Вы находитесь на странице: 1из 62

Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur’an berkaitan dengan perilaku


terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan
melakukan hal-hal negative seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa
alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib
seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan
materi kepada yang disakiti hatinya itu.

‫ى َح ِلي ٌ۬ ٌم‬ َّ ‫صدَقَ ٌ۬ة يَ ۡتبَعُ َها ٓ أ َ ٌ۬ذىۗ َو‬


ٌّ ِ‫ٱَّللُ َغن‬ ٌ ٌ۬ ‫قَ ۡو ٌ۬ ٌل َّمعۡ ُر‬
َ ‫وف َو َم ۡغ ِف َرة ٌ خ َۡي ٌ۬ ٌر ِمن‬
Artinya : “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”(QS. Al-
Baqarah ;263)
Disisi lain Al-Qur’an menerangkan bahwa setiap orang hendaknya didudukan secara
wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan
ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan yang baik.

‫س ٌ۬انا َوذِى‬ َ ‫ٱَّللَ َوبِ ۡٱل َوٲ ِلدَ ۡي ِن إِ ۡح‬


َّ ‫َوإِ ۡذ أَخ َۡذنَا ِميث َ ٰـقَ بَنِ ٓى إِ ۡس َرٲٓ ِءي َل ََل ت َعۡ بُدُونَ إِ ََّل‬
‫ڪ ٰوة َ ث ُ َّم‬ َّ ‫اس ُح ۡس ٌ۬نا َوأ َ ِقي ُمواْ ٱل‬
َّ ْ‫صلَ ٰوة َ َو َءاتُوا‬
َ ‫ٱلز‬ ِ َّ‫ين َوقُولُواْ ِللن‬ ِ ‫ڪ‬ ِ ‫س ٰـ‬َ ‫ۡٱلقُ ۡر َب ٰى َو ۡٱل َيت َ ٰـ َم ٰى َو ۡٱل َم‬
َ‫يل ِمنڪ ُۡم َوأَنتُم ُّمعۡ ِرضُون‬ ٌ۬ ‫تَولَّ ۡيتُم إ ََّل َقل‬
ِ ِ ۡ َ
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS.Al-Baqarah : 83)

Setiap ucapan yang diucapkan adalah ucapan yang benar,


ٌ۬ ‫سد‬ ٌ۬ َّ ْ‫َي ٰـٓأَيُّ َہا ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ٱتَّقُوا‬
‫ِيدا‬ َ ‫ٱَّللَ َوقُولُواْ قَ ۡوَل‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan
yang benar” (QS. Al-ahzab :70)
Jangan mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa
alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggil dengan sebutan
buruk. Selanjutnya yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaafan ini hendaknya
disertai dengan kesadaran bahwa yang memaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Selain
itu juga dianjurkan agar menjadi orang yang pandai mengendalikan nafsu amarah, mendahulukan
kepentingan orang lain daripada kepetingan sendiri. .

Akhlak Kepada Tetangga


Dalam kehidupan sosial, tetangga merupakan orang yang yang secara fisik paling dekat
jaraknya dengan tempat tinggal kita. Dalam tatanan hidup bermasyarakat, tetangga merupakan
lingkaran kedua setelah rumah tangga, sehingga corak sosial suatu lingkungan masyarakat sangat
diwarnai oleh kehidupan pertetanggaan. Pada masyarakat pedesaan, hubungan antar tetangga
sangat kuat hingga melahirkan norma sosial. Demikian juga pada lapisan masyarakat menengah
kebawah dari masyarakat perkotaan, hubungan pertetanggaan masih sekuat masyarakat
pedesaan. Hanya pada lapisan menengah keatas, hubungan pertetanggaan agak longgar karena
pada umumnya mereka sangat individualistik.
Tradisi ke Islaman memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan norma-
norma sosial hidup bertetangga. Adanya lembaga salat berjamaah di masjid atau mushalla, baik
harian lima waktu, mingguan Jum''atan maupun tahunan Idul Fitri dan Idul Adha cukup efektip
dalam membentuk jaringan pertetanggan. Demikian juga tradisi sosial keagamaan, seperti
tahlilan, ratiban, akikah, syukuran, lebaran dan sebagainya sangat efektip dalam mempertemukan
antar tetangga.Tentang betapa besarnya makna tetangga dalam membangun komunitas tergambar
pada hadis Nabi yang memberi petunjuk agar sebelum memilih tempat tinggal hendaknya lebih
dahulu mempertimbangkan siapa yang akan menjadi tetangganya, al jaru qablad dar, bahwa
faktor tetanga itu harus didahulukan sebelum memilih tempat tinggal.Selanjutnya akhlak
bertetangga diajarkan sebagai berikut :
a) Melindungi rasa aman tetangga. Kata Nabi, ciri karakteristik seorang muslim adalah, orang lain
(tetangga) terbebas dari gangguannya, baik gangguan dari kata-kata maupun dari perbuatan fisik.
b) Menempatkan tetangga (yang miskin) dalam skala prioritas pembagian zakat.
c) Memberi salam jika berjumpa.
d) Menghadiri undangannya.
e) Menjenguk tetanggga yang sakit.
f) Melayat atau mengantar jenazah tetangga yang meninggal dunia.
g) Berempati kepada tetangga.
Yang paling penting dari Iman adalah pembuktian secara perilaku (bijawarih). Karena
manusia tidak dianjurkan untuk menilai hati seseorang yang bersifat abstrak, tetapi menilai dari
sisi lahirnya saja. Kalau seandainya ucapan dan perbuatan diri kita masih menyakiti tetangga,
maka kita tak boleh berharap banyak untuk masuk sorga, karena menyakiti tetangga sama halnya
dengan menyakiti Allah dan Rasulullah, sebagaimana Hadist Nabi menerangkan:
“Barangsiapa menyakiti tetangganya, maka ia juga menyakiti aku, barangsiapa menyakiti aku,
maka ia juga menyakiti Allah. Barangsiapa menyerang tetangganya, maka sesungguhnya ia sama
juga menyerang aku, dan barangsiapa menyerang aku, maka sesunggunya ia telah menyerang
Allah Azza, Wajall”.
Akhlak Nubuwah Terhadap Anak Kecil

Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:


:َ‫ َوكَانَ إِذَا جَا َء قَال‬-‫سبُهُ فَ ِطي ًما‬ ِ ْ‫ أَح‬:َ‫ َقال‬- ‫ع َمي ٍْر‬ ُ ‫خ يُقَا ُل لَهُ أَبُو‬ ٌ َ‫اس ُخلُ ًقا َوكَانَ ِلي أ‬ ِ َّ‫سنَ الن‬ َ ْ‫سلَّ َم أَح‬
َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫كَانَ النَّ ِب ُّي‬
‫ب بِ ِه‬ ْ َ‫َان‬ َ ُ َ ُّ
ُ َ‫ع َمي ٍْر َما فعَ َل النغي ُْر؟ نغ ٌر ك يَلع‬ َ َ
ُ ‫يَا أبَا‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok yang paling mulia akhlaknya. Aku memiliki
saudara yang bernama Abu ‘Umair -Perawi mengatakan: Aku mengira Anas berkata: “Kala itu
dia sudah memahami ucapan”- Maka apabila beliau shallallahu alaihi wasallam datang, beliau
akan bertanya, “Wahai Abu Umair, bagaimana kabar si nughair”. Nughair adalah burung kecil
(pipit) yang Abu Umair senang bermain dengannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6203 dan Muslim no.
4003)
Dalam sebuah riwayat Al-Bukhari, “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa
berbaur dengan kami.”
Dari Buraidah radhiallahu anhu dia berkata:
.‫ان‬ِ ‫ان َويَقُو َم‬ ِ ‫ان يَ ْعث ُ َر‬ِ ‫ان أَحْ َم َر‬ ِ ‫ص‬ َ ‫علَ ْي ِه َما قَ ِمي‬ َ ‫ع ْن ُه َما‬ َّ ‫س ْينُ َر ِض َي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫سنُ َوا ْل ُح‬ َ ‫سلَّ َم فَأ َ ْقبَ َل ا ْل َح‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫َخ َطبَنَا َر‬
َ َ َ ُ
‫صبِ ْر ث َّم أخذ فِي‬ َ َ َ َ َ َ ٌ َ ْ َ َ ُ
ْ ‫ َرأيْتُ هذي ِْن فل ْم أ‬.} ‫ { إِن َما أ ْم َوال ُك ْم َوأ ْوَل ُد ُك ْم فِتنة‬:ُ‫َّللا‬ َ َّ َّ ‫ق‬َ ‫ص َد‬ َ ُ ْ ْ
َ :َ‫ص ِع َد ِب ِه َما ال ِمنبَ َر ث َّم قال‬ ُ َ َ
َ ‫فَنَ َز َل فأخذه َما ف‬
َ َ َ
‫ا ْل ُخ ْطبَ ِة‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berceramah di tengah-tengah kami, lalu tiba-
tiba Hasan dan Husain radhiallahu ‘anhuma datang dengan mengenakan baju berwarna merah.
Keduanya terjatuh lalu berdiri kembali. Melihat hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
turun dari mimbar lalu menggendong keduanya lalu membawa keduanya ke atas mimbar.
Kemudian beliau bersabda, “Maha benar Allah atas firman-Nya, “Sesungguhnya harta-harta
kalian dan anak-anak kalian hanyalah ujian.” (QS. At-Taghabun: 15). Aku melihat lucunya
kedua anak ini sampai aku tidak sabar untuk segera menggendongnya.” Setelah itu beliau
shallallahu alaihi wasallam baru memulai khutbahnya.” (HR. Abu Daud no. 109, Ibnu Majah
no. 3590, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 3757)
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi radhiallahu anhuma dia berkata:
‫ أَتَأْذَنُ ِلي أَ ْن‬:‫ َفقَا َل ِل ْلغُ ََل ِم‬.‫خ‬ ٌ ‫شيَا‬ ْ َ ‫س ِار ِه أ‬ َ َ‫غ ََل ٌم َوع َْن ي‬ُ ‫ب ِم ْنهُ َوع َْن يَ ِمينِ ِه‬ َ ‫ب فَش َِر‬ٍ ‫س َّل َم أُتِ َي بِش ََرا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫أَنَّ َر‬
‫سلَّ َم ِفي َي ِد ِه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ فَتَلَّهُ َر‬:َ‫ قَال‬.‫ ََل أُو ِث ُر ِبنَ ِصي ِبي ِم ْنكَ أَ َحدًا‬,ِ‫َّللا‬َّ ‫ ََل َو‬:‫أُع ِْط َي َهؤ ََُل ِء؟ فَقَا َل ا ْلغُ ََل ُم‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diberi air minum lalu beliau meminumnya, sementara
itu di sebelah kanan beliau ada seorang anak kecil sedangkan di sebelah kiri beliau ada
beberapa orang tua. Maka beliau bertanya kepada anak kecil tersebut, “Apakah kamu
mengizinkan aku untuk memberikan air minum ini kepada mereka (orang tua) terlebih dahulu?”
Anak kecil tersebut menjawab, ‘Tidak demi Allah, aku tidak akan mendahulukan seorangpun
dalam hal bagianku darimu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan bejana
tersebut di tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5620 dan Muslim no. 2030)

Akhlak terhadap sahabat atau teman


1. Selalu murah senyum
Prof. James V. Mc Connell, seorang psikolog dari Michigan pernah berkata: "Orang yang
tersenyum, cenderung mampu mengatasi, mengajar dan menjual dengan lebih efektif dan
membesarkan anak-anak yang lebih bahagia". Sebuah senyuman yang tulus bermakna
bahwa kita sedang merasa senang. Dan rasa senang merupakan salah satu bentuk emosi
positif yang dapat kita "tularkan" kepada orang lain. Kondisi yang menyenangkan inilah
yang memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan lebih baik. Latihlah diri kita untuk
mampu tersenyum bagaimanapun masalah menghimpit kita. Dengan memaksakan diri
untuk tersenyum, akan mampu mengurangi rasa kesal/marah/sedih yang timbul karena
adanya masalah.

2. Menjadi pendengar yang baik


Allah SWT menciptakan manusia dengan satu mulut dan dua telinga. Hal ini berarti kita
diminta untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara. Menjadi pendengar yang baik.
Orang lebih suka kepada pendengar yang baik daripada pembicara yang baik. Menjadi
pendengar yang baik merupakan suatu keterampilan dan kemampuan yang jarang dan
susah untuk dimiliki.
Dale carnegie mengingatkan bahwa: " orang yang menjadi lawan bicara kita seratus kali
lebih tertarik dengan diri mereka, keinginan, masalah mereka dibandingkan dengan minat
mereka pada kita dan masalah kita".

3. Menjadikan orang lain penting


Cara yang dikemukakan oleh Carnegie adalah buat seseorang merasa dirinya penting.
Apabila kita hanya mementingkan diri sendiri, sehingga tidak mampu memberikan
perhatian dan penghargaan kepada orang lain, kita akan menemui kegagalan.
Merasa diri kita orang penting dan menggangap remeh orang lain bukanlah suatu sikap
yang terpuji. Hal itu akan menyebabkan kebencian terhadap diri kita. Orang akan
cenderung menjauhi kita.

4. Jangan terlalu memaksakan pendapat diri sendiri.


Jika suatu ketika ada rapat antar warga di lingkungan kita,
jangan memaksakan pendapat kita sendiri walaupun kita merasa bahwa pendapat kita
sudah benar. Hargailah pendapat orang lain, mana tahu pendapat orang lain lebih baik
daripada pendapat kita. Kalaupun pendapat orang itu salah, beritahukanlah dengan cara
yang halus dan kemukakan pendapat kita. Dengan cara demikian, orang tersebut tidak
akan merasa sakit hati. Jika pendapat kita yang salah, terimalah dengan lapang dada,
karena yang dicari dalam diskusi adalah pendapat yang paling benar untuk kebaikan
bersama.
5. Dahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri.
Jika suatu saat kita ingin menimba air di sumur umum, dan ada orang lain yang ingin
menimba juga disitu, apakah yang akan kita lakukan, menimba untuk diri kita sendiri
terlebih dahulu atau membiarkan orang tersebut menimba air dahulu? Yup, benar sekali.
Kita akan membiarkan orang tersebut menimba air dahulu. Jika kita selalu mendahulukan
kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan kita, maka kita akan lebih disukai orang,
karena orang akan menilai kita orang yang baik hati.

6. Kita semua adalah makhluk yang sama, tidak ada yang kaya dan juga yang miskin
di hadapan Allah SWT. Maka dari itu, kita tidak boleh memilih-milih dalam berteman. Jika
kita baik dalam berteman dengan orang kaya, kita harus berbuat demikian juga jika kita
berteman dengan orang yang miskin. Jika kita memilih-milih dalam berteman, maka kita
akan dijauhi orang karena kita dinilai sombong oleh mereka. Ingat, kehidupan itu seperti
bola yang sedang berputar. Jika kita hari ini berada diatas, suatu ketika kita mungkin akan
berada dibawah juga.

ADAP BERBICARA DIPASAR


Pasar dalam berbagai ragam dan jenisnya merupakan tempat bertemunya para penjual dan
pembeli, mereka berkumpul disana untuk melakukan muamalah/transaksi jual beli. Inilah yang
menjadikan pasar baik berupa mall, pasar tradisional, atau lainnya, selalu ramai dikunjungi,
namun dibalik banyaknya manfaat dan keramaiannya, pasar juga menjadi saksi akan banyaknya
perbuatan dosa dan sia-sia, kezaliman, serta kecurangan orang-orang yang berada didalamnya.
Lantaran hal ini begitu melekat pada kondisi pasar, maka tidak aneh jikalau Nabi
shallallahu’alaihi wasallam selalu mengingatkan : « ‫ وأبغض البالد إلى هللا‬،‫أحب البالد إلى هللا مساجدها‬
‫ »أسواقها‬Artinya : “Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid, dan tempat yang paling
dibenci Allah adalah pasar” . (HR Muslim : 671). Untuk menjauhkan diri dari berbagai
kezaliman dan perbuatan dosa atau sia-sia ketika berada dalam pasar , islam mengajarkan kita
semua tentang adab-adab yang harus dilakukan ketika memasukinya, diantaranya : 1.Jika
pembeli masuk pasar, maka hendaknya tidak berlama-lama didalamnya., sebab didalamnya
banyak terdapat maksiat, kecurangan, penipuan, perbuatan sia-sia, dan amalan kebaikan
didalamnya sangat sedikit. Juga banyaknya wanita atau laki-laki yang memamerkan dirinya
dengan berbagai jenis pakaian dan perhiasan. Karenanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam
bersabda : «‫»ال تكونن إن استطعت أول من يدخل السوق وال آخر من يخرج منها فإنها معركة الشيطان وبها ينصب رايته‬
Artinya : ” Jika anda mampu, janganlah menjadi orang yang pertama kali masuk pasar, dan
jangan pula jangan menjdai yang terakhir keluar darinya, sebab pasar adalah tempat perangnya
syaithan, disanalah ia menancapkan benderanya” . (HR Muslim : 2451). 2.Banyak berdzikir
ketika memasuki pasar, utamanya dzikir atau doa berlindung dari godaan dan tipu daya syaithan.
Tidak dipungkiri bahwa pasar adalah pusatnya semua kebutuhan dunia yang menggiurkan, dan
bisa melalaikan dari dzikir dan niat baik. Hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang lalai dan
lengah dari dzikir serta ucapan atau perbuatan baik dan adanya banyak kedustaan didalamnya.
Dengan berdzikir, seorang muslim akan terjauhkan dari kelalaian dan dosa-dosa tersebut serta
hatinya tetap terjaga dari cinta dunia. Telah diriwayatkan beberapa doa/dzikir khusus ketika
masuk pasar dengan ganjaran dituliskan sejuta pahala, dihapuskan sejuta dosa, da dibangunkan
rumah disurga, namun derajat hadis-hadisnya antara lemah dan lemah sekali. 3.Tidak
memasukinya kecuali untuk suatu kebutuhan agar bisa menghindari dan menjauhkan diri dari
berbagai macam dosa dan kezaliman. Ini sesuai hadis : (‫ )من حسن إسالم المرء تركه ما اليعنيه‬Artinya :
“Merupakan kebaikan islam seseorang adalah meninggalkah sesuatu yang tidak bermanfaat
baginya”. (HR Tirmidzi : 2318 , Ibnu Majah : 3976, dan Ahmad : 1732, : hasan). 4.Tidak perlu
membawa wanita didalamnya kecuali jika dibutuhkan, dan wajib memakai pakaian / hijab syar’i.
Allah berfirman : ‫ل‬ َ ‫ض ِر ۡبنَا ِم ۡن َها‬
‫ظ َه َار َما ِإلا ِزينَتَ ُهنا ي ُۡبدِينَا َو َا‬ ۡ ‫ ُجيُو ِب ِهنا َعلَىا ِب ُخ ُم ِرهِنا َو ۡل َي‬Artinya : “…dan janganlah
mereka (wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya…” (QS An-Nur 31). Selain pasar bukan
tempat yang nyaman dan aman bagi wanita karena banyaknya campur baur antara kaum laki-laki
dan wanita, juga dikhawatirkan adanya para pengganggu ataupun preman. Juga hendaknya
jangan membiarkan dirinya yang berbicara dengan penjual, namun anda (laki-laki) yang harus
berbicara dengan penjual. 5.Hendaknya membeli barang-barang yang bermanfaat. Banyak orang
yang ketika masuk pasar membelanjakan hartanya untuk barang atau benda yang ia sendiri tidak
tahu apakah bisa bermanfaat atau tidak. 6.Menjaga pandangan. Ini umum bagi semua orang, baik
penjual ataupun pembeli, juga kaum laki-laki ataupun wanita. ‫ن َيغُضُّواا ِل ۡل ُم ۡؤ ِم ِنينَا قُل‬ َ ‫ظواا أ َ ۡب‬
‫ص ِره ۡاِم ِم ۡا‬ ُ َ‫َو َي ۡحف‬
ۡ َ
‫ٱّلل إِنا لَ ُه ۡام أزكَىا ذَ ِلكَا فُ ُرو َج ُه ۡام‬
‫ير َا‬‫ يَصۡ نَعُونَا بِ َما َخبِ ُا‬٣٠ ‫ت َوقُل‬ ۡ
‫ُضنَا ِلل ُم ۡؤ ِمنَ ِا‬
ۡ ‫ن يَغض‬ ۡ ‫ص ِرهِنا ِم ۡا‬ َ
َ ‫ أ ۡب‬Artinya : “Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya…” (QS An-Nur 30-31). 7.Penjual dan pembeli
wajib bersifat jujur dan amanah dalam melakukan transaksi jual beli. Haram menyembunyikan
aib barang jualan, mencampur adukkan antara barang yang bagus dan buruk/rusak, atau
melakukan penipuan dan kecurangan lainnya didalamnya. Allah ta’ala telah mencela orang-
orang yang curang dan tidak amanah dalam firman-Nya : ‫ط ِف ِفينَا َو ۡيلا‬ َ ‫ ِل ۡل ُم‬١ ‫اس َعلَى ۡٱكتَالُواا إِذَا ٱلذِينَا‬ ‫ٱلن ِ ا‬
ُ َ
‫ يَ ۡست َۡوفُونَا‬٢ ‫ ي ُۡخ ِس ُرونَا وزَ نُوه ۡاُم أو كَالوه ۡاُم َو ِإذَا‬٣ Artinya : “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.
(Al-Muthaffifin 1-3). Dalam Shahih Muslim, Abu Hurairah meriwayatkan : bahwa Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam pernah melewati bejana yang berisi makanan (yang dijual), beliau
lantas memasukkan tangannya kedalamnya hingga tangannya menyentuh makanan yang sudah
basah (rusak), maka beliau bertanya (pada penjualnya) : “Apakah ini wahai penjual makanan ?”,
ia menjawab : “Ini makanan yang dikena air hujan wahai Rasulullah”, beliau lalu bersabda :
“Alangkah baiknya engkau meletakannya dibagian atas agar orang-orang (para pembeli) bisa
melihatnya, sungguh barangsiapa yang menipu kami (kaum muslimin), maka ia bukan bagian
dari kami”.
1. Mengikhlaskan Niat Kepada Allah Ta’ala

Hendaknya seseorang yang ingin ke masjid mengikhlaskan niatnya sehingga Allah Ta’ala
menerima ibadah yang ia lakukan di masjid. Hendaknya ia mendatangi masjid untuk menunaikan
tugas seorang hamba yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala tanpa dilandasi rasa ingin dipuji
manusia atau ingin dilihat oleh masyarakat. Karena sesungguhnya setiap amalan itu tergantung
dari niatnya.

2. Berpakaian Indah Ketika Hendak Menuju Masjid

Sebagaimana perintah Allah Ta’ala dalam firman-Nya:

‫يَا بَنِي آدَ َم ُخذُواْ ِزينَت َ ُك ْم ِعندَ ُك ِِّل َمس ِْجد‬

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid” [1]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “dalam ayat ini, Allah tidak hanya
memerintahkan hambanya untuk menutup aurat, akan tetapi mereka diperintahkan pula untuk
memakai perhiasan. Oleh karena itu hendaklah mereka memakai pakaian yang paling bagus
ketika shalat” [2].

Dan dijelaskan dalam kitab tafsir karangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah, “berlandaskan ayat
ini dan ayat yang semisalnya disunahkan berhias ketika akan shalat, lebih-lebih ketika hari Jumat
dan hari raya. Termasuk perhiasan yaitu siwak dan parfum” [3].

3. Menghindari Makanan Tidak Sedap Baunya

Maksudnya adalah larangan bagi seseorang yang makan makanan yang tidak sedap baunya,
seperti mengonsumsi makanan yang menyebabkan mulut berbau, seperti bawang putih, bawang
merah, jengkol, pete, dan termasuk juga merokok atau yang lainnya untuk menghadiri shalat
jamaah, berdasarkan hadis,

Dari Jabir radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,


“Barang siapa yang memakan dari tanaman ini (sejenis bawang dan semisalnya), maka
janganlah ia mendekati masjid kami, karena sesungguhnya malaikat terganggu dengan bau
tersebut, sebagaimana manusia”[4].

Juga hadis Jabir, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫صالً فً ْليَ ْعت َِز ْلنَا أ َ ْو قَا َل فَ ْليَ ْعت َِز ْل َمس ِْجدَنَا َو ْليَ ْقعُ ْد في ِ بَ ْيتِ ِه‬
َ َ‫َم ْن أ َ َك َل ث َ ْو ًما أ َ ْوب‬
“Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita”,
atau bersabda, “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di
rumahnya”[5].

Hadis tersebut bisa dibawa ke persamaan kepada segala sesuatu yang berbau tidak sedap yang
bisa menganggu orang yang sedang shalat atau yang sedang beribadah lainnya. Namun jika
seseorang sebelum ke masjid memakai sesuatu yang bisa mencegah bau yang tidak sedap
tersebut dari dirinya seperti memakai pasta gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya
setelah itu untuk menghadiri masjid.

4. Bersegera Menuju Rumah Allah Ta’ala

Bersegera menuju masjid merupakan salah satu ciri dari semangat seorang muslim untuk
melakukan ibadah. Jika waktu shalat telah tiba, hendaklah kita bersegera menuju masjid karena
di dalamnya terdapat ganjaran yang amat besar, berdasarkan hadis:

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam


bersabda, “Seandainya manusia mengetahui keutamaan shaf pertama, dan tidaklah mereka bisa
mendapatinya kecuali dengan berundi niscaya mereka akan berundi. Dan seandainya mereka
mengetahui keutamaan bersegera menuju masjid niscaya mereka akan berlomba-lomba”[6].

Jangan sampai kita menyepelekan dan menunda-nunda waktu untuk sesegera mungkin menuju
masjid. Hendaknya selalu bersemangat dalam menghidupkan masjid dan mengisinya dengan
amalan-amalan ibadah lainnya.

5. Berjalan Menuju Masjid Dengan Tenang dan Sopan

Hendaknya berjalan menuju shalat dengan khusyuk, tenang, dan tentram. Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa
walaupun shalat sudah didirikan. Abu Qatadah radhiallahu’anhu berkata, “Saat kami sedang
shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan
beberapa orang. Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan,

ْ
‫صلُّ ْوا‬
َ َ‫س ِك ْينَ ِة فَ َما أَد َْر ْكت ُ ْم ف‬ َّ ‫ إِذَا أَت َ ْيت ُ ْم إِلَى ال‬,‫ فَالَ ت َ ْفعَلُ ْوا‬:َ‫ فَقَال‬.ِ‫صالَة‬
َّ ‫صالَةِ فَعَلَ ْي ُك ْم بِاال‬ َ ِ‫ اِ ْست َ ْع َج ْلنَا إ‬:‫َما شَأنُ ُكم؟ قَالُ ْوا‬
َّ ‫لى ال‬
‫َو َما فَات َ ُك ْم فَأَتِ ُّم ْوا‬

“Apa yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat.”
Rasulullah menegur mereka, “Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi
shalat maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan
rakaat yang terlewat sempurnakanlah”[7]

6. Adab Bagi Wanita [8]

Tidak terlarang bagi seorang wanita untuk pergi ke masjid. Namun rumah-rumah mereka lebih
baik Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus yang perlu
diperhatikan:
1. Meminta izin kepada suami atau mahramnya
2. Tidak menimbulkan fitnah
3. Menutup aurat secara lengkap
4. Tidak berhias dan memakai parfum

Perbuatan kaum wanita yang memakai parfum hingga tercium baunya dapat menimbulkan
fitnah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Siapa saja wanita yang
memakai wangi-wangian kemudian keluiar menuju masjid, maka tidak akan diterima shalatnya
sehingga ia mandi” [9]

Abu Musa radhiallahu’anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi


Wasallam bersabda,

َ ‫ت ِب ْال َمجْ ِل ِس فَ ِه‬


ً‫ى َكذَا َو َكذَا يَ ْعنِى زَ انِيَة‬ ْ ‫ت فَ َم َّر‬ َ ‫ُك ُّل َعيْن زَ انِيَةٌ َو ْال َم ْرأَة ُ ِإذَا ا ْست َ ْع‬
ْ ‫ط َر‬

“Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah
majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita
pezina”[10].

7. Ketika Masuk Masjid Berdoa dan Mendahulukan Kaki Kanan

Hendaklah orang yang keluar dari rumahnya membaca doa,

ِ‫اَلل‬ ِ َّ ‫َّللا ت ََو َّك ْلتُ َعلَى‬


َّ ‫َّللا الَ َح ْو َل َوالَ قُ َّوة َ ِإالَّ ِب‬ ِ َّ ‫ِبس ِْم‬
“Dengan menyebut nama Allah aku bertawakal kepada-Nya, tidak ada daya dan upaya selain
dari Allah semata”[11].

Kemudian ketika berjalan menuju masjid hendaklah berdoa,

ً ُ‫ورا َوفَ ْوقِي ن‬


‫ورا‬ ً ُ‫اري ن‬
ِ ‫س‬َ َ‫ورا َو َع ْن ي‬
ً ُ‫ورا َو َع ْن يَ ِمينِي ن‬
ً ُ‫س ْم ِعي ن‬
َ ‫ورا َوفِي‬ً ُ‫ص ِري ن‬
َ َ‫ورا َوفِي ب‬ ً ُ‫اللَّ ُه َّم اجْ عَ ْل فِي قَ ْل ِبي ن‬
‫ورا‬ ً ُ‫ورا َوخ َْل ِفي ن‬
ً ُ‫ورا َواجْ عَ ْل ِلي ن‬ ِ ‫ورا َوأ َ َم‬
ً ُ‫امي ن‬ ً ُ‫َوت َ ْحتِي ن‬
“Yaa Allah… berilah cahaya di hatiku, di penglihatanku dan di pendengaranku, berilah cahaya
di sisi kananku dan di sisi kiriku, berilah cahaya di atasku, di bawahku, di depanku dan di
belakangku, Yaa Allah berilah aku cahaya”[12].

8. Shalat Tahiyatul Masjid

Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk.
Shalat ini diistilahkan para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,

‫ِإذَا دَ َخ َل أ َ َحدُ ُك ْم ْال َمس ِْجدَ فَ ْليَ ْر َك ْع َر ْكعَتَي ِْن قَ ْب َل أ َ ْن يَجْ ِل‬
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum
dia duduk” [13]

Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di dalam
masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan sebelum duduk. Oleh
karena itu, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya
merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru
jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadis ada
shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’. Akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat
dua rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah adzan lalu shalat
qabliah atau sunah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya. Syariat ini berlaku untuk laki-
laki maupun wanita. Hanya saja para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, di mana tidak
ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat tahiyatul
masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar. Syariat ini
juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Tahiyatul masjid disyariatkan pada
setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya
waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut sebagian pendapat kalangan ulama[14].

9. Mengagungkan Masjid

Bentuk pengagungan terhadap masjid berupa hendaknya seseorang tidak bersuara dengan suara
yang tinggi, bermain-main, duduk dengan tidak sopan, atau meremehkan masjid. Hendaknya
juga ia tidak duduk kecuali sudah dalam keadaan berwudhu untuk mengagungkan rumah Allah
Ta’ala dan syariat-syariat-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

“Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, Maka


Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” [15].

10. Menuggu Ditegakkannya Shalat Dengan Berdoa Dan Berdzikir

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Setelah shalat dua rakaat hendaknya orang yang
shalat untuk duduk menghadap kiblat dengan menyibukkan diri berdzikir kepada Allah, berdoa,
membaca Alquran, atau diam dan janganlah ia membicarakan masalah duniawi belaka”[16].

Terdapat keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk di masjid untuk menunggu shalat,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,

‫ام فِي َمجْ ِل ِس ِه الَّذِي‬


َ َ‫لى أ َ َح ِد ُك ْم َماد‬
َ ‫صلُّ ْونَ َع‬
َ ُ‫سهُ واْل َمالَئِ َكةُ ي‬ ُ ِ‫صالَة ُ تَحْ ب‬ َّ ‫ت ال‬ ِ َ‫صالَةِ َما َكان‬ َّ ‫فَإِذَا دَ َخ َل ْال َمس ِْجدَ َكانَ في ِ ال‬
ْ ‫ار َح ْمهُ الِّل ُه َّم ا ْغ ِف ْر لَهُ َما لَ ْم يُؤْ ِذ ِف ْي ِه َما لَ ْم يُحْ د‬
‫ِث‬ ْ ‫ اَللِّ ُه َّم‬: َ‫ى ِف ْي ِه يَقُ ْولُ ْون‬
َّ ‫صل‬
َ
“Apabila seseorang memasuki masjid, maka dia dihitung berada dalam shalat selama shalat
tersebut yang menahannya (di dalam masjid), dan para malaikat berdoa kepada salah seorang
di antara kalian selama dia berada pada tempat shalatnya, Mereka mengatakan, “Ya Allah,
curahkanlah rahmat kepadanya, ya Allah ampunilah dirinya selama dia tidak menyakiti orang
lain dan tidak berhadats”[17].
11. Mengaitkan Hati Dengan Masjid [18]

Berusaha untuk selalu mengaitkan hati dengan masjid dengan berusaha mendatangi ke masjid
sebelum shalat, menunggu shalat dengan berdzikir dan beribadah, dan tidak buru-buru beranjak.
Dan keutamaan inilah yang akan dinaungi oleh Allah Ta’ala ketika nanti tiada naungan selain
naungan-Nya. Sebagaimana dalam hadis, “Tujuh jenis orang yang Allah Ta’ala akan menaungi
mereka pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya… dan laki-laki yang hatinya selalu
terkait dengan masjid)”19

12. Anjuran Untuk Berpindah Tempat Ketika Merasa Ngantuk

Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Jika salah seorang di antara kalian
mengantuk, saat berada di masjid, maka hendaknya ia berpindah dari tempat duduknya ke
tempat lain”[20].

13. Anjuran Membuat Pintu Khusus untuk Wanita [21]

Dianjurkan untuk membuat pintu khusus bagi wanita untuk menjaga agar mereka tidak
bercampur baur dengan kaum pria. Karena akibat dari campur baurnya laki-laki dan perempuan
amatlah besar. Dan keburukan seperti ini akan lebih berbahaya kalau dilakukan di rumah Allah
Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing para shahabatnya dengan seraya
bersabda, “Alangkah baiknya jika kita biarkan pintu ini untuk kaum wanita” [22].

14. Dibolehkan Untuk Tidur Di Masjid

Dibolehkan tidur di dalam masjid bagi orang yang membutuhkannya, semisal orang yang
kemalaman atau yang tidak punya sanak famili dan lainnya. Dahulu para sahabat Ahli Suffah
(orang yang tidak punya tempat tinggal), mereka tidur di dalam masjid[23].

AI-Hafidz Ibnu Hajar menegaskan bahwa bolehnya tidur di dalam masjid adalah pendapat
jumhur ulama[24]. Dan dibolehkan juga tidur dengan terlentang. Berdasarkan riwayat:

Dari Abbad Bin Tamim dari pamannya bahwasanya dia melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam tidur terlentang di dalam masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya
yang lain [25].

AI-Khattabi berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya bersandar, tiduran dan segala bentuk
istirahat di dalam masjid”[26].

15. Boleh Memakai Sandal Di Masjid

Berkata Imam At-Thahawi, “Telah datang atsar-atsar yang mutawatir tentang shalatnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memakai sandal di dalam masjid”[27].
Berdasarkan hadis dari Sa’id Bin Yazid, bahwasanya dia bertanya kepada Anas bin Malik,
“Apakah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat memakai kedua sandalnya?” Anas menjawab:
“Ya”[28].

Imam Nawawi berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya shalat memakai sandal selama tidak
terkena najis”[29].

16. Boleh Makan Dan Minum Di Masjid

Makan dan minum di dalam masjid dibolehkan asal tidak mengotori masjidnya. Berdasarkan
hadis dari Abdullah bin Harits radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Kami makan daging bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam masjid”[30].

17. Boleh Membawa Anak Kecil Ke Masjid

Dari Abu Qotadah radhiallahu’anhu dia berkata, “Suatu ketika Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam keluar (untuk shalat-pent) dengan menggendong Umamah Binti Abil ‘Ash, kemudian
beliau shalat. Apabila rukuk beliau menurunkannya, dan apabila bangkit beliau
menggendongnya kembali”[31].

Imam Al-’Aini rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bolehnya membawa anak kecil
kedalam masjid”[32].
Adapun hadits yang berbunyi, “Jauhkanlah anak-anak kalian dari masjid,” adalah hadits yang
dhaif (lemah), didaifkan oleh Ibnu Hajar, Ibnu Katsir, Ibnu Jauzi, AI-Mundziri, dan lainnya [33].

18. Menjaga dari Ucapan yang Jorok dan Tidak Layak di Masjid

Tempat yang suci tentu tidak pantas kecuali untuk ucapan-ucapan yang suci dan terpuji pula.
Oleh karena itu, tidak boleh bertengkar, berteriak-teriak, melantunkan syair yang tidak baik di
masjid, dan yang semisalnya. Demikian pula dilarang berjual beli di dalam masjid dan
mengumumkan barang yang hilang. Nabi  bersabda (yang artinya), “Apabila kamu melihat
orang menjual atau membeli di masjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak memberi
keberuntungan dalam jual belimu!’ Dan apabila kamu melihat ada orang yang mengeraskan
suara di dalam masjid untuk mencari barang yang hilang, katakanlah, ‘Semoga Allah  tidak
mengembalikannya kepadamu’. 34

19. Dilarang bermain-main di masjid selain permainan yang mengandung bentuk melatih
ketangkasan dalam perang. [35]

Hal ini sebagaimana dahulu orang-orang Habasyah bermain perang-perangan di masjid dan tidak
dilarang oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam [36].

20. Tidak Menjadikan Masjid Sebagai Tempat Lalu Lalang [37]

Tidak sepatutnya seorang muslim berlalu di dalam masjid untuk suatu kepentingan tanpa
mengerjakan shalat dua rakaat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, ”Di antara tanda-
tanda hari Kiamat adalah seorang melewati masjid namun tidak mengerjakan shalat dua rakaat
di dalamnya dan seseorang tidak memberikan salam kecuali kepada orang yang
dikenalnya)”[38].

21. Tidak menghias masjid secara berlebihan

Di antara kesalahan yang terjadi di masjid adalah menghiasi masjid dan memahatnya secara
berlebihan, berdasarkan hadis Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

‫ار َعلَ ْي ُك ْم‬


ُ ‫احفَ ُك ْم فَالدَّ َم‬
ِ ‫ص‬َ ‫اجدَ ُك ْم َو َحلَّ ْيت ُ ْم َم‬
ِ ‫س‬َ ‫إِذَا زَ َّو ْقت ُ ْم َم‬
“Apabila kalian telah memperindah masjid kalian dan menghiasi mushaf-mushafmu maka
kehancuran telah menimpa kalian”[39]. Dalam riwayat lain disebutkan Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

‫اج ِد‬
ِ ‫س‬َ ‫اس فِي اْل َم‬ َ َ‫سا َعةُ َحتَّى يَتَب‬
ُ َّ‫اهى الن‬ َّ ‫الَ تَقُ ْو ُم ال‬

“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah)
masjid” [40]

Dilarang berlebih-lebihan dalam menghias masjid karena hal itu menyelisihi sunnah Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, “Apabila kalian telah menghiasi mushaf-mushaf kalian dan
menghiasi masjid-masjid kalian, maka kehancuran akan menimpa kalian”[41]. Beliau
Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda, “Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah manusia
berbangga-bangga dengan masjid”[42].

22. Tidak Mengambil Tempat Khusus Di Masjid

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang seorang shalat seperti gagak mematuk, dan
melarang duduk seperti duduknya binatang buas, dan mengambil tempat di masjid seperti unta
mengambil tempat duduk [43]. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “hikmahnya adalah karena hal
tersebut bisa mendorong kepada sifat pamer, riya, dan sumah, serta mengikat diri dengan adat
dan ambisi. Demikian itu merupakan musibah. Maka dari itu, seorang hamba harus berusaha
semaksimal mungkin agar tidak terjerumus ke dalamnya” [44].

23. Larangan Keluar Setelah Adzan Kecuali Ada Alasan

Jika kita berada di dalam masjid dan azan sudah dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari
masjid sampai selesai dtunaikannya shalat wajib, kecuali jika ada uzur. Hal ini sebagaimana
dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiallahu’anhu, beliau berkata,

َ َ‫ُكنَّا قُعُودًا ِفي ْال َمس ِْج ِد َم َع أ َ ِبي ه َُري َْرة َ فَأَذَّنَ ْال ُم َؤ ِذِّنُ فَقَا َم َر ُج ٌل ِم ْن ْال َمس ِْج ِد يَ ْمشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو ه َُري َْرة َ ب‬
‫ص َرهُ َحتَّى‬
‫سلَّ َم‬ َ ‫صى أَبَا ْالقَا ِس ِم‬
َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ع‬ َ ‫خ ََر َج ِم ْن ْال َمس ِْج ِد فَقَا َل أَبُو ه َُري َْرة َ أ َ َّما َهذَا فَقَ ْد‬
“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kemudian muazin
mengumandangkan azan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu
Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata, “Perbuatan orang tersebut termasuk
bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) Shallallahu’alaihi Wasallam” [45].

24. Larangan Mencari Barang Yang Hilang Di Masjid Dan Mengumumkannya

Apabila didapati seseorang mengumumkan kehilangan di masjid, maka katakanlah, “Mudah-


mudahan Allah tidak mengembalikannya kepadamu”. Sebagaimana sabda Rasululllah
Shallallahu’alaihi Wasallam, “Barangsiapa mendengar seseorang mengumumkan barang yang
hilang di dalam masjid, maka katakanlah, “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikannya
kepadamu. Sesungguhnya masjid-masjid tidak dibangun untuk ini”[46].

25. Larangan Jual Beli di Masjid

Jika jual beli dilakukan di masjid, maka niscaya fungsi masjid akan berubah menjadi pasar dan
tempat jual beli sehingga jatuhlah kehormatan masjid dengan sebab itu. Berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “apabila kalian melihat orang yang jual beli
di dalam masjid maka katakanlah padanya, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam
jual belimu!”[47].

Imam As-Shan’ani berkata, “Hadis ini menunjukkan haramnya jual beli di dalam masjid, dan
wajib bagi orang yang melihatnya untuk berkata kepada penjual dan pembeli semoga Allah tidak
memberi keuntungan dalam jual belimu! Sebagai peringatan kepadanya”[48].

26. Larangan Mengganggu Orang Yang Beribadah Di Masjid

Orang yang sedang menjalankan ibadah di dalam masjid membutuhkan ketenangan sehingga
dilarang mengganggu kekhusyukan mereka, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Di antara
kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid sehingga mengganggu
shalat dan bacaan orang lain [49].

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat


kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian
mengeraskan suara dalam membaca Alquran. Atau beliau berkata, “Dalam shalat” [50].

27. Larangan Berteriak Dan Membuat Gaduh di Masjid

Sebab, masjid dibangun bukan untuk ini. Demikian pula mengganggu dengan obrolan yang
keras. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah bahwa setiap kalian sedang
bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Maka dari itu, janganlah sebagian kalian
menyakiti yang lain dan janganlah mengeraskan bacaan atas yang lain”[51].

Apabila mengeraskan bacaan Alquran saja dilarang jika memang mengganggu orang lain yang
sedang melakukan ibadah, lantas bagaimana kiranya jika mengganggu dengan suara-suara gaduh
yang tidak bermanfaat?! Sungguh, di antara fenomena yang menyedihkan, sebagian orang—
terutama anak-anak muda—tidak merasa salah membuat kegaduhan di masjid saat shalat
berjamaah sedang berlangsung. Mereka asyik dengan obrolan yang tiada manfaatnya. Terkadang
mereka sengaja menunggu imam rukuk, lalu lari tergopoh-gopoh dengan suara gaduh untuk
mendapatkan rukuk bersama imam. Untuk yang seperti ini kita masih meragukan sahnya rakaat
shalat tersebut karena mereka tidak membaca Al-Fatihah dalam keadaan sebenarnya mereka
mampu.

Tetapi, mereka meninggalkannya dan justru mengganggu saudara-saudaranya yang sedang


shalat. Hal ini berbeda dengan kondisi sahabat Abu Bakrah radhiallahu’anhu yang ketika datang
untuk shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam didapatkannya beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam sedang rukuk lalu ia ikut rukuk bersamanya dan itu dianggap rakaat shalat yang sah.

28. Larangan Lewat di Dalam Masjid Dengan Membawa Senjata Tajam

Janganlah seseorang lewat masjid dengan membawa senjata tajam, seperti pisau, pedang, dan
sebagainya ketika melewati masjid. Sebab hal itu dapat mengganggu seorang muslim bahkan
bisa melukai seorang muslim. Terkecuali jika ia menutup mata pedang dengan tangannya atau
dengan sesuatu.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian lewat
di dalam masjid atau pasar kami dengan membawa lembing, maka hendaklah ia memegang
mata lembing itu dengan tangannya sehingga ia tidak melukai orang muslim”[52].

29. Larangan Lewat di Depan Orang Shalat

Harap diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid, jangan sampai melewati di depan orang
yang sedang shalat. Hendaklah orang yang lewat di depan orang yang shalat takut akan dosa
yang diperbuatnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

‫ َخي ًْرا لَهُ ِم ْن أ َ ْن يَ ُم َّر بَيْنَ يَدَ ْي ِه‬، َ‫ف أ َ ْربَ ِعيْن‬ َ ‫ار بَيْنَ يَدَي ْال ُم‬
َ ‫ لَ َكانَ أ َ ْن يَ ِق‬،‫ص ِلِّي َماذَا َعلَ ْي ِه‬ ُّ ‫لَ ْو يَ ْعلَ ُم ْال َم‬

“Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui (dosa) yang
ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 (tahun), itu lebih baik baginya
daripada lewat di depan orang yang sedang shalat”[53].

Yang terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat sendirian atau di depan imam. Adapun
jika lewat di depan makmum maka tidak mengapa. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas
radhiallahu’anhu ketika beliau menginjak usia balig. Beliau pernah lewat di sela-sela shaf
jamaah yang diimami oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan menunggangi keledai
betina, lalu turun melepaskan keledainya baru kemudian beliau bergabung dalam shaf. Dan
tidak ada seorang pun yang mengingkari perbuatan tersebut. Namun demikian, sebaiknya
memilih jalan lain agar tidak lewat di depan shaf makmum[54].

30. Larangan melingkar di dalam masjid untuk berkumpul untuk kepentingan dunia

Terdapat larangan melingkar di dalam masjid (untuk berkumpul) demi kepentingan dunia
semata. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
ُ ‫ْس ِهللِ فِ ْي ِه ْم َحا َجةٌ فَالَ ت ُ َجاِل‬
‫س ْو ُه ْم‬ َ ‫ْس ُه ُم ْو ُم ُه ْم إِالَّ الدُّ ْنيَا َولَي‬
َ ‫اج ِد ِه ْم َولَي‬
ِ ‫س‬َ ‫ان يَحْ ِلقُ ْونَ في ِ َم‬ ِ َّ‫لى الن‬
ٌ ‫اس زَ َم‬ ِ ْ ‫يَأ‬
َ ‫ت َع‬
“Akan datang suatu masa kepada sekelompok orang, di mana mereka melingkar di dalam masjid
untuk berkumpul dan mereka tidak mempunyai kepentingan kecuali dunia dan tidak ada bagi
kepentingan apapun pada mereka maka janganlah duduk bersama mereka” [55].

31. Larangan Keras Meludah Di Masjid

Masjid sebagai tempat yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala di muka bumi ini harus kita jaga
kebersihannya. Oleh karena itu, dilarang meludah dan mengeluarkan dahak lalu membuangnya
di dalam masjid, kecuali meludah di sapu tangan atau pakaiannya. Adapun di lantai masjid atau
temboknya, hal ini dilarang. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

ِ ‫اق فِي ْال َمس ِْج ِد خ‬


َ َّ‫َط ْيئ َةٌ َو َكف‬
‫ارت ُ َها دَ ْفنُ َها‬ ُ َ‫ْالبُز‬

“Meludah di masjid adalah suatu dosa, dan kafarat (untuk diampuninya) adalah dengan
menimbun ludah tersebut”[56].

Yang dimaksud menimbun ludah di sini adalah apabila lantai masjid itu dari tanah, pasir, atau
semisalnya. Adapun jika lantai masjid itu berupa semen atau kapur, maka ia meludah di kainnya,
tangannya, atau yang lain [57].

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda, “Janganlah salah seorang di antara


kalian meludah ke arah kiblat, akan tetapi hendaknyaa ke arah kirinya atau ke bawah
kakinya”[58].

32. Keluar Masjid Dengan Mendahulukan Kaki Kiri Dan Membaca Doa

Apabila keluar masjid, hendaklah kita mendahulukan kaki kiri seraya berdoa. Dari Abu Humaid
radhiallahu’anhu atau dari Abu Usaid radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

ْ َ‫اب َرحْ َمتِكَ َو ِإذَا خ ََر َج فَ ْليَقُ ْل اللَّ ُه َّم ِإنِِّي أَسْأَلُكَ ِم ْن ف‬
َ‫ضلِك‬ َ ‫ِإذَا دَ َخ َل أ َ َحدُ ُك ْم ْال َمس ِْجدَ فَ ْليَقُ ْل اللَّ ُه َّم ا ْفتَحْ ِلي أَب َْو‬
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca,
“Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan
apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah,
aku meminta kurnia-Mu)”[59].

Demikianlah akhir yang Allah Ta’ala mudahkan kepada kami untuk menulis tentang adab-adab
di masjid. Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang saleh dan selalu istiqamah di jalan-
Nya. Amiin.
Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.

Adab Berbicara Menurut Islam- Bismillah, sudah selayaknya bagi setiap muslim agar menjaga etika dan
adab ketika berbicara seperti yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam
melalui haditsnya yang shahih..

Berbicara sesuai tuntunan Rasulullah dapat menyelamatkan kita dari siksa neraka dan memasukkan kita
ke dalam surga. Dari Sahl bin Saad radhiyallahu anhu, beliau bersabda,

‫عليه متفق ال َجن اةَ لَ اهُ أَض َمنا ِرجلَي ِاه بَينَا َو َما لَحيَاي ِاه بَينَا َما لِي يَض َمنا َمنا‬

"Barangsiapa yang dapat memberi jaminan atas apa yang ada di antara dua jenggotnya (yaitu lisannya)
dan yang ada di antara kedua kakinya (yaitu kemaluannya), maka aku memberikan jaminan surga
kepadanya." (Muttafaqun alaih)

Apa saja adab-adab berbicara dalam Islam? Berikut ini adab-adabnya:

1. Menjaga Lisan

Adab berbicara pertama ialah menjaga lisan. Kita sebagai seorang muslim hendaknya bisa menjaga lisan
dengan sebaik-baiknya. Kita wajib menghindari perkataan batil, dusta, adu domba, ghibah
(menggunjing) dan perkataan keji lainnya. Selain itu, dengan perkataan yang buruk akan membuat Allah
murka. Dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,

‫ان مِ نا بِال َك ِل َم ِاة لَيَتَكَل ُام العَب َاد إِنا‬ ‫لا لَ َها يُلقِى ا‬
‫لَ ّللاِا ِرض َو ِا‬ ‫ َد َر َجاتا بِ َها ا‬، ‫سخَطِا مِ نا بِال َك ِل َم ِاة لَيَتَكَل ُام العَب َاد َوإِنا‬
‫ بَا ا‬، ‫ّللاُ يَرفَ ُاع‬ ‫لا لَ َها يُلقِى ا‬
َ ‫لَ ّللاِا‬ ‫بِ َها يَه ِوى بَا ا‬
‫َج َهن َام فِى‬

"Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan, lalu Allah
mengangkat derajatnya disebabkan perkataan itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan
suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya, lalu ia dilemparkan
ke dalam Jahannam." (HR. Ahmad 8635, Bukhari 6478, dan yang lainnya)
Lihatlah di sana dijelaskan bahwa jika ada seseorang yang tidak menjaga lisannya maka ia bisa tergelincir
ke dalam neraka Jahannam. Jadi pikirkanlah dahulu sebelum berbicara. Jika memang bermanfaat
barulah berbicara. Jika tidak, hendaklah ia menahan lisannya.

2. Mengucapkan Perkataan yang Baik atau Diam juga Termasuk Adab

Dari Abu Hurairah radiyallahuanhu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,

‫ِليَص ُمت أَوا خَي ارا فَليَقُلا اآلخِ ِار َواليَو ِام بِاّللِا يُؤمِ نُا كَانَا َمنا‬

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak, maka
diamlah." (Muttafaqalaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Adakalanya diam itu lebih baik daripada berbicara, sehingga ada perkataan bahwa diam itu emas.
Luqman berkata pada anaknya, "Jika berkata dalam kebaikan adalah perak, maka diam dari berkata yang
mengandung dosa adalah emas."

Perlu kita ketahui bahwa lisan yang suka mencela atau mencemooh bisa mengantarkan pelakunya pada
penyesalan yang sangat dalam. Rasulullah pernah menasehati Muadz bin Jabal, "Maukah kuberitahukan
kepadamu kunci semua perkara?"

'Mau, wahai Rasulullah.' jawab Muadz.

Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda, 'Jagalah ini.'

'Wahai Rasulullah, apakah kami bisa disiksa karena perkataan kami?' tanya Muadz.

Beliau pun menjawab, 'Celaka engkau, adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya di
dalam neraka selain ucapan lisan mereka?" (HR. Tirmidzi)

Perkataan yang baik selain sebagai penyelamat kita dari siksa neraka, ternyata juga termasuk amalan
sedekah. Beliau bersabda, "Kata-kata yang baik adalah sedekah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ucapan yang baik adalah semua perkataan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, seperti tasbih,
tahlil, takbir, tahmid, amar ma'ruf nahi mungkar, membaca al Quran, mengajarkan ilmu dan bersikap
ramah kepada orang lain serta ucapan yang dapat menyenangkan hati orang lain. Sedekah tidak harus
dengan harta. Allah menghitung perkataan yang baik juga sebagai sedekah. Subhanallah indahnya Islam,
karena memberi kesempatan kepada siapapun untuk bersedekah, tidak hanya orang-orang kaya saja.

3. Tidak Mengolok-olok Orang Lain


Adab berbicara dalam Islam yang ketiga adalah tidak boleh mengolok-olok orang lain karena
kekurangannya. Mencela kekurangan orang lain berarti mencela ciptaan Allah. Orang yang mengolok-
olok pun belum tentu lebih baik dari yang diolok-olok. Adakalanya mereka lebih baik dari kita. Walaupun
secara fisik mereka mempunyai kekurangan. Karena Allah hanya melihat ketakwaan seseorang, bukan
bentuk fisiknya. Hal ini telah disebutkan dalam firman Allah (Qs.Al Hujurat 11):

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan sekumpulan yang
lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan sekumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik..."

Selain itu, mencela dan mengolok-olok temannya juga akan membuat hatinya sedih, tersakiti dan bisa
jadi malah marah. Hal itu akan membuat pinti-pinti syaitan terbuka baginya. Mari nasehati saudara kita
yang masih senang mencela saudaranya.

4. Menjauhi Ghibah dan Namimah (adu domba)

Apa itu ghibah? Ghibah adalah setiap ucapan yang disampaikan kepada orang lain tentang kekurangan
dan kejelekannya sedangkan dia tidak hadir di hadapan kita. Yang jelas, bila ucapan itu sampai kepada
orang yang sedang dibicarakan, maka ia tidak menyukainya.

Seorang mukmin tidak boleh mencari-cari keburukan atau aib orang lain, kemudian menceritakan aib
tersebut kepada orang lain. Hal ini dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan antar sesama yang
dapat menyenangkan setan.

Allah telah berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 12. Yakni menyamakan perbuatan ghibah dengan
memakan daging saudaranya yang telah mati, tentu hal ini sangatlah menjijikan,
‫ِيرا اجتَنِبُوا آ َمنُوا الذِينَا أَيُّ َها يَا‬
‫ن مِ نَا َكث ا‬
‫ض ِإنا الظ ِا‬
‫ن بَع َا‬ ‫سوا َو َا‬
‫ل ۖ ِإثما الظ ِا‬ ُ ‫ل ات َ َجس‬ ُ ‫ل نا َۖأ أ َ َح ُد ُكما أَيُحِ بُّا ۖ بَعضاا بَع‬
‫ض ُكما يَغت َبا َو َا‬ ‫َميتاا أَخِ ي ِاه لَح َام يَأ ُك َا‬
ُ ُ
ُ‫ّللاَ َواتقوا ۖ فَك َِرهت ُمواه‬ ‫َرحِ يما ت َوابا ّللاَا إِنا ۖ ا‬

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Lalu apa itu namimah? Sedangkan namimah atau biasanya disebut dengan adu domba adalah seseorang
menyampaikan ucapan orang lain, sebagian mereka terhadap sebagian yang lain dengan tujuan merusak
hubungan di antara mereka, seperti memutuskan silaturahmi, saling membenci, bermusuhan dan
bahkan sampai kepada peperangan. Maka perbuatan ini termasuk dosa besar.

Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam pernah menyebutkan dua dosa penyebab adzab kubur dan
beliau sendiri telah menyaksikan serta mendengar secara langsung siksaan itu. Dua dosa tersebut adalah
tidak sempurna dalam membersihkan najis air kencing dan melakukan perbuatan ghibah atau namimah.

‫ل عنه هللا رضي بكرة أبي عن‬ ‫قَا َا‬: ‫ي َبي َن َما‬
‫نى َيمشِى سلم و عليه هللا صلى الن ِب ُّا‬ ‫جلا َبينَا َاو َبي ِا‬ ‫َر َر ُا‬‫ع َلى أَت َى ِإذا آخ َا‬ َ ‫ن‬ ‫ل َقب َري ِا‬
‫ َف َقا َا‬: ‫صاح ِإنا‬
َ ِۖ‫ن َبيا‬ ‫َه َذي ِا‬
‫ان القَب َري ِا‬
‫ن‬ ‫ل بِ َج ِري َدةا فَائتِيَ ِا‬
‫انى يُ َعذبَ ِا‬ ‫بَك َراة َ أَبُو قَا َا‬: ‫بى َاو أَنَا فَاستَبَقتُا‬
‫صاحِا ِا‬ َ ُ‫ن فَشَق َها بِ َج ِري َدةا فَأَت َيت ُ اه‬‫ض َاع نِصفَي ِا‬ َ ‫فى فَ َو‬ ‫فى َاو َواحِ َداة ا لقَب ِارۖا َهذَا ِا‬
‫القَب ِار ذَا ِا‬
‫قَا َا‬: ُ‫ف لَعَل اه‬
‫ل َواحِ َداة ا‬ ‫عن َه َما يُخَف ُا‬ َ ‫ن َدا َمت َا َما‬ ‫ان إِن ُه َما َرطبَت َي ِا‬‫ل َاو الغِيبَ ِاة َكبِيرا ِۖبِغَير يُعَذبَ ِا‬
‫البَو ِا‬

Dari Abu Bakrah radliyallahu anhu berkata, ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berjalan di antaraku
dan orang lain tiba-tiba Beliau mendatangi dua buah kuburan. Beliau bersabda, "Sesungguhnya dua
penghuni kubur ini sedang diadzab, datangkan sebatang pelepah (korma) kepadaku".

Berkata Abu Bakrah, "Lalu setelah nabi menyuruh kami, aku pun berlomba dengan kawanku (untuk
mendapatkannya)".

Maka aku bawakan kepada Beliau sebatang pelepah (korma), lalu Beliau membelahnya menjadi dua
potong. Kemudian meletakkan sepotong pada kubur ini dan sepotong yang lain pada kubur itu.

Beliau bersabda, "Mudah-mudahan diringankan (adzab) dari keduanya selama kedua potong pelepah itu
masih basah. Keduanya diadzab bukan karena sebab perkara besar yaitu ghibah dan air kencing". [HR
Ahmad: V/ 35-36, 39 dan ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].

Perlu kita ketahui bahwa Islam datang untuk menyatukan umat, menyatukan hati, berbaik sangka
kepada orang lain serta mengucapkan perkataan baik dan benar. Sedangkan ghibah dan namimah
adalah senjata iblis untuk mencerai beraikan manusia dengan menimbulkan kebencian di antara
mereka.

5. Tidak Berdusta
Saya yakin semua orang pasti sudah tahu bahwa berdusta bukanlah perbuatan yang mulia, melainkan
sangat tercela dan tidak terpuji. Yang dimaksud dusta di sini adalah menyampaikan kabar yang tidak
benar. Selain itu berbohong merupakan perbuatan yang dapat menghantarkan pelakunya ke Neraka.

‫عنا‬ َ ‫بن هللاِا‬


َ ‫عب ِاد‬ ‫ي َمسعُود ِا‬ ‫ض َا‬ ‫عن اهُ ا‬
ِ ‫هللاُ َر‬ َ ‫ل‬ ‫ قَا َا‬: ‫ل‬‫ل قَا َا‬
‫سو ُا‬
ُ ‫هللاِ َر‬
‫صلى ا‬ ‫علَي ِاه ا‬
َ ُ‫هللا‬ َ ‫ َاو‬: ‫علَي ُكما‬
َ ‫سل َام‬ ‫ق َا‬ ِ ‫ ِب‬، ‫الصدقَا فَإِنا‬
‫الصد ِا‬ ِ ‫ ال ِب ِار ى َۖ ِإل يَهدِيا‬، ‫ال ِبرا َو ِإنا‬
‫ ال َجن ِاة إِلَى يَهدِيا‬، ‫ل َو َما‬ ‫ل يَزَ ا ُا‬ ‫الصدقَا َويَت َ َحرى يَصد ُا‬
‫ُق الر ُج ُا‬ ِ ‫َب َحتى‬ ‫صدِيقاا هللاِا َۖعِند يُكت َا‬ ِ ، ‫ِب َوإِيا ُكما‬ ‫ الفُ ُجو ِار إِلَى يَهدِيا ال َكذ َا‬،
‫ َوال َكذ َا‬، ‫ِب فَإِنا‬
ُ َ
‫ار إِلى يَهدِيا الف ُجو َار َوإِنا‬ ‫ل يَزَ ا ُا‬
‫ الن ِا‬، ‫ل َو َما‬ ‫ِب َويَت َ َحرى يَكذِبُا الر ُج ُا‬ ‫َب ى َۖۖ َحت ال َكذ َا‬ ‫كَذاباا هللاِا عِن َاد يُكت َا‬

Dari Abdullâh bin Mas'ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: "Rasûlullâh Shallallahualaihi wa sallam
bersabda, 'Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan
kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih
jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur.

Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan
kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih
kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong)." [ Ahmad (I/384); al-Bukhâri
(no. 6094) dan dalam kitab al-Adabul Mufrad (no. 386) At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih."]

6. Menghindari Perkataan yang Keji

Perkataan yang baik akan menentramkan hati dan berpahala besar. Oleh karenanya, Rasulullah
senantiasa menekankan agar kita menjauhi perkataan yang keji, melaknat, perkataan kotor dan lainnya.

Rasulullah bersabda, "Bukan seorang mukmin apabila ia suka menghujat, suka melaknat, berkata keji
dan buruk." (HR. Tirmidzi)

7. Sedikit Berbicara
Adab yang ketujuh adalah sedikit berbicara dan menghindari banyak bicara, sebab banyak bicara
merupakan salah satu sebab terjatuhnya seseorang ke dalam dosa. Rasulullah bersabda, "Dan
sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya di antara kalian dariku
pada hari kiamat adalah orang-orang yang banyak bicara, orang yang memfasih-fasihkan cara bicaranya
dan orang yang sombong." (HR. Tirmidzi)

Dari hadits di atas menunjukan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tidak menyukai orang yang
banyak bicara. Dan para sahabat pun tidak menyukai orang yang banyak bicara. Umar bin Khattab
pernah menyampaikan, "Barangsiapa yang banyak bicara, maka ia akan sering melakukan kesalahan."
Maka dari itu jagalah lisan kita dengan tidak berlebihan dalam berbicara apalagi kepada lawan jenis
yang bukan mahramnya.

8. Tidak Menceritakan Semua yang Didengarkan

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,

‫ث أَنا َك ِذباا ِبال َمرءِا َكفَى‬ ‫سمِ َاع َما ِب ُك ِا‬


‫ل يُ َح ِد َا‬ َ

Termasuk kedustaan seseorang apabila dia menceritakan segala apa yang didengarnya. (HR. Muslim)

Biasanya kita mendengar berita adakalanya benar dan terkadang dusta. Jika kita tidak memastikan
kebenaran suatu berita yang kita dengar maka kita tidak akan lolos dari dusta. Oleh karena itu kita
dilarang tidak menceritakan apapun yang kita dengar sebelum mencari kebenarannya.

9. Meninggalkan Perdebatan Walaupun Kalian Benar


Poin kesembilan juga banyak dilakukan oleh masyarakat hari ini, apalagi sekarang ini adalah masa media
sosial. Di mana banyak sekali yang terbawa arus dalam perdebatan-perdebatan yang tak ada
manfaatnya.

Padahal nabi sendiri telah memerintahkan kita agar tidak larut dalam perdebatan, meskipun kita dalam
posisi yang benar. Beliau bersabda,

‫لقَلاَق ةَماَمُأ يِبَأ ﻦَع‬


َ ‫يِۖف وَبِﺒَﻴﺖ قااِۖمُﺤ كَان وَإِن الﻤِﺮَاء تَﺮَك لِﻤَﻦ الﺠَﻨَة ﺾ َۖرَب فِي بِﺒَﻴﺖ زَعِﻴﻢ أَنَا لَﻢ َۖوَس عَلَﻴه اللَه صَلَى اللَه سُﻮل َۖر ا‬
‫خُلُقَه حَﺴَﻦ لِﻤَﻦ الﺠَﻨَة أَعلَى فِي وَبِﺒَﻴﺖ حااِۖمَاز كَان وَإِن الﻜَﺬِب تَﺮَك لِﻤَﻦ الﺠَﻨَة وَسَﻄ‬

"Aku menjamin sebuah istana di sekitar surga bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan walaupun
dia dalam keadaan benar. Dan dipertengahan surga bagi seorang yang meninggalkan kedustaan walau
dalam bercanda dan di bagian surga tertinggi bagi yang terpuji akhlaknya." (HR. Abu Dawud, dalam
sunannya, no 4167)

10. Menjaga Rahasia Saudaranya juga Termasuk Adab Berbicara

Menjaga rahasia termasuk amanah yang wajib untuk dijaga dan disembunyikan. Seseorang yang
melepasluaskan rahasia termasuk orang yang mengkhianati amanah. Dan perbuatan tersebut
merupakan salah satu dari sifat orang-orang munafik.

Tsabit dari Anas pernah bercerita, "Rasulullah pernah menjumpaiku di saat saya sedang bermain dengan
dua anak kecil. Kemudian beliau mengucapkan salam kepada kami. Lalu beliau mengutusku untuk suatu
keperluan, sehingga aku terlambat menjumpai ibuku. Ketika aku tiba, ibuku bertanya, 'apa yang
menghambatmu?'

Aku menjawab, 'Tadi Rasulullah mengutusku untuk suatu keperluan.' Ibuku bertanya, 'apakah keperluan
beliau tersebut?' Aku menjawab, 'Keperluan beliau tersebut suatu rahasia.' Ibuku mengatakan,
'Janganlah engkau ceritakan rahasia Rasulullah itu kepada siapapun."

11. Menghomati yang Lebih Tua dalam Berbicara

Adab selanjutnya adalah menghormati yang lebih tua dengan mendahulukannya dalam berbicara.
Mungkin ini juga termasuk adab berbicara terhadap orang tua yang usianya lebih tinggi dibandingkan
kita.

Dari Rafi' bin Khudaq dan Sahl bin Abi Hatsmah, keduanya mengatakan bahwa Abdullah bin Sahl dan
Muhaishah bin Mas'ud mendatangi Khaibar. Keduanya terpisah dalam peperangan, kemudian Abdullah
bin Sahl terbunuh. Maka Abdurrahman bin Sahl, Huwaishah dan Muhaisah yang keduanya anak Mas'ud
mendatangi nabi.

Mereka membicarakan perkara sahabat mereka. Mulailah Abdurrahman berbicara di mana ia yang
paling muda pada kaum tersebut. Maka Nabi berkata kepadanya, "Muliakanlah orang tua." Maksudnya
hendaklah yang berbicara terlebih dahulu adalah yang lebih tua."

Itulah salah satu adab berbicara, terutama kepada orang yang lebih tua. Sangat dilarang untuk
mendahului mereka dalam berbicara atau malah membentaknya.

12. Tidak Memotong Pembicaraan Orang Lain

Adab berbicara selanjutnya adalah tidak memotong pembicaraan oranglain. Diam dan dengarkan
pembicaraannya, bila ia telah selesai berbicara, baru kita bicara.

Rasulullah bersabda,

‫للناس قلتَا إذا‬


‫ِا‬ ِ َ ‫ يتكلمون هم و أ‬، ‫نفسِك على ألغَيتَا فقد‬
‫نصتوا‬

"Jika engkau mengatakan 'diamlah' kepada orang-orang ketika mereka sedang berbicara, sungguh
engkau mencela dirimu sendiri." (HR. Ahmad 2/318, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah
1/328)

13. Tidak Tergesa-gesa Ketika Berbicara

Pembicaraan yang tergesa-gesa menyebabkan isi pembicaraan tidak bisa dipahami dengan baik oleh
pendengar. Dalam berbicara, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tidak pernah tergesa-gesa, sehingga
setiap orang yang duduk menyimaknya akan memahami apa yang beliau katakan.
Dalam sebuah hadits disebutkan, "Rasulullah tidak berbicara dengan cepat sebagaimana kalian
berbicara dengan cepat. Beliau berbicara dengan tanda pemisah yang akan dapat dihafalkan oleh para
pendengarnya." (HR. Bukhari)

Bagi teman-teman yang memang sudah bawaan dari lahir berbicara cepat dan terkesan tergesa-gesa
mungkin bisa dilatih supaya lebih pelan. Insyaallah sedikit demi sedikit akan bisa. Berdoa dan meminta
tolong kepada Allah ta'ala.

14. Merendahkan Suara saat Berbicara

Hendaknya kita merendahkan suara kita ketika berbicara dengan orang lain. Sebab, dengan cara seperti
itu dapat menyenangkan hati orang yang mendengarnya karena merasa dihargai. Sedangkan,
meninggikan suara saat berbicara merupakan sikap meremehkan orang lain, serta dapat menimbulkan
kebencian dan pertengkaran.

Allah berfirman, "...dan pelankanlah suaramu, karena sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara
keledai." (QS. Luqman : 19)

15. Berhati-hati dalam Memuji

Adab yang terakhir saat berbicara ialah hendaknya berhati-hati ketika memuji seseorang. Apabila ada
teman kita mampu meraih sebuah prestasi, maka kita boleh memujinya. Namun, harus hati-hati dalam
memujinya. Karena, bila kita terlalu berlebihan dalam memujinya dikhawatirkan dapat menjadikannya
lupa diri atau menjadi sombong. Maka hendaknya kita memujinya sewajarnya saja.
Macam Akhlak Terhadap Lingkungan
A. Memelihara dan Melindungi Hewan
Salah satu hadis yang menganjurkan berbuat baik dengan memelihara dan melindungi binatang dengan
cara :
memberikan makanannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw ;

َ ‫ضي اللَّهم‬
َّ ‫ع ْنهم قَا َل قَا َل َرسُو ُل‬
ِ‫َللا‬ ِ ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ َر‬
َ e… ُ ‫علَى الَّذِي يَ ْر َكبُ َويَ ْش َربُ النَّفَقَة‬
َ ‫َو‬

Artinya : Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw bersabda : ….“Orang yang menunggangi dan
meminum (susunya) wajib memberinya makanan”. (HR. Bukhari)

b. menolongnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :

َّ ‫ع ْنهم أ َ َّن النَّ ِب‬


‫ي‬ َ ‫َللا‬َّ ‫ضي‬ ِ ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ َر‬َ e‫ع َل ْي ِه‬
َ َّ‫ط ِريق ا ْشتَد‬ َ ِ‫ث قَا َل بَ ْينَا َر ُج ٌل ب‬ ُ ‫ب ث ُ َّم خ ََر َج فَإِذَا ك َْلبٌ يَ ْل َه‬ َ ‫ش فَ َو َجدَ بِئْرا فَنَزَ َل فِي َها فَش َِر‬ُ ‫ط‬َ َ‫ْالع‬
ُ ‫َللاُ لَه‬
َّ ‫شك ََر‬ َ َ‫ب ف‬َ ‫سقَى ْالك َْل‬
َ َ‫ط ِش مِ ثْ ُل الَّذِي َكانَ بَلَ َغ مِ نِي فَنَزَ َل ْالبِئْ َر فَ َم َل ُخ َّفهُ َماء ف‬ َ َ‫ب مِ نَ ْالع‬ َ ‫الر ُج ُل لَقَ ْد بَلَ َغ َهذَا ْالك َْل‬
َّ ‫ط ِش فَقَا َل‬ َ َ‫يَأ ْ ُك ُل الث َّ َرى مِ نَ ْالع‬
ْ ‫ت َكبِد َر‬
ٌ َ ‫طبَة أ‬
‫جْر‬ ِ ‫َللا َوإِ َّن لَنَافِي ْالبَ َهائ ِِم ََلَجْ را فَقَا َل فِي ُك ِل ذَا‬
َّ ‫فَغَف ََر لَهُ قَالُوا يَا َرسُو َل‬

Artinya : Dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda : “suatu ketika seorang laki-laki tengah
berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa olehnya kehausan yang amat sangat, maka turunlah ia ke
dalam suatu sumur lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang
dalam keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika itu orang tersebut berkata kepada dirinya, demi
Allah, anjing ini telah menderita seperti apa yang ia alami. Kemudian ia pun turun ke dalam sumur
kemudian mengisikan air ke dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya. Setelah ia naik ke atas, ia pun
segera memberi minum kepada anjing yang tengah dalam kehausan itu. Lantaran demikian, Tuhan
mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw, menjelaskan hal ini, para sahabat bertanya:
“ya Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam memberikan makanan dan minuman kepada
hewan-hewan kami ?”. Nabi menjawab : “tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan
memberi pahala”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas memberikan ketegasan betapa Islam sangat peduli akan keselamatan dan perlindungan
hewan. Bahkan disebutkan, bahwa bagi yang menolong hewan sekaligus memperoleh tiga imbalan,
yaitu : (1) Allah berterima kasih kepadanya; (2) Allah mengampuni dosa-dosanya; dan (3) Allah
memberikan imbalan pahala kepadanya Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah penguasa terhadap
seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi rezeki, dan Dia mengetahui tempat
berdiam dan tempat penyimpanan makanannya.

Allah swt, berfirman dalam QS. Hud (11): 6

َ َ‫َللاِ ِر ْزقُ َها َو َي ْعلَ ُم ُم ْستَقَ َّرهَا َو ُم ْست َْود‬


)6(‫ع َها ُك ٌّل فِي ِكت َاب ُم ِبين‬ َّ ‫علَى‬ ِ ‫َو َما مِ ْن دَابَّة فِي ْاَل َ ْر‬
َ ‫ض ِإ ََّل‬

Terjemahnya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Secara implisit, ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt, senantiasa memelihara dan melindungi makhluk-
Nya, termasuk binatang dengan cara memberikan makanan dan memotoring tempat tinggalnya.
Manusia sebagai makhluk Allah SWT, yang termulia diperintahkan untuk selalu berbuat baik dan
dilarang untuk berbuat kerusakan di atas bumi.

sebagaimana firman-Nya da;a, QS. al-Qashasah (28): 77

ُّ‫َللاَ ََل يُحِ ب‬


َّ ‫ض ِإ َّن‬ َ َ‫َللاُ إِلَيْكَ َو ََل تَب ِْغ ْالف‬
ِ ‫سادَ فِي ْاَل َ ْر‬ َ ْ‫َصيبَكَ مِ نَ الدُّ ْنيَا َوأَحْ س ِْن َك َما أَح‬
َّ َ‫سن‬ َ ‫َّار ْاْلخِ َرة َ َو ََل ت َ ْن‬
ِ ‫سن‬ َّ َ‫َوا ْبت َِغ فِي َما َءاتَاك‬
َ ‫َللاُ الد‬
)77( َ‫ْال ُم ْف ِسدِين‬
Terjemahnya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Di lain ayat, yakni QS. al-A’rāf (7) Allah berfirman :

َ‫ص َلحِ َها ذَ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ُمؤْ مِ نِين‬ ِ ‫… َو ََل ت ُ ْف ِسدُوا فِي ْاَل َ ْر‬
ْ ِ‫ض بَ ْعدَ إ‬

Terjemahnya : … dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang
beriman”.

Ayat di atas, melarang untuk merusak lingkungan, dan malah sebaliknya yakni ayat tersebut
menganjurkan manusia untuk berbuat baik dan atau memelihara lingkungannya.

2. Penanaman Pohon dan Penghijauan

Salah satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian akan penghijauan dengan cara
menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw menggolongkan orang-orang yang menanam pohon
sebagai shadaqah. Hal ini diungkapkan secara tegas dalam dalam hadits Rasulullah saw, yang berbunyi :

Pada QS. al-An’am (6): 99, Allah berfirman ;

ٌ ‫ان دَانِيَة‬
ٌ ‫ط ْل ِع َها قِ ْن َو‬
َ ‫َضرا نُ ْخ ِر ُج مِ ْنه ُ َحبًّا ُمت ََراكِبا َومِنَ النَّ ْخ ِل مِ ْن‬ ِ ‫ش ْيء فَأ َ ْخ َرجْ نَا مِ ْنهُ خ‬
َ ‫س َماءِ َماء فَأ َ ْخ َرجْ نَا بِ ِه نَبَاتَ كُ ِل‬
َّ ‫َوه َُو الَّذِي أ َ ْنزَ َل مِ نَ ال‬
)99( َ‫ظ ُروا إِلَى ث َ َم ِر ِه إِذَا أَثْ َم َر َويَ ْن ِع ِه إِ َّن فِي ذَ ِل ُك ْم َْليَات ِلقَ ْوم يُؤْ مِ نُون‬
ُ ‫غي َْر ُمتَشَابِه ا ْن‬ َّ ‫َو َجنَّات مِ ْن أ َ ْعنَاب َو‬
ُّ ‫الز ْيتُونَ َو‬
َ ‫الر َّمانَ ُم ْشتَبِها َو‬
Terjemahnya : Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu
segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang
menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang
kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya
berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.

Ada dua pertimbangan mendasar dari upaya penghijauan ini, yaitu :

a. pertimbangan manfaat, sebagaimana disebutkan dalam QS. Abasa (80): 24-32, sebagai berikut :

‫)وزَ ْيتُونا‬
َ 28(‫)و ِعنَبا َوقَضْبا‬ َ 27(‫) فَأ َ ْن َبتْنَا فِي َها َحبًّا‬26( ‫شقًّا‬َ ‫ض‬ َ ‫شقَ ْقنَا ْاَل َ ْر‬ َ ‫صبَ ْبنَا ْال َما َء‬
َ ‫)ث ُ َّم‬25(‫صبًّا‬ َ ‫)أَنَّا‬24(ِ‫طعَامِ ه‬
َ ‫سا ُن إِلَى‬ ُ ‫فَ ْليَ ْن‬
ِ ْ ‫ظ ِر‬
َ ‫اْل ْن‬
َ 30( ‫غ ْلبا‬
)32(‫) َمت َاعا لَ ُك ْم َو َِل َ ْنعَامِ ُك ْم‬31(‫)وفَا ِك َهة َوأَبًّا‬ َ 29(‫َون َْخل‬
ُ َ‫)و َحدَائِق‬

Terjemahnya : maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguh-nya Kami benar-
benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun
(yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-
binatang ternakmu.

b. pertimbangan keindahan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Naml (27): 60, sebagai berikut :

َّ ‫ش َج َرهَا أَئِلَه ٌ َم َع‬


‫َللاِ بَ ْل ُه ْم قَ ْو ٌم‬ َ ‫س َماءِ َماء فَأ َ ْنبَتْنَا بِ ِه َحدَائِقَ ذَاتَ بَ ْه َجة َما َكانَ لَ ُك ْم أ َ ْن ت ُ ْنبِتُوا‬
َّ ‫ض َوأ َ ْنزَ َل لَ ُك ْم مِ نَ ال‬
َ ‫ت َو ْاَل َ ْر‬ َّ ‫أ َ َّم ْن َخلَقَ ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
)60( َ‫يَ ْع ِدلُون‬
Terjemahnya : Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air
untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah,
yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada
tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari
kebenaran).

Maka lihatlah pada ungkapan ini “kebun-kebun yang sangat indah” yang berarti menyejukkan jiwa, mata
dan hati ketika memandangnya. Setelah Allah swt, memaparkan nikmat-nikmat-Nya, baik berupa
tanaman, kurma, zaitun, buah delima dan semacamnya, Dia melanjutkan firman-Nya ‫أنظروا إلى ثمره إذ أثمر‬
‫“ وينعه‬lihatlah/perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pula)
kematangannya” (QS. 6 : 99).

Imam al-Qurtubi, mengatakan di dalam tafsirnya ; “Bertani bagian dari fardhu kifayah, maka pemerintah
harus menganjurkan manusia untuk melakukannya, salah satu bentuk usaha itu adalah dengan
menanam pohon.”

3. Menghidupkan Lahan Mati

Lahan mati berarti tanah yang tidak bertuan, tidak berair, tidak di isi bangunan dan tidak dimanfaatkan.
Allah swt, telah menjelaskan dalam QS. Yasin (36):

َ‫ض ْال َم ْيتَةُ أَحْ يَ ْينَاهَا َوأ َ ْخ َرجْ نَا مِ ْن َها َحبًّا فَمِ ْنهُ يَأ ْ ُكلُون‬
ُ ‫َو َءايَةٌ لَ ُه ُم ْاَل َ ْر‬

Terjemahnya : Dan suatu tanah (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati, Kami
hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka dari padanya mereka makan”.

Menghidupkan lahan mati adalah ungkapan dalam khazanah keilmuan yang diambil dari pernyataan

َ ‫( َم ْن أَحْ يَا أ َ ْرضا َم ِيت َة فَ ِه‬Barang siapa yang menghidupkan


Nabi saw, dalam bagian matanhadis, yakni ُ ‫ي لَه‬
tanah (lahan) mati maka ia menjadi miliknya).
Dalam hadis ini Nabi saw, menegaskan bahwa status kepemilikan bagi tanah yang kosong adalah bagi
mereka yang menghidupkannya, sebagai motivasi dan anjuran bagi mereka yang menghidupkannya.
Menghidupkan lahan mati, usaha ini dikategorikan sebagai suatu keutamaan yang dianjurkan Islam,
serta dijanjikan bagi yang mengupayakannya pahala yang amat besar, karena usaha ini adalah
dikategorikan sebagai usaha pengembangan pertanian dan menambah sumber-sumber
produksi. Sedangkan bagi siapa saja yang berusaha untuk merusak usaha seperti ini dengan cara
menebang pohon akan dicelupkan kepalanya ke dalam neraka. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah
saw sebagaimana dalam bagian matan hadis, yakni ; ‫ار‬ َ ْ‫َللا ُ َرأ‬
ِ َّ‫سهُ فِي الن‬ َّ ‫ب‬َ ‫ص َّو‬ َ َ‫( َم ْن ق‬Barang siapa yang
َ ‫ط َع ِسد َْرة‬
menebang pepohonan, maka Allah akan mencelupkannya ke dalam neraka).

4. Udara

Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah udara, dalam hal ini udara yang mengandung oksigen yang
diperlukan manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen, manusia tidak dapat hidup.

Tuhan beberapa kali menyebut angin (udara) dan fungsinya dalam proses daur air dan hujan. Firman
Allah swt dalam QS. al-Baqarah (2): 164

‫س َماءِ مِ ْن َماء فَأَحْ يَا ِب ِه‬ َّ ‫اس َو َما أ َ ْنزَ َل‬


َّ ‫َللا ُ مِ نَ ال‬ ِ َ‫ار َو ْالفُ ْلكِ الَّتِي تَج ِْري فِي ْالب‬
َ َّ‫حْر ِب َما يَ ْنفَ ُع الن‬ ِ ‫اخت َِلفِ ال َّل ْي ِل َوالنَّ َه‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫ت َو ْاَل َ ْر‬
ِ ‫س َم َوا‬ ِ ‫ِإ َّن فِي خ َْل‬
َّ ‫ق ال‬
)164( َ‫ض َْليَات ِلقَ ْوم يَ ْع ِقلُون‬ ِ ‫س َماءِ َو ْاَل َ ْر‬ َّ ‫س َّخ ِر بَيْنَ ال‬َ ‫ب ْال ُم‬
ِ ‫س َحا‬ َّ ‫اح َوال‬
ِ َ‫الري‬
ِ ِ‫ص ِريف‬ ْ َ ‫ث فِي َها مِ ْن ُك ِل دَابَّة َوت‬ َّ َ‫ض بَ ْعدَ َم ْوتِ َها َوب‬ َ ‫ْاَل َ ْر‬

Terjemahnya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan
dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.

Pada ayat lain, yakni QS. al-Rum (30): 48 Allah juga berfirman :

‫اب ِب ِه َم ْن يَشَا ُء مِ ْن‬


َ ‫ص‬ َ َ ‫سفا فَت ََرى ْال َودْقَ يَ ْخ ُر ُج مِ ْن خِ َل ِل ِه فَإِذَا أ‬
َ ‫ْف يَشَا ُء َويَجْ َعلُهُ ِك‬
َ ‫س َماءِ َكي‬ ُ ‫س‬
َّ ‫طهُ فِي ال‬ ُ ‫س َحابا فَيَ ْب‬
َ ‫ِير‬ ِ ‫َللاُ الَّذِي ي ُْر ِس ُل‬
ُ ‫الريَا َح فَتُث‬ َّ
)48( َ‫ِعبَا ِد ِه إِذَا ُه ْم يَ ْست َ ْب ِش ُرون‬

Terjemahnya : Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal;
lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-
hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.

Udara merupakan pembauran gas yang mengisi ruang bumi, dan uap air yang meliputinya dari segala
penjuru. Udara adalah salah satu dari empat unsur yang seluruh alam bergantung kepadanya. Empat
unsur tersebut ialah tanah, air, udara dan api. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern telah
membuktikan bahwa keempat unsur ini bukanlah zat yang sederhana, akan tetapi merupakan
persenyawaan dari berbagai macam unsur.

Air misalnya, terdiri dari unsur oksigen dan hidrogen. Demikian juga tanah yang terbentuk dari belasan
unsur berbeda. Adapun udara, ia terbentuk dari sekian ratus unsur, dengan dua unsur yang paling
dominan, yaitu nitrogen yang mencapai sekitar 78,084 persen dan oksigen sebanyak 20,946 persen. Satu
persen sisanya adalah unsur-unsur lain.

Termasuk hikmah kekuasaan Tuhan dalam penciptaan alam ini, bahwa Dia menciptakan udara dengan
nitrogen dan sifatnya yang pasif sebagai kandungan mayoritasnya, yaitu 78 persen dari udara. Kalau saja
kandungan udara akan gas nitrogen kurang dari itu, niscaya akan berjatuhan bunga-bunga api dari
angkasa luar karena mudahnya menembus lapisan bumi (hal itu yang kerap kali terjadi) dan terbakarlah
segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi.

Fungsi lain dari udara/angin adalah dalam proses penyerbukan/ mengawinkan tumbuh-tumbuhan. Allah
swt, berfirman dalam QS. al-Hijr (15): 22 sebagai berikut :

َّ ‫الر َيا َح لَ َواقِ َح فَأ َ ْنزَ ْلنَا مِ نَ ال‬


ِ ‫س َماءِ َماء فَأ َ ْسقَ ْينَا ُك ُموهُ َو َما أ َ ْنت ُ ْم لَهُ ِبخ‬
)22( َ‫َازنِين‬ ِ ‫س ْلنَا‬
َ ‫َوأ َ ْر‬

Terjemahnya : Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami
turunkan hujan dari langit, lalu kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu
yang menyimpan-nya.

Dengan Di antara sekian banyak manfaat angin adalah kemampuannya dalam menggerakkan kapal-
kapal untuk terus berlayar dengan izin Allah. Angin berfungsi juga untuk mengalirkan air dari satu
tempat ke tempat lain, dan yang menyebabkan terbaginya hewan-hewan air ke berbagai permukaan air.
Dalam kehidupan tumbuh-tumbuhan, anginlah yang membawa benih-benih yang menyebabkan
kesuburan dan penyerbukan serta penyebaran tumbuh-tumbuhan ke berbagai belahan bumi.

Namun angin juga bisa menjadi bencana bagi makhluk hidup ketika ia menjadi badai misalnya, Allah
telah menghancurkan kaum ‘Ad dengan angin badai karena kekafiran dan kesombongan mereka di atas
muka bumi ini, lalu mereka berkata, “Siapakah diantara kita yang lebih kuat ?”. Allah swt, berfirman
dalam QS. al-Dzariyat (51):

َ ‫الري َح ْالعَق‬
‫ِيم‬ َ ‫س ْلنَا‬
ِ ‫علَ ْي ِه ُم‬ َ ‫عاد إِ ْذ أ َ ْر‬ َ ْ‫ش ْيء أَت َت‬
َّ ‫علَ ْي ِه إِ ََّل َجعَلَتْهُ ك‬
َ ‫َالرمِ يم) َوفِي‬ َ ‫َما تَذَ ُر مِ ْن‬
Terjemahnya : Dan juga pada (kisah) ‘Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang
membinasakan. Angin itu tidak membiarkan satu pun yang dilandanya melainkan dijadikannya seperti
serbuk.

Sebagai manusia terkadang muncul ketika datang angin topan yang sangat kencang dengan membawa
debu dan hawa panas, yang akan membuat sebagian manusia sakit, mereka lupa bahwa itu semua
terjadi atas kehendak Allah dan berjalan sesuai dengan hukum alam Nya yang tidak dapat dirubah.
Sebab itulah Nabi saw, melarang pencelaan terhadap angin, beliau bersabda :

ِ‫َللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬e‫الري َح فَإِنَّ َها ت َ ِجي ُء‬


َّ ‫سو ُل‬ ِ ‫سبُّوا‬ َّ ‫سلُوا‬
ُ َ ‫َللاَ > مِ ْن َخي ِْرهَا َوت َ َع َّوذُوا مِ ْن ش َِرهَا ََل ت‬ ِ ‫الرحْ َم ِة َو ْال َعذَا‬
َ ‫ب َولَك ِْن‬ َّ ‫ِب‬

Artinya : Rasulullah saw bersabda : Janganlah kalian mencela angin, karena sesungguhnya ia berasal
dari ruh Allah Ta’ala yang datang membawa rahmat dan azab, akan tetapi mohonlah kepada Allah dari
kebaikan angin tersebut dan berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya. (HR. Ahmad dari Abu
Hurairah)

Sungguh, nikmat udara merupakan suatu nikmat yang sangat besar. Dengan demikian, manusia dituntut
untuk memanfaatkannya sesuai dengan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka, dengan
melestarikannya bukan dengan mencemarinya dan merusaknya, yang akan membawa mudharat bagi
dirinya dan makhluk ciptaan Allah Swt, lainnya.

5. Air

Sumber kekayaan lain yang sangat penting untuk dijaga adalah air, sumber kehidupan bagi manusia,
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Allah Swt, berfirman dalam QS. al-Anbiya’ (21) , yakni “ ‫َو َج َع ْلنَا مِنَ ْال َماءِ كُ َّل‬
‫ش ْيء َحي‬
َ ” (Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu hidup).
Pada hakekatnya, air adalah kekayaan yang mahal dan berharga. Akan tetapi karena Allah
menyediakannya di laut, sungai bahkan hujan secara gratis, manusia seringkali tidak menghargai air
sebagaimana mestinya.

Namun satu hal penting yang layak direnungkan, bahwa air bukanlah komoditas yang bisa tumbuh dan
berkembang. Ia tidak sama, misalnya dengan kekayaan nabati atau hewani, sebab itulah Allah swt,
mengisyaratkan dalam QS. al-Mu’minun (23):

َ‫علَى ذَهَاب ِب ِه لَقَاد ُِرون‬


َ ‫ض َو ِإنَّا‬ َّ ‫َوأ َ ْنزَ ْلنَا مِ نَ ال‬
ِ ‫س َماءِ َماء ِبقَدَر فَأ َ ْس َكنَّاهُ فِي ْاَل َ ْر‬

Terjemahnya : Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu
menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.

Jika makhluk hidup terutama manusia tidak bisa hidup tanpa air, sementara kuantitas air terbatas, maka
manusia wajib menjaga dan melestarikan kekayaan yang amat berharga ini. Jangan sekali-kali
melakukan tindakan-tindakan kontra produktif, yaitu dengan cara mencemarinya, merusak sumbernya
dan lain-lain. Termasuk pula dengan tidak menggunakan air secara berlebih-lebihan (israf), menurut
ukuran-ukuran yang wajar.

a. Larangan mencemari air

Bentuk-bentuk pencemaran air yang dimaksud oleh ajaran Islam di sini seperti kencing, buang air besar
dan sebab-sebab lainnya yang dapat mengotori sumber air. Rasululullah saw bersabda :

‫ق َوالظِ ِل‬ َّ ‫ع ِة‬


ِ ‫الط ِري‬ ِ َ‫[ … اتَّقُوا ْال َم َلعِنَ الث َّ َلثَةَ ْالبَ َرازَ فِي ْال َم َو ِار ِد َوق‬51]
َ ‫ار‬
Artinya : Jauhilah tiga macam perbuatan yang dilaknat ; buang air besar di sumber air, ditengah jalan,
dan di bawah pohon yang teduh. (HR. Abu Daud).

Rasulullah saw, juga bersabda :‫( ََل يَبُولَ َّن أ َ َحدُ ُك ْم فِي ْال َماءِ الدَّائ ِِم الَّذِي ََل يَجْ ِري ث ُ َّم يَ ْغت َ ِس ُل فِي ِه‬Janganlah salah seorang
dari kalian kencing di air yang diam yang tidak mengalir, kemudian mandi disana. HR. Al-Bukhari)

Pencemaran air di zaman modern ini tidak hanya terbatas pada kencing, buang air besar, atau pun hajat
manusia yang lain. Bahkan banyak ancaman pencemaran lain yang jauh lebih berbahaya dan
berpengaruh dari semua itu, yakni pencemaran limbah industri, zat kimia, zat beracun yang mematikan,
serta minyak yang mengenangi samudra.

b. Penggunaan air secara berlebihan.

Ada bahaya lain yang berkaitan dengan sumber kekayaan air, yaitu penggunaan air secara berlebihan.
Air dianggap sebagai sesuatu yang murah dan tidak berharga. Karena hanya manusia-manusia yang
berfikir yang mengetahui betapa berharga kegunaan dan nilai air. Hal ini sejalan dengan QS. al-An’am
(6), yakni َ‫( َو ََل تُس ِْرفُوا إِنَّهُ ََل يُحِ بُّ ْال ُمس ِْرفِين‬Dan janganlah kalian israf (berlebih-lebihan). Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlaku israf).

Ayat di atas, didukung juga oleh salah satu hadis, yakni

‫علَى نَ ْهر‬
َ َ‫ف قَا َل نَعَ ْم َوإِ ْن ُك ْنت‬ َ ِ‫س ْعدُ قَا َل أَفِي ْال ُوضُوء‬
ٌ ‫س َر‬ ُ ‫س ْعد َوه َُو يَت ََوضَّأ ُ فَقَا َل َما َهذَا الس ََّر‬
َ ‫ف يَا‬ َ ِ‫سلَّ َم َم َّر ب‬ َ ‫صلَّى اللَّهم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ِ‫… أ َ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
‫َجار‬

Artinya : … Nabi saw, pernah bepergian bersama Sa’ad bin Abi Waqqas. Ketika Sa’ad berwudhu, Nabi
berkata : “Jangan menggunakan air berlebihan”. Sa’ad bertanya : “Apakah menggunakan air juga bisa
berlebihan ?”. Nabi menjawab: “Ya, sekalipun kamu melakukannya di sungai yang mengalir”.
6. Menghindari Kerusakan dan Menjaga Keseimbangan Alam.

Salah satu tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan lingkungan, ialah bagaimana menjaga
keseimbangan alam/ lingkungan dan habitat yang ada tanpa merusaknya. Karena tidak diragukan lagi
bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini dengan perhitungan tertentu. Seperti dalam firman
Nya dalam QS. al-Mulk (67):

‫طور‬ َ َ‫ار ِج ِع ْالب‬


ُ ُ‫ص َر ه َْل ت ََرى مِ ْن ف‬ ْ َ‫الرحْ َم ِن مِ ْن ت َف َُاوت ف‬
َّ ‫ق‬ِ ‫س َم َوات طِ بَاقا َما ت ََرى فِي خ َْل‬ َ َ‫الَّذِي َخلَق‬
َ ‫س ْب َع‬

Terjemahnya : Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang.
Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.

AKHLAK BERNEGARA

Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menutut manusia
untuk memahami akhlak secara essensial , dalam arti bahwa manusia memahami
akhlak bukan hanya sebagai sikap / perilaku saja . Melainkan , akhlak tersebut di
implementasikan dalam kehidupan sehari – hari .

Dalam bahasan kami kali ini adalah akhlak bernegara , akhlah ini perlu untuk disadari
oleh kita agar kita dapat menjadi semakin sensitif terhadap persoalan yang terjadi pada
bangsa dan negara kita. Bukan hanya Hal ini didorong dengan kekhawatiran akan
bobroknya generasi kita , apabila tidak dibekali dengan pengetahuan tentang akhlak
yang cukup , untuk menjalani kehidupan kedepannya.

Dengan demikian , kami dari kelompok 9 dalam paper kami kali ini akan membahas
beberapa sub-bab dari materi Akhlak Bernegara ini , adapun sub-babnya antara lain :

- Musyawarah
- Menegakkan Keadilan
- Amar‫ا‬ Ma’ruf‫ا‬ Nahi‫ا‬ Mungkar
- Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin

Tetapi sebelum memasuki sub-bab tersebut , ada baiknya kita mengenal definisi dari
akhlak‫ا‬tersebut‫ا‬,‫ا‬Akhlak‫ا‬berasal‫ا‬dari‫ا‬kata‫“ا‬akhlaq”‫ا‬yang‫ا‬merupakan‫ا‬jama’‫ا‬dari‫“ا‬khulqu”‫ا‬
dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab.

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan , bahwa Akhlak merupakan sikap /
tabiat dari seseorang . Dalam akhlak bernegara , tentunya menggambarkan sikap
seseorang terhadap bangsa dan negaranya , sikap tersebut menunjukkan jati diri dari
orang tersebut .

Dan nantinya dalam pembahasan , kami akan lebih mendalami sub-bab yang telah
diberikan kepada kelompok kami . Dalam akhlak bernegara ini, sikap dan perilaku
seseorang akan terlihat pada saat , misalnya melakukan musyawarah .

Tentunya dalam menyelesaikan suatu masalah akan diperlukan musyawarah untuk


mufakat , yakni suatu sistem yang telah digunakan oleh Nabi Muhammad SAW sejak
dahulu untuk menyelesaikan persoalan , dalam pendalaman pembahasan ini kami akan
memperlihatkan cara – cara bermusyawarah yang baik dan benar menurut tuntunan Al-
Qur’an‫ا‬ dan Hadist .

B. Batasan Masalah

Masalah yang akan kami bahas dalam paper kali ini mengenai impelementasi dan
dasar Al-Qur’an‫ ا‬dan‫ ا‬Hadist‫ ا‬mengenai‫ ا‬akhlak‫ ا‬bernegara‫ ا‬yang‫ ا‬terbagi‫ ا‬kedalam‫ ا‬empat‫ا‬
sub-bab diatas . Tentunya tujuan pembuatan paper ini , agar dalam membangun suatu
generasi yang Islami , dimulai dengan memahami ilmunya terlebih dahulu .

Hal ini dilakukan untuk dapat membedakan yang mana baik dan buruk dari suatu hal ,
sehingga implementasi dari konsep tersebut dapat dijalankan dengan sungguh –
sungguh dan penuh optimisme.

Sesungguhnya , akhlak adalah nilai pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang
mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat
tetap, natural, dan refleks. Jadi, jika nilai islam mencakup semua sektor kehidupan
manusia, maka perintah beramal shalih pun mencakup semua sektor kehidupan
manusia.

Tentunya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan pengertian akhlak


bernegara‫ ا‬ini‫ ا‬untuk‫ ا‬membuat‫ ا‬diri‫ ا‬kita‫‘ ا‬kebal’‫ ا‬terhadap‫ ا‬kebatilan‫ ا‬yang‫ ا‬nantinya akan
menggoda iman kita , dalam melaksanakan bakti kita kepada negara.

A. Musyawarah

Kata ( ‫ ) شورى‬Syûrâ terambil dari kata ( ‫ إستشاورة‬-‫ مشاورة‬-‫ )شاورة‬menjadi ( ‫ ) شورى‬Syûrâ.


Kata Syûrâ bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan
menghadapkan‫ا‬satu‫ا‬pendapat‫ا‬dengan‫ا‬pendapat‫ا‬yang‫ا‬lain.Dalam‫ا‬Lisanul‫‘ا‬Arab‫ا‬berarti‫ا‬
memetik dari serbuknya dan wadahnya. Kata ini terambil dari kalimat (‫ )شرت العسل‬saya
mengeluarkan madu dari wadahnya.

Berarti mempersamakan pendapat yang terbaik dengan madu, dan bermusyawarah


adalah upaya meraih madu itu dimanapun ia ditemukan, atau dengan kata lain,
pendapat siapapun yang dinilai benar tanpa mempertimbangkan siapa yang
menyampaikannya. Musyawarah dapat berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu.
Adapun salah satu ayat dalam Al – Qur’an‫ ا‬yang‫ ا‬membahas‫ ا‬mengenai‫ ا‬Musyawarah‫ا‬
adalah surah Al-Syura ayat 38:

َ‫ورى بَ ْينَ ُه ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَا ُه ْم يُ ْن ِفقُون‬


َ ‫ش‬ُ ‫صالة َ َوأَ ْم ُر ُه ْم‬
َّ ‫َوالَّذِينَ ا ْست َ َجابُوا ِل َربِِّ ِه ْم َوأَقَا ُموا ال‬

Artinya:‫“ ا‬Dan‫( ا‬bagi)‫ ا‬orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka.”‫ا‬ (QS.‫ا‬ Asy-Syura: 38)

Dalam ayat diatas , syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam
dituturkan setelah iman dan shalat . Menurut Taufiq asy-Syawi , hal ini memberi
pengertian bahwa musyawarah mempunyai martabat setelah ibadah terpenting , yakni
shalat , sekaligus memberi pengertian bahwa musyawarah merupakan salah satu
ibadah yang tingkatannya sama dengan shalat dan zakat . Maka masyarakat yang
mengabaikannya dianggap sebagai masyarakat yang tidak menetapi salah satu ibadah
.

Memang , musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang


paling baik disamping untuk memperkokoh rasa persatuan dan rasa tanggung jawab
bersama . Ali Bin Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal
penting yaitu , mengambil kesimpulan yang benar , mencari pendapat , menjaga
kekeliruan , menghindari celaan , menciptakan stabilitas emosi , keterpaduan hati ,
mengikuti atsar.

Hal – Hal yang Boleh di Musyawarahkan

Islam memberikan batasan – batasan hal – hal apa saja yang boleh dimusyawarahkan .
Karena musyawarah adalah pendapat orang, maka apa – apa yang sudah ditetapkan
oleh nash (Al – Qur’an‫ا‬dan‫ا‬As-Sunnah) tidak boleh dimusyawarahkan , sebab pendapat
orang tidak boleh mengungguli wahyu.

Jadi musyawarah hanyalah terbatas pada hal – hal yang bersifat Ijtihadiyah . Para
sahabat pun kalau dimintai pendapat mengenai suatu hal , terlebih dahulu mereka
bertanya kepada Rasulullah SAW . Apakah masalah yang dibicarakan telah
diwahyukan oleh Allah atau merupakan Ijtihad Nabi . Jika pada kenyataannya adalah
ijtihad Nabi , maka mereka mengemukakan pendapat .

Masalah – masalah ijtihadiyah diungkapkan dalam Al – Qur’an‫ا‬dengan‫ا‬kata‫ا‬Al‫ –ا‬Amr .


Istilah‫ ا‬amruhum‫ ا‬disini‫ ا‬berarti‫ ا‬masalah‫ ا‬bersama‫ ا‬atau‫‘ ا‬common‫ ا‬problems’‫ ا‬,‫ ا‬yaitu‫ا‬
masalah – masalah yang menyangkut kepentingan nasib atau anggota masyarakat
yang bersangkutan .

Tata Cara Musyawarah

Rasulullah mempunyai tata cara bermusyawarah yang sangat bervariasi ; (1) Kadang
kala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau , lalu beliau melihat pendapat
itu benar , maka beliau mengamalkannya (2) Kadang – kadang beliau bermusyawarah
dengan dua atau tiga orang saja (3) Kadang kala beliau juga bermusyawarah dengan
seluruh massa melalui cara perwaklian .

Dari beberapa tata cara bermusyawarah Rasulullah diatas kita dapat menyimpulkan
bahwa tatacara musyawarah , anggota musyawarah bias selalu berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman , tetapi hakekat musyawarah harus
selalu tegak ditengah masyarakat dan Negara .

Adapun hal – hal yang harus dimusyawarahkan dengan seluruh umat , baik langsung
maupun lewat perwakilan , dan ada hal – hal yang cukup dimusyawarahkan dengan
pemimpin (ulil amri) , ulama , cendekiawan , dan pihak - pihak berkompeten lainnya ,
tetapi tetap dan tidak boleh tidak harus dengan semangat kebenaran dan kejujuran .
Yang dicari dalam musyawarah adalah kebenaran bukan kemenangan .

Sikap Bermusyawarah

Supaya musyawarah dapat berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan , firman
Allah dalm surat Ali Imran ayat 159 :

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali Imran : 159)
Dapat kita lihat Allah SWT mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan
dalam bermusyawarah , yaitu sikap lemah lembut , pemaaf , dan memohon ampunan
Allah SWT .

1. Lemah Lembut

Seseorang yang melakukan musyawarah , apalagi sebagai pimpinan harus


menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala , karena jika tidak , mitra
musyawarah akan tidak menghormati pemimpin musyawarah.

2. Pemaaf

Setiap orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia
member maaf . Karena mungkin saja ketika musyawarah terjadi perbedaan pendapat ,
atau keluar kalimat – kalimat yang menyinggung pihak lain . Dan bila itu masuk
kedalam hati , akan mengeruhkan pikiran , bahkan boleh jadi musyawarah berubah
menjadi pertengkaran .

3. Mohon Ampunan Allah SWT


Untuk mencapai hasil yang terbaik ketika musyawarah , hubungan dengan Tuhan pun
harus harmonis . Oleh sebab itu , semua anggota musyawarah harus senantiasa
membersihkan diri dengan cara memohon ampun kepada Allah SWT baik untuk diri
sendiri , maupun anggota musyawarah lainnya .

Menegangkan Keadilan

Istilah‫ ا‬keadilan‫ ا‬berasal‫ ا‬dari‫ ا‬kata‫‘ ا‬adl‫( ا‬Bahasa Arab), yang mempunyai arti antara lain
sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai
membagi sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau
kelompok. Dengan status yang sama. Misalnya semua pegawai dengan kompetensi
akademis dan pengalaman kerja yang sama berhak mendapatkan gaji dan tunjangan
yang sama. Semua warga negara – sekalipun dengan status sosial – ekonomi – politik
yang berbeda-beda – mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum.

Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang
dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya
orang tua yang adil akan membiayai pendidikan anak-anaknya sesuai dengan tingkat
kebutuhan masing-masing sekalipun secara nominal masing-masing anak tidak
mendapatkan jumlah yang sama. Dalam hukum waris misalnya, anak laki-laki
ditetapkan oleh Al-Qur’an‫( ا‬QS.‫ ا‬An-Nisa’‫ ا‬4:11)‫ ا‬mendapatkan‫ ا‬warisan‫ ا‬dua‫ ا‬kali‫ ا‬bagian‫ا‬
anak perempuan. Hal itu karena anak laki-laki setelah berkeluarga menanggung
kewajiban membiayai hidup isteri dan anak-anaknya, sementara anak perempuan
setelah berkeluarga dibiayai oleh suaminya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil diartikan (1) tidak berat sebelah; tidak
memihak; (2) berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; dan (3)
sepatunya; tidak sewenang-wenang. Beberapa pengertian ini tetap berangkat dari dua
makna kata adil diatas. Dengan prinsip persamaan seorang yang adil tidak akan
memihak kecuali kepada yang benar. Dan dengan azas keseimbangan seorang yang
adil berbuat atau memutuskan sesuatu dengan sepatunya dan tidak bertindak
sewenang-wenang.

