Вы находитесь на странице: 1из 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASFIKSIA

Di susun oleh :

ARIF BUDI KUSUMA

FIEGYOESTAMI

IMAM SAFI’I

SUPRIYANTO

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES ANNUR PURWODADI

2015
LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP ANAK DENGAN ASFIKSIA

A. KONSEP DASAR

1. Definisi

Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir

mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan

mengeluarkan CO2 (A.H Markum, 2002).

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir

(Mansjoer, 2000).

Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang

mengalami gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur

setelah lahir (Amru Sofian, 2012).

2. Etiologi

a. Faktor ibu

1) Hipoksia ibu

Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat

analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan

hipoksia janin dengan segala akibatnya.

2) Gangguan aliran darah uterus

Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan

berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi


ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi

mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit

eklamsi.

b. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan

mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio

plasenta dsb.

c. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran

darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran

gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan

pada keadaan tali pusat memumbung, melilit leher, kompresi tali pusat

antara jalan lahir dan janin.

d. Faktor neonatus

Anestesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung

dapat menimbulkan depresi pernafasan pada bayi, trauma lahir sehingga

mengakibatkan perdarahan intracranial.


3. Klasifikasi

Asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu asfiksia livida (biru)

dan asfiksia palida (putih), antara lain (Wong, 2003):

ASFIKSIA
No PERBEDAAN ASFIKSIA PALIDA
LIVIDA

1. Warna kulit Pucat Kebiru-biruan

2. Tonus otot Sudah kurang Masih baik

3. Reaksi rangsangan Negatif Positif

4. Bunyi jantung Tidak teratur Masih teratur

5. Prognosis Jelak Lebih baik

Penentuan keadaan asfiksia neonatus biasanya menggunakan

APGAR SCORE dengan kriteria :

APGAR SCORE

Score 0 1 2

A: Appearance Biru, pucat Badan merah muda Seluruhnya

(warna kulit) Ekstremitas biru merah muda

P : Pulse (denyut Tidak ada Lambat (dibawah Diatas 100

nadi) 100 x/mnt) x/mnt

G : Grimace (refleks)

1. Respon terhadap Tidak ada respon Menyeringai Batuk atau

kateter dalam bersin

lubang hidung

(dicoba setelah
orofaring

dibersihkan)

2. Tangensial foot Tidak ada respon Menyeringai Menangis dan

siap menarik kaki

A : Activity (tonus Pincang Beberapa Fleksi dengan

otot) ekstremitas pincang baik

R : Respiration Tidak ada Tangisan lemah Tangisan kuat

(usaha bernafas) Hipoventilasi

Klasifikasi klinik nilai APGAR:

a. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)

Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian

oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan

natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan

cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena

umbilikalis. Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi

jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama

dengan asfiksia berat.

b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi

dapat bernafas kembali.

c. Bayi normal atau asfiksia ringan (nilai APGAR 7-9).

d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Sedangkan untuk janin asfiksia dapat ditegakkan dengan


menggunakan Aminoskopi, Kardiotonografi, dan Ultrasonografi.

4. Patofisiologi

Oksigen sangat penting untuk kehidupan. Selama proses kehamilan

janin mendapatkan oksigen dan nutrien dari ibu melalui mekanisme difusi.

Proses ini terjadi melalui plasenta ibu dan diberikan kepada janin melalui

darah (Wong, 2003).

Sebelum lahir alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan.

Paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk

mengeluarkan CO2 (karbon dioksida) sehingga paru tidak perlu di perfusi

atau dialiri darah dalam jumlah besar (Wong, 2003).

Setelah lahir, bayi tidak berhubungan lagi dengan plasenta dan

akan segera bergantung dengan paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh

karena itu, maka beberapa saat sesudah lahir paru harus segera terisi

oksigen dan pembuluh darah paru harus berelaksasi untuk memberikan

perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan keseluruh

tubuh (Wong, 2003).

Menurut James (1958) dalam FKUI (1997), Pernafasan spontan

pada bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan

dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia

ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini

dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoresptor pusat pernafasan

agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan


pernafasan teratur, sifat asfiksia ini mempunyai pengaruh buruk karena

reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.

Menurut Harris (2003), bila terdapat gangguan pertukaran gas atau

pengangkutan oksigen yang lama pada kehamilan atau persalinan, akan

terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi

sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan

dan gangguan fungsi tubuh ini dapat reversibel atau tidak tergantung

kepada berat dan lamanya asfiksia.

Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (“primary

apnoe”) disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi

akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian akan

diikuti oleh pernafasan teratur (Harris, 2003).

Pada tingkat asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan

bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (“secondary apnoe”).

Pada tingkat ini di samping bradikardi ditemukan pula penurunan darah.

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan

metabolisme dan perubahan asam-basa pada tubuh bayi (Harris, 2003).

Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya

akan menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut, dalam

tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerob yang berupa glikolisis

glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama pada jantung

dan hati akan berkurang (Ward, 2008).

Menurut Wong (2003), asam anorganik yang terjadi akibat


metabolisme ini akan menyebabkan timbulnya asidosis metabolik. Pada

tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan

oleh beberapa keadaan diantaranya :

a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung dan akan mempengaruhi

fungsi jantung.

b. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel

jaringan, ternasuk otot jantung, sehingga menimbulkan kelemahan

jantung.

Pengisian udara pada alveoli yang kurang adekuat akan

menyebabkan tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi

darah ke paru dan sistem sirkulasi lain akan mengalami gangguan asidosis

dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk

terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadinya menimbulkan

kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.


Faktor plasenta : Faktor fetus : Gang-guan aliran
5. Pathway Faktor neonates
misalnya perdarahan darah ini dapat ditemukan pada
Faktor ibu : : perdarahan
plasenta, solusio keadaan tali pusat memumbung,
pemberian obat melilit leher, kompresi tali pusat intracranial
plasenta
analgetik atau anestesi antara jalan lahir dan janin.

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 danHipoksia pada janin Stimulasi nerves


Reflek hisap
kadar CO2 meningkat vagus saraf

O2 dalam tubuh simpatis


Ketidakefektifan Laju metabolisme Gangguan
termoregulasi Kontraksi otot menelan
anaerob
Tubuh melakukan polos kolon
Akumulasi konpensasi dengan cepat Gangguan
asam laktat
Janin kebutuhan
Pola nafas mengalami nutrisi
Asidosis pada
tidak efektif
bayi defekasi
Kelemahan umum intra urteri
Kegagalan
Gangguan
kompensasi tubuh
perfusi ventilasi Cairan masuk

Apneu kedalam system

Gangguan Kematian pernafasan janin

pertukaran gas jarinagan HR/DDJ dan ketikan aspirasi


atau infark TD itrapartum

Kerusakan Paru- paru


jaringan otak terisi cairan

Kematian
Bersihan nafas
janin
tidak efektif
6. Manifestasi Klinik

Asfiksia pada bayi adalah merupakan kelanjutan dari hipoxia janin,

dalam persalinan ditemukan tanda gawat janin, yaitu (Mansjoer, 2000):

a. Denyut jantung janin lebih dari 160 x/menit dan tidak teratur

b. Masa henti nafas (fase henti nafas primer)

c. Jika asfiksia berlanjut akan terjadi dalam beberapa fase yaitu :

1) Janin bernafas megap-megap (gasping).

2) Masa henti nafas (fase henti nafas primer).

3) Jika asfiksia berlanjut akan munculkan periode gasping kedua

selama 4-5 menit.

4) Masa henti nafas kedua (fase henti nafas sekunder).

Selain itu tanda gejala yang dapat ditunjukkan pasien dengan

asfiksia adalah sebagai berikut

a. Pernafasan cuping hidung.

b. Pernafasan cepat.

c. Nadi cepat.

d. Cyanosis.

e. Nilai APGAR kurang dari 6.

7. Komplikasi

Komplikasi dari asfiksia adalah sebagi berikut (Wong, 2003)

a. Sembab Otak

b. Pendarahan Otak
c. Anuria atau Oliguria

d. Hyperbilirubinemia

e. Obstruksi usus yang fungsional

f. Kejang sampai koma

Untuk komplikasi akibat resusitasinya sendiri adalah Pneumonthorax

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa asfiksia

adalah sebagai berikut (Wiknjosastro, 2002):

a. Pemeriksaan pH janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat

serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh

darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan

turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap

sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2002).

1) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis

metabolik.

2) PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia

cenderung naik sering terjadi hiperapnea.

3) PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia

cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.

4) HCO3 (normal 24-28 mEq/L)

b. Analisa gas darah

Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui


adanya asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui

dengan tingkat saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan

untuk mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi

(Wiknjosastro, 2007).

c. Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed

tomography scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI)

mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis.

d. Pemeriksaan darah

1) Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb

cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.

