Вы находитесь на странице: 1из 29

Anemia Defisiensi Besi pada Anak Usia Sekolah

Karinda Lado 102012434


Kelompok F8
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061

PENDAHULUAN

Latar Belakang1

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah defisiensi nutrient tersering pada
anak di seluruh dunia termasuk di negara berkembang, salah satunya Indonesia. Anemia
defisiensi besi (ADB) timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena
cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil
laboratorium yang menunjukan cadangan besi kosong. Secara epidemiologi, prevalensi
tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa anak-anak karena terdapat defisiensi
besi pada saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya
asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang.

Rumusan Masalah

Seorang anak perempuan berusia 6 tahun di bawa oleh ibunya dengan keluhan pucat
sejak 3 bulan yang lalu.

Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk membahas etiologi, diagnosis, gejala serta penatalaksanaan
anemia defisiensi besi pada anak.

PEMBAHASAN

Anamnesis1

1
a. Identitas pasien

b. Keluhan utama: seorang anak perempuan berusia 6 tahun di bawa oleh ibunya dengan
keluhan pucat sejak 3 bulan yang lalu.

c. Riwayat penyakit sekarang

1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, mata
berkunang-kunang, atau tanpa gejala? Bila terdapat gejala tersebut, itu merupakan
suatu sindrom anemia yang biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di
bawah 7-8 g/dL.
2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi
gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi
tubuh.
3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa
karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat
pernah menderita penyakit yang kronis.
4. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap,
pendarahan rektal, muntah “butiran kopi”.
5. Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
6. Tanyakan juga sumber perdarahan lain.
7. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es, tanah,
dan sebagainya. Gejala tersebut dapat ditemukan pada anemia defisensi Fe.

d. Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan apakah ada dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya, riwayat penyakit kronis
(reumatoid arthritis atau gejala keganasan), tanda kegagalan sumsung tulang (memar,
perdarahan, dan infeksi yang tak lazim atau rekuren), tanda defisiensi vitamin seperti
neuropati perifer (defisiensi vitamin B12),subacute combined degeneration of cord
[SACDOC), adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (ikterus, katup buatan yang
bocor), riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan endoksopi gastrointestinal, adakah

2
disfagia (akibat lesi esofagus yang menyebabkan anemia atau ada selaput pada esofagus
akibat anemia defisiensi Fe).

e. Riwayat keluarga

Menanyakan adakah riwayat anemia dalam keluarga khususnya pertimbangkan penyakit


sel sabit, talasemia, dan anemia hemolitik herediter.

f. Lain-lain

Menanyakan adakah riwayat bepergian dan pikirkan kemungkinan infeksi parasit seperti
cacing tambang dan malaria, mengkonsumsi obat-obatan misal OAINS yang menyebabkan
erosi lambung atau supresi sumsung tulang akibat obat sitotoksik, penurunan berat badan
yang drastis baru-baru ini dan riwayat operasi seperti gastrektomi.2

Gejala khas anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, kuku
sendok.

Pemeriksaaan fisik2

Inspeksi

1. Keadaan umum dan kesadaran : lihat apakah pasien sakit ringan atau berat, sering
merasa sesak napas atau syok akibat kehilangan darah akut.
2. Adakah tanda-tanda ikterus yang ditandai dengan mata berwarna kuning, atau kulit yg
berubah warna menjadi kuning contoh pada anemia hemolitik dapat dijumpai keadaan
ini.
3. Adakah koilonikia (kuku seperti sendok) atau keilotis angularis (peradangan pada
sudut mulut sehingga tampak bercak pucat keputihan. Gejala tersebut terdapat pada
anemia defisiensi Fe.
4. Adakah tanda kerusakan trombosit (memar dan petechiae) dan bila ada menandakan
kadar trombosit yang menurun misal pada anemia aplastik.
5. Adakah atrofi papil lidah yang ditandai dengan permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang. Biasa gejala ini timbul pada anemia
defisiensi besi.2

3
Palpasi

1. Konjungtiva
Minta pasien untuk melihat ke atas sementara pemeriksa menekan kedua
kelopak mata ke bawah dengan menggunakan ibu jari tangan sehingga membuat
sclera dan konjuctiva terpajan. Inspeksi sklera dan konjugtiva palpebralis untuk
menilai warnanya.
Patologis: Sklera yang berwarna kuning menunjukkan ikterus, konjunctiva dapat
berwarna pucat yang disebut konjuctiva anemis dan merupakan salah satu
sindromanemia.3

2. Kuku
Lakukan inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki. Perhatikan warna dan
bentuk dan lesi yang ada.

Patologis: Pada anemia defisiensi Fe dapat dijumpai koilonikia (kuku yang berbentuk
seperti sendok, rapuh, bergaris vertical dan menjadi cekung mirip seperti sendok).

3. Limfa
Palpasi rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal anterior yang lokasi
nya di sebelah anterior dan superficial M.Sternocleidomastoideus. kemudian lakukan
plapasi rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal posterior di sepanjang
M.Trapezius (anterior) dan M. Sternocleidomastoideus (posterior). Lakukan
pemeriksaan nodus limfatikus supraklavikular pada sudut antara os clavicula dan
M.Sternocleidomastoideus.

Patologis : Bila terdapat limfadenopati mungkin menandakan adanya tanda infeksi


atau keganasan. Bila limfa yang di palpasi sakit menandakan peradangan, limfa yang
membesar dank eras menandakan keganasan. Nodus limfatikus supra klavikular yang
membesar menandakan kemungkinan adanya keganasan di abdomen atau torax.

4. Palpasi hati , limpa, abdomen


Lakukan palpasi hati dan limpa untuk menilai apakah ada hepatomegali atau
splenomegali yang biasanya terdapat pada anemia hemolitik dan kadang pada anemia
defisiensi besi juga dapat ditemukan bila anemia tersebut tidak diterapi.4

4
Pemeriksaan penunjang

1. Hitung sel darah lengkap: tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah
lengkap (HDL) atau complete blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut
sebagai ‘hematologi’, memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel
darah putih dan trombosit (platelet).5
a. Eritrosit
- Hemoglobin(Hb) yaitu protein dalam sel darah merah bertugas mengangkut oksigen
dari paru ke bagian tubuh lain. Nilai rujukan : pria 13 g/dL, wanita 12 g/dL, wanita
hamil 11 g/dL.
- Hematokrit(Ht atau HCT) mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh
volume darah.Eritrosit, Hb dan Ht yang rendah menunjukkan adanya anemia. Nilai
rujukan : pria 40-54 %, wanita 34-46 %. 7
- Volume Eritrosit Rata-Rata(VER) atau mean corpuscular volume(MCV) mengukur
besar rata-rata sel darah merah. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus adalah
VER = Ht (%) / E ( juta/uL) x 10 (fL). Nilai rujukan : 82-92 fL. VER yang kecil
berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil dari ukuran normal. Biasanya hal ini
disebabkan oleh kekurangan zat besi atau penyakit kronis.. Keadaan ini tidak
berbahaya. Namun VER yang besar dapat menunjukkan adanya anemia
megaloblastik, dengan sel darah merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal
ini disebabkan oleh kekurangan asam folat.4,5
- Red Blood CellDistribution Width(RDW) mengukur kisaran/variasi ukuran sel
darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan
kekurangan beberapa vitamin. Nilai normal 11,5-14,5 CV ( coefisient of variation )
dari ukuran eritrosit. Bila semua eritrosit ukuran mikrositik dan makrositik maka
nilai RDW normal dan VER akan menurun atau meningkat. Bila ukuran eritrosit
beraneka ragam namun ukuran rata-arta eritrosit normal makan RDW akan
meningkat dan VER normal.
- Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata(HER) atau mean corpuscular hemoglobin(MCH).
Dapat dihitung dengan rumus: Hb (g/dL ) / E ( juta/uL) x 10 (pg) dan nilai rujukan
27-31 pg
- Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata(KHER) atau mean corpuscular
hemoglobin concentration(MCHC atau CHCM). Dapat dihitung dengan rumus : Hb
(g/dL) / Ht ( % ) x 100 %. Nilai rujukan : 32-37 %.

5
b. Leukosit
Hitung Leukosit Dapat menggunakan pipet Thoma atau pipet Sahli. Nilai rujukan:
4,5-11 x 103 /uL

c. Trombosit
Trombosit atau platelet dapat dihitung dengan menggunakan cara kuantitatif dan
kualitatif. Nilai rujukan : 150-350 x 103 / uL.

d. Retikulosit
Retikulosit merupakan eritrosit muda tidak berinti, ada sisa RNA minimal 2 partikel
granula atau 1 partikel granula dengan filament, tidak di tepi membrane sel.Dapat
diperiksa dengan pewarnaan New Methylen Blue, Brilliant cresyl blue, purified
azure B, acridine orange. Nilai relative : 0,5-1,5 %. Nilai absolute : 25000-75000 /
uL darah.

2. Pemeriksaan Hapus Darah Tepi: pemeriksaan ini bertujuan untuk evaluasi morfologi
sel darah tepi, memperkirakan jumlah leukosit, dan trombosit serta mengidentifikasi
parasit. Misalnya malaria, microfilaria, trypanosome.
a. Eritrosit: pelaporan meliputi Size, Shape, dan warna ( staining characteristic).
Eritrosit normal ukuran 6-8 u, warna merah dengan daerah pucat bagian tengah.
Ukuran normal diesbut normosit. Bila ukuran bervariasi disebut anisositosis, variasi
abnormal bentuk disebut poikilositosis. Eritrosit hipokrom yaitu eritrosit dengan
daerah berwarna pucat di tengah lebih luas. Polikromasi adalah eritrosit berwarna
kebiruan di antara eritrosit normal berwarna merah.
b. Leukosit : Dilakukan dengan hitung jenis leukosit. Urutan baku : Basofil, eosinofil,
batang, segmen, limfosit, monosit. Dilakukan pemeriksaan terhadap 100 sel.

6
Jenis Leukosit % …/uL
Basofil 0-1 0-100
Eosinofil 1-3 50-300
Batang 1-5 50-500
Segmen 50-70 2500-7000
Limfosit 20-40 1000-4000
Monosit 1-6 50-600
Tabel 1.Hitung jenis leukosit6

3. Laju Endap Darah: untuk mengukur kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma
pada suatu interval waktu. Sensitif tapi tidak spesifik. Nilai rujukan : 0-10 mm/jam
pada pria dan 0-15 mm/jam pada wanita.

4. Pemeriksaan Kadar / status besi

a. Kadar besi serum (BS): mengukur kadar besi serum yang berikatan dengan
transferin.
b. Total Iron Binding Capasity (TIBC): Mengukur banyaknya besi yang dapat diikat
transferin bila serum dijenuhkan dengan besi. Normal : rasio BS :DIBT = 1:3
c. Saturasi Transferin: Persentase transferin yang berikatan dengan besi dengan
rumus:BS / DIBT x 100 %. Nilai rujukan : 20-45 % transferin jenuh dengan besi.
d. Ferritin serum: indikator awal mendeteksi defisiensi besi. Nilai rujukan : wanita 10-
200 ng/mL. Pria 30-300 ng/mL

Ferritin Saturasi Hemoglobin


Transferin
Tahap I Menurun Normal Normal
Tahap Menurun Menurun Normal
II
Tahap Menurun Menurun Menurun
III

Tabel 2. Tahapan anemia defisiensi besi dan pemeriksaan laboratorium6

7
5.Pemeriksaan Sumsum Tulang: dapat dipakai untuk membantu menetapkan diagnosis
kelainan hematologi, menentukan stadium penyakit, memantau kemoterapi, dan menetapkan
cadangan besi sumsung tulang. Hal yang dinilai :
a. Penilaian kepadatan sel , normal densitas 25-50 %
b. Penilaian trombopoesis : menilai keadaan megakariosit, mudah ditemukan/normal/
jarang.
c. Aktivitas eritropoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.
d. Aktivitas granulopoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.

Pada defisiensi besi periksa juga hemosiderin sumsung tulang dengan Perls Stain,
pada anemia defisiensi besi hemosiderin sumsum tulang berkurang / kosong.

6.Pemeriksaan Feses: mencari adanya perdarahan melalui traktus digestivus. Secara


makroskopik dilihat warna tinja, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, telur cacing,
parasit, untuk pemeriksaan kimia lakukan tes darah samar.

7.Pemeriksaan Urin: mencari ada tidaknya perdarahan di traktus urinarius. Pemeriksaan


makroskopikdilihat warna urin, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, silinder eritrosit,
dan hemosiderinuria. Kimia dilakukan tes darah samar.

8.Pemeriksaan Histopatologi: tidak adanya iron stainable dijaringan tubuh, termasuk sumsum
tulang dan hati, adalah penemuan histologis yang paling berguna pada pasien yang
kekurangan zat besi. Kelainan jaringan epitel yang non spesifik dilaporkan dalam kekurangan
zat besi. Ini termasuk gastric atrophy dan clubbing dari vili usus halus.6

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai
adalah:
Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit
Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai
dari ringan sampai beart. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada
anemia anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi
yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi.
Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu
dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat

8
penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis anemia ini hasilnya sering
tumpang
Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan
poikilositosis. Makin berat derajat anemia makin berat derajat hipokromia. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis esktrim, maka sel tampak sebagai
sebuah cincin sehingga disebut sel cincin (ring cell), atau memanjang seperti clips, disebut
sebagai sel pencil (pencil cell atau cigar cell). Kadangkadang dijumpai sel target.

Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat
dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai
eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan episode perdarahan akut.
Konsentrasi Besi Serum Menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity)
Meningkat
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi
transferin dihitung clan besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis
ADB, kadar besi serum menurun < 50 µg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >
350 µg/dl, dan saturasi transferin < 15%. Ada juga yang memakai saturasi transferin
<16%, atau < 18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang
sangat besar, dengan kadar puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.
Feritin Serum Merupakan Indikator Cadangan Besi yang Sangat Baik, Kecuali pada Keadaan
Inflamasi dan Keganasan Tertentu
Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka < 12 µg/l,
tetapi ada juga yang memakai < 15 µg/l. Untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan
inflamasi maslh tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri Barat tampaknya perlu
dikoreksi. Pada suatu penelitian pada pasien anemia di rumah saint di Bali pemakaian
feritin serum < 12 µg/l dan < 20 µg/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masing-
masing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada
pemakaian feritin serum < 40 mg/1, tanpa mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%).
Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin serum < 20 mg/1
sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti
arthritis rematoid, maka feritin serum sampai dengan 50-60 µg/l masih dapat
menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium
untuk diagnosis IDA yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik

9
maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif.
Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi.
tetapi feritin serum di atas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
Protoporfirin Merupakan Bahan Antara pada Pembentukan Heme
Apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan
menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/d1. Untuk defisiensi besi
protoporfirin bebas adalah lebih dan 100 mg/d1. Keadaan yang sama juga didapatkan pada
anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.
Kadar Reseptor Transferin Datum Serum Meningkat pada Defisiensi Besi
Kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9 µg/L. Pengukuran reseptor transferin
terutarna dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik
lagi apabila dipakai rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan
ADS dan rasio < 1,5 sangat mungkin karena anemia akibat penyakit kronik.
Sumsum Tulang Menunjukkan Hiperplasia Normoblastik Ringan Sampai Sedang dengan
Normoblas Kecil-kecil
Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai
micronormoblast.
Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan
besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast
mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi
besi maka sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai
baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak
diambil alih oleh pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis.
Studi Ferokinetik
Studi tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif. Ada dua
jenis studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate (PIT)yang mengukur kecepatan besi
meninggalkan plasma, dan erythrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur pergerakan
besi dan sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar. Secara praktis kedua pemeriksaan
ini tidak banyak digunakan, hanya dipakai untuk tujuan penelitian.
Perlu Dilakukan Pemeriksaan untuk Mencari Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
semikuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam feses,
endoskopi, barium intake atau barium inloop, tergantung dari dugaan penyebab efisiensi besi
tersebut.
10
Diagnosis kerja

Diagnosis ditegakkan berdasarkan penyebab defisiensi besi, gambaran eritrosit mikrositik


hipokromik, SI rendah dan TIBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang dan reaksi
yang baik terhadap pengobatan dengan besi.
Untuk menegakkan diagnosis harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang
teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB.
Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau
hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau
kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap
ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap
dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin)
sebagai berikut:

Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 dan MCHC
<31% dengan salah satu dan a, b, c, atau d.

 Dua dari tiga parameter di bawah ini:


- Besi serum <50 mg/dl
- TIBC>350 mg/dI
- Saturasi transferin: <15%, atau
 Ferritin serum <20 mg/l, atau
 Pewarnaan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan
besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
 Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain
yangsetara)selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

Pada tahap ketiga ditemukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap
ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi
merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan.
Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui
penyebabnya.7

11
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Anemia akibat cacing
tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada
pemeriksaan laboratorium di samping tanda-tanda defisiensi besi yang disertai adanya
eosinofilia. Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3%
pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dan 123 kasus anemia defisiensi besi yang
dijumpai.

Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult
blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau
bawah.7,8

Derajat anemia pada anak8

Batas normal kadar hemoglobin pada anak usia 6 bulan sampai 6 tahun adalah 11 gr/dl
sedangkan usia 6 sampai 14 tahun adalah 12 gr/dl. Derajat anemia untuk menentukan
seorang anak mengalami anemia atau tidak tidak dapat ditentukan oleh jumlah kadar Hb
yang terdapat dalam tubuh sebagai berikut:

a.ringan sekali : HB 10gr/dl – 13 gr/dl

b.ringan : Hb 8gr/dl – 9,9 gr/dl

c.sedang : Hb 6 gr/dl – 7,9 gr/dl

d. berat : Hb<6 gr/dl

Diagnosis banding

Pada pasien dengan anemiamikrositik hipokrom, kemungkinan diagnostik utama


adalah anemia defisiensi besi, talasemia, anemia karena penyakit kronik, dan anemia
sideroblastik. Beberapa tes laboratorium sering berguna untuk diagnosis banding (Tabel
3). Defisiensi zat besi ringan dapat membingungkan dengan turunan talasemia atau
dengan bentuk dua penghapusan dari talasemia α (α-/α- atau --/αα). Pada bentuk ringan
dari talasemia ini, mikrositosis lebih nyata daripada hipokromia; karenanya; konsentrasi
hemoglobin rata-rata (MCHC) biasanya normal. Distribusi ukuran sel darah merah lebih
seragam dibandingkan pada defisiensi zat besi. Sel target dan bintik-bintik basofilik

12
biasanya lebih nyata pada talasemia dibandingkan pada defisiensi zat besi. Hemoglobin
A2 meningkat pada turunan talasemia dan menurun pada defisiensi zat besi dan
talasemia α. Jika pasien dengan turunan talasemia mengalami defisiensi zat besi, kadar
hemoglobin A2 dapat turun menjadi normal. Zat besi serum normal atau meningkat
pada talasemia dan menurun baik pada defisiensi sat besi dan anemia akibat penyakit kronik.
Tes laboratorium yang ditunjukkan pada tabel tersebut tidak terlalu membantu dalam
menentukan apakah pasien dengan penyakit inflamasi kronik, seperti artritis reumatoid,
telah mengalami kekurangan zat besi. Temuan kadar serum feritin yang rendah atau tidak
adanya cadangan zat besi pada aspirasi sumsum tulang dapat merupakan diagnostik
defisiensi zat besi pada pasien yang demikian. Suatu percobaan terapi zat besi mungkin
diperlukan untuk meredakan prasangka tersebut. Diagnosis anemia skleroblastik tergantung
pada penampakan sideroblas bercincin pada sumsum tulang. Pasien ini sering memiliki
populasi sel darah merah mikrositik hipokrom, walaupun MCHC biasanya normal.8

Anemia Turunan Anemia karena Anemia


defisiensi besi talasemia trait penyakit kronis sideroblastik
Zat besi ↓ N ↓ ↑
TIBC ↑ N ↓ N
Feritin serum ↓ N ↑ ↑
Protoporfirin sel ↑ N ↑ ↑ atau N
darah
HbA2 ↓ ↑ N ↓
Catatan : ↑ = meningkat, ↓ = menurun, N = normal, TIBC = kapasitas ikat besi total

Tabel 3. Diagnosis banding anemia mikrositik hipokrom8

1. Anemia pada Penyakit Kronik

Di antara berbagai anemia yang paling sering ditemukan terdapat anemia yang
menyertai berbagai penyakit kronik.Anemia yang terjadi bersifat normositik/normokromik
atau mikrositik/hipokromik. Penanganan keadaan yang mendasari akan mengoreksi anemia ini;
hanya sebagian dari terapi eritropoitin yang berhasil dengan baik.
Lemah badan, penurunan berat badan, pucat merupakan tanda-tanda dari penyakit kronis.
Baru kemudian diketahui bahwa bahwa pada pasien tuberkulosis, misalnya timbul keluhan

13
seperti tadi dan ternyata disebabkan oleh anemia pada infeksi. Cartwright dan Wintrobe
menyebutkan bahwa peneliti-peneliti di Perancis tahun 1842 membuktikan bahwa pasien
tifoid dan cacar mengandung massa eritrosit yang lebih rendah dibandingkan orang normal.
Belakangan diketahuibahwa penyakit infeksi seperti pneumonia, syphilis, HIV-AIDS dan juga
pada penyakit lain seperti artritis reumatoid, limfoma Hodgkin, kanker, sering disertai
anemia, dan diintroduksi sebagai anemia penyakit kronik.