Disamping‫ا‬menggunakan‫ا‬kata‫‘ا‬adl‫ا‬Al-Qur’an‫ا‬juga‫ا‬menggunakan‫ا‬kata‫ا‬qisbth‫ا‬dan‫ا‬mizan‫ا‬
untuk pengertian yang sama. Misalnya dalam dua ayat berikut ini :

“Katakanlah,‫“ ا‬Tuhanku‫ ا‬menyuruh‫ ا‬menjalankan‫ ا‬keadilan.”(QS.‫ ا‬Al-A’raf‫ ا‬7:‫ ا‬29)

“Sesungguhnya‫ ا‬Kami‫ ا‬telah‫ ا‬mengutus‫ ا‬Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti


yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia‫ ا‬dapat‫ ا‬melaksankan‫ ا‬keadilan..”(QS.‫ ا‬Al-Hadid 57:25).

Perintah Berlaku Adil

Di dalam Al-Qur’an‫ ا‬terdapat‫ ا‬beberapa‫ ا‬ayat‫ ا‬yang‫ ا‬memerintahkan‫ ا‬supaya‫ ا‬manusia‫ا‬


berlaku adil dan menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum dan ada
yang khusus dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya :

“Sesungguhnya‫ ا‬Allah‫ ا‬menyuruh‫( ا‬kamu)‫ ا‬berlaku‫ ا‬adil‫ ا‬dan‫ ا‬berbuat‫ ا‬kebajikan,‫ ا‬memberi‫ا‬
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.”‫ا‬ (QS.‫ا‬ An-Nahl 16:90)

Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum
(QS. An-Nisa’‫ ا‬4:‫ ا‬58);‫ ا‬adil‫ ا‬dalam‫ ا‬mendamaikan‫ ا‬conflik‫( ا‬QS.‫ ا‬Al-Hujurat 49:9); adil
terhadap musuh (QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa’‫ ا‬4:3‫ ا‬dan‫ا‬
129); dan adil dalam berkata (QS. Al-An’am‫ا‬ 6:152).

Keadilan Hukum

Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat
dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status sosial,
ekonomi, politik dan lain sebagainya. Allah menegaskan :

“Sesungguhnya‫ ا‬Allah‫ ا‬menyuruh‫ ا‬kamu‫ ا‬menyampaikan‫ ا‬amanat‫ ا‬kepada‫ ا‬yang‫ ا‬berhak‫ا‬


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.”‫ا‬ (QS.‫ا‬ An-Nisa’4:58).

Keadilan hukum harus ditegakkan walaupun terhadap diri sendiri, atau terhadap
keluarga dan orang-orang yang dicintai. Tatkala seorang sahabat yang dekat dengan
Rasulullah‫ا‬SAW‫ا‬meminta‫“ا‬keistimewaan”‫ا‬hubungan‫ا‬untuk‫ا‬seorang‫ا‬wanita‫ا‬bangsawan‫ا‬
yang mencuri, Rasulullah menolaknya dengan tegas:

“Apakah‫ ا‬anda‫ ا‬hendak‫ ا‬meminta‫“ ا‬keistimewaan”‫ ا‬dalam‫ ا‬pelaksanaan‫ ا‬hukum‫ ا‬Allah?


Sesungguhnya kehancuran ummat yang terdahulu karena mereka menghukum pencuri
yang lemah, dan membiarkan pencuri yang elit. Demi Allah yang memelihara jiwa saya,
kaulah Fatimah binti Muhammad mencuri, pastilah Muhammad akan memotong tangan
puterinya‫ا‬ itu.”(HR.‫ا‬ Ahmad,‫ا‬ Muslim‫ا‬ dan‫ا‬ Nasa’i)

Mengingat pentingnya menengakkan keadilan itu menurut ajaran Islam, maka orang
yang diangkat menjadi hakim haruslah yang betul-betul memenuhi syarat keahlian dan
kepribadian. Kecuali mempunyai ilmu yang luas, dia juga haruslah seorang yang taat
kepada Allah, mempunyai akhlaq yang mulia, terutama kejujuran atau amanah. Apabila
hakim itu seorang yang lemah, maka dia mudah dipengaruhi, ditekan dan disuap.
Akibatnya orang-orang yang bersalah dibebaskan dari hukumnya, sekalipun kesalahan
atau kejahatannya sangat merugikan masyarakat dan negara.

Rasulullah SAW bersabda dari tiga orang hakim dua akan masuk neraka dan hanya
satu yang masuk sorga. Hakim yang masuk neraka adalah 1). Hakim yang
menjatuhkan hukuman dengan cara yang tidak adil, bertentangan dengan hati
nuraninya, bertentangan dengan Al-Qur’an‫ا‬dan‫ا‬Sunnah,‫ا‬sedang‫ا‬dia‫ا‬sendiri‫ا‬mengetahui‫ا‬
dan menyadari perbuatannya itu; 2). Hakim yang menjatuhkan hukuman yang tidak adil
karena kebodohannya. Hakim yang masuk sorga adalah hakim yang menjatuhkan
hukuman berdasarkan keadilan dan kebenaran.

Keadilan dalam Segala Hal

Disamping keadilan hukum, islam memerintahkan kepada umat manusia, terutama


orang-orang yang beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, baik
terhadap diri dan keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada
musuh sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku adil. Mari kita perhatikan beberapa
nash berikut ini :

1. Adil terhadap diri sendiri

“Hai‫ ا‬orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak
dan kaum kerabatmu. Jika ia (terdakwa atau tergugat itu) kaya atau miskin, maka Allah
lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti bawa nafsu kamu ingin
menyimpang‫ا‬ dari‫ا‬ kebenaran...”(QS.‫ا‬ An-Nisa’4:135)

2. Adil terhadap isteri dan anak-anak

“....Kawinilah‫ ا‬wanita-wanita yang kamu sukai dua, tiga, atau empat. Tapi jika kamu
khawatir tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja...”(QS.‫ ا‬An-Nisa’‫ ا‬4:3).

3. Adil dalam mendamaikan perselisihan

“Dan‫ ا‬jika‫ ا‬ada‫ ا‬dua‫ ا‬golongan‫ ا‬dari‫ ا‬orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah
antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap
golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga
golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada
perintah Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang‫ ا‬berlaku‫ ا‬adil.”(QS.‫ ا‬Al-Hujurat 49:9).
4. Adil dalam berkata

“...Dan‫ا‬apabila‫ا‬kamu‫ا‬berkata,‫ا‬maka‫ا‬hendaklah‫ا‬kamu‫ا‬berlaku‫ا‬adil‫ا‬kendatipun‫ا‬dia‫ا‬adalah‫ا‬
kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu, diperintahkan Allah
kepadamu‫ا‬ agar‫ا‬ kamu‫ا‬ ingat.”‫ا‬ (QS. Al-An’am‫ا‬ 6:152)

5. Adil terhadap musuh sekalipun

“Hai‫ ا‬orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-sekali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah
kepada‫ا‬Allah,‫ا‬sesungguhnya‫ا‬Allah‫ا‬Maha‫ا‬Mengetahui‫ا‬apa‫ا‬yang‫ا‬kamu‫ا‬kerjakan.”(QS.‫ا‬Al-
Maidah 5:8)

Tentu masih banyak nash Al-Qur’an‫ا‬dan‫ا‬Sunnah‫ا‬tentang keadilan dalam seluruh aspek


kehidupan yang belum penulis sebutkan dalam fasal ini karena keterbatasan ruangan,
tapi cukuplah kita menyimpulkan bahwa Islam menginginkan keadilan yang
komprehensif, yang mencakup keadilan politik, ekonomi, sosial dan lain-lainnya.

AMar‫ا‬ Ma’ruf‫ا‬ Nahi‫ا‬ Munkar

Secara‫ا‬harfiah‫ا‬amar‫ا‬ma’ruf‫ا‬nahi‫ا‬munkar‫(ا‬al-amru‫ا‬bi‫‘ا‬l-ma’ruf‫ا‬wa‫‘ا‬n-nahyu‫‘ا‬an‫‘ا‬l-munkar)
berarti‫ ا‬menyuruh‫ ا‬kepada‫ ا‬yang‫ ا‬ma’ruf‫ ا‬dan‫ ا‬mencegah‫ ا‬dari‫ ا‬yang‫ ا‬munkar.

Ma’ruf‫ا‬secara‫ا‬etimologis‫ا‬berarti‫ا‬yang‫ا‬dikenal,‫ا‬sebaliknya‫ا‬munkar adalah sesuatu yang


tidak‫ا‬dikenal.‫ا‬Menurut‫ا‬Muhammad‫‘ا‬Abduh,‫ا‬ma’ruf‫ا‬adalah‫ا‬apa‫ا‬yang‫ا‬dikenal‫(ا‬baik)‫ا‬oleh‫ا‬
akal‫ا‬sehat‫ا‬dan‫ا‬hati‫ا‬nurani‫(ا‬ma‫‘ا‬arafathu‫ا‬al-‘uqul‫ا‬wa‫ا‬ath-thaba’‫ا‬as-salimah), sedangkan
munkar adalah apa yang ditolak oleh akal sehat dan hati nurani (ma ankarathu al-‘uqul‫ا‬
wa ath-thaba’‫ا‬ as-salimah).

Berbeda‫ ا‬dengan‫ ا‬Abduh,‫ ا‬Muhammad‫‘ ا‬Ali‫ ا‬ash-Shabuni‫ ا‬mendefinisikan‫ ا‬ma’ruf‫ ا‬dengan‫ا‬


“apa‫ا‬yang‫ا‬diperintahkan‫ا‬syara’‫(ا‬agama)‫ا‬dan‫ا‬dinilai‫ا‬baik‫ا‬oleh‫ا‬akal‫ا‬sehat”‫(ا‬ma‫ا‬amara‫ا‬bibi‫ا‬
asy-syara’‫ ا‬wa‫‘ ا‬stabsanahu‫ ا‬al-‘aqlu‫ ا‬as-salim),‫ ا‬sedangkan‫ ا‬munkar‫ ا‬adalah‫“ ا‬apa‫ ا‬yang‫ا‬
dilarang‫ ا‬syara’‫ ا‬dan‫ ا‬dinilai‫ ا‬buruk‫ ا‬oleh‫ ا‬akal‫ ا‬sehat”‫( ا‬ma‫ ا‬naha‫‘ ا‬anhu‫ ا‬asy-syara’‫ا‬
wa’staqbahahu‫ا‬ al-‘aqlu‫ا‬ as-salim).

Terlihat‫ ا‬dari‫ ا‬dua‫ ا‬definisi‫ ا‬diatas,‫ ا‬bahwa‫ ا‬yang‫ ا‬menjadi‫ ا‬ukuran‫ ا‬ma’ruf‫ ا‬atau‫ ا‬munkarnya‫ا‬
sesuatu ada dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya
sekaligus‫ ا‬atau‫ ا‬salah‫ ا‬satunya.‫ ا‬Semua‫ ا‬yang‫ ا‬diperintahkan‫ ا‬oleh‫ ا‬agama‫ ا‬adalah‫ ا‬ma’ruf,‫ا‬
begitu juga sebaliknya, semua yang dilarang oleh agama adalah munkar.

Hal-hal yang tidak ditentukan oleh agama ma’ruf‫ ا‬dan‫ ا‬munkarnya‫ ا‬ditentukan‫ ا‬oleh‫ ا‬akal‫ا‬
sehat atau hati nurani. Jadi waw dalam definisi Shabuni diatas berarti aw sebagaimana
yang didefinisikan oleh al-Ishfahani:‫“ ا‬Ma’ruf‫ ا‬adalah‫ ا‬sebuah‫ ا‬anma‫ ا‬untuk‫ ا‬semua‫ا‬
perbuatan yang dikenal baiknya melalui akal atau syara’,‫ا‬dan‫ا‬munkar‫ا‬adalah‫ا‬apa‫ا‬yang‫ا‬
ditolak‫ ا‬oleh‫ ا‬keduanya”‫( ا‬Wa‫ ا‬al-ma’ruf‫ ا‬ismun‫ ا‬likulli‫ ا‬fi’lin‫ ا‬yu’rafu‫ ا‬bi‫ ا‬al-‘aqli‫ ا‬aw‫ ا‬as-syari’‫ا‬
husnuhu, wa al-munkar ma yunkaru bihima.

Dengan‫ ا‬pengertian‫ ا‬diatas‫ ا‬tentu‫ ا‬ruang‫ ا‬lingkup‫ ا‬yang‫ ا‬ma’ruf‫ ا‬dan‫ ا‬munkar‫ ا‬sangat‫ ا‬luas‫ا‬
sekali, baik‫ ا‬dalam‫ ا‬aspek‫ ا‬aqidah,‫ ا‬ibadah,‫ ا‬akhlaq‫ ا‬maupun‫ ا‬mu’amalat‫( ا‬sosial,‫ ا‬politik,‫ا‬
ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dlsb). Tauhidullah, mendirikan
shalat,‫ ا‬membayar‫ ا‬zakat,‫ ا‬amanah,‫ ا‬toleransi‫ ا‬beragama,‫ ا‬membantu‫ ا‬kaum‫ ا‬dhu’afa’‫ ا‬dan‫ا‬
mustadh’afin,‫ ا‬disiplin, transparan dan lain sebagainya adalah beberapa contoh sikap
dan‫ا‬perbuatan‫ا‬yang‫ا‬ma’ruf.‫ا‬Sebaliknya‫ا‬bahu-membahu dalam menjalankannya. Dalam
hal ini Allah menjelaskan :
“Dan‫ ا‬orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf,‫ا‬mencegah‫ا‬dari‫ا‬yang‫ا‬munkar,‫ا‬mendirikan‫ا‬shalat,‫ا‬menunaikan‫ا‬zakat,‫ا‬dan‫ا‬mereka‫ا‬
ta’at‫ ا‬kepada‫ ا‬Allah‫ ا‬dan‫ ا‬Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa‫ ا‬lagi‫ ا‬Maha‫ ا‬Bijaksana.”‫( ا‬QS.‫ ا‬At-Taubah 9:71)

Dalam‫ا‬ayat‫ا‬diatas‫ا‬juga‫ا‬dapat‫ا‬kita‫ا‬lihat‫ا‬bahwa‫ا‬kewajiban‫ا‬amar‫ا‬ma’ruf‫ا‬nahi‫ا‬munkar‫ا‬tidak‫ا‬
hanya dipikulkan kepada kaum laki-laki tapi juga kepada kaum perempuan, walaupun
dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kodrat dan fungsi masing-masing.

Jika umat Islam ingin mendapatkan kedudukan yang kokoh di atas permukaan bumi,
disamping mendirikan shalat dan membayar zakat mereka harus melakukan amar
ma’ruf‫ا‬ nahi‫ا‬ munkar.‫ا‬ Allah‫ا‬ SWT‫ا‬ berfirman‫ا‬ :

“(yaitu)‫ا‬orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka‫ ا‬mendirikan‫ ا‬shalat,‫ ا‬menunaikan‫ ا‬zakat,‫ ا‬menyuruh‫ ا‬berbuat‫ ا‬yang‫ ا‬ma’ruf‫ ا‬dan‫ا‬
mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.”(QS.‫ا‬ Al-Haji 22:41)

Muhammad Asad, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syafii Maarif, mengartikan


ungkapan‫ ا‬in‫ ا‬makkannahum‫ ا‬fi‫‘ ا‬l‫ ا‬ardhi‫ ا‬dengan‫ ا‬if‫ ا‬We‫ ا‬firmly‫ ا‬establish‫ ا‬them‫ ا‬on‫ ا‬earth”‫ا‬
(manakala‫ ا‬Kami‫ ا‬kokohkan‫ ا‬posisi‫ ا‬mereka‫ ا‬di‫ ا‬muka‫ ا‬bumi”.‫ ا‬Kedudukan‫ ا‬yang‫ ا‬kokoh‫ا‬
artinya punya kekuasaan politik maupun ekonomi.

Jika‫ا‬umat‫ا‬Islam‫ا‬mengabaikan‫ا‬amar‫ا‬ma’ruf‫ا‬nahi‫ا‬munkar,‫ا‬maka‫ا‬hal‫ا‬itu‫ا‬tidak‫ا‬hanya‫ا‬akan‫ا‬
membuat mereka kehilangan posisi yang kokoh diatas permukaan bumi, tapi juga akan
mendapat kutukan dari Allah SWT sebagaimana Allah dulu mengutuk Bani Israil. Allah
berfirman :

“Telah‫ ا‬dilaknati‫ ا‬orang-orang‫ ا‬kafir‫ ا‬dari‫ ا‬Bani‫ ا‬Israil‫ ا‬dengan‫ ا‬lisan‫ ا‬Daud‫ ا‬dan‫“ ا‬Isa‫ ا‬putera‫ا‬
Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalul melampaui batas.
Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.
Sesungguhnya‫ا‬amat‫ا‬buruklah‫ا‬apa‫ا‬yang‫ا‬selalu‫ا‬mereka‫ا‬perbuat‫ا‬itu.”‫(ا‬QS.‫ا‬Al-Maidah 5:
78-79)

Mereka dikutuk terutama karena mereka satu sama lain tidak melarang tindakan
munkar yang mereka lakukan, bukan karena mereka Bani Israil. Sebab Bani Israil (Ahlul
Kitab)‫ ا‬yang‫ ا‬masuk‫ ا‬Islam‫ ا‬dan‫ ا‬setelah‫ ا‬itu‫ ا‬melakukan‫ ا‬amar‫ ا‬ma’ruf‫ ا‬nahi‫ ا‬munkar‫ ا‬dipuji‫ا‬
oleh Allah sebagai ornag-orang yang saleh. Allah berfirman :

“Mereka‫ ا‬itu‫ ا‬tidak‫ ا‬sama;‫ ا‬di‫ ا‬antara‫ ا‬Ahli‫ ا‬Kitab‫ ا‬itu‫ ا‬ada‫ ا‬golongan‫ ا‬yang‫ ا‬berlaku‫ ا‬lurus,‫ا‬
mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka
juga bersujud. Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh
kepada‫ا‬yang‫ا‬ma’ruf‫ا‬dan‫ا‬mencegah‫ا‬dari‫ا‬yang‫ا‬munkar‫ا‬dan‫ا‬bersegera‫ا‬kepada‫ا‬pelbagai‫ا‬
kebajikan. Mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.”‫( ا‬QS.‫ ا‬Ali‫ ا‬Imran‫ ا‬:‫ ا‬113-114).
Nahi Munkar

Dibandingkan‫ ا‬dengan‫ ا‬amar‫ ا‬ma’ruf,‫ ا‬nahi‫ ا‬munkar‫ ا‬lebih‫ ا‬berat‫ ا‬karena‫ ا‬berisiko‫ ا‬tinggi,‫ا‬
apalagi bila dilakukan terhadap penguasa yang zalim. Oleh karena itu Rasulullah SAW
sangat memuliakan orang-orang yang memiliki keberanian menyatakan kebenaran di
hadapan penguasa yang zalim. Beliau bersabda:
“Jihad‫ا‬yang‫ا‬paling‫ا‬utama‫ا‬ialah‫ا‬menyampaikan‫ا‬al-baq‫ا‬terhadap‫ا‬penguasa‫ا‬yang‫ا‬zalim.”‫ا‬
(HR. Abu Daud, Trimizi dan Ibn Majah)

Nahi munkar dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bagi yang mampu
melakukan dengan tangan (kekuasaannya) dia harus menggunakan kekuasaannya itu,
apalagi tidak bisa dengan kata-kata, dan bila dengan kata-kata juga tidak mampu paling
kurang menolak dengan hatinya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :

“Barangsiapa‫ ا‬diantara‫ ا‬kamu‫ ا‬melihat‫ ا‬kemunkaran,‫ ا‬hendaklah‫ ا‬dia‫ ا‬merobahnya‫ ا‬dengan‫ا‬


tangannya. Kalau tidak sanggup (dengan tangan, maka robahlah) dengan lisannya.
Dan apabla tidak sanggup (dengan lisan), maka robahlah dengan hatinya. Yang
demikian itu adalah selemah-lemahnya‫ا‬ iman”.‫ا‬ (HR.‫ا‬ Muslim).

D. Hubungan Pemimpin Dan Yang Dipimpin

Al-Qur’an‫ا‬menjelaskan‫ا‬bahwa‫ا‬Allah‫ا‬SWT‫ا‬adalah‫ا‬pemimpin‫ا‬orang-orang yang beriman :

“Allah‫ا‬Pemimpin‫ا‬orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan


kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin mereka adalah
thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah
penghuni‫ ا‬neraka.‫ ا‬Mereka‫ ا‬kekal‫ ا‬di‫ ا‬dalamnya.”‫( ا‬QS.‫ ا‬Al-Baqarah 2:257)

Azh-zhulumat (kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol dari segala bentuk
kekufuran, kemusyrikan, kefasikan dan kemaksiatan. Atau dalam bahasa sekarang azh-
zhulumat adalah bermacam-macam ideologi dan isme-isme yang bertentangan dengan
ajaran Islam seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme,
hedonisme dan lain sebagainya. Sedangkan an-Nur adalah simbol dari ketauhidan,
keimanan, ketaatan dan segala kebaikan lainnya.