2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct)

karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.

3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun

karena sering terjadi hipoglikemi.

e. Elektrolit darah

Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya

persediaan garam-garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu

kesetimbangannya. Timbul asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia,

hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan uji laboratorium

dengan test urine untuk kandungan ureum, natrium, keton atau protein

(Harris, 2003).
1) Natrium (normal 134-150 mEq/L)

2) Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)

3) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

f. Gula darah

Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test

urine untuk kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita

asfiksia umumnya mengalami hipoglikemi.

9. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan asfiksia adalah mempertahankan

kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin

muncul. sedangkan prinsip penatalaksanaannya adalah (Mansjoer, 2000):

a. Memelihara jalan nafas, merangsang/membantu jalan nafas

b. Memelihara sirkulasi

c. Memperbaiki asidosis

d. Mengusahakan suhu lingkungan yang tepat

e. Pada asfiksia berat diberikan O2 dengan tekanan positif dan intermitten

melalui pipa ET, jika belum berhasil lakukan resusitasi jantung paru

dan jika tetap belum timbul nafas spontan (waspadai adanya kelainan

bawaan)

f. Pada asfiksia ringan-sedang, rangsang nafas (isap lendir dan rangsang

nyeri) selama 30-60 detik, jika gagal lakukan pernafasan kodok selama
1-2 menit, jika gagal maka perlakukan klien kedalam penatalaksanaan

asfiksia berat.

g. Jika ada perdarahan otak berikan injeksi vitamin K 1-2 mg

h. Berikan cairan glukosa melalui umbilikus (tali pusat) (Wong, 2003)

1) Kebutuhan parenteral bayi dengan asfiksia

a) Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%

b) Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

2) Kebutuhan nutrisi enteral

a) BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam

b) BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam

c) BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

3) Kebutuhan minum pada neonatus :

a) Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

b) Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari

c) Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

d) Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

i. Pemberian Obat-Obatan Penunjang

Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80

per menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen

100%) dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi

jantung nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :

1) Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat


badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan

sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap

diberikan, disertai pernafasan buatan.

2) Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat

badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam

perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena

umbilikus dalam waktu 5 menit.

3) Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

Tindakan yang dilaksanakan dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu

(Wong, 2003):

a. Tindakan umum

1) Mencegah kehilangan panas

Mengurangi kehilangan panas badan bayi dengan

membungkus, memandikan dengan air hangat, mengeringkan dan

menghangatkan tubuh bayi.

2) Pembersihan jalan nafas

Gunakan penghisap lendir untuk menghisap lendir dimulut

dan tenggorokan, saluran nafas bagian atas kemudian di hidung bayi

secara halus dan lembut hisap mulut terlebih dahulu untuk

memasalahkan tidak ada sesuatu yang sesuatu yang dapat teraspirasi

oleh bayi saat hidungnya dihisap.

3) Memberikan rangsangan untuk menimbulkan pernafasan.

Pengeringan dan penghisapan lendir biasanya cukup untuk


merangsang pernafasan pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan.

Jika tidak mampu mengembangkan pernafasan spontan secara

menandai berikan rangsangan taktik secara singat.

4) Memberikan rangsangan taktil

Rangsangan taktaktil harus diperhatikan secara lembut dan

hati-hati:

a) Dengan lembut, gosok punggung, tubuh, kaki atau tangan

(ekstermitas) satu atau dua kali

b) Dengan lembut, tepuk atau sentil telapak kaki bayi satu atau dua

kali

5) Posisikan bayi dengan baik

Posisikan bayi untuk berbaring pada punggungnya atau

miring dengan kepala/leher sedikit diekstensikan untuk membuka

jalan nafasnya dan memudahkan aliran darah

6) Lakukan resusitasi

a) Asfiksia berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama

memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan

dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu

diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.

Asfiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi

dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula

dextrose 15-20 % dengan dosis 2-4 ml/kgBB. Kedua obat ini


disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,

reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak

telah berlangsung.

Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan

positif diberikan 1-3 kali, bila tidak didapatkan perbaikan

pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal

dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.

Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam

perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti

oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak

berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan

oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau

gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan

nafas.

b) Asfiksia sedang

Proses stimulasi penting untuk menimbulkan reflek

pernapasan, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul

pernapasan spontan. Stimulasi harus dilakukan dengan hati-hati.

