Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh :
Alhamdulillah, Segala puji hanya milik ALLAH SWT, yang senantiasa memberika
nikmatnya yang salah satunya nikmat kesehatan dan kemauan sehingga kami telah selesai
menggarap makalah yang berjudul “Aspek Legal Dalam Praktik Keperawatan” .
Sholawat Serta salam Semoga senantiasa tertuju kepada Nabi ALLAH ,Muhammad
SAW. Kepada keluarganya, Sahabat, Tabi’in, Tabiut Tabi’in, dan orang-orang yang
senantiasa istiqomah dalam menjalankan sunah Beliau.
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Definisi Malpraktek................................................................... 6
B. Pembuktian Malpraktek ........................................................... 6
C. Menghadapi Tuntutan Malpraktek ......................................... 8
D. Upaya Mencegah Malpraktek .................................................. 9
E. Menghadapi Tuntutan Hukum ................................................ 10
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 15
B. Saran ........................................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, perawat menginginkan perubahan
mendasar dalam kegiatan profesinya. Dulu membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi
bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan
keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan. Tuntutan
perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan
manajemen organisasi tempat kerja. Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesi,
maka harus ada otoritas atau kewenangan, ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa.
Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab
terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.Tuntutan perubahan paradigma tersebut
tidak mencerminkan kondisi dilapangan yangsebenarnya, hal ini dibuktikan banyak perawat
di berbagai daerah mengeluhkan mengenai semaraknya razia terhadap praktik perawat sejak
pemberlakuan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pelayanan
keperawatan diberbagai rumah sakit belum mencerminkan praktik pelayanan profesional.
Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi
pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas
rutin seorang perawat.
Nursing di Indonesia yang tergolong masih muda dibandingkan dengan di negara
Barat memang tertinggal jauh. Bahkan di antara negara-negara Asia sekalipun. Meskipun
demikian, geliat perubahan yang dimulai sejak tujuh tahun terakhir di tanah air merupakan
upaya positif yang sudah pasti memerlukan dukungan semua pihak. Tetapi yang lebih penting
adalah dukungan pemikiran-pemikiran kritis terutama dari nurses itu sendiri. Pola pikir kritis
ini merupakan tindakan yang mendasari evidence-based practice dunia nursingyang
memerlukan proses pembuktian sebagaimana proses riset ilmiah. Pola pikir tersebut
bukan berarti mengharuskan setiap individu menjadi peneliti/researcher. Sebaliknya, sebagai
landasan dalam praktek nursing sehari-hari. Dengan demikian kemampuan merefleksikan
kenyataan praktis lapangan dengan dasar ilmu nursing ataupun disiplin ilmu lainnya, baik
dalam nursing proses kepada pasien ataupun dalammelaksanakan program pendidikan
nursing, sudah seharusnya menyatu dalam intelektualitas Nurses.
1
B. Rumusan Masalah
1. Makna Aspek Legal dalam praktek keperawatan?
2. Bagaimana cara pembuktian malpraktek?
3. Bagaimana cara menghadapai tuntutan malpraktek?
4. Apa saja upaya pencegahan dalam terjadinya malpraktek?
5. Upaya menghadapi tuntutan hukum?
C. Tujuan
1. Pembaca Mengetahui Makna Aspek Legal dalam praktek keperawatan?
2. Pembaca Mengetahui Bagaimana cara pembuktian malpraktek?
3. Pembaca Mengetahui Bagaimana cara menghadapai tuntutan malpraktek?
4. Pembaca Mengetahui Apa saja upaya pencegahan dalam terjadinya malpraktek?
5. Pembaca Mengetahui Upaya menghadapi tuntutan hukum?
D. Manfaat Penulisan
Alhamdulillah dalam terbentuknya makalah mengenai aspek legal dalam praktek
keperawatan ini, sangat diharapkan setelah pembaca membaca dan memahami atas apa yang
tulis pada makalah ini pembaca dapat mengambil tali kesimpulan dan kemudian
menerapkannya pada praktek keperewatannya atau tenaga kesehatan lainnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN ASPEK LEGAL
B. Dasar Hukum
Registrasi dan Praktik Keperawatan Sesuai KEPMENKES NO. 1239 TAHUN
2001Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
Pasal 32 (ayat 4) : Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokterandan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyaikeahlian dan kewenangan untuk itu.
Pasal 153 (ayat 1 dan 2) : (ayat 1) :”Tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindunganhukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”. Sedangkan
(ayat 2) : “tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien.”