At-thaghut adalah segala sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah SWT
dan dia suka diperlakukan sebagai Tuhan tersebut. Menurut Sayyid Qutub, Thaghut
adalah segala sesuatu yang menentang kebenaran dan melanggar batas yang telah
digariskan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya. Dia bisa berbentuk pandangan hidup,
peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah SWT.
Secara operasional kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh Rasulullah SAW,
dan sepeninggal beliau kepemimpinan itu dilaksanakan oleh orang-orang yang
beriman. Hal itu dinyatakan di dalam Al-Qur’an‫ا‬ :

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang


beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah). (Al – Maidah : 55 )

a. Kriteria Pemimpin dalam Islam

Pemimpin umat atau dalam ayat diatas di istilahkan dengan waliy dan dalam ayat lain
(Q.S An-Nisa 4:59) disebut dengan Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah
SAW setelah beliau meninggal dunia .
Orang – orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al – Maidah ayat 55 .

1. Beriman kepada Allah SWT

Karena Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW , sedangkan


Rasulullaj sendiri adalah pelaksana kepemimpinan Allah SWT , maka tentu saja yang
pertama kali harus dimiliki penerus beliau adalah Keimanan . Tanpa Keimanan kepada
Allah dan Rasul-Nya bagaimana mungkin pemimpin dapat diharapkan memimpin umat
menempuh jalan Allah diatas permukaan bumi ini .

2. Mendirikan Shalat

Shalat adalah ibadah Vertikal langsung kepada Allah SWT . Seorang pemimpin yang
mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertical yang baik dengan Allah SWT .
Diharapkan nilai – nilai kemuliaan dan kebaikan yang terdapat dalam shalat dapat
tercermin dalam kepemimpinannya.

3. Membayarkan Zakat

Zakat adalah ibadah madhdhah yang merupakan simbol kesucian dan kepedulian
social . Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu berusaha mensucikan hati
dan hartanya . Dia tidak mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal (mis
: Korupsi , Kolusi , dan Nepotisme ) . Dan lebih dari pada itu dia memiliki kepedulian
social‫ا‬yang‫ا‬tinggi‫ا‬terhadap‫ا‬kaum‫ا‬dhu’afa‫ا‬dan‫ا‬mustadh’afin‫ا‬.‫ا‬Dia‫ا‬akan‫ا‬menjadi‫ا‬pembela‫ا‬
orang – orang yang lemah .

4. Selalu Tunduk Patuh kepada Allah SWT

Dalam ayat diatas disebutkan‫ا‬pemimpin‫ا‬itu‫ا‬haruslah‫ا‬orang‫ا‬selalu‫ا‬ruku’‫ا‬.‫ا‬Ruku’‫ا‬adalah‫ا‬


simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yang secara
konkret dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kaffah , baik dalam
aspek aqidah , ibadah , akhlaq maupun muamalat . Aqidahnya benar , ibadahnya tertib
, dan sesuai tuntutan Nabi , akhlaknya terpuji , dan muamalatnya tidak bertentangan
dengan syariat .

b. Konsep Leader is a Ladder

Konsep ini merupakan konsep Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin yang
merupakan hasil ijtihad dari penulis , dimana Konsep Leader is a Ladder merupakan
konsep dimana seorang pemimpin merupakan sebuah tangga yang akan menjadi
perantara atau jembatan bagi calon pemimpin selanjutnya .

Pemimpin yang baik disini adalah pemimpin yang mencetak sebanyak mungkin calon
Pemimpin , yang nantinya dapat melanjutkan kepemimpinan selanjutnya dengan lebih
baik dan lebih matang .

Konsep ini diterapkan agar pemimpin menjadi panutan dan teladan bagi bawahannya
dan Menurut James A.F Stonen, terdapat tujuh tugas utama seorang pemimpin adalah :

1. Pemimpin bekerja dengan orang lain : Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk
bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau
atasan lain dalam organjsasi sebaik orang diluar organisasi.

2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akontabilitas):


Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas,
mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung
jawab untuk kesuksesan stafhya tanpa kegagalan.

3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas : Proses kepemimpinan


dibatasi sumber, jadi pemimpin hanya dapat menyusun tugas dengan mendahulukan
prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan
tugas- tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara
efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.

4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual : Seorang pemimpin harus
menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat
mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh
pekerjaan menjadf lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.

5. Manajer adalah forcing mediator : Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan
organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator
(penengah).

6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat: Seorang pemimpin harus mampu mengajak
dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat
mewakili tim atau organisasinya.

7. Pemimpin membuat keputusan yang sulit : Seorang pemimpin harus dapat


memecahkan masalah.

Dari ketujuh hal inilah yang harusnya pemimpin terapkan dalam tugasnya memimpin
orang - orang , dan setelah hal ini diimplementasikan maka seorang pemimpin wajib
untuk 'menurunkan ilmu' nya ini kepada bawahannya . Agar bawahannya ini kelak akan
menjadi pemimpin yang dapat menjalankan tugasnya kelak.
Adapun hambatan yang dihadapi ketika ingin menerapkan
1. Egois : kenapa Egois , karena kebanyakan para pemimpin hanya mau dia sajalah
merasakan bangku kepemimpinan tersebut , tanpa harus memikirkan orang setelahnya
yang akan menduduki posisi pimpinan tersebut . Sehingga mereka terlalu 'masa bodoh'
dengan bawahannya.

2. Sombong : penyakit kekuasaan yang satu ini tentunya telah mengakar sejak zaman
dahulu kala , penyakit kesombongan karena merasa sudah diatas sehingga melupakan
bawahannya . Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin tidak sepantasnya
bersikap sombong , karena pemimpin bagaikan tangga maka pemimpin harus menjadi
fasilitator.

3. Iri dan Dengki : walaupun sudah menjadi pemimpin , penyakit iri dan dengki masih
saja menjangkiti para pemimpin . Sebagian kecil dari pemimpin tersebut masih saja iri
melihat bawahannya yang mendapatkan jatah lebih banyak dari dirinya . Maka si
pemimpin akan iri terhadap bawahannya , dan mengambil jatah bawahannya.

c. Persaudaraan antara Pemimpin dan yang Dipimpin

Sekalipun dalam struktur bernegara ada hirarki kepemimpinan yang mengharuskan


umat atau takyat patuh kepada pemimpinnya , tetapi dalam pergaulan sehari – hari
hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin tetaplah dilandaskan kepada prinsip –
prinsip ukhuwah islamiyah , bukan prinsip – prinsip atasan dengan bawahan .
Demikianlah yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Kaum Muslimin yang berada di sekitat beliau waktu itu dipanggil dengan sebutan
sahabat – sahabat , suatu panggilan yang menujukkan hubungan yang horizontal ,
sekalipun ada kewajiban patuh secara mutlak kepada beliau sebagai seorang Nabi dan
Rasul .

Hubungan persaudaraan seperti itu dalam praktiknya tidaklah melemahkan


kepemimpinan Rasulullah SAW , tetapi malah memperkokoh , karena tidak hanya
didasari hubungan Formal , tapi juga hubungan hati yang dipenuhi kasih sayang .
ADAB DI JALAN Assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh// Pendengar/ yang di dirahmati Alloh l/
pada pada pertemuan kali ini/ kita akan membahas terkait dengan adab ketika kita berada di jalan//
Pendengar/ agama islam begitu memperhatikan penganutnya agar jangan sampai penganutnya
terjerumus kedalam Akhlak yang tercela baik kepada Alloh dan sesama Makhluk/ begitu pula dalam hal
ini/ yaitu terkait dengan adab ketika kita sedang berada dijalan/ islam sendiri telah memberi aturan
bagaimana kita berperilaku ketika kita berada di jalan/ dan memberikan hak jalan/ dalam hal ini
Rosululloh n mewasiatkan para shohabatnya/ yaitu// Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan
juga Muslim// Dari Abi Sa’id Al Khudri a dari Nabi Muhammad n bahwa beliau bersabda: ‫س ِاإيا ُكما‬ ‫في َوال ُجلُو َا‬
ُّ
‫ الط ُرقَا ِا‬Yang artinya/ "Hindarilah duduk di jalan-jalan// Rosululloh n memperingatkan kaum muslimin
‫ت‬
untuk tidak duduk di jalan-jalan// Jika mesti demikian/ maka hendaklah ia memberikan hak jalan//
Pedengar/ demikian Rosululloh memperingati para Sahabatnya yang mulia untuk tidak duduk dijalan/
namun apabila tidakbisa dihindari untuk duduk dijalan maka ada beberapa adab tuntunan atau hak yang
diberikan kepada jalan di antaranya adalah; Yang pertama// menundukkan pandangan/ mencegah
kemadhorotan/ menjawab salam/ amar ma’ruf dan nahi munkar// Diriwayatkan dari Abi Sa’id Al Khudri
a dia berkata: Bersabda Rosululloh n/ melalui hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori/: ‫س ِإيا ُكما‬ ‫لي َوال ُجلُو َا‬ ‫ع َا‬َ
‫ت‬ ُّ ُ
‫فَقَالوا الط ُرقَا ِا‬: ‫ِي إِن َما بُدا لَنَا َما‬ ‫سنَا ه َا‬ ُ ‫ث َم َجا ِل‬ ‫فِي َها نَت َ َحد ُا‬، ‫ل‬ َ
‫قَا َا‬: ‫ِلس إِلا أبَيتُما فَإِذَا‬ ُ َ
‫ َحق َها الط ِريقَا فَأعطوا ال َم َجا َا‬// ‫قَالوا‬: ‫ق َو َما‬ ُ ‫ق َح ُّا‬ ‫؟ الط ِري ِا‬
‫قَا َا‬:‫َضا‬
‫ل‬ ُّ ‫ص ِار غ‬ َ َ‫َف الب‬ َ َ
‫ن َونَهيا بِال َمع ُروفِا َوأمرا األذَى َوك ُّا‬ ‫ع ِا‬
َ ‫َر‬ ‫ ال ُمنك ِا‬Yang artinya/ "Hindarilah duduk di jalan-jalan//
Mereka berkata: 'Kami tidak bisa meninggalkan tempat itu/ tempat kami berbincang-bincang disini'//
Bersabda Rosululloh n/: "Jika kalian enggan meninggalkan tempat ini/ maka berilah hak jalan"// Mereka
bertanya: "Apa hak jalan itu?"// Rosululloh menjawab: "Menundukkan pandangan/ mencegah
kemadhorotan/ dan amar ma’ruf nahi munkar'"// Kemudian yang kedua// Dengan Menunjukan jalan
kepada orang yang bertanya/ berdasarkan sabda Rosululloh n melalui hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhori pula/: ‫ل‬ ‫ق َو َد ُّا‬‫ص َدقَها الط ِري ِا‬ َ Yang artinya/ “Menunjukkan jalan adalah shodaqah”// Baiklah
pendengar yang budiman// selanjutnya adab yang ketiga/ ialah membuang sesuatu yang
membahayakan di jalan sebagaimana sabda Rosululloh n dalam hadits yang diriwayatakan oleh Abu
Dawud dan Ibnu Hibban: ‫ع‬ ‫ط خَي ارا يَع َملا لَما َر ُجلا نَزَ َا‬ ‫عنا شَوكا غُصنَا قَ ُّا‬ َ ‫ق‬ ‫ش َج َرةا فِي كَانَا إِما الط ِري ِا‬ َ ُ‫طعَ اه‬ َ َ‫كَانَا َوإِما َوأَلقَااهُ فَق‬
‫ط اهُ َموضُوعاا‬ َ ‫َر فَأ َ َما‬ ‫شك َا‬ ‫ ال َجن اةَ فَأَد َخلَ اهُ ِب َها لَ اه ُ ا‬Yang artinya/ "Seseorang yang tidak mempunyai amal baik sama
َ َ‫ّللاُ ف‬
sekali/ menjauhkan ranting duri dari jalan// Jika berada di pohon/ dia memotongnya dan membuangnya
dan jika berada di suatu tempat/ maka dia membuangnya lalu Alloh memberi penghargaan atas
perbuatan itu dan memasukannya ke dalam surga"// Dan dalam hadits yang lain Rosululloh n bersabda/:
‫ضتا‬ َ ‫علَيا ع ُِر‬ َ ‫ل‬ ‫سنُ َها أُمتِي أَع َما ُا‬ َ ‫سيِئ ُ َها َح‬ َ ‫ِن فِي فَ َو َجدتُا َو‬ ‫ط األَذَى أَع َما ِل َها َم َحاس ِا‬ ‫عنا يُ َما ُا‬َ ‫ق‬ ‫سا ِوي فِي َو َو َجداتُا الط ِري ِا‬ َ ‫ع اةَ أَع َما ِل َها َم‬ َ ‫ت َ ُكونُا النُّخَا‬
‫ل ال َمس ِج ِاد فِي‬ َ َ ُ
‫ تدفنُا ا‬Yang artinya/ “Diperlihatkan kepadaku amal-amal umatku/ amal baik dan amal buruk
mereka/ lalu aku mendapatkan dalam amal baik mereka itu membuang duri dari jalanan dan aku
temukan dalam amal buruk mereka ialah berdahak di masjid yang tidak ditimbun dengan tanah”// Dan
dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Rosululloh bersabda/: ‫ق‬ ‫ل خَل ُا‬ ‫سانا ُك ِا‬َ ‫لي آ َد َام بَنِي مِ نا ِإن‬ ‫ع َا‬ َ ‫َوثَالَثِمِ ائِ ِاة سِتِينَا‬
‫الا‬
‫صا‬ َ ‫هللا كَب َار فَ َمنا َمف‬‫هللا َو َحمِ َاد َا‬ ‫ل َا‬ ‫هللا َوهَل َا‬
‫ح َا‬ ‫سـب َا‬ َ ‫هللاَ َو‬
‫هللا َواست َغف َاَر ا‬ ‫ل َا‬‫عزَ َا‬
َ ‫عنا َح َج ارا َو‬ َ ‫ق‬ ‫ط ِري ِا‬ ُ َ ‫ا‬
َ ‫عظ اما أوا شَو َك اة أوا المسلِمِ ينَا‬َ َ ‫عنا‬ َ ‫ق‬‫ط ِري ِا‬َ ‫أَوا الُمسلِمِ ينَا‬
‫عنا نَ َهي أَوا بِ َمع ُروفا أ َ َم َار‬ َ ‫ع َد َاد ُمنكَرا‬ َ ‫ح َوقَدا يَو َمئِذا يُمسِي فَإِن اهُ َوالثالَثِمِ ائِ ِاة السِتِينَا تِلكَا‬ ‫ن ُزح ِـز َا‬ ‫ع ِا‬ َ ‫ار‬
‫ الن ِا‬Yang artinya/ “Penciptaan
Setiap manusia dari keturunan Adam dengan 360 persendian// Barangsiapa yang bertakbir/ bertahmid/
bertahlil/ bertasbih/ beristighfar kepada Alloh dan menyingkirkan batu/ duri atau tulang dari jalan kaum
muslimin/ beramar ma’ruf dan nahi munkar sejumlah tigaratus enam puluh itu karena dia/ maka pada
hari itu dia telah dijauhkan dari neraka”// Kemudian dalam riwayat muslim di sebutkan bahwa
Rosululloh n bersabda; ‫الا َرأَيتُا َوقَدا‬ ‫ش َج َرةا فِي الَجن ِاة فِي يَتَقَلبُا َر ُج ا‬ َ ‫طعاَ َها‬َ َ‫ظه ِار مِ نا ق‬ َ ‫ق‬ ‫ ال ُمسلِمِ ينَا تُؤذِي كَانَتا الط ِري ِا‬Yang artinya/
“Sungguh aku melihat seseorang lelaki yang mondar-mandir di surga karena memotong pohon di jalan
yang konon mengganggu orang muslim”// Adab yang keempat// Dilarang membuang hajat di jalan
kaum muslimin atau di tempat berteduhnya// Dari Abu Hurairah a bahwa Rosululloh n bersabda/: ‫اِتقُوا‬
‫اللعاني ِا‬// ‫َان َو َما قَالُوا‬
‫ن‬ ‫ل يَا اللعان ِا‬
‫سو َا‬ُ ‫ل هللاِ؟ َر‬ ‫قَا َا‬: ‫ق فِي يَتَخَلىا الذِي‬ ‫ط ِري ِا‬ َ ‫اس‬ ‫ ظِ ِل ِهما أَوا الن ِ ا‬Yang artinya/ "Jagalah diri kalian dari
dua tempat yang menyebabkan orang mengutuk!"// "Apakah dua tempat yang menyebabkan orang
mengutuk itu wahai Rosululloh?"/ beliau menjawab: "Yaitu orang yang membuang hajat di jalan umum
atau tempat berteduhnya orang banyak'"//hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim// Selanjutnya
pendengar// Adab yang keelima// Laki-laki lebih berhak di tengah jalan daripada perempuan//
Diriwayatkan dari Abi Usaid Al Anshori a bahwa dia mendengar Rosululloh n saat dia berada di luar
masjid/ maka bercampurlah laki-laki dan perempuan di jalan lalu bersabda Rasululah n kepada para
perempuan: ‫س فَإِن اهُ إِستأخِ رنَا‬ ‫علَي ُكما الط ِريقَا ت ُ َحقِقنَا أَنا لَ ُكنا لَي َا‬ ‫ق بِ َحافَا ِا‬
َ ‫ت‬ ‫ت الط ِري ِا‬ ‫ق ال َمرأ َاة ُ فَكَانَ ِا‬
‫َـص ُا‬ ‫لَيَتَعَلقَا ثَوبَ َها إِنا َحتى بِال ِج َد ِا‬
ِ ‫ار ت َلت‬
ُ ُ‫ بِ ِاه ل‬Yang artinya/ "Mundurlah kalian/ karena bukan hak kalian di jalan// Hendaklah kalian
‫صوقِ َها مِ نا بِال ِج َد ِا‬
‫ار‬
berada di pinggir jalan// Maka perempuan menempel ke dinding/ karena saking melekatnya seakan
bajunya menggantung di dinding"// Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud// Adab yang kelima//
Menolong seseorang untuk naik kendaraannya atau mengangkat barangnya ke atas kendaraannya/
dalam hal ini Rosululloh bersabda melalui hadits yang direiwayatkan oleh Imam Bukhori/: ‫ل‬ ُ ‫علَي ِاه‬
‫سالَ َمى ُاك ُّا‬ َ
َ ‫ل يُعِينُا يَوما ُكلا‬
‫ص َدقَةا‬ ُ
‫علَي َها يُ َحامِ ل اهُ َدابتِ ِاه فِي الر ُج ُا‬ َ
َ ‫علَي َها يَرفَ ُاع أوا‬ َ ‫ص َدقَةا مت َا‬
َ َۖ ُ ‫ع اه‬ َ // "Setiap anggota tubuh wajib
disedekahkan// Setiap hari menolong seseorang naik kendaraannya atau mengangkat barangnya ke atas
kendaraanya ialah shodaqoh… Dan pendengar/ diantara adab yang telah kita sebutkan tersebut ada
beberapa kesimpulan/ Di antara adab jalan ialah menundukkan pandangan/ mencegah kemadhorotan/
menjawab salam/ amar ma'ruf dan nahi munkar/ memperbanyak dzikir kepada Alloh/ menasehati orang
yang sesat/ menunjukkan orang buta/ memberi pendengaran orang yang tuli/ menolong orang yang
didzolimi/ membantu orang yang lemah dalam mengangkat barangnya/ berjalan di muka bumi dengan
rendah hati/ mempunya tujuan dalam berjalan/ merendahkan suara/ kata-kata yang baik/ orang yang
berjalan memberi salam kepada yang duduk/ yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan/
yang kecil memberi salam kepada yang lebih besar/ menjaga tiga hal yang dilaknat: membuang hajat di
sumber air/ di jalan dan tempat berteduh/ tidak banyak menengok yang tidak perlu karena akan
mengurangi harga diri/ tidak mengolok-olokan perempuan yang lewat juga tidak mempermainkan pria
yang lewat// demikian wallohu a’lam Cheap
Akhlak terhadap Makhluk Selain Manusia
Agama Islam adalah rahmat Allah untuk semesta alam yang artinya rahmat tersebut bukan
hanya untuk manusia saja, tetapi juga untuk makhluk hidup selain manusia yaitu alam dan
lingkungan hidup. Sikap muslim yang benar terhadap makhluk hidup selain manusia, antara lain
sebagai berikut.

1. Akhlak terhadap lingkungan hidup


Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang
harmonis dengan alam sekitar. Memakmurkan alam adalah mengolah sumber daya yang berada
di alam sehingga dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam itu
sendiri. Allah menyediakan bumi yang subur ini untuk diolah oleh manusia dengan kerja keras
dan dipelihara sehingga mampu melahirkan nilai yang tinggi. Kekayaan alam yang berlimpah
disediakan oleh Allah untuk digunakan oleh manusia dengan cara mengambil dan memberi
manfaat, baik dari dan kepada alam serta melarang segala bentuk perbuatan yang merusaknya.
Alam dan lingkungan yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat-lipat.
Sebaliknya, alam yang dibiarkan atau hanya diambil manfaatnya akan mendatangkan malapetaka
bagi manusia. Kita dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh
akhlak yang buruk terhadap lingkungan seperti hutan yang dieksploitasi tanpa batas sehingga
melahirkan malapetaka kebakaran hutan yang menghancurkan tanaman hutan dan habitat hewan-
hewannya.
Eksploitasi kekayaan laut tanpa memperhitungkan kelestarian ekologi laut telah
menimbulkan kerusakan hebat,baik habitat hewan maupun tumbuh- tumbuhan. Sayangnya,
semua itu dilakukan semata-mata untuk mengejar keuntungan ekonomi yang bersifat sementara,
namun akibatnya mendatangkan kerusakan alam yang parah dan tidak bisa direhabilitasi dalam
waktu puluhan bahkan ratusan tahun.
Kerusakan alam dan ekosistem di lautan dan daratan terjadi akibat manusia tidak menyadari
sifatnya yang sombong, egois, rakus, dan angkuh yang merupakan bentuk akhlak terhadap
lingkungan yang sangat buruk dan tidak terpuji. Padahal tujuan diangkatnya manusia sebagai
khalifah di muka bumi yaitu sebagai wakil Allah yang seharusnya bertugas memakmurkan, dan
melestarikan alam.
Firman Allah SWT. dalam Surah Ar Rum Ayat 41.
Corruption doth appear on land and sea because of (the evil) which men's hands have done,
that He may make them taste a part of that which they have done, in order that they may return.
Artinya :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).

2. Akhlak terhadap Tumbuh- tumbuhan


Lingkungan hidup merupakan dukungan terhadap kehidupan dan kesejahteraan, bukan saja
terhadap manusia akan tetapi juga bagi makhluk yang lain seperti tumbuh-tumbuhan. Oleh
karena itu lingkungan harus tetap terjaga keserasian dan kelangsungan hidupnya sehingga secara
berkesinambungan tetap dalam fungsinya sebagai pendukung kehidupan.

Al Nazi’at : 31-32

And produced therefrom the water thereof and the pasture thereof And He made fast the hills.

Artinya :
"Ia memancarkan daripadanya mata air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan gunung-
gunung dipancangkanNya dengan teguh (semua) itu untuk kesenanganmu dan untuk binatang-
binatang ternakmu." (Al Nazi'at : 31-32)

Akhlak terhadap lingkungan dapat diwujudkan dalam bentuk perbuatan insan yaitu dengan
menjaga keserasian dan kelestarian serta tidak merusak limgkungan hidup. usaha-usaha yang
dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian lingkungan. Apa yang kita
saksikan saat ini adalah bukti ketiadaan akhlak terhadap lingkungan. Sehingga akhirnya ,
akibatnya menimpa manusia sendiri. Banjir, tanah longsor, kebakaran, dan isu yang sering
dibicarakan yaitu "global warming" sedang mengancam manusia. Allah telah Berfirman:
Al Qashas : 77

But seek the abode of the Hereafter in that which Allah hath given thee and neglect not thy
portion of the world, and be thou kind even as Allah hath been kind to thee, and seek not
corruption in the earth; lo! Allah loveth not corrupters,
Artinya :
"Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. dan janganlh kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. " ( al Qashas : 77)

Dalam Al baqarah : 205

And when he turneth away (from thee) his effort in the land is to make mischief therein and
to destroy the crops and the cattle; and Allah loveth not mischief.
Artinya :
" Dan apabila ia berpaling , ia berjalan di bumi, untuk mengadakan kerusakan padanya dan
merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan". (
Albaqarah 205)

Dalam Al A’raf : 56
And He it is Who sendeth the winds as tidings heralding His mercy, till, when they bear a
cloud heavy (with rain), We lead it to a dead land, and then cause water to descend thereon and
thereby bring forth fruits of every kind. Thus bring We forth the dead. Haply ye may remember.
Artinya :
" Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepaa orang-orang yang berbuat baik." (Al A'raf : 56)
Di antara anugerah Allah kepada manusia adalah diciptakan -Nya tumbuh- tumbuhan.
Sebagian besar makanan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan. Demikian pula makanan
binatang- binatang ternak, sebagian besar adalah tumbuh- tumbuhan yang bermacam-macam
jenisnya.

Firman Allah Surah Taha Ayat 53.

[It is He] who has made for you the earth as a bed [spread out] and inserted therein for you
roadways and sent down from the sky, rain and produced thereby categories of various plants.
Artinya :
Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu
di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air
hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.

Manusia perlu menyayangi tumbuh- tumbuhan karena sebagian dari pemenuhan keperluan
hidup manusia itu berasal dari tumbuh-tumbuhan, baik tumbuh- tumbuhan yang dapat dimakan,
seperti daunnya, maupun tumbuh- tumbuhan yang batang atau bunganya dapat diambil
manfaatnya dan berfungsi membersihkan udara. Semuanya perlu diberi air sesuai dengan
kebutuhannya.
Tumbuhan yang ditanam di sawah dan ladang perlu disiangi agar pertumbuhannya dan
perkembangannya tidak terganggu oleh rumput- rumput yang tidak berguna.Tanam- tanamanan
dipelihara yang harus dijaga jangan sampai dirusak atau dimakan oleh hama. Tanaman yang
telah dimakan atau dirusak hama hendaklah diberi pembasmi hama. Usahakan agar tanaman
mendapat sinar matahari dan dapat terkena hujan. Itulah sebagian di antara cara- cara
menyayangi tumbuh- tumbuhan.

3. Akhlak terhadap Binatang.


Dikisahkan pada suatu hari ketika Rasulullah SAW hendak pulang dari suatu tempat,
terlihatlah seekor kucing sedang tidur dengan anak-anaknya di atas jubah yang hendak dipakai
beliau. Beliau memperhatikan mahluk Allah yang sedang terkulai di atas jubahnya, dan rupanya
mereka tengah tertidur pulas. Alih alih membangunkan mereka, beliau memilih memotong
sebagian jubah hingga tidur kucing-kucing tersebut tidak terganggu. Tidur lelap adalah salah satu
nikmat yang diberikan Allah SWT dan beliau rupanya merasa tidak layak mengganggu mahluk
Allah yang sedang merasakan nikmat tidur tersebut. Adakah perilaku lemah lembut ini kita
amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari? Adakah kasih sayang kita pada para hewan yang juga
menghuni planet ini?
Umat Islam tentu tahu , Rasulullah SAW bukanlah Nabi yang bergelimang harta dan
kemewahan, bisa jadi jubah tersebut hanya satu–satunya yang beliau miliki, namun pengorbanan
demikian tidaklah terasa berat olehnya. Maka jika akhlak Rasulullah SAW terhadap hewan
seperti kucing saja sedemikian tingginya, bayangkanlah ahlak beliau terhadap manusia dan
penciptanya. Hal ini dinyatakan dalam Al Qur’ an dan terekam abadi sepanjang zaman.
Al Ahzab :21

There has certainly been for you in the Messenger of Allah an excellent pattern for anyone
whose hope is in Allah and the Last Day and [who] remembers Allah often.
Artinya :
” Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang -orang yang mengharap rahmat Allah…” (QS. Al Ahzab [33] : 21)

Namun kadangkala kita yang mengaku umatnya sering berbuat semena–mena terhadap
hewan, ada yang kita adu–adu, kita siksa seenaknya, kita buru dan sakiti hanya untuk
kesenangan. Burung – burung yang terbang kita ketapel atau dihujani peluru senapan angin,
ayam jago kita adu–adu sampai meregang nyawanya.. ba hkan kucing yang mengeong meminta
sisa makanan kita tendang begitu saja. Padahal hampir semua kaum muslimin pernah mendengar
riwayat tentang orang yang diampuni Allah SWT karena menolong anjing yang kehausan.
Banyak di beberapa Negara yang memiliki industri bulu binatang seperti Cina, si binatang
(seperti rubah) dikuliti hidup–hidup untuk mempersingkat waktu dan mempermurah biaya, tanpa
peduli sakit dan derita yang dialami si hewan yang bersangkutan. Metode menghabisi binatang–
binatang malang yang diambil bulu dan kulitnya untuk pakaian para selebriti inipun
mengenaskan, mereka dibunuh dengan racun karbon monoksida, dibiarkan tanpa oksigen,
dieksekusi lewat listrik atau dipatahkan lehernya dengan cara dipijak. Rupanya masih ada
beberapa manusia yang tega melihat mahluk lain tersiksa demi sekedar keuntungan materi dan
kita bermohon kepada Allah SWT agar dihindarkan dari sifat barbar sedemikian rupa.
Tidak dipungkiri banyak juga binatang yang mengancam kesehatan bahkan jiwa manusia,
seperti kalajengking, ular dan lain sebagainya dan binatang jenis ini diperbolehkan bagi kita
membunuhnya.
Mari kita beranjak ke sebuah riwayat lain, suatu ketika seorang sahabat hendak
menyembelih unta dan ia merebahkan untanya dahulu baru mengasah pisaunya, Rasulullah
SAW yang melihat kejadian tersebut langsung menegur “Kau membunuh hewan itu dua kali,
seharusnya asah dahulu pisaumu baru rebahkan dan sembelihlah unta itu.” Rupanya Rasulullah
SAW tidak rela si unta berlama – lama dan menderita saat menanti ajalnya. Ucapan ini keluar
ribuan tahun silam dan di masa kini, zaman yang kita klaim modern sikap itu didukung dengan
sebuah penelitian ilmiah yang mendeteksi bahwa jika binatang teraniaya, ketakutan atau merasa
diteror maka ia akan mengeluarkan mekanisme pertahanan dalam tubuhnya dan akan
mengeluarkan zat berpengaruh tidak baik pada dagingnya. Dengan kata lain, daging binatang
yang disembelih dengan cara yang zalim/menyiksa dagingnya tidaklah sehat untuk dikonsumsi.
Mekanisme pertahanan binatang tersebut ditelti juga berlaku saat si hewan menyaksikan
sesamanyanya dianiaya.
Binatang/hewan ternak yang halal dikonsumsi memang tidak lain tidak bukan diciptakan
Allah SWT untuk keperluan manusia , namun sungguh tidak berarti kita bebas berlaku
sewenang–wenang terhadap mereka. Tidak sekedar menyembelih dengan membaca Bismillah,
namun tata cara menyembelihpun tidak diabaikan oleh agama yang sejatinya merupakan rahmat
untuk seisi dunia.
Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW pernah menegur saat mendapati beberapa sahabatnya asyik
berbincang–bincang di atas punggung unta. Beliau menjelaskan selayaknya unta ditunggangi
saat bepergian atau diperlukan saja. Beliau menambahkan bahwa belum tentu yang menaiki si
unta lebih ingat kepada Allah SWT ketimbang yang dinaiki.. Dari riwayat ini kita mendapat
gambaran bahwa sesungguhnya Islam mengajarkan kita berhati–hati dalam bersikap pada hewan.
Jauh sebelum muncul organisasi pencinta hewan yang menyerukan hak–hak untuk binatang,
jauh sebelum ada suaka margasatwa, perlindungan atau penangkaran hewan langka. Umat Islam
telah diberi panduan bagaimana memperlakukan hewan dengan semestinya. Memberdayakan
mereka sesuai fitrahnya dan tidak mengeksploitasi mereka kelewat batas.
Dewasa ini, kebutuhan manusia akan daging hewan untuk dikonsumsi kian hari kian
meningkat dan mengilhami para ahli di negara–negara modern melakukan rekayasa genetika,
menyuntikkan hormon tertentu atau memberi pakan yang tidak alami hingga si hewan cepat
tumbuh besar padahal upaya tersebut akan menghasilkan zat yang tetap bersemayam dan tidak
lantas sirna saat si daging dimasak. Anda dapat menyaksikan penjelasan lebih detail dan ilmiah
mengenai ini pada sebuah film dokumenter keluaran tahun 2009 yang berjudul Food Inc. Ini
adalah salah satu contoh bagaimana kita telah memberdayakan mereka di luar fitrah. Rasulullah
SAW dan para sahabat kita ketahui tidaklah mengkonsumsi daging setiap harinya, dan kita tahu
berdasar riwayat kendati dengan pola makan sederhana, raga mereka prima adanya , shalat dan
puasa mereka di atas rata-rata dan laga mereka di medan perang tiada bandingannya. Pola
mengkonsumsi daging yang berlebihan ternyata terbukti tidaklah membentuk fisik manusia
menjadi sehat wal afiat namun malahan penyakit bertubi tubi yang didapat.
Kita memang tidak diwajibkan menjadi vegetarian namun tidak salahlah Imam Ali Bin Abi
Thalib RA pernah mengingatkan kita dengan kata–katanya yang termasyhur “Janganlah perut
kalian dijadikan kuburan binatang”. Dalam sebuah kitab Imam Al-Ghazali menceritakan suatu
ketika tatkala Nabi Daud AS sedang duduk membaca kitab Az-Zabur, dengan tiba-tiba
terpandanglah olehnya seekor ulat merah. Lalu Nabi Daud AS. berkata pada dirinya, “Apa yang
dikehendaki Allah dengan ulat ini?”
Ternyata usai ucapan itu terlontar, Allah SWT pun mengizinkan ulat merah itu berkata-kata.
“Wahai Nabi Allah! Allah SWT telah mengilhamkan kepadaku untuk membaca ‘Subhanallahu
walhamdulillahi wala ilaha illallahu wallahu akbar’ setiap hari sebanyak 1000 kali dan pada
malamnya Allah mengilhamkan kepadaku supaya membaca ‘Allahumma solli ala Muhammadin
annabiyyil ummiyyi wa ala alihi wa sohbihi wa sallim’ setiap malam sebanyak 1000 kali.“
Setelah ulat merah itu berkata demikian, maka dia pun bertanya kepada Nabi Daud AS.
“Apakah yang dapat kamu katakan kepadaku agar aku mendapat faedah darimu?” Segera Nabi
Daud AS menyadari akan kekhilafannya karena memandang remeh ulat tersebut, beliau pun
bertaubat dan berserah diri kepada Allah S.W.T.
Bangsa binatang telah menghuni bumi ini lebih lama dari kita, manusia…dan bukankah
mereka juga bertasbih memuji Allah dengan cara mereka sendiri?
Lebih banyakkah kita memuji Allah daripada mereka?
An Nur : 41
Do you not see that Allah is exalted by whomever is within the heavens and the earth and [by]
the birds with wings spread [in flight]? Each [of them] has known his [means of] prayer and
exalting [Him], and Allah is Knowing of what they do.
Artinya :
“Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang ada di langit dan di
bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui
(cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Surat
An -Nur: 41)“

Kita harus memiliki akhlak yang terpuji terhadap binatang. Alam hewani sengaja diciptakan
oleh Allah bagi kepentingan makhluk hidup lainnya, khususnya manusia. Manusia juga dapat
belajar mengenai bermacam hal dari hewan- hewan tersebut.
Hewan ada yang bersifat liar, jinak, atau hewan peliharaan. Ada juga hewan yang terbang di
angkasa, berenang di air, tetapi semua itu adalah jenis makhluk yang memiliki banyak
persamaannya dengan manusia yang merasakan lapar, haus, berkelamin, hidup berkelompok, dan
sebagaimana kehidupan makhluk manusia.
Firman Allah SWT Surah Al An’am ayat 38 sebagai berikut :
And there is not an animal in the earth, nor a flying creature flying on two wings, but they are
peoples like unto you. We have neglected nothing in the Book (of Our decrees). Then unto their
Lord they will be gathered.
Artinya :
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. tiadalah kami apakan sesuatupun dalam
Al-Kitab, Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

Binatang ternak atau peliharaan atau binatang apa pun jenisnya yang dipelihara perlu
disayangi. Cara menyayangi binatang peliharaan antara lain dengan memberinya makanan,
menyediakan tempatnya (kandang) yang wajar, memelihara kebersihannya, menjaga
kesehatannya, bahkan kalau mungkin mengobatinya apabila sakit sebagaimana yang dilakukan
oleh kebun binatang pada umumnya.
Kebiasaan mengadu binatang- binatang tertentu sesungguhnya juga berarti menyiksa
binatang tersebut. Terlebih apabila mengadu binatang dengan memakai taruhan karena perbuatan
ini adalah judi, sedangkan berjudi termasuk dosa besar.
Binatang ternak yang akan dimakan dagingnya tentu harus disembelih lebih dulu. Menyembelih
hewan pun ada peraturannya agar binatang yang disembelih tidak tersiksa. Di antara peraturan
tersebut antara lain ketika akan menyembelih hendaknya memakai alat yang tajam, dan sebelum
disembelih, binatang tersebut hendaklah diberi makan sampai kenyang. Semua ini menunjukkan
kepada kita bahwa kita diperintahkan untuk menyayangi binatang. Nabi Muhammad SAW
bersabda sebagai berikut, yang artinya :
"Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik atas segala sesuatu, maka apabila kamu
membunuh (hewan) hendaklah membunuh dengan baik, dan apabila kamu menyembelih maka
sembelihlah dengan baik, dan hendaklah kamu menajamkan pisaumu, dan hendaklah binatang
sembelihan itu disenangkan (dengan cara memberi makan sebelum disembelih).” (HR Muslim).
Dengan demikian, kita boleh membunuh binatang yang membahayakan atau merugikan. Kita
diperintah untuk mem¬bunuhnya, asal saja ketika melaksanakannya tidak didahului dengan
penyiksaan, seperti menyirami tikus dengan minyak tanah, kemudian baru membakarnya.
Bunuhlah binatang itu dengan alat yang menyebabkan ia segera mati sehingga ia tidak merasa
tersiksa.

4. Akhlak terhadap Makhluk Gaib


Selain Allah SWT menciptakan manusia, Dia juga menciptakan jin. Jin merupakan makhluk
gaib yang harus kita imani. Perlu kita ketahui bahwa selain ada jin yang taat dan patuh kepada
Allah SWT ada pula jin yang tidak patuh dan taat kepada Allah SWT diantaranya iblis dan setan.
Iblis dan setan adalah makhluk Allah SWT yaitu sejenis jin yang diciptakanNya dari api yang
sangat panas, jauh sebelum diciptakanNya Nabi Adam as.
Kita meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan semesta alam dan Mahakuasa serta Maha
berkehendak, sedangkan semua makhlukNya termasuk jin, iblis dan setan berada di dalam
kekuasaanNya. Oleh karena itu, cara menyikapi adanya jin, iblis dan setan adalah sebagai berikut
:
a. Jangan menuruti langkah-langkah setan.
b. Tidak terganggu dan terjebak dalam kehidupan jin, iblis dan setan.
c. Selalu mengingat Allah dan memohon pertolonganNya dari segala godaan iblis dan setan.
d. Melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Вам также может понравиться

  • Sop Persalinan Normal PDF
    Sop Persalinan Normal PDF
    Документ6 страниц
    Sop Persalinan Normal PDF
    Rie Hy
    80% (10)
  • Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
    Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
    Документ24 страницы
    Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
    nisa tifa
    100% (5)
  • Tinjauan Teori Abortus
    Tinjauan Teori Abortus
    Документ6 страниц
    Tinjauan Teori Abortus
    desy rizkika
    Оценок пока нет
  • Standar Pelayanan Kebidanan
    Standar Pelayanan Kebidanan
    Документ66 страниц
    Standar Pelayanan Kebidanan
    Hakiki Akbari
    88% (8)
  • Curriculum Vitae
    Curriculum Vitae
    Документ2 страницы
    Curriculum Vitae
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • DAFTAR PUSTAKAaaa
    DAFTAR PUSTAKAaaa
    Документ3 страницы
    DAFTAR PUSTAKAaaa
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Print
    Print
    Документ2 страницы
    Print
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Makalah Komunikasiiiiiii
    Makalah Komunikasiiiiiii
    Документ6 страниц
    Makalah Komunikasiiiiiii
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Dasar Akun
    Dasar Akun
    Документ24 страницы
    Dasar Akun
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Lamaran Vanny
    Lamaran Vanny
    Документ1 страница
    Lamaran Vanny
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ6 страниц
    Bab I
    Julia Christin
    Оценок пока нет
  • Lamar An
    Lamar An
    Документ1 страница
    Lamar An
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • STANDAR ASUHAN KEBIDANAN 2018
    STANDAR ASUHAN KEBIDANAN 2018
    Документ9 страниц
    STANDAR ASUHAN KEBIDANAN 2018
    atik
    Оценок пока нет
  • Standar Asuhan Kebidanan
    Standar Asuhan Kebidanan
    Документ1 страница
    Standar Asuhan Kebidanan
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Fisika
    Fisika
    Документ10 страниц
    Fisika
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Poster Mencuci Tangan Dengan Sabun
    Poster Mencuci Tangan Dengan Sabun
    Документ1 страница
    Poster Mencuci Tangan Dengan Sabun
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Poster Lingkungan
    Poster Lingkungan
    Документ1 страница
    Poster Lingkungan
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • II Model Dan Nilai Promosi Kesehatan PDF
    II Model Dan Nilai Promosi Kesehatan PDF
    Документ19 страниц
    II Model Dan Nilai Promosi Kesehatan PDF
    Ariatin Nafi'ah
    Оценок пока нет
  • Makalah Solusio Plasenta
    Makalah Solusio Plasenta
    Документ24 страницы
    Makalah Solusio Plasenta
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Prinsip Etika Dan Moralitas Dalam Pelayanan Kebidanan
    Prinsip Etika Dan Moralitas Dalam Pelayanan Kebidanan
    Документ8 страниц
    Prinsip Etika Dan Moralitas Dalam Pelayanan Kebidanan
    Ello 'Craders' Mohamad
    Оценок пока нет
  • Bab I Ta
    Bab I Ta
    Документ1 страница
    Bab I Ta
    kanade nana
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ2 страницы
    Daftar Pustaka
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Mekanisme Persalinan Spontan
    Mekanisme Persalinan Spontan
    Документ36 страниц
    Mekanisme Persalinan Spontan
    Galdy Wafie
    Оценок пока нет
  • Jenjang Karier Keperawatan PDF
    Jenjang Karier Keperawatan PDF
    Документ33 страницы
    Jenjang Karier Keperawatan PDF
    ANDA
    Оценок пока нет
  • Kimia
    Kimia
    Документ4 страницы
    Kimia
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • Askep Ruptur Uteri
    Askep Ruptur Uteri
    Документ7 страниц
    Askep Ruptur Uteri
    Ignas Ngefak Kalli
    Оценок пока нет
  • Referat Abortus
    Referat Abortus
    Документ10 страниц
    Referat Abortus
    delvi fitria
    Оценок пока нет
  • BAB 9 Pencabutan
    BAB 9 Pencabutan
    Документ24 страницы
    BAB 9 Pencabutan
    Esti Hitatami
    Оценок пока нет
  • ASUHAN NEONATUS
    ASUHAN NEONATUS
    Документ11 страниц
    ASUHAN NEONATUS
    Ies Achmad Membla
    Оценок пока нет