Bayi dengan indikasi tetanus tidak dianjurkan pemberian

rangsang.

Pemberian ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi

sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt,

bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.


Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup

nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan

frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding

toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan

pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut,

ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit,

sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak

langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke

kantong masker.

Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut

penolong di isi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan

frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas

spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil

jika terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus

otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan

data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan

perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :


a. Anamnesis

Identitas klien yang harus diketahui adalah nama, umur, jenis

kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayan orang tua, suku bangsa,

bahasa yang dipakai, status pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,

sosial ekonomi, asuransi kesehatan, riwayat penyakit saat ini.

Klien dengan asfiksia neonatorum akan mengalami aspirasi

meconium, kesulitan bernapas, kelemahan kekuatan otot, warna kulit

pucat, kemungkinan prematur.

Perlu ditanyakan apakah kelahiran sebelumnya berakhir dengan

kematian neonatal, riwayat ibu mengalami penyakit DM, hipertensi,

tetani uteri atau malnutrisi, riwayat konsumsi alkohol, obat dan rokok.

b. Pengkajian Psikososial

Pengkajian ini meliputi: validasi perasaan orang tua klien

terhadap penyakit bayinya, cara orang tua klien mengatasi penyakit,

perilaku orang tua klien/tindakan yang diambil ketika menghadapi

penyakitnya.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Breathing/B1

1) Inspeksi

Bentuk dada (barrel atau cembung), kesimetrisan, adanya

insisi, selang dada atau penyimpangan lain. Pada klien dengan

asfiksia akan mengalami usaha bernapas yang lambat sehingga


gerakan cuping hidung mudah terlihat. Terkadang pernapsannya tak

teratur bahkan henti napas

2) Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru

yang adekuat. Bayi dengan penyakit congenital/bawaan

perkembangan paru tidak baik atau hipoplasia. Sering terjadi di paru

bagian kiri.

3) Perkusi

Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.

4) Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak

teratur bahkan lambat.

5) Blood/B2

a) Inspeksi

Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus

cordis normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio

calviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

mengetahui ada/tidaknya pergeseran jantung.

b) Palpasi

Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung

(heart rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur atau

tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga memperhatikan

adanya thrill (getaran ictus cordis). Memeriksa nadi lengan


dengan meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di bagian dalam

siku bayi di sisi yang paling dekat dengan tubuh.

c) Perkusi

Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas

jantung (area yang bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan

adanya pergeseran jantung karena desakan diafragma bila terjadi

kasus hernia diafragmatika.

d) Auskultasi

Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I

dan II tunggal atau gallop, bunyi jantung III merupakan gejala

payah jantung, murmur yang menunjukkan adanya peningkatan

arus turbulensi darah. Penderita asfiksia neonatal denyut jantung

kurang dari 100/menit atau tidak terdengar sama sekali.

6) Brain/B3

Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji

dengan skala GCS. Fungsi sensorik seperti pendengaran,

penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Penderita

asfiksia berat tidak akan menunjukkan respon GCS (Taslim, 2000).

7) Bladder/B4

Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam

hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau

adanya oliguria atau tidak karena dapat menjadi pertanda awal

adanya syok.
8) Bowel /B5

Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang

membuncit/datar, tepi perut menonjol/tidak, umbilicus

menonjol/tidak, ada benjolan massa/tidak. Pada klien biasanya

didapatkan indikasi mual, muntah, penurunan nafsu makan,

penurunan berat badan.

9) Bone/ B6

Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya edema peritibial,

pemeriksaan capillary refill time, feel pada kedua ekstremitas untuk

mengetahui tingkat perfusi perifer. Selanjutnya dilakukan

pemeriksaan kekuatan otot untuk dibandingkan antara bagian kiri

dan kanan.

10) Antropometri

Pengukuran dengan antropometri untuk mengetahui tanda

kegawatan/abnormalitas utama. Berat bayi yang kurang dari normal

dapat menjadi faktor resiko pada penderita asfiksia.

3. Prioritas Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan

asfiksia sedang adalah sebagai berikut (NANDA, 2009-2011):

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Obstruksi jalan nafas: banyaknya

mucus.
b. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.

c. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

d. Ketidakefektifan pola makan bayi b/d gangguan neurologi

e. Ketidakefektifan termoregulasi b.d faktor usia : bayi baru lahir.

4. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa

keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut (Johnson et al, 2004):

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.

NOC I : Respiratory Status: Airway Patency

Kriteria Hasil :

1) Tidak menunjukkan demam.

2) Tidak menunjukkan cemas.

3) Rata-rata repirasi dalam batas normal.

4) Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.

5) Tidak ada suara nafas tambahan.

NIC I : Respiratory Monitoring

Intevensi :

1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

R/ : Untuk memaksimalkan ventilasi

2) Monitor respirasi dan status O2


R/ : Mengetahui status respirasi

3) Auskultasi suara nafas sebelum suction

R/ : Mengetahui bunyi suara tambahan sebelum suction

4) Lakukan suction setiap lendir banyak

R/ : untuk mengurangi lendir

5) Auskultasi suara sesudah suction

R/ : Mengetahui bunyi suara tambahan sesudah suction

6) Berikan O2 kanul dengan konsentrasi 1 ltr/mnt

R/ : Mencegah hipoksia

b. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.

NOC : Respiration status : Ventilation

Kriteria hasil :

1) Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.

2) Ekspansi dada simetris.

3) Tidak ada bunyi nafas tambahan.

4) Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

NIC : airway manajement

Intervensi :

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan

lender.

R/: untuk mempertahankan kepatenan jalan napas


2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.

R/: untuk mengetahui status pernapasan

3) Auskultasi jalan nafas

R/: untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.

4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian

alan bantu nafas

R/: untuk mengetahui adanya penurunan pernapasan.

5) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

R/: memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah hipoksia

c. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.

NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas

Kriteria hasil :

1) Tidak sesak nafas

2) Fungsi paru dalam batas normal

NIC : Manajemen asam basa

Intervensi :

1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi

sputum.

R/: mengetahui status pernapasan

2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri


R/: mengetahui penurunan tekanan O2

3) Pantau hasil Analisa Gas Darah

R/: mengetahui tekanan dalam paru-paru

d. Ketidakefektifan pola makan bayi b/d gangguan neurologi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan pola makan bayi menjadi efektif.

NOC : Nutrition status

Kriteria hasil :

1) Kemampuan untuk mengoordinasikan mengisap, menelan, dan

bernapas.

2) Kemampuan untuk memulai mengisap yang efektif.

3) Kemampuan untuk mempertahankan mengisap yang efektif.

NIC : Nonnutritive Sucking

Intervensi :

1) Kaji keadaan umum bayi

R/: Mengetahui keadaan secara umum bayi

2) Kaji reflek menghisap bayi

R/: Mengetahui reflek bayi dalam menghisap

3) Timbang BB setiap hari

R/: Mengetahui status nutrisi

4) Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan

R/: Meningkatkan status nutrisi


e. Ketidakefektifan termoregulasi b.d faktor usia : bayi baru lahir.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan termoregulasi menjadi efektif.

NOC : Thermoregulation: Newborn

Kriteria hasil :

1) Kulit tidak dingin

2) Frekuensi pernapasan normal

3) suhu tubuh normal

NIC : Temperature Regulation

Intervensi :

1) Tempatkan bayi dalam inkubator dengan suhu 36,5 0C

R/: untuk memberikan kehangatan pada bayi dan mencegah

hipotermia

2) Kaji warna kulit

R/: untuk mengetahui dini sianosis

3) Ukur temperatur tubuh bayi setiap 2 jam

R/: untuk mengetahui temperatur bayi

4) Ukur nadi setiap 2 jam

R/: untuk mengetahui nadi bayi

5) Mengukur RR

R/: untuk mengetahui RR bayi


DAFTAR PUSTAKA

Diagnosa Aplikasi. Diagnosa Nanda (NIC-NOC). 2009-2011

Harris, R Dkk. (2003). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta :
Informedika Jakarta

Johnson, Marion, Dkk. (2004). Iowa Outcomes Project Nursing Outcomes


Classification (Noc). Mosby

Mc.Closkey, Joannc C.Dkk. (2004). Iowa Outcomes Project Nursing


Interventions Classification (Nic). Mosby

Saifudin. (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan


Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Infomedika Jakarta

Straight. (2004). Keperawatan Bayi Baru Lahir Edisi 3. Jakarta : EGC

Winkjosastro, Hanifa. (2005). Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Wiknjosastro, Hanifa. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo

Wong, Donna L. (2003). Pedoman Klinis Perawatan Pediatric Edisi 4. Jakarta :


EGC

Вам также может понравиться