Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan Oleh:
Munawir Saragih
20111030050
Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan oleh
Munawir Saragih
20111030050
Yang menyatakan
(Munawir Saragih)
Analisis Perbandingan Unit Cost Akomodasi di ICU antara Metode Activity-
Based Costing dengan Metode Double Distribution di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Latar Belakang: Salah satu sumber pendapatan yang dimiliki rumah sakit adalah jasa
rawat inap. ICU merupakan ruangan yang menggunakan peralatan yang cukup
banyak sehingga biaya overhead menjadi besar. Activity-Based Costing dan
double distribution adalah dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan
unit cost suatu pelayanan di rumah sakit.
Hasil dan Pembahasan: diperoleh unit cost dengan metode activity based costing
sebesar Rp.247.209 dan metode double distribution sebesar Rp.292.169. hal ini
menunjukkan perbedaan unit cost antara kedua sistem ini sebesar Rp.44.960 atau
unit cost double distribution 1,2 kali lebih tinggi dari activity based costing.
Metode double distribution lebih banyak dipengaruhi oleh biaya tidak langsung
yang secara tidak sengaja terdistribusi oleh sistem ini, dimana biaya tidak
langsung merupakan biaya yang cukup besar dan bermakna dalam perhitungan
dan activity based costing pada penelitian ini biaya yang dihitung memang biaya
yang digunakan berdasarkan aktivitasnya, jadi sangat akurat.
________________________________
1 Mahasiswa Program Pasca Sarjana MMR UMY
2 Dosen Program Pasca Sarjana MMR UMY
3 Dosen Program Pasca Sarjana MMR UMY
Comparative Analysis of Unit Cost Akomodation on ICU between Activity-
Based Costing Method and Double Distribution Method in PKU
Muhammadiyah Hospital of Yogyakarta
ABSTRACT
Background: One of the source of income which is owned by hospital is
hospitalization service. ICU is a room that uses quite a lot of equipment so the
overhead becomes large. Activity-Based Costing and double distribution are two
methods that can be used to determine the unit cost to a service in the hospital.
Result and Discussion: Unit cost that acquired by activity based costing method
for Rp.247.209 and with double distribution method for Rp.292.169. This shows
the unit cost difference between the two systems for Rp.44.960 or unit cost of
double distribution method cost 1.2 times higher than the activity based costing
method. Double distribution method is more influenced by indirect costs
inadvertently distributed by this system, in which indirect costs are a considerable
cost and meaningful in the calculation and activity based costing in this study,
cost were calculated is the cost to use based activities, so very accurate.
Conclusion: Researchers recommend the use of ABC systems in hospitals that use
modern financial and accounting system as well as adequate resources for more
accurate results are obtained.
________________________________
1 Student of MMR UMY Postgraduate programme
2 Lecturer of MMR UMY Postgraduate programme
3 Lecturer of MMR UMY Postgraduate programme
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan suatu perusahaan jasa dalam bidang sosial yang
memberikan jasa yang berupa jasa pengobatan, perawatan, dan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat. Rumah sakit harus dikelola sebagai organisasi
yang bertujuan mencari laba / profit. Salah satu sumber pendapatan yang dimiliki
rumah sakit adalah jasa rawat inap. Dimana pendapatan itu didapat dari tarif yang
harus dibayar oleh pasien yang dirawat inap. Penentuan tarif jasa rawat inap
merupakan suatu keputusan yang sangat penting karena dapat mempengaruhi
profitabilitas suatu rumah sakit. Dengan adanya berbagai fasilitas pada jasa rawat
inap, serta jumlah biaya tidak langsung yang tinggi, maka ketepatan dalam
pembebanan biaya semakin dibutuhkan.
Dalam menentukan harga pokok produk, kebanyakan rumah sakit di
Indonesia masih menggunakan sistem biaya tradisional yang didalamnya tidak
lagi menceminkan aktivitas yang spesifik karena banyaknya kategori biaya tidak
langsung dan cenderung tetap. Sistem ini tidak sesuai dengan diversifikasi
(keanekaragaman) produk. Secara tradisional, pembebanan biaya atas biaya tidak
langsung dilakukan dengan menggunakan dasar pembebanan secara menyeluruh atau
per departemen. Hal ini akan menimbulkan banyak masalah karena produk yang
dihasilkan tidak dapat mencerminkan biaya yang sebenarnya diserap untuk
menghasilkan produk tersebut. Biaya produk yang dihasilkan memberikan
informasi biaya yang terdistorsi sehingga mengakibatkan adanya undercost atau
overcost pada produk atau jasa yang dihasilkan1.