Alasan untuk mengatakan bahwa anemia yang ditemukan pada berbagai kelainan klinis
kronis berhubungan, karena mereka mempunyai banyak macam gambaran klinis, yakni:

 kadar Hb berkisar 7-11 g/dl


 kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah
 cadangan Fe jaringan tinggi
 produksi sel darah merah berkurang.
Anemia umumnya berbentuk normokrom-normositer, meskipun banyak pasien memberi
gambaran hipokrom dengan MCHC < 31g/dl dan beberapa mempunyai sel mikrositer dengan
MCV <80 fl. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit meningkat. Perubahan
pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasarnya.
Penurunan Fe serum (hipoferemia) merupakan kondis sine qua non untuk diagnosis anemia
penyakit kronis. Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan
mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe - transferin – menurun
menyebabkan saturasi Fe yang lebih tinggi daripadaanemia defisiensi besi. Proteksi saturasi
Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan meningkatkan transferFe dari suatu persediaan yang
kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur.
Penurunan kadar transferinsetelah suatu jejas terjadi lebih lambat daripadapenurunan kadar
Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferinlebih lama (8-12 hari) dibandingkan dengan Fe
(90 menit) dan karena fungsi metabolik yang berbeda.
Pada anemia derajat ringan dan sedang, sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit
dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dl umunya asimtomatik. Meskipun demikian apabila
demam atau debiltas fisik meningkat, maka pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan
memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya. Gambaran khasnya adalah:

1. Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom atau hipokrom ringan (MCV
jarang < 75 fl);
2. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (hemoglobin jarang kurang dari 9,0 g/dl)-

14
beratnya anemia terkait dengan beratnya penyakit;
3. Baik kadar besi serum maupun TIBC menurun; kadar sTfR normal;
4. Kadar feritin serum normal atau meningkat; dan
5. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikulo-endotel) normal tetapi kadar besi
dalam eritroblas berkurang.
Pada pemeriksaan fisik tidak ada kelainan yang khas dari anemia jenis ini, diagnosis biasanya
tergantung dari hasil laboratorium.

Pasien yang menderita penyakit peradangan sistemik kronik yang menetap lebih dan
sebulan biasanya mengalami anemia ringan atau sedang. Berat ringannya anemia secara kadar
setara dengan lama dan keparahan proses peradangan. Penyakit ini adalah infeksi kronik
misalnya endokarditis infektif subakut, osteomielitis, abses paru, tuberkulosis, dan
pielonefritis. Penyakit peradangan noninfeksi yang sering berkaitan dengan anemia adalah
artritis rematoid, lupus eritematosus sistemik, vaskulitis (misalnya arteritis temporalis),
sarkoidosis, enteritis regionalis, dan cedera jaringan misalnya fraktur.
Anemia jenis ini juga sering ditemukan pada penyakit keganasan, termasuk penyakit
Hodgkin dan berbagai tumor padat misalnya karsinoma paru dan payudara. Pada pasien
kanker, faktor lain mungkin berperan menimbulkan anemia yang lebih parah. Pada
pasien kanker saluran makanan atau uterus, kehilangan darah merupakan faktor utama.
Perdarahan kronik akan menimbulkan defisiensi besi. Selain itu, pasien kanker dapat
menderita anemia progresif bila sumsum tulangnya terinvasi oleh sel tumor. Pasien kanker
sering mengalami malnutrisi dan mungkin menderita defisiensi folat. Walaupun jarang,
pasien dengan keganasan diseminata dapat mengalami anemia hemolitik traumatik yang
berat. Akhirnya, penekanan hematopoisis oleh obat kemoterapi atau terapi radiasi dapat
memperparah anemia.

Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat
beberapa pilihan dalam mengobati anemi jenis ini, antara lain:

 Transfusi:
Merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan hemodinamik, tidak ada
batasan yang pasti pada kadar hemoglobin berapa kita harus memberi transfusi. Beberapa
literatur disebutkan bahwa pasien anemia penyakit kronik yang terkena infark miokard,
transfusi dapat menrunkan angka kematian secara bermakna. Demikian juga pada pasien

15
anemia akibat kanker, sebaiknya kadar Hb dipertahankan 10-11 gr/dL.
 Preparat besi
Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronis masih terus dalam perdebatan.
Sebagian pakar masih memberikan preparat besi dengan alasan besi dapat mencegah
pembentukan TNF-α. Alasan lain, pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat
besi terbukti dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya pro dan
kontra, sampai saat ini pemberian masih belum dapat direkomendasikan untuk
diberikanpada pada anemia penyakit kronis.
 Eritropoietin
Data penelitian menunjukkan bahwa pemberian eritropeitin bermanfaat dan sudah
disepakati untuk diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal ginjal, mieloma
multipel, arthritis reumatoid dan pasien HIV. Saat ini terdapat tiga jenis eritropoietin,
yakni eritropoietin alfa, eritropoietin beta dan darbopoietin. Masing-masing berbeda
struktur kimiawi, afinitas terhadap reseptor, dan waktu paruhnya sehingga
memungkinkan kita memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus.
Selain dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya, pemberian eritropoietin
mepunyai beberapa keuntungan, yakni: mempunyai efek antiinflamasi dengan cara
menekan produksi TNF-alfa dan interferon-gamma. Dilain pihak, pemberian
eritropoietin akan menambah proliferasi sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan
rekurensi pada kanker kepala dan leher.
Dengan demikian mekanismeterjadinya anemia pada penyakit kronis merupakan hal
yang harus dipahami oleh setiap dokter sebelum memberikan transfusi, preparat besi
maupun eritropoietin.8

2. Akut limfositik leukemia


Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan leukemia yang sering terjadi pada anak-anak.
Insiden LLA berkisar 2-3/100.000 panduduk. Pada anak-anak, insidennya kira-kira 82%,
sedangkan pada dewasa 18%. Dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua kanker yg mengenai anak-anak di
bawah umur 15tahun . Insiden tertinggi pada anak usia antara 3-5 tahun Leukemia limfositik
akut adalah suatu penyakit yang berakibat fatal. Dimana sel-sel yang dalam keadaan normal
berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas, dan dengan segera akan menggantikan
sel-sel normal dalam sumsum tulangDibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi

16
dan dipastikan oleh pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium dini, limpa
mungkin tidak membesar, bahkan gambaran darah tepi masih normal, dan hanya terlihat
gejala pucat yang mendadak dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini
pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan diagnostik. Pada sel sumsung tulang adasel
blas blas. Dengan pewarnaan giemsa kromatin kasar dan bergumpal dengan 1 atau 2 anak inti
dan sitoplasma tipis.

3. Talasemia
Adalah sekelompok penyakit kongenital yang berbeda menimbulkan terjadinya defek
pada sintesis satu atau lebih subunit hemoglobin. Akibat penurunan pembentukan
hemoglobin, sel darah merah menjadi mikrositik-hipokromik. Talasemia α mengalami
gangguan pembentukan rantai. Talasemia ß dibagi 2 yaitu talasemia ß mayor dan talsemia ß
minor. Talasemia ß minor jarang menyebabkan gejala klinis yang bermakna. Diagnosa
umumnya ditegakkan pada pasien yang sedang dievaluasi untuk anemia ringan atau pada
tindak lanjut kelainan yang dijumpai pada pemeriksaan darah rutin.

Talasemia ß mayor disebut juga anemia Cooley, merupakan bentuk terparah dari anemia
hemolitik congenital. Pasien mengalami gejala anemia berat. Pada pasien juga dijumpai
temuan yang berkaitan dengan hemolisis intramedularis dan eprifer yang parah serta
kelebihan besi. Kulit pasien berwarna aneh karena kombinasi ikterus, kepucatan, dan
penigkatan endapan melanin. Pasien biasanya mengalami kelainan tulang akibat ekspansi
sumsum eritroid. Pembesaran tulang malar dapat menimbulkan wajah khas tupai atau
maloklusi rahang. Kardiomegali, hepatomegali, dan splenomegali juga dapat ditemukan.

Diagnosis talasemia ß mayor harus dipertimbangkan pada tiap pasien anemia hemolitik
dan sel darah merah mikrositik dan hipokrom.9,10

Anemia Anemia Akibat Trait Anemia


Defisiensi Besi Penyakit Thalassemia Sideroblastik
Kronik
Derajat Ringan sampai Ringan Ringan Ringan
anemia berat sampai berat

17
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Besi serum Menurun < 30 Menurun < 50 Normal / ↑ Normal / ↑
TIBC Meningkat Menurun<300 Normal / ↓ Normal / ↓
>360
Saturasi Menurun < Menurun/N Meningkat > Meningkat >
transferin 15% 10-20% 20% 20%
Besi sumsum Negatif Positif Positif kuat Positif dengan
tulang ring
sideroblast
Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal
eritrosit
Feritin serum Menurun < Normal 20- Meningkat > Meningkat >
20µg/l 200 µg/l 50 µg/l 50 µg/l
Elektrofoesis Normal Normal Hb A2 Normal
meningkat
Tabel 5. Diagnosis diferensial anemia defisiensi besi 8

Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, ganguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
 Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
- Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
Perdarahan kronik, khususnya uterus atau saluran cerna adalah penyebab yang utama,
sebaliknya, defisiensi dari makanan jarang sekali menjadi penyebab tunggal di negara
maju. Setengah liter darah mengandung sekitar 250 mg besi, walaupun absropsi besi
dari makanan meningkat pada tahap awal defisiensi besi, keseimbngan besi negative
biasa terjadi pada perdarahan kronik.
- Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Menorrhagia sulit dinilai secara klinis, walaupun pardarahan berupa bekuan,
peggunaan pembalut atau tampon dalam jumlah banyak, atau masa menstruasi yang
lama kesemuanya menunjukkan perdarahan yang berlebih.

18
- Saluran kemih: hematuria
- Saluran napas: hemoptoe

 Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging). 9
 Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan. Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, remaja, kehamilan, menyusui
dan pada wanita yang mengalami menstruasi menyebabkan tingginya resiko anemia pada
kelompok klinis tersebut. Bayi baru lahir mempunyai cadangan besi yang berasal dari
pemecahan eritrosit yang berlebihan. Sejak usia 3 sampai 6 bulan, terdapat
kecenderungan kesetimbangan besi negative akibat pertumbuhan. Susu formula
bersuplemen serta makan campuran yang diberikan sejak usia 6 bulan, khusunya dengan
makanan yang ditambah besi dapat mencegah difisiensi besi.Diperlukan lebih banyak
besi untuk meningkatkan massa eritrosit ibu sekitar 35% pada kehamilan, transfer 300 mg
besi ke janin, dan karena perdarahan pada saat persalinan. Walaupun absorpsi besi juga
meningkat, terapi besi serigkali diperlukan bilah hemoglobin turun sampai kurang dari 10
g/dl atau MCV dibawah 82 fl pada trimester ketiga.
 Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Diperkirakan perlu 8 tahun bagi seorang pria dewasa normal untuk menderita anemia
defisiensi besi hanya akibat diet yang buruk atau malabsorbsi yang menyebabkan tidak
adanya asupan besi sama sekali. Dalam praktek klinik, asupan yang tidak adekuat atau
malabsorbsi jarang meupakan penyebab tunggal anemua defisiensi besi, walaupun di
negara berkembang dapat terjadi defisiensi besi akibat diet yang buruk seumur hidup,
yang teutama terdiri dari biji-bijian dan sayuran. Meskipun demikian, enteropati yang
diinduksi gluten, gasterktomi total atau parsial, dan gastritis atopic dapat merupakan
factor predisposisi untuk terjadinya defisiensi besi.

Pada anak umur 5 tahun sampai remaja, penyebab anemia defisiensi besi yaitu kehilangan
berlebihan akibat perdarahan (infeksi cacing tambang) dan menstruasi berlebihan pada
remaja putri.

19
Tabel 6. Kebutuhan besi pada anak6

Epidemiologi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik
maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara
berkembang. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran
prevalensi anemia defisiensi besi seperti tertera pada tabel.
Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo
memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka
prevalensi ADB sebesar 27%.
Wanita hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ABD. Di India, Amerika
Latin dan Filipina prevalensi ABD pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%.
Sedangkan di Bali, pada suatu pungunjung puskesmas didapatkan prevalensi anemia sebesar
50% dengan 75 % anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survei pada 42
desa di Bali yang melibatkan 1684 Perempuan hamil didapatkan prevalensi ADB sebesar 46%,
sebagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan
dan kepatuhan meminum pil besi.
Di Amerika Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES tahun1988 sampai tahun 1994,
defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laid dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-
4% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa
reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause.8

Manifestasi klinik

Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi

Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan :

20
 Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi
untuk eritropoesis belum terganggu.
 Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis) : cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara
laboratorik.
 Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi

Gejala Anemia Defisiensi Besi


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu : gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.
Gejala umum anemia

Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin hemoglobin turun di bawah 7-
8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta
telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin
yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok
dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih
cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan bails Anemia
bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7g/dl. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konyungtiva dan jaringan di bawah kuku.

Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia
jenis lain adalah:

 Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok (Gambar 1).
 Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
 Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwama pucat keputihan
 Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
 Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
 Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, tern, dan

21
lain-lain.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

Gejala Penyakit Dasar


Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya penyakit anemia akibat penyakit
cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker
kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari
lokasi kanker tersebut.

Gejala pada anak


Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat sakit kepala, iritabel
dan sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat
menahun. Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar
kuku, konjungtiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white), papil lidah
tampak atrofi, jantung agak membesar dan terdengar murmur sistolik yang fungsionil.
Pada anak MEP dengan infestasi ankilostoma akan memperlihatkan perut buncit yang
disebut pot belly dan dapat terjadi edema. Tidak ada pembesaran limpadan hepar dan tidak
terdapat diathesis hemoragik. Pemeriksaan radiologis tulang tengkorak akan menunjukkan
pelebaran diploe dan penipisan tabula eksterna sehingga mirip dengan perubahan tulang
pada talasemia.

Patofisiologi

Patofisiologi anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia


mikrositik hipokromik denga penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin.

Dalam keadaan normal tubuh seorang anak rata-rata mengandung 11-12 mg besi
bergantung pada jenis kelamin dan ukuran tubuhnya. Lebih dari dua pertiga besi terdapat di
dalam hemoglobin. Besi dilepas dengan semakin tua serta matinya sel dan diangkut melalui
transferin plasma ke sumsum tulan untuk eritropoiesis. Dengan pengecualian mioglobin
(otot) dan enzim-enzim heme dalam jumlah yang sangat sedikit, sisa zat besi disimpan di

22
dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritinin dan hemosiderin untuk
kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

Walaupun dalam diet rata-rata mengandung 10-20 mg besi, hanya sekitar 5% hingga
10% (1-2 mg) yang sebenarnya diabsorbsi. Pada saat persediaan besi berkurang, maka lebih
banyak besi diabsorbsi dari diet. Besi yang diingesti diubah menjadi besi ferro di dalam
lambung dan duodenum serta diabsorbsi dari duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian
besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke
tempat penimpanan di jaringan. Tiap miiliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilanagn
besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 mg – 1mg/hari.

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah SDM normal atau hamper normal dan kadar
Hb berkurang. Pada asupan darah perifer, SDM mikrositik dan hipokromik (MCV, MCHC
dan MCH berkurang) disertai poikilositosis dan anisositosis. Jumlah retikulosit dapat normal
atau berkurang. Kadar besi berkurang sedangkan kapasitas mengikat besi serum total
meningkat.

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin


menurun. Keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini
ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam usus, dan
pengecatan besi dalam sumsung tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus
maka cadangan besi akan kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis akan
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pembentukan eritrosit tapi secara klinis belum
tampak, keadaan ini dinamakan iron deficiency erithropoesis. Pada fase ini kelainan pertama
yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorpyrin atau zinc protoporphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun atau TIBC meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang
sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin serum. Apabila jumlah besi menurun
terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun,
akibat nya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.
Pada saat itu juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta gejala lainnya. Jika terjadi
pengendapan fe yang berlebihan dalam tubuh terutama akan merusak hati, pancreas, dan
miokardium (hemokromatosis).10

Penatalaksanaan

23
Setelah didiagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah:

a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing


tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan,
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy):
 Terapi Besi Oral

Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan
preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran
adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental.
Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari
yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal.
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan
ferrous succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek
samping hampir sama dengan sulfas ferosus. Terdapat juga bentuk sediaan enteric
coated yang dianggap memberikan efek samping lebih rendah, tetapi dapat
mengurangi absorbsi besi.

Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong. tetapi efek
samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien
yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah
makan.

Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang
dijumpai pada 15 sampai 20%. yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan
ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping
besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3 x 100 mg.

Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan


sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi
tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak
diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.

24
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi
dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak
mengandung hati dan daging yang banyak mengandung besi.

 Terapi besi parenteral

Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mernpunyai risiko lebih besar dan
harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya
diberikan atas indikasi tertentu.
Indikasi pemberian besi parenteral adalah:

- intoleransi terhadap pemberian besi oral


- kepatuhan terhadap obat yang rendah
- gangguan pencernaan seperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika
diberikan besi
- penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi
- keadaan di mana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary
hemorrhagic teleangiectasia
- kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trimester tiga atau sebelum operasi
- defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia
gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.

Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi /ml),
iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate daniron
sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam
atau intravena pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan
memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi
anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala,
flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan
mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung
melalui rumus di bawah ini:
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali
pemberian.

25
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

c. Pengobatan lain
 diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani
 vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
 transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian
transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah:
1. Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
2. Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing
yang sangat menyolok.
3. Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepatseperti path
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi
bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid
intravena.8

Pencegahan

Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, Anda dapat membantu menghindari
anemia kekurangan zat besi dan anemia kekurangan vitamin dengan makan yang sehat,
variasi makanan, termasuk:

1. Besi. Sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya. Makanan lain
yang kaya zat besi, termasuk lentil, sereal kaya zat besi, sayuran berdaun hijau tua,
buah kering, selai kacang dan kacang-kacangan.
2. Folat. Gizi ini, dan bentuk sintetik, asam folat, dapat ditemukan di jus jeruk dan
buah-buahan, pisang, sayuran berdaun hijau tua, kacang polong dan dibentengi roti,
sereal dan pasta.
3. Vitamin B-12. Vitamin ini banyak dalam daging dan produk susu.
4. Vitamin C. Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri,
membantu meningkatkan penyerapan zat besi.
Makan banyak makanan yang mengandung zat besi sangat penting bagi orang-orang
yang memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak - besi yang diperlukan selama

26
ledakan pertumbuhan - dan perempuan hamil dan menstruasi. Asupan zat besi yang memadai
juga penting untuk bayi, vegetarian ketat dan pelari jarak jauh.

Beberapa orang dengan beresiko tinggi terkena defisiensi besi harus di pertimbangkan
dalam menggunakan terapi profilaksis. Orang-orang yang memerlukan terapi profilaksis
tersebut adalah bayi, wanita hamil, anak-anak, pendonor darah, orang yang menggunakan
terapi aspirin dosis tinggi. 4,8

Komplikasi

Anemia defisiensi besi mengurangi kinerja dengan memaksa otot untuk bekerja pada
tingkat yang lebih tinggi dari pada orang sehat, selama metabolisme anaerobik. Hal ini
diyakini karena kekurangan enzim pernapasan yang mengandung besi daripada anemia.

 Anemia berat karena penyebab apapun dapat menyebabkan hipoksemia dan


meningkatkan terjadinya insufisiensi koroner dan iskemia miokard. Demikian pula,
dapat memperburuk status paru pasien dengan penyakit paru kronis.
 Cacat dalam struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada defisiensi besi.
Kuku menjadi rapuh atau kaku dengan perkembangan koilonychia (kuku berbentuk
sendok). Lidah dapat menunjukkan atrofi papila lingual dan tampak mengkilap.
Angular stomatitis dapat terjadi dengan fisure di sudut-sudut mulut. Disfagia
mungkin terjadi dengan makanan padat, dengan anyaman dari mukosa pada
pertemuan hipofaring dan esofagus (Plummer-Vinson sindrom); hal ini dapat
dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa daerah krikoid. Atrophic gastritis terjadi
pada defisiensi zat besi dengan kehilangan progresif sekresi asam, pepsin, dan faktor
intrinsik dan pengembangan antibodi untuk sel parietal lambung. vili usus kecil
menjadi tumpul.
 Intoleransi udara dingin berkembang di seperlima dari pasien dengan anemia
kekurangan zat besi kronis dan terjadi oleh karena gangguan vasomotor, nyeri
neurologik, atau mati rasa dan kesemutan.
 Anemia defisiensi besi berat dapat dikaitkan dengan papilledema, peningkatan
tekanan intrakranial, dan gambaran klinis cerebri pseudotumor. Manifestasi ini
diperbaiki dengan terapi besi.
 Gangguan fungsi imun dilaporkan pada pasien kekurangan zat besi, dan ada laporan
bahwa pasien rentan terhadap infeksi, namun bukti bahwa hal tersebut adalah akibat

27
langsung yang disebabkan oleh kekurangan zat besi kurang meyakinkan karena
adanya faktor lain.
 Anak-anak kekurangan zat besi mungkin menunjukkan gangguan perilaku.
Gangguan perkembangan neurologis pada bayi dan kinerja skolastik berkurang pada
anak usia sekolah. IQ anak-anak sekolah dengan defisiensi zat besi terlihat lebih
rendah daripada anak seusianya. Gangguan perilaku dapat bermanifestasi sebagai
gangguan defisit perhatian. Pertumbuhan terganggu pada bayi dengan defisiensi
besi. Semua manifestasi dapat membaik pada terapi besi.4,8

Prognosis

Anemia defisiensi zat besi adalah gangguan yang mudah diobati dengan hasil yang
sangat baik, namun bisa buruk jika disebabkan oleh suatu keadaan yang mendasarinya
memiliki prognosis buruk, seperti neoplasia. Demikian pula, prognosis dapat diubah oleh
suatu kondisi penyerta seperti penyakit arteri koroner.4

Penutup
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun dengan keluhan utama pucat sejak 3 bulan
yang lalu, dan anak sering merasa cepat lelah menderita anemia defisiensi besi.

Daftar Pustaka

1. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;


2003. h. 84-5.
2. Silbernagl,Stefan. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2007. h.38-9.
3. Bickley, Lynn. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.h.151.
4. Sudoyo, Aru W. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FK UI;
2006.h.634-40.
5. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: FK UKRIDA; 2009. h.38-43 ; 69-74; 79-81; 88.
6. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudiono, Herawati, dkk. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: FK UKRIDA ; 2009. h.109.

28
7. Conrad, Marcel. Iron deficiency anemia workup. 4 Agustus 2009. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/202333-workup#showall. Diunduh 19 April
2015.
8. Isselbacher, Braunwald. Harrison: prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13.
Jakarta : EGC ; 2000. h. 1929-31.
9. A.V. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss. Kapita selekta hematologi Ed. 4. Jakarta :
EGC, 2005.h.35-7.
10. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Essensial haematology. Jakarta: EGC;
2005.h.28-31.

29

Вам также может понравиться