Pada Kepmenkes No.1239 tahun 2001 (pasal 16), dalam melaksanakan kewenangannya
perawat berkewajiban untuk :
1. Menghormati hak pasien
2. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
3. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Memberikan informasi
5. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
6. Melakukan catatan perawatan dengan baik
4
Dalam Kepmenkes No. 1239 Tahun 2001 pasal 38, dijelaskan bahwa perawat yang
sengaja :
1. Melakukan praktik keperawatan tanpa izin
2. Melakukan praktik keperawatan tanpa mendapat pengakuan / adaptasi
3. Melakukan praktik keperawatan tidak sesuai dengan ketentuan pasal 16
4. Tidak melaksanakan kewajiban sesuai pasal 17
Berdasarkan ketentuan pasal 86 Undang-Undang No. 23 Tahun 23 1992 tentang
kesehatan, barang siapa dengan sengaja:
1. Melakukan upaya kesehatan tanpa izin sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 ayat 1
2. Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukanj adaptasi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5ayat 1
3. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang
bersangkutan sebagaimana dmaksud dalam pasal 21 ayat 1
4. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1
5. Dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
5
BAB III
PEMBAHASAN MALPRAKTEK
A. Definisi Malpraktek
Istilah malpraktik sendiri telah diidentikkan dengan malpraktik yang dilakukan dalam
bidang medis. Hal ini telah terjadi di mana-mana, baik di Indonesia maupun di luar negri.
Namun sebenarnya, kalau dilihat secara harafiah, tidak tepat untuk mengarahkan istilah
malpraktik untuk bidang kesehatan saja. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa hal ini telah
menjadi lumrah dalam masyarakat umum, sehingga banyak ahli yang mengartikan malpraktik
dengan selalu menghubungkannya dengan pihak atau petugas kesehatan.
Secara harafiah, malpraktik berasal dari kata “mal” yang mempunyai arti “salah”
sedangkan “praktik” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.
Sedangkan difinisi malpraktik adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di
lingkungan wilayah yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los
Angelos, California, 1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi
kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak
diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu
tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara
tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning
verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini
bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan
dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
7
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari
apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut
standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
c. Direct Causation (penyebab langsung)
Tenaga kesehatan meninjau apakah tindakan yang telah ia berika menjadi
penyebab langsung dan pertama dalam terjadinya mal praktekk
d. Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal
(langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita, oleh
karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah
dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat diberikan sebagai dasar
menyalahkan tenaga perawatan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum,
maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat
(pasien).
9
E. Menghadapi Tuntunan Hukum
Sama seperti kasus sebelumnya, Apabila tuduhan kepada tenaga kesehatan
merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :
1. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada,
misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi
merupakan risiko medik (risk of treatment),atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak
mempunyai sikap batin (men rea)sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang
dituduhkan.
2. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk
pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak
unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri
dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan
jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar
ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat,
karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di
pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil
sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas
derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil
malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara
sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan
kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan
kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus
membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang
menguntungkan tenaga perawatan.
Dengan demikian, kesehatan harus membuktikan hal-hal di atas agar dapat terlepas dari
tuntutan.
10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aspek legal keperawatan adalah suatu aturan keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan
pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya. Aspek legal keperawatan meliputi kewenangan
berkaitan dengan izin melaksanakan praktik profesi, sehingga tidak terlepas dari Undang-
Undang dan Peraturan tentang praktek Keperawatan. Fungsi hukum dari aspek legal dalam
praktik keperawatan merupakan suatu pedoman atau kerangka dalam menjalankan praktik
keperawatan.
Tanggung jawab (responsibilitas) adalah eksekusi terhadap tugas- tugas yang
berhubungandengan peran tertentu dari perawat. Tanggung gugat (akuntabilitas) adalah
mempertanggungjawabkan perilaku dan hasil ± hasilnya termasuk dlam lingkup peran
profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan pendidik secara tertulis tentang
perilaku tersebut dan hasil ± hasilnya. Terhadap dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama
karyawan dan masyarakat.
Dengan semakin banyaknya kasus malpraktik, dapat dikatakan bahwa kualitas dunia
kesehatan masih belum cukup baik, bahkan perkembangan hukum yang berkaitan dengan
dunia kesehatanpun masih belum cukup untuk memenuhi harapan. Namun, aturan-aturan
yang ada dan fasilitas yang disediakan untuk dunia kesehatan tidak dapat disalahkan hanya
karena semakin banyaknya kasus malpraktik. Kita sebagai orang yang menggunakan aturan
dan fasilitaas itulah yang harus lebih meningkatkan SDM.
B. Saran
Sesuai dengan kode etik profesi dan sumpah jabatan sebagai seorang tenaga kesehatan
harus dapat mempertanggungjawabkan kejadian yang telah terjadi. Apa lagi bila masalah
kesehatan itu memang memerlukan rujukan. Setiap etugas kesehatan harus memperhatikan
hal sederhana dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Tetapi juga, seorang pasien harus mau
jujur secara terbuka saat menyampaikan masalah kesehatannya kepada petugas kesehatan.
Kita harus bias membedakan malpraktik dan resiko medis serta kelalaian petugas kesehatan
dan harus lebih mengerti hukum kesehatan agar tidak hanya asal mengajukan tuntutan kepada
pengadilan mengenai masalah malpraktik.
11
DAFTAR PUSTAKA
https://rizsa82.wordpress.com/2009/05/20/penanganan-kasus-malpraktek-medis/
https://thexqnelson.wordpress.com/2012/11/30/pembuktian-malpraktik-medik/
http://asrultoosilajara.blogspot.co.id/2014/01/asrulmakalah-upaya-pencegahan-mal.html
http://semuagratisaja.blogspot.co.id/2014/11/makalah-tentang-malpraktek.html
12