Penyesuaian tarif akhir-akhir ini merupakan jalan yang banyak ditempuh
oleh berbagai instansi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan. Harapan dari penyesuain tarif oleh pihak pemberi
pelayanan kesehatan tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan operasional,
fasilitas kesehatan seperti alat medis dan obat-obatan dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat yang seoptimal mungkin2. Teknologi peralatan
kedokteran juga terus berkembang seiring berjalannya waktu, salah satu bentuk
pengaruh dari perkembangan teknologi adalah adanya pelayanan ICU yang
didalamnya membutuhkan staf khusus dan peralatan khusus yang membutuhkan
biaya tidak sedikit3. Adanya perkembangan teknologi yang semakin meningkat
dan penyesuaian tarif menjadikan hal tersebut menjadi pertimbangan bagi pihak
rumah sakit untuk melakukan evaluasi terhadap sistem yang digunakan dalam
pembuatan tarif. Sistem pembiayaan yang banyak digunakan di Indonesia
sekarang ini adalah sistem real cost.
Activity-Based Costing dan double distribution adalah dua metode yang
dapat digunakan untuk menentukan unit cost suatu pelayanan di rumah sakit dan
ICU merupakan ruangan yang menggunakan peralatan yang cukup banyak4
sehingga biaya overhead menjadi besar dan perbedaan kedua metode tersebut
akan lebih jelas terlihat. Selain itu, tarif ICU biasanya tiga kali lipat dari tarif
bangsal lainnya sehingga penentuan unit cost akomodasi di ICU sangat penting
mengingat ICU sebagai salah satu revenue center di rumah sakit.
Pelayanan yang diberikan pada unit rawat inap ICU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta memiliki pola tarif yang diatur berdasarkan metode real cost.
1. Analisis Unit cost Berdasarkan sistem Activity-Based Costing
Proses penghitungan biaya satuan (unit cost) pelayanan di unit rawat inap
ICU PKU Muhammadiyah Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan lima
langkah dalam perhitungan harga pokok rawat inap berdasarkan metode activity
based costing6 yaitu :
a. Mengidentifikasi dan Mendefinisikan Aktivitas
Berdasarkan wawancara dengan pihak PKU Muhammadiyah Yogyakarta
di dapat aktivitas-aktivitas yang ada didalam rawat inap. Aktivitas-aktivitas itu
meliputi: Aktivitas perawatan pasien yaitu biaya perawat, Aktivitas pemeliharaan
inventaris termasuk biaya peliharaan bangunan dan fasilitas gedung perawatan
serta biaya kebersihan, aktivitas pemeliharaan pasien yaitu biaya konsumsi,
aktivitas pelayanan pasien termasuk biaya listrik dan air, biaya administrasi, biaya
bahan habis pakai dan biaya laundry.
Data yang dibutuhkan dalam menentukan unit cost akomodasi ICU
dengan metode ABC adalah data biaya aktivitas rawat inap di Rumah sakit dan
ICU selama tahun 2012 yaitu dapat dilihat pada tabel berikut:
3 Telepon Rp 36.633.699
Luas lantai
Luas lantai
d. Menentukan Tarif per unit cost driver
Tabel 5
Penentuan Tarif per unit Cost Driver Rawat Inap dengan metode ABC
1 Unit Level
pakai
ICU 14.778
57.353.843 3881
d. Diklat 45.999
500.800.000 10.887
ICU
e. Yanmed
ICU 37.211.502 10.887 3.417,9
f. RM
ICU 228.657.398 10.887 21.002,7
g. Keuangan
ICU 149.110.839 10.887
13.696,22
h. Sekretariat
ICU 277.416.797 10.887 25.481,47
i. CSSD
ICU
11.730,27
127.707.482 10.887
3 Fasility Level
Setelah didapatkan tarif per unit cost driver, maka langkah selanjutnya
adalah membebankan biaya tersebut ke produk dalam hal ini tarif akomodasi ICU,
sehingga didapatkan unit cost akomodasi ICU seperti tabel dibawah ini.
