Вы находитесь на странице: 1из 41

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh


dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin
modern dan indsutrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya,
yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu
mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis dari berbagai
keadaan psikopatologis yang sangat mengganggu yang melibatkan proses pikir,
emosi, persepsi dan tingkah laku. Skizofrenia merupakan golongan psikosa yang
ditandai dengan tidak adanya pemahaman diri (insight) dan ketidakmampuan menilai
realitas (RTA) serta sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir,
kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh
kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek
abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun
demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Onset
setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Skizofrenia


Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom
negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal. 3
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta
oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang
jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 8

2.2. Epidemiologi Skizofrenia


Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu
waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk
atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar
sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau
sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. 3
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia
menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab
umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah
mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor
risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi
premorbid yang tinggi.
Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya
terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun
sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki

2
dibandingkan wanita. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota
keluarga sedarah.3

2.3. Etiologi Skizofrenia


Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem
mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal
walau pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi,
dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas
lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik
yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke
berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima
untuk skizofrenia.

Gambar 1. Sumber: www. Cerebromente. Org .br


Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan
penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik
lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita
skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk
gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada :
1. Tanda dan gejala yang ada
2. Riwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan
dan putus obat akut.

Penyebab skizofrenia dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Model Diatesis-stres
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan
lingkungan yang merupakan model diatesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang
mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) ada kemungkinan lingkungan

3
akan menimbulkan stres. Pada model diatesis-stres yang paling umum maka diatesis
atau stres dapat berupa biologis atau lingkungan atau keduanya.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis
(sebagai contohnya, situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian orang
terdekat). Dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh
epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.5

2. Faktor Neurobiologi
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada
satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal
yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis
muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan
dan sosial. 3

3. Faktor Biologi
 Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap
skizofrenia.
 Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa
terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang
menjadi skizofrenia.
 Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap
gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal
menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem
dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas
dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem
dopaminergik. 4

4
 Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan
ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang
normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan
jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada
masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak
setelah lahir.

Gambar 2. Sumber: Sehat-enak.blogspot.com


 Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari
populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat
pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia.
Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek /
nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar
identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar
dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu
orang tua 12%. 4

5
Gambar 3
Loss of brain volume associated with schizophrenia is clearly shown by magnetic resonance imaging (MRI) scans comparing the
size of ventricles (butterfly shaped, fluid-filled spaces in the midbrain) of identical twins, one of whom has schizophrenia (right).
The ventricles of the twin with schizophrenia are larger. This suggests structural brain changes associated with the illness. Note
that such MRI scans cannot be used to diagnose schizophrenia in the general population, due to normal genetic variation in
ventricle size -- many unaffected people have large ventricles. Source: Daniel Weinberger, M.D. NIMH Clinical Brain Disorders
Branch

3. Faktor Psikososial
1. Teori Tentang Individu Pasien
- Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan,
yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik
antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar.
Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap
munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia
merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk. Konflik
intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego yang
mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk turut memperparah symptom
skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek
dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh
kesulitan interpersonal yang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan
apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego
mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari

6
dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam
hubungan timbal balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki
makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat
mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.
Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk
menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan
atau harapan terdalam yang dimilikinya.
- Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik
setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus.
Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase
perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan
interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan
onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan
adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan
karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam
hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin
juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar. Tanpa memandang model
teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa
symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham
kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu,
menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang
menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
- Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia
belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak
rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah
emosional.
2. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami
nonpsikiatrik berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang
patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi
oleh pasien skizofrenia. Antara lain:
7
- Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan
keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua
berkaitan dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi
bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri
kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
- Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang
jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak
yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi
hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang
melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi
dari salah satu orang tua.
- Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi
emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau
pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang
unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan
dengan orang lain di luar rumah.
- Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan
sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan
keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun
maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia
4. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak
berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun
penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya
onset dan keparahan penyakit. 9

2.4. Manifestasi Klinis Skizofrenia


Perjalanan penyakit schizophrenia terbagi menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase prodromal = fase dimana gejala non spesifik muncul sebelum gejala
psikotik menjadi jelas. Lamanya bisa beberapa minggu, bulan bahakn tahunan.
8
Gejalanya berupa hendaya pekerjaan, fungsi social, perawatan diri, dan
penggunaan waktu luang.
2. Fase aktif = fase dimana gejala psikotik menjadi jelas seperti perilaku
katatonik, halusinasi, delusi, disertai gangguan afek.
3. Fase residual = fase yang gejala nya mirip seperti fase prodromal tetapi gejala
psikotiknya tidak begitu jelas.

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu
primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang
terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan,
sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya
“tani” tetapi dikatakan “sawah”.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila
dimaksudkan “berani”. Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering
tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau “…dulu waktu hari,
jah memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada
skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan
inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal,
umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada
disampingnya juga dimarahi dan dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini
dinamakan “blocking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-
kadang sampai beberapa hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain
didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran
atau “pressure of thoughts”. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan
olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi
sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada

9
efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada
pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
2. Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :
 Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita menjadi
acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan
keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
 Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.
 Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan
“incongruity of affect” dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan “inadequat”.
 Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas
untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :
 Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita
yang sedang bermain sandiwara.
 Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk
melakukan hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”). Karena itu sering
kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.
 Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin
terdapat bersama-sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.

3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.
Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat,
umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran
terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan.
Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.

10
 Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
 Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk
berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak
masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur.
Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
 Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau
tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok
gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder
sebab didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila
gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes
atau yang agak kaku. Penderita dalam keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan
sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-
kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita
mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia
bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan
penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin
mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan
hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-
kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi;
umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok
piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat
diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang
dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
 Katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama.

11
 Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti
pada lilin.
 Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang
disuruh.
 Otomatisme komando (“command automatism”) sebetulnya merupakan lawan dari
negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.
 Echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia
(penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).

Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre.
Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan
tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang
bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main
dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar.Mayer
gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham
sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional
interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-
apa dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia.
Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan
dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata “dunia akan kiamat sebab ia
melihat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohon untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan
cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham
dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik,
waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada
keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia,
bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman

12
(olfaktorik), halusinasi cita rasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil).
Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang
menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merasa ada racun dalam makanannya
Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut
yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada
stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka
orang yang menakutkan. 3
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan
dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa
yang terjadi di sekitarnya. Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan
otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme
terjadi karena sangat terganggunya afek dan kemauan.
Gejala skizofrenia dalam tiga kategori sebagai berikut :
Gejala positif
 Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa
dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal,
berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu.
 Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat
menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin
menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan
perintah tertentu.
 Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada
seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti,
percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke
planet lain.
Gejala negatif
 Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada
semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan
melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan
rumah.

13
 Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan
ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa
terisolasi.
Gejala kognitif
 Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga
tidak bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit
mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.
 Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal
hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
 Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat
mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk
melakukannya. 10

Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai symptom/gejala klinis


skizofrenia adalah :
1. tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untuk skizofrenia.
Artinya tidak ada symptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap
symptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan
syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari
pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang
esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
2. symptom/gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipe mungkin berubah.
3. Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang
sosial budaya pasien. Sebab prilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya
tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain.
Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan
dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. 11

14
2.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding Skizofrenia
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) - “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kulitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
(withdrawal); dan
- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;

(b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dati luar; atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

(c) Halusinasi auditorik :


- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu

15
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;

(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh


tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

(d) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan
diri secara sosial.4,8,9

Menurut Diagnostic and statistical manual of Mental Disorders Fourth Text Revised
(DSM-IV-TR) :
A. Terdapat 2 atau lebih gejala dibawah ini selama 1 bulan atau kurang dari sebulan
jika pengobatan berhasil
1. Waham
2. Halusinasi
16
3. Bicara disorganisasi
4. Perilaku disorganisasi/katatonik yang jelas
5. Symptom negative (afek datar, alogia, avolition)
Catatan = dapat hanya 1 gejala bila dijumpai waham bizarre/halusinasi dengar
B. Disfungsi social/pekerjaan
C. Durasi gangguan terus menerus selama 6 bulan
D. Disingkirkan gangguan penggunaan zat atau kondisi medis umum
E. Disingkirkan gangguan penggunaan zat atau kondisi medis umum
F. Jika terdapat gangguan perkembangan parsive, diagnosis tambahan skizofrenia
dibuat bila waham dan halusinasi menonjol 11

Diagnosis Banding
 Skizoafektif
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR8
a. Periode penyakit tidak terputus berupa, pada suatu waktu, episode
depresif mayor, episode manik, atau episode campuran yang terjadi
bersamaan dengan gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.
b. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi
selama sekurang-kurangnya 2 minggu tanpa gejala mood yang
menonjol.
c. Gejala yang memenuhi criteria episode mood timbul dalam jumlah
yang bermakna pada durasi total periode aktif dan residual penyakit
d. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat atau
keadaan kesehatan umum.
Kriteria diatas merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba
mengklarifikasi beberapa diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis
memenuhi nkriteria baik episode manik maupun depresif dan menentukan lama
setiap episode secara tepat.1
Lamanya setiap episode harus diketahui karena dua alasan. Pertama,
memenuhi kriteria B, seseorang harus tahu kapan episode afektif berakhir dan
psikosis terus terjadi. Kedua, memenuhi criteria C, lama semua episode mood harus
digabungkan dan dibandingkan dengan lama total penyakit.11
Sedangkan diagnosis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ-III):
17
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala defenitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif yang menonjol pada saat bersamaan, atau
dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang
sama. 3
Gangguan skizoafektif tipe manik didiagnosis apabila gejala afek meningkat
secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tidak begitu menonjol dikombinasi
dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak. Dalam episode yang sama
harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik dua gejala skizofrenia yang khas.11
Gangguan skizoafektif tipe depresif didiagnosis apabila afek depresif
menonjol, disertai noleh sedikitnya dua gejala khas, baik depresif maupun kelainan
poerilaku terkait. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau
lebih baik dua gejala skizofrenia yang khas.11

 Gangguan Psikotik Lain


Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan
skizofreniform, gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan
waham. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia berupa gejala yang
berdurasi setidaknya 1 bulan tapi kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat
merupakan diagnosis yang sesuai bila gejala berlangsung setidaknya 1 hari tapi
kurang dari 1 bulan dan bila pasien tidak kembali ke keadaan fungsi pramorbidnya
dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom manik atau depresif terjadi bersamaan
dengan gejala utama skizofrenia, gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat.
Waham nonbizar yang timbul selama sekurangnya 1 bulan tanpa gejala skizofrenia
lain atau gangguan mood patut didiagnosis sebagai gangguan waham.
 Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian gambaran yang
sama dengan skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang
adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif yang parah dapat menyamarkan suatu proses skizofrenik yang
mendasari. Tak seperti skizofrenia, gangguan kepribadian memiliki gejala ringan dan
riwayat terjadi seumur hidup pasien. Gangguan ini juga tidak memiliki tanggal awitan
yang dapat diidentifikasi.
 Gangguan Waham

18
Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaanya
dengan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham lebih jarang daripada
skizofrenia maupun gangguan mood, onsetnya lebih lambat daripada skizofrenia dan
dominasi perempuan kurang nyata daripada gangguan mood. 3

2.6. Klasifikasi Skizofrenia


Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di
muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang
mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal
sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia sebagai tambahan : Halusinasi dan
atau waham harus menonjol :
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
Gangguan afektif dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / menonjol. Pasien skizofrenik paranoid biasanya
berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika
mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir
usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional,
dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan
tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
19
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid
menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak
harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang
menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan
lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang
benar bertahan.
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir
(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases).
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta
gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada
tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination)
hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri
khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe
terdisorganisasi.

20
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari
perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
a. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
c. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
d. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan
kearah yang berlawanan);
e. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya);
f. Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
g. Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-
kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting
untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,
gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien
skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien
melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan
karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.

21
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali, pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut
sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
c. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
diagnosis umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya); dan
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun
waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis
menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua:
a. Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk.

22
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari
skizofrenia;
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus
menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala
aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan
emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan
pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika
waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak
disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif
dari : gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai
dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan
hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala
psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala
utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi
jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan
mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik
diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran
dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya
ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
23
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang
tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
 Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar
lama gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa
kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya
dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.

 Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat
sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten
sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan
skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala
psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline
schizophrenia) di masa lalu.

 Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagi pasien skizofrenik yang
khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan
keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus
berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau
neurologist dari gejala tersebut.

24
 Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”.
Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang
memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti
ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam
mengkomunikasikan informasi.

 Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti
kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala
gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas,
panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak
seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami
kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang.
Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan
parah.

 Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom
positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.

 Skizofrenia tipe II.


Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom
negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian.
Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk
terhadap pengobatan. 9

25
2.7. Tatalaksana Skizofrenia
Terapi Somatik (Medikamentosa)
---Secara umum antipsikotik sebaiknya dimulai pada dosis rendah.
Dosis tersebut dipertahankan selama 4 - 6 minggu, kecuali terdapat gejala
psikotik atau agresif atau sulit tidur yang parah. Peningkatan dosis yang terlalu
cepat akan meningkatkan risiko terjadinya gejala ekstrapiramidal dan gejala
negative sekunder tanpa adanya kegunaan dari antipsikotik itu sendiri.
Penggunaan obat parenteral short-acting untuk pasien baru sebaiknya
dihindari. Namun terapi dengan obat long-acting tidak boleh diberikan kecuali
pada pasien dengan riwayat tidak responsive dengan bentuk pengobatan lain.
Penggunaan dosis tinggi untuk pengobatan skizofren akut tidak memberikan
hasil yang lebih baik dibanding dengan penggunaan dosis rata-rata. Beberapa
studi mengatakan bahwa penundaan pemberian antipsikotik akan memberikan
outcome yang lebih buruk, diperkirakan karena beberapa aspek pada psikosis
secara biologis toksik terhadap struktur otak.1
Beberapa pasien memberikan respon terhadap antipsikotik dalam
minggu pertama pengobatan atau bahkan pada hari pertama. Kebanyakan akan
tidak memberikan respon dalam 2 – 6 minggu. Namun tidak disarankan untuk
memutuskan obat dan mengganti dengan jenis yang lain sebelum pengobatan
mencapai 4 – 6 minggu, kecuali terdapat efek samping atau gejala
ekstrapiramidal yang tidak sesuai dengan pengobatan.
Penggunaan beberapa antipsikotik pada waktu bersamaan harus
dihindari, khususnya penggunaan antipsikotik tipikal yang diberikan secara
oral dan parenteral, kecuali pengobatannya memang sedang dialihkan dari
intramuscular menjadi oral terapi. Pada beberapa kasus bila antipsikotik tidak
dapat mengontrol rasa cemas dan agitasi yang berlebihan, penggunaan
benzodiazepine dapat diberikan.

A.1. Antipsikotik tipikal


Obat antipsikotik tipikal disebut juga antipsikotik konvensional atau
antipsikotik generasi 1 (APG-1).2 Obat antipsikotik tipikal ini memiliki
mekanisme kerja sebagai dopamin reseptor antagonis (DRA). Sejak
ditemukannya klorpromazine (CPZ) pada tahun 1950, pengobatan skizofren
mengalami kemajuan. CPZ dan antipsikotik lainnya yang mirip mengurangi
26
gejala positif dari skizofren sampai 70 %, Namun untuk gejala negatifnya,
antipsikotik tipikal memiliki efek yang kurang, begitu juga efek terhadap
gangguan mood dan gangguan kognisinya.
APG-1 memiliki cara kerja mengurangi aktifitas dopaminergik dengan
cara memblok reseptor D2. dengan pemanjangan inaktifasi mesolimbik dan
dopamine mesokortikal dan dopamine pada badan nigra pada otak, akan
memberikan efek antipsikotik dan ekstrapiramidal. Pada penggunaan
benzamide (sebagai contoh sulpiride dan amisulpride) sebagai terapi
substitusi, dimana benzamide merupakan antagonis D2 yang kuat dan juga
selektif, obat ini juga memiliki kemampuan untuk mengikat reseptor
neurotransmitter lainnya. Dengan kesamaan cara kerja ini, obat tersebut
menunjukan sedikit perbedaan kemanjuran pada pengobatan.
Pemilihan obat antipsikotik tipikal didasarkan oleh banyak
pertimbangan, termasuk adanya preparat obat long-acting. Obat potensi ringan
(dosis maksimal 300 mg/ hari seperti CPZ, thioridazine, mesoridazine) lebih
memiliki efek sedative dan hipotensi dibanding dengan obat dengan potensi
tinggi seperti haloperidol dan fluphenazine. Obat potensi tinggi dapat
mengakibatkan gejala ekstrapiramidal lebih sering disbanding dengan potensi
rendah. Namun kedua obat ini memberikan efek yang sama dalam mengurangi
agitasi.
Jika pasien memiliki riwayat pengobatan dan tidak terdapat gejala
ekstrapiramidal, obat potensi tinggi seperti haloperidol dan fluphenazine
menjadi pilihan utama.1 jika terdapat gejala ekstrapiramidal, obat
antikolinergik seperti benztropine, biperiden atau trihexyphenidyl dapat
digunakan atau dapat diganti obat menjadi obat potensi sedang (seperti
trifluoperazine) atau potensi ringan. Antipsikotik atipikal juga menjadi pilihan
jika terdapat gejala ekstrapiramidal. Gejala ekstrapiramidal yang tidak teratasi
dapat menyebabkan gejala negative dan kurangnya kepatuhan minum obat.
Kemampuan terhadap reseptor D2, 5-HT dan muskarinik merupakan
kunci dari sebuah obat antipsikotik menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Efek
samping lainnya adalah ginekomastia, impotensi dan amenorea merupakan
sebab dari blockade reseptor DA. Peningkatan berat badan adalah karena
blockade reseptor 5-HT dan H1. Penelitian mengatakan bahwa dosis rendah
antipsikotik tipikal (haloperidol dan risperidone) lebih efisien karena dapat
27
memberi perbaikan secara cepat dan tanpa efek samping yang berarti. Sebagai
contoh, dosis haloperidol 5 – 10 mg/hari sudah cukup untuk kebanyakan
pasien dengan psikosis akut. Meningkatkan dosis tidak boleh dilakukan
sebelum 4 minggu terapi. Untuk risperidone 1 – 4 mg/hari sudah cukup untuk
menghindari efek samping ekstrapiramidal.
Untuk pasien kronik yang tidak patuh untuk terapi oral, setiap 2
minggu atau setiap bulan dapat diberikan injeksi fluphenazine decanoate 12.5
– 50 mg atau haloperidol decanoate 25 – 100 mg. Hal tersebut akan
mengurangi gejala kambuh secara signifikan.

A.2. antipsikotik atipikal


a. Clozapine
Clozapine merupakan satu-satunya antipsikotik yang memperlihatkan efek
yang dapat mengurangi gejala positif dan negatif pada pasien yang gagal dengan
terapi antipsikotik tipikal. Obat ini juga hampir tidak memberikan efek
ekstrapiramidal, termasuk akathisia. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
clozapine memiliki daya ikat yang kuat terhadap reseptor serotonin (5-HT),
adrenergik (α1,2), muskarinik, dan histaminergik.
Clozapine telah digunakan pada ratusan pasien di negara barat selama kurang
lebih 20 tahun dan tidak ada kasus tardive diskinesia yang dilaporkan. Respon
terhadap penggunaan clozapine bisa mencapai 6 bulan. Sindrom negatif cenderung
membaik paling lama. Respon terhadap clozapine biasanya hanya sebagian, namun
untuk pasien-pasien parah yang tidak memberikan respon terhadap terapi lain,
perubahan dengan obat ini bisa terlihat drastis. Keuntungan terbesar dari clozapine
adalah rendahnya kemungkinan untuk menyebabkan granulositopeni dan
agranulositosis (sekitar 1%)1. Sehingga di Amerika Serikat, clozapine digunakan
hanya untuk pasien-pasien skizofren yang telah gagal dengan terapi antipsikotik
tipikal atau dengan antipsikotik tipikal memberikan gejala ekstrapiramidal atau
tardive diskinesia. Meskipun jarang terdapat efek agranulositosis, sel darah putih
pasien harus dimonitor setiap 2 minggu. Bila sel darah putih turun di bawah 3000
/mm3, pemakaian harus dihentikan. Clozapine juga dapat menyebabkan leukositosis
dan eosinofilia pada tahap-tahap awal. Perkembangan dari gangguan tersebeut tidak
dapat dijadikan patokan sebagai terjadinya agranulositosis. Efek samping lainnya dari
clozapine adalah sedasi, peningkatan berat badan, kejang, gejala obsesif kompulsif,
28
hipersalivasi, takikardi, hipotensi, hipertensi, gagap, inkontinensia urin, konstipasi,
dan hiperglikemi. Efek samping tersebut biasanya dapat diatasi dengan penurunan
dosis. Untuk kejang harus ditangani dengan anti konvulsan seperti asam valproat.
Dosis clozapine untuk kebanyakan pasien antara 100 – 900 mg/hari.
Peningkatan dosis harus dilakukan perlahan-lahan mengingat adanya efek samping
takikardi dan hipotensi. Dosis biasanya dimulai pada 25 mg/hari, kemudian sampai
pada dosis 500 mg/hari dan biasanya diberikan sehari 2x.
Clozapine terbukti dapat mengurangi depresi dan gejala ingin bunuh diri.
Clozapine juga dilaporkan dapat meningkatkan beberapa aspek kognitif terutama
kemampuan bicara, pemusatan pikiran, dan memory recall. Clozapine juga
menunjukan dapat meningkatkan fungsi bekerja dan kualitas kehidupan pasien. Tidak
ada data yang menunjukan bahwa clozapine efektif terhadap kasus skizotipal atau
gangguan personalitas skizoid.

b. Risperidon
Risperidon merupakan golongan benzisoxazole. Risperidon memiliki efek
mengurangi gejala positif dan negatif yang lebih baik daripada haloperidol. Namun
tidak terdapat bukti yang menunjukan bahwa risperidon efektif terhadap pasien yang
gagal terapi dengan antipsikotik tipikal. Risperidon juga dapat meningkatkan fungsi
kognitif. Risperidon mempunyai kecenderungan untuk dapat menyebabkan tardive
diskinesia, sehingga pemakaian risperidon biasanya dalam dosis rendah (4 – 8
mg/hari) namun lebih efektif dibanding dengan obat antipsikotik tipikal dengan dosis
yang sama. Beberapa pasien memberi efek pada dosis 2 mg/hari, namun ada juga
yang memberi respon pada 10 – 16 mg/hari. Pada dosis 2 -4 mg/hari, gejala
ekstrapiramidal biasanya ringan. Risperidon memiliki ikatan pada reseptor D2 yang
lebih kuat daripada clozapine.
Risperidon merupakan pilihan untuk pasien yang memberi respon baik
terhadap antipsikotik tipikal yang ditandai dengan penurunan gejala positif, namun
memiliki efek samping gejala ekstrapiramidal dan gejala negatif sekunder. Risperidon
juga efektif untuk menekan tardive diskinesia. Efek samping risperidon selain gejala
ekstrapiramidal adalah akathisia, peningkatan berat badan, disfungsi seksual,
penurunan libido, dan galaktorea. Tidak seperti clozapine, risperidon meningkatkan
serum prolaktin. Tidak ada laporan bahwa risperidon dapat menyebabkan
agranulositosis.
29
c. Olanzapine
Merupakan salah satu obat antipsikotik tipikal yang terbaru. Olanzapine
memiliki struktur yang mirip dengan clozapin, dan memiliki risiko yang rendah untuk
terjadinya gejala ekstrapiramidal, efektif terutama dalam mengatasi gejala negatif, dan
memiliki efek minimal terhadap prolaktin. Olanzapine terbukti lebih efektif daripada
haloperidol dalam mengatasi gejala positif. Dosis anjuran olanzapin dimulai pada 10
mg/hari, sehari sekali. Kebanyakan pasien memerlukan 10 – 25 mg/hari, namun dosis
sebaiknya dinaikan secara perlahan. Sama seperti clozapine, respon perngobatan
dapat baru terlihat setelah beberapa bulan.
Olanzapine memberi efek samping gangguan ekstrapiramidal dan tardive
diskinesia yang lebih ringan dibanding haloperidol. Efek samping terbesar dari
olanzapin adalah peningkatan berat badan dan sedasi. Efek samping lainnya adalah
mengantuk dan peningkatan kadar transaminase hepar.

d. Quetiapine, Sertindole dan Ziprasidone


Ketiga obat tersebut merupakan obat antipsikotik terbaru yang dapat
memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal lebih sedikit. Seperti clozapine,
risperidon dan olanzapin, ketiga obat ini lebih poten terhadap reseptor 5HT antagonis
dibanding dengan D2 antagonis.
Quentiapine merupakan dibenzothiazepine dengan potensi yang kuat tehadap
reseptor 5-HT2, α1, dan H1. Quentiapine juga memiliki kemampuan memblok yang
sedang terhadap reseptor D2 dan kemampuan yang kecil pada reseptor M. Dengan
dosis 150 – 180 mg/hari dalam 2 – 3 sehari, quetiapine memberi hasil dalam
mengatasi gejala positif dan negatif. Efek samping utama dari obat ini adalah rasa
mengantuk, mulut kering, peningkatan berat badan, agitasi, konstipasi, dan hipotensi
ortostatik.
Sertindole merupakan golongan imidazolidonone yang memiliki potensi kuat
terhadap reseptor 5-HT2, D2, dan α1. untuk mengurangi gejala positif, digunakan
dosis 12 – 24 mg/hari, setara dengan haloperidol dengan dosis 4 – 16 mg/hari.
Sertindole pada dosis 20 – 24 mg/hari memiliki efek lebih besar pada gejala negatif
dibanding dengan haloperidol. Efek samping dari obat ini adalah sakit kepala,
takikardi, pemanjangan interval Q-T, penurunan pompa jantung, peningkatan berat

30
badan, kongesti nasal, mual, dan insomnia. Sertindole memiliki masa kerja yang
panjang, yaitu 1 – 4 hari, sehingga dapat diberikan sehari 1x.
Ziprasidone memiliki potensi 10x lebih kuat terhadap reseptor 5-HT2
dibanding dengan reseptor D2. Ziprasidone hampir tidak memberikan gejala
ekstrapiramidal namun sama efektifnya dengan penggunaan haloperidol. Ziprasidone
efektif untuk menangani gejala positif dan negatif pada pasien dengan gejala
skizofren akut. Efek samping ziprasidone adalah terutama sedasi.

Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran


No Nama Generik Sediaan Dosis
1 Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg 150-600 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
2 Haloperidol Tablet 0,5 mg,1,5 mg, 5-15 mg/hari
5mg
Injeksi 5mg/ml
3 Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12-24 mg/hari
4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10-15 mg/hari
5 Flufenazin Dekanoat Injeksi 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6 Levomeprazin Tablet 25 mg 25-50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
7 Trifluperazin Tablet 1 mg, 5 mg 10-15 mg/hari
8 Tioridazin Tablet 50 mg, 100 mg 150-600 mg/hari
9 Sulpirid Tablet 200 mg 300-600 mg/hari
Injeksi 50mg/ml
10 Pimozid Tablet 1 mg, 4 mg 1-4 mg/hari
11 Risperidon Tablet 1 mg, 2 mg, 3 mg 2-6 mg/hari

Obat Antipsikosis yang Mempunyai Efek Samping Gejala Ekstrapiramidal

Obat antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai


berikut:

31
Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gej. ekstrapiramidal

Chlorpromazine 150-1600 ++
Thioridazine
100-900 +
Perphenazine
8-48 +++
trifluoperazine
5-60 +++
Fluphenazine
5-60 +++
Haloperidol
2-100 ++++
Pimozide
2-6 ++
Clozapine
25-100 -
Zotepine
75-100 +
Sulpride
200-1600 +
Risperidon
2-9 +
Quetapine
50-400 +
Olanzapine
10-20 +
Aripiprazole
10-20 +

Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet


trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari

Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila
obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain

32
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil
efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
 Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
 Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
 Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien
 Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi
setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan
sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis
maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday
1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
 Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis. Pada umumnya pemberian
obat psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua
gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat
secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil
sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound
yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan
ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25
mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)

33
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang
tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi
oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya
untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi
ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
----

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


--- -Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
--- -Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat
lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih
lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
---- Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk
efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih
rendah.
---- Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
----Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan
yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal
antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal
lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan
obat-obatan diatas gagal.
34
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
---- Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun
setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum
obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan
pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama
12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama
membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian
pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik


---- Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin
masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan
kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan
akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah
tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk
mencegah atau mengobati efek samping ini.
---- Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan
dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
---- Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-
obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif
terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya
lebih sedikit.

35
---- Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
---- Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.

Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
--- -Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian
atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa
dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
--- -Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan
relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.

36
c. Terapi kelompok
---- Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
---- Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi
pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami
pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak
emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien.
---- Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi
jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama
yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
---- Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh,
prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang

37
dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga
mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
---- Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu
mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat
jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah
masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial.
Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas
perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien
kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.—
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan
di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh
Ugo cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum
diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran
listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus.
Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
· Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
· Penderita harus puasa
· Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
· Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.
· Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
· Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis)
dibersihkan.
· Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya

Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
 2-4 hari berturut-turut 1-2 kali sehari
 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
 Maintenance tiap 2-4 minggu
 Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak
dianut lagi

38
----Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien
karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya
perbaikan setelah pemberian antipsikotik .
----Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma
aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas
otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak
adalah tumor otak.
----Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada
vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi
sel-sel otak. 12

Terapi Kejang Listrik


Terapi kejang listrik (TKL) atau yang dalam bahasa Inggris Electroconvulsive
Treatment (ECT) jarang digunakan saat ini karena begitu mudahnya pemakaian obat-
obatan antipsikotik. Terapi TKL dapat berguna sebagai terapi tambahan pada terapi
obat antipsikosis berbagai jenis, termasuk clozapine, terutama untuk pasien yang
memiliki respon yang kurang terhadap dan perlu pengontrolan perilaku agitasi dengan
cepat. TKL dapat digunakan pada pasien yang tidak merespon terhadap obat-obatan,
namun tidak ada data yang menunjukan pemakaian TKL dapat dilakukan pada pasien
skizofren.

39
2.8. Prognosis Skizofrenia
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat
kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar
25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk.
Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan
ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.13

Prognosis Baik 3 Prognosis Buruk 3


 Onset lambat  Onset muda
 Faktor pencetus yang jelas  Tidak ada factor pencetus
 Onset akut  Onset tidak jelas
 Riwayat sosial, seksual dan  Riwayat buruk
pekerjaan premorbid yang baik  Prilaku menarik diri atau autistic
 Gejala gangguan mood (terutama  Tidak menikah, bercerai atau janda/
gangguan depresif) duda
 Menikah  Sistem pendukung yang buruk
 Riwayat keluarga gangguan  Gejala negatif
mood  Tanda dan gejala neurologist
 Sistem pendukung yang baik  Riwayat trauma perinatal
 Gejala positif  Tidak ada remisi dalam 3 tahun
 Banyak relaps
 Riwayat melakukan tindakan
penyerangan

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Hamdani, M, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar pustaka baru,


Yogyakarta, 2004
2. Prof. Dr. Dr. Dadang Hawari, Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kesehatan Jiwa, PT Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997
3. Yumizone. Wordpress. Com/category/kesehatan-jiwa, diunduh tanggal 8
Januari 2018
4. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Diunduh dari
http//www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm tanggal 8 Januari 2018
5. Sani, Ayub prof.dr. Splitting Personality. PT Dian Ariesta. Jakarta. 2002
6. Skizofrenia. Diunduh dari : http://id.wikipedia.org/wiki/skizofrenia pada
tanggal 8 Januari 2018
7. www.docstoc.com/wahyunirautami. diunduh tanggal 8 Januari 2018
8. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya, Jakarta, 2001
9. Skizofrenia. Naruto. blogspot. Com/2009/12 diunduh tanggal 8 Januari
2018
10. www.psikomedia.com/article/psikologi-klinis/1006/skizofrenia diunduh
tanggal 8 Januari 2018
11. Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri,
ed 7, vol 1, Binarupa aksara, 1997
12. Yayakhnaakhyar. Files. Wordpress. Com/ penatalaksanaan-skizofrenia,
diunduh tanggal 8 Januari 2018
13. itsnasahma. Blogspot. Com/2008/04/prognosis-skizofrenia.html, diunduh
tanggal 8 Januari 2018

41

Вам также может понравиться