Saran

Dengan memahami tujuan belajar yang didapat, penulis mengharapkan pembaca


dapat termotivasi untuk mendalami materi yang kami bahas, sehingga nantinya saat di
rotasi klinik atau dimanapun dalam keadaan yang memungkinkan para mahasiswa dapat
menerapkannya. Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik
dari segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan rekan- rekan angkatan 2011.

37

Вам также может понравиться