Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
kepentingan nasional (national interest) adalah konsep yang paling populer dalam analisa
menganjurkan perilaku internasional. Analis sering memakai konsep kepentingan nasional sebagai
Analisa seperti di atas sangat populer dalam studi ini. Hampir semua ilmuwan maupun praktisi
hubungan intemasional sepakat bahwa, alasan pembenar utama bagi tindakan suatu negara adalah
kepentingan nasional. Tetapi kalau sampai pada masalah konseptualisasi dan definisi, para
ilmuwan dan praktisi itu berbeda pendapat: Apakah definisi "kepentingan nasional'.
diterima secara luas Secara spesifik, apakah yang menjadi kepentingan nasional suatu negara dan
rakyatnya pada suatu waktu ada dalam hal suatu isu?. $iapa yang menentukan urut-urutan prioritas
tindakan yang akan dilakukan negara, serta kapan dan bagaimana urut-urutan prioritas itu harus
diterapkan?
Cara berpikir seperti dalam contoh di atas dikembangkan terutama oleh Hans J. Morgenthau.
Bersama-sama dengan konsep power kepentingan nasional (national interest) merupakan pilar
utama bagi teorinya tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realis. Pendekatan
Morgenthau ini begitu terkenal hingga telah menjadi suatu paradigrna dominan dalam studi politik
internasional sesudah Perang Dunia II. Pendekatan power aart national interest serta asumsi-
asumsinya yang statecentric telah mendominasi literatur dan penelitian tentang politik
internasional di mana-mana, baik yang bersifat "tradisional" maupun yang 'behavioral. Karena itu,
layak kalau pembahasan tentang kepentingan nasional ini dimulai dengan diskusi tentang
Pemikiran Morgenthau didasarkan pada premis bahwa strategi giplomasi hams didasarkan
pada kepentingan nasional, bukan ada alasan-alasan moral, legal dan ideologi yang dianggapnya
utopis dan bahkan berbahaya. Ia menyatakan kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar
kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendaIian suatu negara
atas negam lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik
paksaan maupun kerja sama. Demikianlah, Morgenthau membangun konsep abstrak dan yang
artinya tidak mudah didefinisikan, yaitu kekuasaan (power) dan kepentingan (interest), yang
dianggapnya sebagai sarana dan sekaligus tujuan dan tindakan politik intemasional. Para pengritik-
nya, terutama ilmuwan dari aliran saintifik, menuntut definisi operasional yang jelas tentang
konsep-konsep dasar itu. Tetapi Morgenthau tetap bertahan pada pendapatnya bahwa konsep-
konsep abstrak seperti kekuasaan dan kepentingan itu tidak dapat ~an tidak boleh
dikuantifikasikan.
mena yang terbatas, tepat dan bisa diobservasi dengan jelas. Karena itu, kalau konsep-konsep
politik harus mencerminkan setepat-tepatnya kenyataan politik yang memang kabur, maka
konsep-kon-sep itu jangan diberi definisi yang terlalu pasti. Menurut Mor-genthau, "Konsep
kepentingan nasional itu dalam dua hal mirip dengan 'konsep umum' dalam Konstitusi (Amerika),
seperti ke-sejahteraan umum dan hak perlindungan hukum. Konsep itu memuat arti minimum yang
inheren di dalam konsep itu sendiri, tetapi di luar pengertian minimum itu konsep tersebut bisa di-
artikan dengan berbagai macam hal yang secara logis berpadanan dengannya. Isi konsep itu
ditentukan oleh tradisi politik dan kon-teks kultural keseluruhan di dalam mana suatu negara
merumus-kan politik luar negerinya'.4
Arti minimum yang inheren di dalam konsep kepentingan nasional adalah kelangsungan hidup
(survival). Tetapi, kelangsung-an hidup siapa? Dalam pandangan Morgenthau, kemampuan mi-
nimum negara-bangsa adalah melindungi identitas fisik, politik dan kulturalnya dari gangguan
negara-bangsa lain. Diterjemahkan dalam pengertian yang lebih spesifik, negara-bangsa harus bisa
ekonomi-politiknya (yaitu identitas politik-nya), yang mungkin saja demokratis, otoriter, sosialis,
atau ko-munis, dan sebagainya; serta memelihara norma-norma etnis, re-ligius, linguistik, dan
sejarahnya (yaitu, identitas kulturalnya). Menurut Morgenthau, dari tujuan-tujuan umum ini para
lain, balk yang bersifat kerja sama maupun konflik. Misalnya, perlombaan persenjataan,
perimbangan kekuat-an, pemberian bantuan asing, pembentukan aliansi, atau perang ekonomi dan
propaganda.
Sejak lama, para pengritik menunjukkan bahwa konsep kepen-tingan nasional itu sulit
asing yang diperjuangkan oleh kelompok dalam negeri? Dengan kata lain, pertanyaan itu bisa
diwmuskan sebagai berikut: bagai-mana, oleh siapa, dan atas dasar apa kepentingan nasional Indo-
nesia, Malaysia, Jepang, Amerika Serikat dan Uni Soviet ditentu-kan? Jawaban Morgenthau
terhadap pertanyaan ini sederhana tetapi tidak langsung. Menuwt ilmuwan ini, kepentingan
nasional adalah hasil kompromi dad kepentingan-kepentingan politik yang saling bertentangan;
ini bukan suatu ideal yang dicapai secara abstrak dan saintifik, tetapi mewpakan hasil dad
persaingan politik internal yang berlangsung tews-menews. Pemerintahlah, melalui berbagai
lembaganya, yang pada akhirnya paling bertanggung jawab dalam mendefinisikan dan
Kedua, seberapa luas wang lingkup dan seberapa jauh inten-sitas kepentingan nasional suatu
negara? Jawaban Morgenthau adalah bahwa kepentingan nasional suatu negara haws sesuai
dengan kemampuannya. Misalnya, adalah salah bila negara seperti Per'ands atau Inggeris pada
dasawarsa 1980-an ingin memperoleh status adikuasa (superpower), yaitu bewsaha menerapkan
berargumen bahwa universalisme nasionalis (yaitu keinginan untuk mengubah seluwh dunia
seolah-olah men-jadi negara tunggal) adalah jauh di luar jangkauan kemampuan negara-bangsa,
kepentingan negara-negara lain? Menuwt Morgenthau, diplomat yang baik adalah diplomat yang
rasiona!,dan diplomat yang rasional adalah diplomat yang prudent. Prudence adalah kemampuan
menilai kebutuhan dan keinginan sendiri sambil dengan seksama menyeimbangkannya dengan ke-
butuhan dan keing~nan orang lain: "Kepentingan nasional suatu bangsa yang tidak hanya sadar
akan kepentingannya sendiri, tetapi juga kepentingan bangsa lain, haws didefinisikan dalam
pengertian yang cocok dengan bangsa-bangsa lain itu. Dalam suatu dunia yang multinasional, ini
adalah persyaratan moralitas polit/i< dalam suatu abad di mana perang bersifat total ini juga
persyaratan bagi
kelangsungan hidup".$ Hal ini sesuai dengan asumsi Morge: bahwa sistem internasional bukanlah
sistem yang penuh larasan tetapi juga bukan sistem yang ditakdirkan untuk selal nimbulkan
perang. Menurut asumsi Morgenthau, di dun selalu ada konflik dan ancaman terjadinya perang,
ada yang 1 dan ada yang tidak terlalu serius, dan itu semua bisa dikuran ngan cam sedikit demi
sedikit menyesuaikan kepentingan-k, tingan yang saling bertentangan melalui tindakan diplomatik
jaminan keamanan kolektif (~ atau jaminan keamanan selektif (regional)? Morgenthau meneJ
tindakan negara yang didasarkan pada prinsip-prinsip abstra] universal selain prinsip kepentingan
nasional. Kalau kearf masing-masing negara di dunia harus dijamin oleh semua n di dunia (suatu
persyaratan teori jaminan keamanan kolektif), konflik tidak alcan bisa dilokalisasi dan setiap
pertikaian aka ngan cepat meningkat, dan ini sangat berbahaya pada zaman ini. Karena itu,
Morgenthau sangat skeptis terhadap para pemi: yang mendasarkan kebijaksanaan pada jaminan
keamanan ko dan bukan pada kepentingan nasional. Misalnya, ia dengan menentang intervensi
Amerika di mana pun di dunia yang did kan pada prinsip-prinsip jaminan keamanan kolektif atau
t mempertahankan demokrasi. Begitu juga ia sangat kritis terh intervensi Soviet yang
Tentang kaitan antara 'kepentingan nasional" dengan "k~ tingan regional', sekali lagi
Morgenthau menyatakan bahwa kc tingan nasional mendahului kepentingan regional. Bagi teoritis
aliansi yang bermanfaat harus dilandasi oleh keuntungan keamanan timbal-balik negara-negara
yang ikut serta, bukan ikatan-ikatan ideologis atau moral. Suatu aliansi regionalI tidak betul-betul
memenuhi kepentingan negara yang ikut (seperti yang didefinisikan oleh pemerintahnya), tidak
motivasi realis dan motivasi ~dealis dalam batin manusia, bagaimana orang mengejar kepen-
:Lngan nasional secara prudent? Jawaban kaum realis adalah bahwa keputusan tentang
kepentingan nasional harus selalu dibuat ber-~asar keuntungan nasional yang kongkrit dan bisa
ditunjukkan dalam batas-batas prudence) dan bukan berdasar kriteria yang abstrak dan impersonal,
seperti moralitas, hukum dan ideologi. Contoh tentang seorang negarawan yang bertindak atas
dasar ke-,antungan nasional kongkrit dan bukan asas moralitas adalah Pre-siden Lincoln. Pada
Kalau ada mereka yang tidak mau menyelamatkan Uni (negara AS;pent.) kecuali perbudakan
tetap dipertahankan, saya tidak setuju dengan mereka. Kalau ada mereka yang tidak mau
menyelamatkan Uni kecuali pada saat yang sama boleh menghancurkan perbudakan, saya
tidak setuju dengan mereka. Tujuan paling tinggi saya dalam perjuangan ini adalah
Kalau saya bisa menyelamatkan Uni tanpa mernbebaskan satu budak pun, saya alcan lakukan
itu, dan kalau saya bisa menyelamatkannya dengan membebaskan semua budak, saya akan
lakukan itu; dan kalau saya bisa menyelamatkannya dengan membebaskan beberapa dan
membiarkan yang lain, saya juga alcan lakukan itu. Apa yang saya lakukan terhadap
perbudakan, dan kaum fas berwarna itu, saya lakukan karena saya percaya itu akan membantu
me-nyelamatkan Uni; dan yang tidak saya lakukan, tidak saya lakukan karena saya tidak
percaya bahwa itu alcan membantu menyelamatkan Uni. Saya alcan berbuat lebih sedikit kapan
saja saya yakin bahwa yang saya lakukan mengganggu tujuan pokok, dan saya akan berbuat
lebih banyak kapan saja saya yakin bahwa berbuat lebih banyak alcan membantu pencapaian
tujuan itu. Saya akan berusaha memperbaiki kesalahan kalau ditunjukkan bahwa itu salah; dan
saya alcan anut pandangan baru begitu ditunjukkan bahwa itu pandangan benar. Di sini saya
telah menyatakan tujuan saya menurut pandangan saya tentang tugas resmi; dan saya tidak
bermaksud mengubah keinginan pn~adi yang sering saya ungkapkan bahwa semua orang di
Kalimat yang tajam dan kontroversial ini memuat esensi per-debatan antara idealisme dan
realisme. Ideal pribadi Lincoln jelas menentang perbudakan dan mendukung kebebasan untuk
semua orang di mana pun. Tetapi tugas resmi dia adalah mempertahankan Uni. Ketika ideal
pribadinya bertentangan dengan tujuan resminya, ia merasa bahwa ideal itu harus mengalah pada
emosional, dan memilih mencari jalan yang aman. Ia menentang konfrontasi nuklir yang dilakukan
untuk mencapai tujuan yang tidak jelas seperti "membebaskan Polandia dari komunis Soviet" atau
"menyelamatkan Chili dari imperialis Amerika". Morgenthau secara konsisten lebih memilih
adidaya, yang bisa meningkatkan kemungkinan timbulnya perang nuklir yang menghancurkan se-
muanya. Dalam mengambil posisi seperti itu, orang bisa menun-jukkan kelemahan moral,
misalnya, tidak peduli dengan nasib orang lain. Tetapi, sayangnya, dalam suatu dunia yang
pluralistis, amoralitas bisa menjadi jaminan kelangsungan hidup, dan prudence bisa diletakkan di
puncak piramid moralitas politik. Ketika se-seorang memukul kita, perilaku berdasar moral
mengajarkan agar kita memberikan pipi sebeiah lagi untuk dipukul. Perilaku berdasar hukum
mengajarkan agar kita mengadukan ke yang berwajib agar si pemukul dihukum setimpal. Tetapi
moralitas politik meng-ajarkan kita untuk memperhitungkan besar tubuh si pemukul dan memberi
Apa yang harus dilakukan oleh para pemimpin kalau prinsip-prinsip mereka sendiri
bertentangan dengan kepentingan publik? Sebagai individu, manusia bebas untuk memberikan
hidupnya demi mempertahankan prinsip. Tetapi sebagai pemimpin, yang tugasnya adalah
bertindak demi kepentingan kolektif, mereka tidak bebas membuat keputusan yang bisa
membahayakan negara dan rakyat, walaupun keputusan itu dibuat demi mempertahankan idealnya
sendiri. Kaum realis percaya bahwa moralitas kolektif yang paling tinggi adalah prudence, yang
menyatakan bahwa "tidak bisa ada moralitas politik tanpa prudence, yaitu, tanpa pertimbangan
tentang konsekuensi politik dari tindakan yang tampaknya bersifat moral".7 Menurut realis ini,
$eorang pemimpin nasional suatu kali mungkin harus berbohong,