Tabel 6
Unit cost Jasa akomodasi ICU
Aktivitas Tarif Cost Driver Jml CD Total ( Rp )
Dari data diatas, didapatkan unit cost akomodasi ICU sebesar Rp.
247.209
2. Analisis Unit cost Berdasarkan sistem Double Distribution
Pada sistem Double Distribution ada beberapa langkah-langkah
dalam menghitung alokasi dana dari pusat biaya penunjang ke pusat biaya
produksi. Pada penelitian ini, pusat biaya produksi adalah akomodasi
ruang ICU. Langkah awal adalah menghitung biaya yang terdistribusi pada
seluruh pusat biaya, baik pusat biaya penunjang maupun pusat biaya
produksi sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan secara
proporsional8. Langkah selanjutnya adalah menghitung dana tidak
langsung yang terdistribusi (indirect cost distributed). Tahap berikutnya
adalah menghitung alokasi dana dengan menjumlahkan dana terdistribusi
yang merupakan biaya asli dengan dana tidak langsung yang terdistribusi,
sehingga didapatkan TC (total cost) untuk satu jenis biaya. Penjumlahan
dari jenis-jenis biaya tersebut disebut total cost dari bagian/instalasi. Ada
beberapa langkah yang harus ditempuh untuk menentukan unit cost
dengan metode double distribution ini, yaitu8 :
a. Menentukan jumlah biaya pada unit utama
Pusat biaya dirumah sakit adalah setiap unit struktural maupun
fungsional di rumah sakit yang menggunakan biaya dalam pelaksanaan
kegiatannya. Umumnya pusat biaya ini dikelompokkan menjadi pusat
biaya produksi (unit rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, hemodialisis,
kamar operasi dan lain-lain) dan pusat biaya penunjang (bagian
administrasi, dapur, gizi, laundry, dan lain-lain).
Unit utama yang dimaksud adalah bagian yang akan dihitung unit
costnya untuk membedakannya dengan unit produksi lainnya dalam hal ini
yaitu akomodasi ICU sehingga untuk menentukan jumlah biaya pada ICU
dibutuhkan data biaya ICU dalam setahun yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 7 : Komponen Biaya ICU
No. Komponen biaya di ICU Jumlah biaya
1. Anfrah Rp. 20.000.000
2. Makan pasien Rp. 120.600.000
3. Pegawai Rp. 186.594.056
4. Jasa medis -
5. Pemakaian barang / pengadaan Rp. 78.494.630
6. Perbaikan dan pemeliharaan -
7. Kantor langganan Rp. 33.251.215
8. Biaya lainnya -
Total Rp. 438.939.901
Cost driver pada biaya non medis ini yang digunakan adalah jumlah
kunjungan pasien ke rumah sakit selama setahun, hal ini dikarenakan asumsi
biaya ini akan dibebankan ke setiap pasien rumah sakit selain biaya cucian karena
cost driver yang digunakan adalah lama rawat pasien. Dari tabel diatas didapatkan
total biaya non medis yang terdistribusi ke ICU sebesar Rp. 184.445.
didapatkan jumlah biaya yang terdistribusi ke ICU baik dari unit utama,
pusat biaya penunjang medis maupun pusat biaya non medis. Biaya satuan
diperoleh dari biaya total (TC) dibagi dengan jumlah produk (Q) atau TC/Q.
dengan demikian dalam menghitung biaya satuan harus ditetapkan terlebih dahulu
besaran produk (cakupan pelayanan). Definisi biaya satuan seringkali disamakan
dengan biaya rata-rata (average cost) yang rumusnya adalah:
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, didapatkan perbedaan antara kedua sistem ini terutama
pada hasil unit cost yang didapatkan yaitu sekitar Rp. 44.960,-(292.169-247.209)
atau dapat dikatakan unit cost dengan sistem double distribution 1,2 kali
(292.169/247.209) lebih tinggi dari unit cost ICU metode ABC . pada perhitungan
unit cost dengan sistem ABC yang dilakukan terlihat sangat kecil kemungkinan
adanya asumsi-asumsi yang memperbesar biaya pada biaya tidak langsung, biaya
yang dihitung adalah biaya yang murni/nyata (the real unit cost)9 tetapi yang
harus diperhatikan adalah adanya penghomogen-an semua aktivitas yang hampir
sama kedalam level tertentu dapat menyebabkan undercosting pada hasil unit cost
yang didapatkan sehingga dibutuhkan billing system agar data yang didapat lebih
akurat. Hal tersebut berbeda dengan perhitungan pada double distribution dimana
biaya tidak langsung merupakan biaya yang cukup besar dan bermakna dalam
perhitungan. Perbedaan adanya biaya tidak langsung ini akan menyebabkan
pemakaian biaya yang seenaknya pada satu bagian akan didistribusikan pada
bagian lain sehingga seluruh bagian rumah sakit akan ikut menanggungnya, hal
ini yang menyebabkan terjadinya overcosting pada perhitungan double
distribution. Untuk biaya yang lebih akurat seharusnya biaya tidak langsung bisa
lebih minimal atau bahkan dihilangkan, bila memungkinkan seperti perhitungan
pada sistem ABC, biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang terpakai oleh
kegiatan itu sendiri10.
Adapun pada hasil unit cost sistem double distribution didapatkan hasil
yang cukup tinggi dan tidak realistis maupun kompetitif di daerah Yogyakarta.
Hal ini bisa disebabkan adanya pembengkakan biaya pada beberapa bagian
sehingga dibebankan pada bagian lain termasuk ICU. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini peneliti lebih menganjurkan penggunaan metode ABC di PKU
Muhammadiyah Yogyakarta karena sistem akuntansi dan keuangan serta sumber
dayanya sudah memadai untuk menggunakan sistem ini.
Penggunaan sistem activity based costing oleh banyak pakar dinilai sangat
akurat tapi masih banyak diteliti lebih lanjut mengingat sistem akuntansi dan
keuangan kebanyakan rumah sakit di Indonesia masih belum menggunakan
billing sistem secara keseluruhan. Hal ini dirasakan belum mampu untuk
menjalankan sistem ini dengan baik. Penggunaan sistem double distribution
mungkin merupakan alternative yang lebih realistis jika sistem akuntansi dan
keuangan serta sumber daya di rumah sakit tidak mendukung dan juga sistem ini
masih digunakan oleh sebagian rumah sakit di Indonesia.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil analisis unit cost berdasarkan sistem activity based costing pada
perhitungan unit cost akomodasi ICU dengan menggunakan 5 langkah metode
mulyadi didapatkan nilai unit cost sebesar Rp. 247.209.
2. Hasil analisis unit cost berdasarkan sistem double distribution pada
perhitungan unit cost akomodasi ICU dengan tahapan-tahapan distribusi biaya
dari pusat biaya penunjang ke pusat biaya produksi didapatkan nilai unit cost
sebesar Rp. 292.169.
3. Perbedaan antara kedua sistem ini terutama pada hasil unit cost yang
didapatkan yaitu sekitar Rp. 44.960,- atau dapat dikatakan unit cost dengan
sistem double distribution 1,2 kali lebih tinggi dari unit cost ICU metode
ABC.
4. Sistem double distribution lebih banyak dipengaruhi oleh biaya tidak langsung
yang secara tidak sengaja terdistribusi oleh sistem ini, dimana biaya tidak
langsung merupakan biaya yang cukup besar dan bermakna dalam
perhitungan.
5. Sistem activity based costing pada penelitian ini biaya yang dihitung memang
biaya yang digunakan berdasarkan aktivitasnya, jadi sangat akurat.
6. Peneliti menganjurkan penggunaan sistem ABC pada rumah sakit yang
menggunakan sistem akuntansi dan keuangan yang modern serta sumber daya
yang memadai karena lebih akurat dan hasilnya lebih realistis dan kompetitif.
7. Penggunaan sistem double distribution mungkin merupakan alternative yang
lebih realistis jika sistem akuntansi dan keuangan serta sumber daya di rumah
sakit tidak mendukung dan juga sistem ini masih digunakan oleh sebagian
rumah sakit di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA