Вы находитесь на странице: 1из 31

Case Report Session

Mielitis Transversal

Oleh :

Redo Kurniawan 1210313094

Preseptor :

dr. Syarif Indra, Sp.S

dr. Hendra Permana, Sp.S M. Biomed

dr. Lydia Susanti, Sp. S, M. Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS ANDALAS

2018

0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah case report session yang berjudul “Mielitis Transversal” ini dengan baik

dan sesuai waktu yang ditentukan.

Makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis

mengenai Mielitis Transversal, selain itu juga untuk memenuhi salah satu syarat

dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Penyakit Syaraf RSUP dr. M.

Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr.
Syarif Indra, Sp.S, dr. Hendra Permana, Sp.S M. Biomed dan dr. Lydia Susanti,
Sp. S, M. Biomed selaku preseptor dan kepada dokter residen neurologi yang
telah bersedia meluangkan waktu serta memberikan saran dan perbaikan kepada
penulis.

Dengan demikian penulis berharap agar makalah ini dapat menambah

wawasan, pengetahuan, dan meningkatakan pemahaman semua pihak mengenai

Mielitis Transversal.

Padang, Maret 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1

DAFTAR ISI ..................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 3

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 3

1.2 Batasan Masalah ........................................................................... 4

1.3 Tujuan Masalah ............................................................................ 4

1.4 Metode Penulisan ......................................................................... 4

1.5 Manfaat Penulisan ........................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5

2.1 Definisi ....................................................................................... 5

2.2 Epidemiologi .............................................................................. 5

2.3 Etiologi ....................................................................................... 6

2.4 Patogenesis ................................................................................. 7

2.5 Manifestasi Klinis ...................................................................... 8

2.6 Diagnosis ................................................................................... 9

2.7 Diagnosis Banding .................................................................... 10

2.8 Tatalaksana ................................................................................ 10

2.9 Prognosis ................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13

BAB 3 LAPORAN KASUS .......................................................................... 14

BAB 4 DISKUSI ........................................................................................... 27

BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................. 29

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mielitis transversal adalah suatu lesi medula spinalis intrinsik yang paling

umum dalam menyebabkan disfungsi pada anggota tubuh bagian bawah dan

kesulitan berjalan. Mielitis transversal merupakan gangguan inflamasi pada

medula spinalis yang menyebakan disfungsi motorik, sensorik dan otonom dengan

banyak penyebab infeksi maupun non-infeksi.1

Di Amerika Serikat, insiden mielitis tranversal diperkirakan diantara 1

hingga 8 kasus baru per 1 juta penduduk per tahun, atau sekitar 1400 kasus baru

setiap tahunnya. Meskipun penyakit ini dapat mengenai semua usia, dengan

rentang usia 6 bulan hingga 88 tahun, terdapat 2 puncak usia yaitu anta usia 10

hingga 19 tahun dan 30 hingga 39 tahun. Selain itu, sekitar 25% dari seluruh

kasusnya terjadi pada anak-anak. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin

ataupun keluarga pada penyakit ini.2

Pada awalnya, kebanyakan orang dengan penyakit ini akan mengalami

kelemahan otot, sakit punggung dan mati rasa atau perubahan sensasi yang tidak

biasa. Gejalanya juga dapat berkembang dengan cepat termasuk masalah

berkemih dan paralisis. Biasanya, onset dari mielitis transversal adalah lebih dari

beberapa jam dan bisa dengan cepat mencapai puncaknya hanya dalam 24-48 jam.

Tetapi, bagi beberapa orang lainnya gejalanya dapat berkembang dengan lambat

lebih dari beberapi hari, beberapa minggu atau beberapa bulan.3

3
Pasien dengan mielitis transversal dapat mengalami pemulihan fungsi

neurologis terlepas dari terpai spesifik apa yang dilakukan. Pemulihan harus

dimulai dalam waktu 6 bulan dan sebagian besar pasien akan mengalami

pemulihan fungsi neurologis dalam 8 minggu. Pemulihan dapat berlangsung cepat

selama 3 hingga 6 bulan setelah onset gejala dan pada tingkat yang lebih lambat,

dapat mencapai 2 tahun.4

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas mengenai definisi, etiologi, patogenesis,

manifestasi klinis, diagnosis dan diagnosis banding, tatalaksana, serta prognosis

dari mielitis transversal.

1.3 Tujuan Masalah

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

mengenai mielitis transversal.

1.4 Metode Penelitian

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

dirujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu dan

pengetahuan mengenai mielitis transversal.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mielitis transversal adalah suatu kondisi yang jarang terjadi dari sistem

saraf pusat yang melibatkan peradangan di medula spinalis. Kata mielitis berasal

dari bahasa Yunani ‘myelos’ (medula spinalis) dan ‘itis’ (radang). Sedangkan kata

‘transversal’ mengacu pada peradangan yang melintasi lebar dari medula spinalis

meski seringkali tidak secara keseluruhan.3 Penyakit ini ditandai dengan

kerusakan bagian anterior dan posterior (karena itu disebut tranversal) yang

menyebabkan kelemahan, perubahan sensorik, dan disfungsi otonom.5 Peradangan

ini akan merusak atau bahkan menghancurkan mielin (suatu zat yang mengisolasi

lemak yang membungkus sel saraf). Hal ini seringkali menyebabkan cidera

permanen yang mengganggu pengiriman impuls antara medula spinalis dan

bagian tubuh lainnya.3

Mielitis transversal adalah suatu lesi pada medula spinalis yang sangat

umum, yang dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik, sensorik dan

otonom dengan penyebab infeksi dan non-infeksi.1 Mielitis transversal merupakan

suatu sindroma klinis dimana sebuah proses yang dimediasi oleh kekebalan tubuh

menyebabkan cidera saraf pada medula spinalis, menyebabkan berbagai derajat

kelemahan, perubahan sensoris, dan disfungsi otonom.4

2.2 Epidemiologi

Diperkirakan, insiden mielitis transversal adalah sekitar 1 sampai 8 kasus

baru per 1 juta penduduk per tahunnya atau lebih kurang 1400 kasus baru tiap

5
tahunnya di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang semua kelompok umur,

dengan rentang 6 bulan hingga 88 tahun. Angka kejadian tertinggi adalah pada

umur 10 hingga 19 tahun dan 30 hingga 39 tahun. Sekitar 25% kasusnya terjadi

pada anak-anak. Tidak ada peran jenis kelamin dan keluarga pada penyakit ini.

Pada 75-90% kasus, penyakit ini bersifat monofasik. Namun sebagian kecil dari

penderitanya akan mengalami rekurensi jika terdapat predisposisi penyakit yang

mendasarinya.2

2.3 Etiologi

Walaupun inflamasi masih dianggap sebagai hasil dari sistem imun yang

salah menyerang medula spinalis atau yang biasa disebut reaksi autoimun,

penyebab yang pasti dari mielitis tranversal masih tidak diketahui. Ketika

penyebab dari mielitis transversal tidak dapat diidentifikasi, hal ini disebut dengan

mielitis transversal idiopatik. Mielitis transversal sering berkembang pada saat

yang sama atau segera setelah terjadinya infeksi akibat virus ataupun bakeri.

Kejadian ini juga diyakini sebagai akibat dari reaksi autoimun. Meski virus atau

bakteri itu sendiri yang secara langsung menyebabkan peradangan, diperkirakan

bahwa sistem imun yang dirangsang untuk melawan infeksi, secara keliru juga

menyerang medula spinalis.3

Kemungkinan penyebab dari mielitis transversal adalah vaskuler, infeksi,

neoplasma, vaskular kolagen, iatrogenik, dan autoimun (cree2005). Penyebab dari

mielitis tranversal adalah seperti penyakit demielinasi (multipel sklerosis dan

neuromielitis optik); infeksi virus (varisela-zoster, herpes simpleks, Epstein-Barr),

infeksi bakteri (Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumoniae,

Chlamidia pneumoniae, Barella burgdorferi); parasit (Schistosoma haematobium,

6
Schistosoma mansanii, Schistosoma japanicum); vaskular kolagen (Sjogren

syndrome, SLE), sarkoidosis; vaskular (malformasi arterivena dural spinal dan

stroke); serta neoplasma (limfoma, leukimia) dan praneoplasma (limfoma

Hodgkin).6

2.4 Patogenesis

Ada beberapa teori yang menerangkan mengenai perjalanan penyakit

mielitis transversal, yaitu:

a. Mielitis transversal akut post vaksinasi

Hasil evaluasi otopsi pada medula spinalis pasien post vaksinasi

mengungkapkan kehilangan akson yang parah dengan demielinasi ringan dan

infiltrat mononuklear, dominasi limfosit T di serabut saraf dan ganglia spinalis.

Medula spinalis memiliki sel limfositik perivaskular dan parenkimal yang

menginfiltrasi grey matter terutama pada kornu anterior. Dari hal tersebut,

vaksinasi dapat menginduksi suatu proses autoimun yang menyebabkan mielitis

tranversal akut.

b. Mielitis transversal akut parainfeksi

Istilah ‘parainfeksi’ di atas telah digunakan untuk menyarankan bahwa

cidera saraf berhubungan dengan infeksi langsung mikroba dan cidera sebagai

hasil dari infeksi, infeksi mikroba langsung dengan kerusakan yang dimediasi

imun melawan benda asing; atau infeksi yang diikuti dengan respon sistemik yang

menginduksi cidera saraf.

c. Mimikri molekular

Seperti pada Sindrom Guillain-Barre, mimikri molekular adalah suatu

mekanisme yang cocok untuk menjelaskan gangguan inflamasi sistem saraf.

7
Jaringan saraf manusia terdiri dari beberapa subtipe gangliosida moieties seperti

GM1, GM2 dan GQ1b di dalam dinding sel. Komponen utama dari ganglion

manusia, asam sialit, juga ditemukan sebagai antigen permukaan pada C. Jejuni

dalam lipopolisakarida bagian luar. Antibodi yang bekerja menyilang dari C.

Jejuni telah ditemukan di dalam serum pasien dengan SGB, dan memperlihatkan

ikatan dengan saraf perifer, komplemen, dan merusak transmisi saraf pada kondisi

eksperimental yang mirip SGB.7

2.5 Manifestasi klinis

Medula spinalis membawa serabut saraf motorik ke lengan dan tungkai

serta serabut saraf sensorik sari tubuh kembali ke otak. Terjadinya inflamasi pada

medula spinalis akan mengganggu perjalanan saraf tersebut dan menyebabkan

munculnya gejala-gejala. Pada mielitis transversal biasanya terjadi progresifitas

yang cepat dari kelemahan otot atau paralisis, mulai dari tungkai dan menjalar ke

lengan dengan berbagai derajat keparahan. Lengan dikenai pada sedikit kasus dan

tergantung pada level mana keterlibatan medula spinalis. Sensasi nyeri dan

temperatur umumnya berkurang dan respon terhadap getaran juga dapat

berkurang.2

Gejala dari mielitis akan tergantung pada bagian mana dari medula spinalis

yang terkena inflamasi, seberapa parah dan seberapa banyak kerusakan yang telah

terbentuk. Medula spinalis pada leher (servikal), dada (torakal), dan pinggang

bawah (lumbal) semuanya dapat dikenai. Mielitis tansversal pada bagian servikal

medula spinalis akan mempengaruhi lengan dan tungkai, sedangkan jika pada

torakal atau lumbal mielitis transversal tidak akan mempengaruhi lengan.3

8
Pada kebanyakan kasus yang tercatat, level sensoris yang paling umum

ditemukan adalah di bagian torakal pada dewasa atau di bagian servikal pada

anak-anak. Nyeri pada punggung, ekstrimitas, atau perut juga sering ditemukan

ketika terdapat parastesia (kesemutan, mati rasa, sensasi terbakar) merupakan

gejala yang khas pada orang dewasa. Disfungsi seksual juga bisa terjadi akibat

keterlibatan sensoris dan otonom. Peningkatan urgensi miksi, inkontinensia urin

atau alvi, kesulitan atau ketidakmampuan mengosongkannya, dan pengeluaran

yang tidak sempurna dari usus atau konstipasi merupakan gejala otonom yang

khas lainnya. Spastisitas dan kelelahan merupakan gejala yang umum pada

mielitis transversal. Sebaga tambahannya, depresi juga sering tercatat pada pasien

mielitis transversal dan harus ditatalaksana untuk mencegah konsekuensi yang

buruk.2

Pada sebagian kasus, gejala tersebut berkembang dalam beberapa jam

dimana pada kasus yang lain gejala akan menetap dalam beberapa hari. Fungsi

neurologi akan menurun selama 4 hingga 21 hari pada fase akut, dimana 80%

kasus akan mencapai defisit maksimal dalam 10 hari dari onset gejala. Dalam

kondisi terburuk, 50% penderitanya akan kehilangan seluruh pergerakan kakinya,

80-94% akan merasakan mati rasa, parastesia atau merasa terikat, dan hampir

seluruhnya memiliki disfungsi kandung kemih dengan berbagai derajat.2

2.6 Diagnosis

Diagnosis mielitis transversal tergantung pada riwayat medis pasien,

pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang seperti MRI atau lumbal

pungsi dan pemeriksaan darah.3

9
Transverse Myelitis Consortium Working Group telah menetapkan kriteria

diagnosis dari mielitis transversal yang terdiri dari:1

 Tanda atau gejala bilateral dari disfungsi medula spinalis yang mempengaruhi

sistem motorik, sensorik dan otonom

 Penurunan tingkat sensoris yang jelas

 Eksklusi kompresi medula spinalis

 Bukti inflamasi cairan serebrospinal

Pada mielitis transversal yang diakibaitkan oleh infeksi, MRI medula

spinalis dan pemeriksaan carian serebrospinal dengan lumbal pungsi merupakan

cara diagnosis satu-satunya. Jika tidak ada kriteria inflamasi yang ditemukan saat

onset gejala, pengulangan MRI dan lumbal pungsi sebaiknya dilakukan di antara

hari ke 2 dan 7 sejak onset gejala.1

2.7 Diagnosis Banding

Tiga kategori utama dalam diagnosis banding dari mielitis transversal

adalah demielinasi, termasuk multipel sklerosis (MS), neuromielitis optik (NMO),

dan mielitis transversal idiopatik; infeksi seperti herpes zoster dan hepers

simpleks; serta gangguan inflamasi lainnya seperti sindroma lupus eritomatosus

(SLE) dan neurosarkoidosis.8

2.8 Tatalaksana

Memulai pengobatan sesegera mungkin adalah hal yang penting setelah

menegakkan diagnosis. Terapi akut yang sering digunakan untuk mengobati

serangan inflamasi termasuk: steroid intravena dosis tinggi, plasmaferesis (plasma

exchange atau PLEX), dan terapi imunoglobulin (IVIG).2

10
Pemberian steroid intravena merupakan terapi lini pertama yang sering

digunakan pada mielitis transversal akut. Kortikosteroid memiliki banyak

mekanisme aksi termasuk antiinflamasi, bersifat imunosupresif, dan

antiproliteratif. Pada John Hopkins TM Center, standar pengobatannya adalah

pemberian metilprednisolon intrvena (1000 mg) atau deksametason (200 mg)

selama 3 hingga 5 hari kecuali terdapat beberapa kontraindikasi terapi ini.

Keputusan dalam melanjtkan atau menambah pengobatan biasanya tergantung

pada klinis pasien dan gambaran MRI di akhir hari ke 5 pemakaian steroid.2

Plasma Exchange sering dilakukan pada mielitis transversal sedang

sampai berat (contohnya pada pasien yang tidak mampu berjalan, fungsi otonom

terganggu, dan kehilangan sensoris pada ekstrimitas bawah) pada penderita yang

menunjukkan sedikit perbaikan klinis setelah mendapatkan terapi steroid

intravena selama 5 hingga 7 hari., tetapi dapat juga diberikan pada awal

pengobatan. PLEX dianggap dianggap dapat bekerja pada penyakit autoimun

sistem saraf pusat melalui pembuangan faktor terlarut spesifik ataupun non-

spesifik yang memediasi, bertanggung jawab, atau berkontribusi terhadap

kerusakan organ target yang dimediasi oleh inflamasi. PLEX telah terbukti efektif

pada orang dewasa dengan mielitis transversal dan pnyakit inflamasi lainnya pada

sistem saraf pusat.2

Jika terdapat perbaikan menggunakan terapi steroid dan PLEX, pemberian

siklofosfamid (800-1000 mg/m2) sering diberikan pada terapi akut mielitis

tranversal. Terapi imunomodulator kronik sebaiknya dipertimbangkan pada

sebagian kelompok pasien dengan mielitis transversal berulang. Pemberian

11
imunomodulator dianjurkan selama 2 tahun pada pasien dengan 2 kali atau lebih

episode berbeda dari mielitis transversal.4

Selanjutnya tatalaksana jangka panjang diperlukan untuk mencegah

komplikasi sekunder imobilitas dan untuk meningkatkan kemampuan fungsional.

Secara umum, rehabilitasi adalah penting, rehabilitasi rawat inap sangat

dipertimbangkan. Terapi harian dengan berbasis tanah dan air selama 8 hingga 12

minggu, berdiri menahan berat badan setiap hari selama 45 hingga 90 menit,

perhatikan depresi dan terpai jika mengganggu.4

Untuk disfungsi kandung kemih, nilai kemampuan untuk menahan miksi

secara spontan, hindari manuver Crede. Untuk disfungsi usus, berikan diet tinggi

serat, tingkatkan intake cairan. Pada kelemahan, lakukan ROM pasif dan aktif,

konsultasi ortopedi jika diperlukan. Pada nyeri atau disestesia, lakukan latihan

ROM, pemberian gabapentin, karbamazepin, nortriptilin, tramadol, hindari

pemberian narkotik. Pada spastisitas, lakukan latihan ROM, aquatherapy,

pemberian tizanidin, diazepam, tiagabin, dan lainnya.4

2.9 Prognosis

Perbaikan dari mieltis transversal bisa saja tidak terjadi, terjadi sebagian,

atau terjadi secara komplit dan biasanya perbaikan dimulai dalam 1 hingga 3

bulan setelah pengobatan akut dan dapat berlanjut hingga 2 tahun. Jika tidak

terdapat perbaikan dalam 3 hingga 6 bulan pertama, pemulihan yang signifikan

tidak mungkin terjadi. Sepertiga pasien mengalami perbaikan penuh dari gejala

mereka. Sepertiga lainnya menunjukkan pemulihan yang cukup dan masih dengan

defisit gaya berjaln yang spastik, disfungsi sensorik, dan urgensi atau

inkontinensia urin yang menonjol. Sedangkan sepertiga lainnya tidak

12
menunjukkan adanya pemulihan sama sekali, menggunakan kursi roda dan

bergantung pada orang lain untuk melakukan kegiatan sehari-hari.9 Selain itu

disebutkan bahwa pada mielitis transversal yang disebabkan oleh Eipstein Barr

Virus memiliki prognosis yang lebih jelek meskipun kasusnya jarang terjadi.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Gates, P. Clinical Neurology: a Primer. Australia: Elsevier; 2010. Hlm 287-

288.

2. The Transverse Myelitis Association. Transverse Myelitis; 2016.

3. Brain & Spain Foundation. Transverse Myelitis; 2016.

4. Krishnan C, Kaplin AL, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr DA. Transverse

Myelitis: Pathogenesis, Diagnosis and Treatment. Frontiers in Bioscience;

2004. Hlm 1483-1499.

5. Cree BAC, Wingerchuk DM. Acute transverse myelitis, Is the “iditopathic”

form vanishing? Neurology; 2005; 65:1857-1858.

6. Brust JCM. Current Diagnosis & Treatment Neurology. The McGraw-Hill

Companies; 2012. Hlm 261.

7. Kerr DA, Ayetey H. Immunopathogenesis of acute transverse myelitis.

Lippincott Williams & Wilkins; 2002; 15: 339-347.

13
8. Jacob A, Weinshenker BG. An Approach to the Diagnosis of Acute

Transverse Myelitis. New York: Thieme Medical Publisher; 2008; 28(1):

105-120.

9. Christopher & Dana Reeve Foundation. Paralysis Resource Center.

Transverse Myelitis. Diakses dari :

http://www.christopherreeve.org/site/c.mtKZKgMWKwG/b.4453415/k.F

E54/Transverse_Myelitis.htm

10. Besteiro B, Guimaraes J. Review of the Etiological Causes and Diagnosis of

Myelitis and Its Medical Orientation Protocol. J Neurol Neurophsiol.

2017;8:1.

14
BAB 3

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki usia 71 tahun dirawat di bangsal saraf RSUP Dr.

M. Djamil Padang pada tanggal 13 Maret 2018 dengan :

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Kelemahan pada kedua tungkai

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Kelemahan pada kedua tungkai sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,

dimana pasien tidak bisa mengangkat kedua tungkai hanya bisa menggeser

tungkai kiri dan menggerakkan jari – jari kaki kanan. Akibat keluhan ini

aktivitas pasien banyak dibantu oleh keluarga.

 Keluhan diawali sulit untuk BAK, dimana pasien harus mengejan dan BAK

keluar sedikit – sedikit sehingga masih ada sisa.

 Keluhan juga disertai rasa terikat di daerah ulu hati dan kebas dari ulu hati ke

bawah.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat demam (+), sejak 12 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tidak

tinggi.

 Riwayat hipertensi tidak ada.

 Riwayat diabetes tidak ada.

15
 Riwayat trauma sebelumnya tidak ada

 Riwayat batuk lama dan konsumsi obat TB tidak ada

 Riwayat keganasan pada bagian tubuh lain tidak ada

 Riwayat nafsu makan turun tidak ada

 Riwayat penurunan berat badan secara drastis tidak ada

 Riwayat sakit seperti ini sebelumnya tidak ada

 Riwayat menderita stroke dan penyakit jantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti ini

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :

 Pasien tidak bekerja, aktivitas fisik ringan , merokok (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : komposmentif kooperatif

Tekanan darah : 130/60 mmHg

Nadi : 84x / menit

Nafas : 20x / menit

Suhu : 36,3°C

16
Status Internus :

KGB : Leher, aksila dan inguinal tidak membesar

Leher : JVP 5-2 CmH20

Thorak : Paru : Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus normal kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising (-)

Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, ballotement

(-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Corpus Vertebrae :

Inspeksi : Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang

(-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Status Neurologikus :

1. Tanda rangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : (-)

 Brudzinsky I : (-)

17
 Brudzinsky II : (-)

 Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

 Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahya +/+

 Muntah proyektil tidak ada

3. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subjektif Baik Baik

Objektif (dengan bahan) Baik Baik

N. II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Baik Baik

Lapangan pandang Baik Baik

Melihat warna Baik Baik

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Bulat Bulat

Ptosis (-) (-)

Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

18
Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil

 Bentuk Bulat Bulat

 Refleks cahaya (+) (+)

 Refleks akomodasi (+) (+)

 Refleks konvergensi (+) (+)

N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah (+) (+)

Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah (+) (+)

Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia (-) (-)

N. V (Trigeminus)

19
Kanan Kiri

Motorik

 Membuka mulut (+) (+)

 Menggerakkan rahang (+) (+)

 Menggigit (+) (+)

 Mengunyah (+) (+)

Sensorik

 Divisi oftalmika

- Refleks kornea (+) (+)

- Sensibilitas (+) (+)

 Divisi maksila
- Refleks masetter (-) (-)
- Sensibilitas (+) (+)

 Divisi mandibula
- Sensibilitas (+) (+)

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Simetris

Sekresi air mata (+) (+)

Fissura palpebra (+) (+)

Menggerakkan dahi (+) (+)

Menutup mata (+) (+)

Mencibir/ bersiul (+) (+)

20
Memperlihatkan gigi (+) (+)

Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)

Hiperakusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri

Suara berbisik (+) (+)

Detik arloji (+) (+)

Rinne tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber tes Tidak dilakukan

Schwabach tes Tidak dilakukan

- Memanjang

- Memendek

Nistagmus (-) (-)

- Pendular

- Vertikal

- Siklikal

Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang (+) (+)

Refleks muntah (Gag Rx) (+) (+)

N. X (Vagus)

21
Kanan Kiri

Arkus faring Simetris Simetris

Uvula Di tengah Di tengah

Menelan (+) (+)

Suara (+) (+)

Nadi Teratur Teratur

N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan (+) (+)

Menoleh ke kiri (+) (+)

Mengangkat bahu kanan (+) (+)

Mengangkat bahu kiri (+) (+)

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah dalam Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi

Kedudukan lidah dijulurkan Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi

Tremor (-) (-)

Fasikulasi (-) (-)

Atropi (-) (-)

22
4. Pemeriksaan koordinasi

Cara berjalan Sulit dinilai

Romberg tes Sulit dinilai

Ataksia Sulit dinilai

Reboundphenomen Sulit dinilai

Test tumit lutut Sulit dinilai

5. Pemeriksaan fungsi motorik

a. Badan Respirasi Normal

Duduk Normal

b. Berdiri dan Gerakan spontan (-)

berjalan Tremor (-)

Atetosis (-)

Mioklonik (-)

Khorea (-)

c. Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Aktif Aktif Tidak aktif Tidak aktif

Kekuatan 555 555 111 222

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus Hipotonus Hipotonus

23
6. Pemeriksaan sensibilitas

Sensibilitas Taktil Hipoestesi setinggi dermatom Th VI ke bawah

Sensibilitas Nyeri Hipoestesi setinggi dermatom Th VI ke bawah

Sensibilitas Termis Hipoestesi setinggi dermatom Th VI ke bawah

Sensibilitas Kortikal Normal

Stereognosis Normal

Pengenalan 2 titik Tidak terganggu

Pengenalan rabaan Tidak terganggu

7. Sistem refleks

a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea (+) (+) Biseps ++ ++

Berbangkis Triseps ++ ++

Laring KPR + +

Masetter APR + +

Dinding perut Bulbokvernosus

 Atas - Cremaster

 Tengah - Sfingter

 Bawah -

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Lengan Babinski (-) (-)

24
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)

Tromner

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Klonus paha (-) (-)

Klonus kaki

Tungkai

8. Fungsi otonom

 Miksi : Pasien terpasang kateter

 Defekasi : Buang air besar tidak ada kelainan

 Sekresi keringat: Pengeluaran keringat berkurang dari bagian setinggi T

VI ke bawah

9. Fungsi luhur

Kesadaran Tanda Dementia

Reaksi Bicara Normal Reflek glabella (-)

Fungsi intelek Normal Reflek snout (-)

Reaksi emosi Normal Reflek menghisap (-)

Reflek memegang (-)

Reflek palmomental (-)

25
Laboratorium
Hb : 12,5 gr% GDR : 189 mg/dl

Leukosit : 9.510/mm3 Ureum : 86 mg/dl

Trombosit : 269.000/mm3 Kreatinin : 1,8 mg/dl

Ht : 37%

Na : 134 mg/dl

K : 3,7 mg/dl

Cl : 94 mg/dl

Rencana Pemeriksaan Tambahan

 Rontgen torakolumbal AP/Lateral : Alligment segaris corpus vertebrae intak,

osteofit (+) diskus intervertebralis menyempit.

 Lumbal pungsi : warna jernih, aliran lancar, None (+), Pandy (+), jumlah sel

2, MN: 30, PMN: -, glukosa: 88

 MRI

Diagnosis Kerja :

 Diagnosis Klinis : Paraparese inferior tipe UMN + hipoestesi setinggi

dermatom torakal VI

 Dignosis Topik : Segmen medula spinalis setinggi corpus vertebrae

torakal VI-VII

 Diagnosis Etiologis : Infeksi virus (mielitis transversal)

 Diagnosis Sekunder : Acute Kidney Injury

26
Terapi :

Umum :

IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf

Diet MB RG 1800 Kkal

Kateter urin

Khusus :

Metilprednisolon 4 x 125 mg (iv)

Ranitidin 2 x 50 mg (iv)

27
BAB 4

DISKUSI

Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien laki-laki berusi 71 tahun. Pasien

masuk ke bangsal saraf RSUP dr. M. Djamil Padang dengan diagnosis klinis

paraplegi inferior tipe UMN dan hipoestesi setinggi dermatom torakal VI-VII.

Diagnosis klinis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari

anamnesis, didapatkan pasien mengeluhkan kelemahan pada kedua tungkai sejak

1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan terjadi secara tiba dan pasien

tidak bisa menggerakkan tungkai bawah dan hanya bisa menggeser kaki kirinya

dan menggerakkan jari – jari pada kaki kanan. Keluhan disertai rasa kebas dan

mati rasa mulai dari pinggang hingga ke seluruh tungkai. Pasien sebelumnya

mengeluhkan buang air kecil susah dikeluarkan dan perlu mengedan dan hanya

keluar sedikit – sedikit . Hal ini sesuai dengan gejala dari mielitis transversal yaitu

gangguan motorik, sensorik dan otonom yang terjadi secara tiba-tiba. Dari

pemeriksaan fisik, ditemukan kekuatan motorik tungkai kanan 1 dan tungkai kiri

2. Hal ini disebut paraparese inferior. Selain itu juga ditemukan reflek fisologis

yang menurun pada kedua tungkai.

Pada pasien, dilakukan pemiriksaan lumbal pungsi dengan hasil warna

jernih, aliran lancar, None (+), Pandy (+), jumlah sel 2, MN: -, PMN: -, glukosa:

88. Hasil ini menunjukkan tanda mielitis yaitu dengan adanya nilai protein yang

positif.

Pasien kemudian diberi terapi lini pertama yaitu steroid. Pasien diberi

metilprednisolon yang dibagi ke dalam 4 dosis (4 x 125 mg). Selanjutnya

28
dilakukan tappering off. Pemberian steroid disertai dengan pemberian ranitidin 50

mg 2 x 1. Berdasarkan teori penatalaksanaan yang diberikan yaitu 1000 mg

metilprednisolon pada fase akut, pada kasus ini diberikan 500 mg, hal ini

berdasarkan derajat keparahan myelitis pada pasien yang cenderung ringan dan

pasien sudah mengalami keluhan lebih dari 1 minggu, karena penatalaksanaan

akut myelitis dengan terapi kortikosteroid dosis tinggi dilakukan pada 10 hari

pertama munculnya keluhan.

29
BAB 5

KESIMPULAN

1. Mielitis transversal adalah suatu kondisi yang jarang terjadi dari sistem saraf

pusat yang melibatkan peradangan di medula spinalis.

2. Penyakit ini ditandai dengan kerusakan bagian anterior dan posterior (karena

itu disebut tranversal) yang menyebabkan kelemahan, perubahan sensorik,

dan disfungsi otonom.

3. Medula spinalis membawa serabut saraf motorik ke lengan dan tungkai serta

serabut saraf sensorik sari tubuh kembali ke otak. Biasanya terjadi

progresifitas yang cepat dari kelemahan otot atau paralisis.

4. Penurunan gejala sensoris sering ditemukan ketika terdapat parastesia

(kesemutan, mati rasa, sensasi terbakar)

5. Peningkatan urgensi miksi, inkontinensia urin atau alvi, kesulitan atau

ketidakmampuan mengosongkannya, dan pengeluaran yang tidak sempurna

dari usus atau konstipasi merupakan gejala otonom yang khas lainnya.

6. MRI medula spinalis dan pemeriksaan carian serebrospinal dengan lumbal

pungsi merupakan cara diagnosis satu-satunya.

7. Terapi akut yang sering digunakan untuk mengobati serangan inflamasi

termasuk: steroid intravena dosis tinggi (1000 mg), plasmaferesis (plasma

exchange atau PLEX), dan terapi imunoglobulin (IVIG)

30

Вам также может понравиться