Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH :
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
GAMBAR ANATOMI
3. Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti.
Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula
dianggap undangan (counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi
adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu
Hidayat dan Wim De Jong (2004) etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH) adalah :
a. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen. Dengan meningkatnya usia pada
pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron
sedangkan estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya hiperplasia
stroma.
b. Ketidakseimbangan endokrin.
c. Faktor umur / usia lanjut.
Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun.
d. Unknown / tidak diketahui secara pasti.
Penyebab BPH tidak diketahui secara pasti (idiopatik), tetapi biasanya
disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut.
Menurut Alam (2014) penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui
secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses
penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama
testosteron. Para ahli berpendapat bahwa dihidrotestosteron yang memacu
pertumbuhan prostat seperti yang terjadi pada masa pubertas adalah penyebab
terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Hal lain yang dikaitkan dengan
gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi
lemak, tidak aktif olahraga dan seksual. Selain itu testis menghasilkan beberapa
hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon
tersebut mencakup
testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenesdion. Testosteron sebagian
besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa- reduktase menjadi dihidrotestosteron
yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi
ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu libido, pertumbuhan otot dan
mengatur doposit kalsium di tulang. Penurunan kadar testosteron telah
diketahui sebagai penyebab dari penurunan libida, massa otot, melemahnya
otot pada organ seksual dan kesulitan ereksi. Selain itu kadar testosteron yang
rendah juga dapat menyebabkan masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu
pembesaran kelenjar prostat. Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih
banyak steroid stres (karsitol) yang dapat menggeser produksi DHEA
(dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi mempertahankan kadar hormon
seks yang normal, termasuk testosteron. Stres kronis menyebabkan penuaan
dini dan penurunan fungsi testis pria. Kolesterol tinggi juga dapat mengganggu
keseimbangan hormonal dan menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Faktor lain adalah nikotin dan konitin ( produk pemecahan nikotin) yang
meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan
penurunan kadar testosteron. Begitu pula toksin lingkungan (zat kimia yang
banyak digunakan sebagai pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat
merusak fungsi reproduksi pria.
4. Faktor resiko
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :
a. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan
risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten
yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5α-reductase, yang
memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat
b. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot
detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh
usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran
urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat,
sehingga menimbulkan gejala. Testis menghasilkan beberapa hormon seks
pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut
mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron
sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase menjadi
dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran
sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu
libido, pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai
dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan
pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.
c. Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi
BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling
rendah.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko
terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin
banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko
anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH.
e. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual,
tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang
membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel.
Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-
lama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit lemak
berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas terjadi
peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH
melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat
proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki
biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen.
f. Pola diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh
pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena
defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan testis yang
selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron. Selain itu, makanan
tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar testosteron.
Walaupun kolesterol merupakan bahan dasar untuk sintesis zat pregnolone
yang merupakan bahan baku DHEA (dehidroepianandrosteron) yang dapat
memproduksi testosteron, tetapi bila berlebihan tentunya akan terjadi
penumpukan lemak pada perut yang akan menekan otot-otot seksual dan
mengganggu testis, sehingga kelebihan lemak tersebut justru dapat
menurunkan kemampuan seksual. Akibat lebih lanjut adalah penurunan
produksi testosteron, yang nantinya mengganggu prostat.
g. Aktivitas Seksual
Kalenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan
hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan
alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami
peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke
prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan
kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan
mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual
yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon
testosteron.
h. Kebiasaan merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron.
i. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6
yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar
prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ
yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam
darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada
DHT.
j. Olahraga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih
sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif
olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat
memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol
berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga
yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat
memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.
k. Penyakit diabetes melitus
Laki-laki dengan penyakit diabetes melitus mempunyai resiko dua kali
terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.
6. Manifestasi klinis
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi.
a. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama
dan kuat
1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
b. Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih (Mansjoer, 2000)
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Sering buang air kecil, nocturia, pancaran urin lemah, urin yang keluar
menetes-netes pada bagian akhir masa buang air kecil. Gejala hiperplasia
prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling berhubungan, obstruksi
dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus.
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih,
batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuri. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate spesific
antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau
sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi.
Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen
density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD
> 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA >
10 ng/ml
b. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka
semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan
biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup
Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt,
trombosit, BUN, kreatinin serum.
c. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi
intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume
BPH, menentukan derajat disfungsi buli– buli dan volume residu urine,
mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun yang tidak
berhubungan dengan BPH. Dari semua jenis pemeriksaan dapat dilihat:
1) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli – buli.
2) Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
belok–belok di vesika)
3) Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa ginjal,
mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli – buli
(Mansjoer, 2000).
d. Pemeriksaan Diagnostik.
1) BUN / kreatinin : meningkat.
2) IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya
pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung kemih.
3) Sistogram : suatu gambaran rontgen dari kandung kemih yang diperoleh
melalui urografi intravena.
4) Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi
kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal.
5) Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan
kandung kemih.
6) Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur
sisa urine dan keadaan patologi seperti tumor atau batu (Sjamsuhidayat,
2004)
8. Penatalaksanaan
a. Modalitas terapi BPH adalah :
1) Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien.
2) Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan
ringan, sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang
digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa
repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3) Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
(100 ml).
b) Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih
setelah klien buang air kecil > 100 ml.
c) Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistem
perkemihan seperti retensi urine atau oliguria.
d) Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
4) Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan
melalui uretra.Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi. Dibutuhkan
kateter foley setelah operasi.
b) Prostatektomi Suprapubis
Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung kemih.
Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter
suprapubis setelah operasi.
c) Prostatektomi Neuropubis
Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah. Tidak ada penyayatan
pada kandung kemih. Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan
drainase.
9. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering
dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena
urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin,
2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri suprapubik berhubungan dengan spasme otot spincter
b. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi
sekunder
c. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran
ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.
d. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme
melalui kateterisasi, dan jaringan terbuka.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakit, perawatannya.
f. Ancietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan,salah interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi