Вы находитесь на странице: 1из 60

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 35
per 1.000 kelahiran hidup, lebih tinggi dibanding dengan negara-negara lain di Asia
Tenggara. Salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya pemberian ASI (air susu
ibu) ekslusif. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi (Susenas) terjadi penurunan terhadap
perilaku para ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yaitu pada tahun
2006 hanya sebesar 64,1% ibu yang memberikan ASI ekslusif kepada bayinya,
kemudian menurun menjadi 62,2% pada tahun 2007, bahkan pada tahun 2008 hanya
56,2%. Sementara, data terakhir dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2010 memperlihatkan hasil ibu yang memberi ASI eksklusif hanya mencapai 22%.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, masa pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan tetap diberikan setelah 6 bulan
berdampingan dengan makanan tambahan hingga umur 2 tahun atau lebih.1-3

Penyapihan adalah pengenalan untuk makanan padat dan penggantian susu


secara bertahap kepada makanan padat sebagai sumber utama nutrisi. Dalam publikasi
yang terbaru, World Health Organization (WHO) menggunakan istilah penyapihan
dalam arti yang lebih terbatas untuk menunjukkan penghentian sempurna menyusui.
Antara faktor anak disapih dini adalah karena menurut ibunya anaknya sudah siap
disapih, ASI tidak deras lagi dan ibu menderita penyakit yang tidak memungkinkan
memberikan ASInya. Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil
habis/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir
mereka sudah harus kembali bekerja. Faktor lain adalah gencarnya promosi susu
formula. Kurangnya pemberian ASI atau bahkan tidak diberikannya ASI hingga 24
bulan banyak menimbulkan dampak antara lain, meningkatnya kejadian diare,
kurangnya kecukupan gizi bagi anak dibawah dua tahun (Baduta), timbulnya alergi
serta meningkatnya pengeluaran rumahtangga karena pembelian susu formula.3,4

Alasan dilakukan penelitian adalah karena dari beberapa penelitian di masing-


masing wilayah kerja, masih banyak ibu yang melakukan penyapihan dini pada anak
di bawah usia dua tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Djaiman dan Sihadi pada

1
tahun 2009 diperoleh informasi bahawa 50% penyapihan dilakukan pada anak bawah
dua tahun di Indonesia pada umur 19,97 bulan. Selain itu, penelitian yang dilakukan
di Dusun Sawahan Desa Sidodadi Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun tahun
2012, dari 45 balita masih didapatkan 30 balita telah dilakukan penyapihan kurang
dari 2 tahun yaitu sebanyak 66,7%. Sedangkan Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SKDI) 2012, didapatkan sebanyak 72,9% bayi sudah dilakukan
penyapihan dini.3,5,6

Dari beberapa penelitian yang dilakukan, terdapat perbedaan pengetahuan dan


sikap ibu mengenai penyapihan tergantung wilayah kerja penelitian tersebut
dilakukan. Berdasarkan penelitian di Desa Brayu Blondong Kecamatan Dawar
Blandong Majokerto tahun 2012, sebagian besar responden mempunyai pengetahuan
kurang mengenai penyapihan yaitu sebesar 40% dan sebagian besar juga mempunyai
sikap negatif untuk melakukan penyapihan yaitu sebesar 69%. Dari yang
berpengetahuan baik sebanyak 56% akan bersikap positif untuk melakukan
penyapihan sedangkan responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 91% akan
bersikap negatif untuk melakukan penyapihan. Dari penelitian yang dilakukan di Desa
Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang pada tahun 2013 didapatkan
paling banyak pengetahuan ibu tentang penyapihan adalah baik yaitu sebanyak 78,2%
dan sebagian besar ibu mempunyai sikap baik tentang penyapihan sebesar 89,1%.
Penelitian di Desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya
tahun 2014 menunjukkan sebagian besar responden berpengetahuan cukup sebanyak
47,1%. Dari responden yang berpengetahuan baik, sebanyak 87,5% dengan usia
penyapihan kurang dari 24 bulan.1,7,8

Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan Kebon Jeruk dipilih sebagai lokasi


penelitian dengan alasan belum ada penelitian yang dilakukan mengenai pengetahuan,
sikap dan perilaku ibu menyusui terhadap penyapihan di wilayah kerja Posyandu
Kelurahan Kedoya Utara. Dan didapatkan dari penelitian yang dilakukan di Jakarta
pada tahun 2010 menunjukkan penyapihan bayi rata-rata dilakukan pada bulan ke
tujuh pasca persalinan.7

Maka dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang
berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu menyusui tentang
penyapihan di Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan Kebon Jeruk.

2
1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:


1.2.1 Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 35 per
1.000 kelahiran hidup dan salah satu penyebabnya adalah rendah pemberian ASI.

1.2.2 Hasil Survei Sosial Ekonomi (Susenas) menunjukkan bahwa terjadi penurunan
terhadap perilaku para ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yaitu
pada tahun 2006 hanya sebesar 64,1%, kemudian menurun menjadi 62,2% pada
tahun 2007, dan pada tahun 2008 hanya 56,2%.

1.2.3 Data terakhir dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2010
memperlihatkan hasil ibu yang memberi ASI eksklusif hanya mencapai 22%.

1.2.4 Penelitian yang dilakukan oleh Djaiman dan Sihadi pada tahun 2009 diperoleh
informasi bahawa 50% penyapihan dilakukan pada anak bawah dua tahun di
Indonesia pada umur 19,97 bulan.

1.2.5 Penelitian yang dilakukan di Dusun Sawahan Desa Sidodadi Kecamatan Mejayan
Kabupaten Madiun tahun 2012 didapatkan 66,7% balita telah dilakukan
penyapihan kurang dari 2 tahun.

1.2.6 Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SKDI) 2012, didapatkan sebanyak 72,9%
bayi sudah dilakukan penyapihan dini.

1.2.7 Penelitian di Desa Brau Blondong Kecamatan Dawar Blandong Majokerto tahun
2012 menunjukkan 40% mempunyai pengetahuan kurang dan 69% mempunyai
sikap negatif untuk melakukan penyapihan.

1.2.8 Penelitian yang dilakukan di Desa Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten


Semarang pada tahun 2013 didapatkan 78,2% pengetahuan ibu tentang penyapihan
adalah baik dan 89,1% ibu mempunyai sikap baik tentang penyapihan.

1.2.9 Penelitian di Desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya
tahun 2014 menunjukkan 47,1% responden berpengetahuan cukup. Dari responden
yang berpengetahuan baik, 87,5% dengan usia penyapihan kurang dari 24 bulan.

1.2.10 Penelitian yang dilakukan di Jakarta pada tahun 2010 menunjukkan penyapihan
bayi rata-rata dilakukan pada bulan ke tujuh pasca persalinan.

3
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum

Diketahuinya pengetahuan, sikap dan perilaku ibu menyusui mengenai


penyapihan serta faktor-faktor yang berhubungan di Posyandu RW 02 Kelurahan
Kedoya Utara Kecamatan Kebon Jeruk, demi terwujudnya peningkatan kesadaran ibu
menyusui tentang proses penyapihan yang benar, serta meningkatkan derajat
kesehatan anak.

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Diketahui sebaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu menyusui
mengenai penyapihan di Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
1.3.2.2 Diketahui sebaran mengenai penyapihan menurut pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
fisik ibu, tempat persalinan dan sumber informasi di Posyandu RW 02
Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
1.3.2.3 Diketahui hubungan antara pendidikan ibu, pekerjaan ibu, fisik ibu, tempat
persalinan dan sumber informasi dengan tingkat pengetahuan ibu menyusui
mengenai penyapihan di Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
1.3.2.4 Diketahui hubungan antara pendidikan ibu, pekerjaan ibu, fisik ibu, tempat
persalinan dan sumber informasi dengan tingkat sikap ibu menyusui mengenai
penyapihan di Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat.
1.3.2.5 Diketahui hubungan antara pendidikan ibu, pekerjaan ibu, fisik ibu, tempat
persalinan dan sumber informasi dengan tingkat perilaku ibu menyusui
mengenai penyapihan di Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
1.3.2.6 Diketahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu menyusui mengenai
penyapihan di Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat.
1.3.2.7 Diketahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu menyusui
mengenai penyapihan di Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
1.3.2.8 Diketahui hubungan antara sikap dengan perilaku ibu menyusui mengenai
penyapihan di Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat.

4
1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi peneliti


1.4.1.1 Menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah untuk merumuskan
dan memecahkan masalah yang ada di masyarakat.
1.4.1.2 Sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian berkait tentang
pengetahuan, sikap dan perilaku ibu menyusui mengenai penyapihan dan
faktor-faktor yang berhubungan.
1.4.1.3 Diharapkan penelitian ini akan memberikan wawasan dan pengetahuan
baru tentang faktor–faktor yang mempengaruhi penyapihan yang dapat
berdampak pada derajat kesehatan anak di masa yang akan datang.
1.4.1.4 Meningkatkan komunikasi di masyarakat.
1.4.1.5 Meningkatkan kemampuan berpikir analitis dan sistematis dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan.
1.4.2 Bagi perguruan tinggi
1.4.2.1 Mewujudkan Universitas Kristen Krida Wacana sebagai universitas riset
dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan
peran pendidikan dalam menyampaikan pengetahuan.
1.4.2.2 Merupakan salah satu perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam
melaksanakan fungsi atau tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengertian bagi
masyarakat.
1.4.2.3 Sebagai masukan dan acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya dan
diharapkan dapat menjadi data dasar atau pembanding serta masukan bagi
peneliti yang lain berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu
menyusui mengenai penyapihan dan faktor-faktor yang mungkin terkait
atau dapat juga dimasukkan faktor-faktor selain yang diuji didalam
penelitian ini.

1.4.3 Bagi Puskesmas


1.4.3.1 Sebagai salah satu masukan sebagai bahan informasi bagi petugas
kesehatan khususnya dokter puskesmas.
1.4.3.2 Adanya dukungan pendidikan dan pelatihan sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, khususnya di Puskesmas Kelurahan Kedoya
Utara.

5
1.4.3.3 Hasil penelitian ini merupakan dasar bagi penelitian selanjutnya di
Puskesmas.
1.4.4 Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku ibu menyusui tentang pentingnya penyapihan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan anak.

Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

2.1.1 Definisi ASI

6
ASI merupakan makanan alamiah untuk bayi. ASI mengandung nutrisi-nutrisi
dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai, untuk pertumbuhan bayi yang sehat.
Memberikan ASI kepada bayi, bukan saja memberikan kebaikan bagi bayi tapi juga
keuntungan untuk ibu.

ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok antara lain zat putih telur,
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat
kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini secara proporsional dan seimbang satu
dengan yang lainnya.9

2.1.2 Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui

Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek gizi,
aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan neurologis, ekonomis dan aspek
penundaan kehamilan.

1. Aspek gizi

a. Manfaat kolostrum

i. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi


bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

ii. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi
pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu, kolostrum harus
diberikan pada bayi.

iii. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung


karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi
bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

iv. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama


berwarna hitam kehijauan.

b. Komposisi ASI

7
i. ASI mudah dicerna karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga
mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat
dalam ASI tersebut.

ii. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi dan anak.

iii. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan


antara Whei dan Casien yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan
Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu
sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini
menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan susu sapi
mempunyai perbandingan Whey:Casein adalah 20:80, sehingga tidak
mudah diserap.

c. Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI

i. Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI
yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting untuk
proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan
bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina
mata.

ii. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam
lemak tidak jenuh rantai panjang(polyunsaturated fatty acid) yang
diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA
dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan
dan kecerdasan anak. Di samping itu, DHA dan AA dalam tubuh dapat
dibentuk atau disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu
masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam
linoleat).9

2. Aspek imunologik

i. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.


Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup

8
tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri
patogen E.coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.

ii. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan
yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.

iii. Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri ( E.coli dan
salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak
dari susu sapi.

iv. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per
mil. Terdiri dari 3 macam yaitu Brochus-Associated Lympocyte Tissue
(BALT) antibodi pernafasan, Gut Associated Lympocyte Tissue (GALT)
antibodi saluran pernafasan dan Mammary Associated Lympocyte Tissue
(MALT) antibodi jaringan payudara ibu.

v. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang


pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman
flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang
merugikan.9

3. Aspek psikologik

i. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui: bahwa ibu mampu menyusui
dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi
oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan
produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan
meningkatkan produksi ASI.

ii. Interaksi ibu dan bayi: pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi
tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.

iii. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi: ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi
karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit(skin to skin contact).
Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh
ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi
masih dalam rahim.9

9
4. Aspek kecerdasan

i. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk
perkembangan sistem saraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan
bayi.

ii. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ
point 4.3 poin lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 poin lebih pada usia 3
tahun dan 8.3 poin lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan
bayi yang tidak diberi ASI.9

5. Aspek neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas


yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.9

6. Aspek ekonomis

Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan menghemat
pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.9

7. Aspek penundaan kehamilan

Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan sehingga
dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal
sebagai Metode Amenorea Laktasi.9

2.1.3 Waktu yang tepat memberi ASI

Para ibu dianjurkan untuk memberi ASI sesegera mungkin begitu mereka
merasa cukup kuat, biasanya 30 menit setelah lahir. Sampai bayi berumur 4-6 bulan,
bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan bahan makanan dan minuman lain. Jika
ibu minum obat selama proses persalinan, mereka harus menunggu sampai obat
meninggalkan sistem pencernaan, biasanya berlangsung dalam dua sampai tiga jam.
Jika tidak minum obat, beberapa ibu mulai memberi ASI di kamar bersalin dan hal ini
baik sekali.9

2.2 Makanan Pendamping ASI (MPASI)

10
2.2.1 Definisi MPASI
Menurut Depkes RI tahun 1992, makanan pendamping ASI adalah makanan yang
diberikan kepada bayi/anak di samping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya.9

2.2.2 Manfaat MPASI

Makanan pendamping ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat


gizi/anak, penyesuaian kemampuan alat cerna dalam menerima makanan tambahan
dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk
memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan
merupakan salah satu proses pendidikan di mana bayi diajar mengunyah dan menelan
makanan padat dan membiasakan selera-selera baru.9

2.2.3 Tujuan pemberian makanan tambahan pendamping ASI

a) Melengkapi zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI.


b) Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan
dengan berbagai rasa dan bentuk.
c) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
d) Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kalori energi yang
tinggi.2

2.2.4 Pola pemberian makanan pendamping ASI

a) Buah-buahan

Buah-buahan yang dihaluskan atau dalam bentuk sari buah, misalnya pisang
Ambon, pepaya, jeruk, tomat. Sari buah dapat diberikan setelah bayi berumur 6
bulan dengan frekuensi 1-2 kali sehari sedangkan buah segar diberikan setelah
anak berumur di atas 12 bulan.

b) Makanan lunak

11
Makanan lunak adalah makanan yang berbentuk halus/setengah cair yang
diberikan pada bayi usia 6 bulan dengan frekuensi 2 kali dalam sehari dan untuk
9-12 bulan dengan frekuensi 1 kali dalam sehari.

c) Makanan lembek

Makanan lembek adalah bubur saring yang diberikan pada bayi usia diatas 6-9
bulan dengan frekuensi 1 kali dalam sehari dan untuk 6-9 bulan dengan frekuensi
2 kali sehari.

d) Makanan padat

Makanan padat adalah makanan pendamping berbentuk padat yang tidak


dianjurkan terlalu cepat diberikan pada bayi mengingat usus bayi belum dapat
menerima dengan baik sehingga dapat mengganggu fungsi usus. Contoh makanan
padat adalah biskut dan telur. Makanan padat dapat diberikan setelah anak
berumur diatas 12 bulan sebanyak 1- 2 kali dalam sehari.9

2.3 Penyapihan

2.3.1 Pengertian penyapihan

Pengenalan untuk makanan padat dan penggantian susu secara bertahap


kepada makanan padat sebagai sumber utama nutrisi dikenali sebagai proses
penyapihan. Dalam publikasi yang terbaru, World Health Organization (WHO)
menggunakan istilah penyapihan dalam arti yang lebih terbatas untuk menunjukkan
penghentian sempurna menyusui. Makanan tambahan merupakan pemberian nutrisi
apapun yang mengandungi makanan atau cairan lain selain ASI dan termasuk
makanan padat dan susu formula.4

Menurut Lewis menyapih merupakan proses peralihan pemberian makan bayi


dari susu ke bubur yang sangat halus, kemudian ke bubur yang lebih kasar, sampai
bayi berumur sekitar 12 bulan dan sudah sepenuhnya mampu menyantap makanan
keluarga.10

Tujuan memperkenalkan makanan padat bersama susu bayi adalah untuk


memberikan energi dan nutrisi tambahan ketika susu tidak lagi cukup untuk
mempertahankan pertumbuhan cepat bayi, kesehatan dan pembangunan yang optimal.

12
Selain itu, penyapihan juga memberikan kesempatan untuk mencoba rasa dan tekstur
baru makanan keluarga saat bayi dalam tahap reseptif.11

2.3.2 Manfaat penyapihan

Penyapihan anak 2 tahun dilakukan demi perkembangan maupun psikologis anak, seperti:

1. Mengembangkan pengenalan aneka ragam rasa dan tekstur makanan. Hal ini
berpengaruh pada perkembangan intelektualitasnya karena daya ingatnya akan
menyimpan informasi mengenai berbagai rasa dan tekstur makanan.
2. Memperbanyak latihan mengunyah makanan padat agar gigi dan rahang
berkembang optimal.
3. Anak di latih untuk mandiri karena tidak bergantung pada ASI setiap kali anak
lapar atau haus.8

2.3.3 Waktu penyapihan

Menurut WHO, masa pemberian ASI diberikan secara eksklusif 6 bulan


pertama, kemudian dianjurkan tetap diberikan setelah 6 bulan berdampingan dengan
makanan tambahan hingga umur 2 tahun atau lebih.3

Departemen Kesehatan merekomendasikan ASI eksklusif selama 6 bulan


pertama (26 minggu) sebagai rekomendasi populasi. Usia di mana bayi membutuhkan
makanan padat bervariasi dan semua bayi harus dikelola secara individual. Menyapih
sebaiknya tidak ditunda lebih dari 6 bulan karena dari waktu ini ASI tidak lagi cukup
untuk memenuhi semua kebutuhan gizi untuk pertumbuhan bayi (meskipun ASI akan
tetap menjadi sumber utama nutrisi selama berbulan-bulan setelah dimulainya
penyapihan). Beberapa orang tua mungkin memutuskan untuk memulai
memperkenalkan makanan padat sebelum 6 bulan dan beberapa bayi mungkin perlu
disapih sebelum 6 bulan. Makanan padat harus tidak diperkenalkan sebelum 17
minggu (4 bulan) dan lebih dekat ke usia 6 bulan lebih baik.11

Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda dalam masyarakat berbeda. Pada
segolongan masyarakat, hal ini tidak dilakukan sebelum bayi menginjak usia enam
bulan, dan dapat berlangsung sampai anak berumur lebih dari dua tahun, atau kadang-
kadang sampai empat tahun. Pada golongan masyarakat lain, hal ini dilakukan lebih
awal.10

13
2.3.4 Metode penyapihan

1) Metode seketika
a. Umumnya dilakukan pada keadaan terpaksa. Misalnya pada ibu mendadak
sakit atau pergi jauh. Jika memilih metode ini yang harus dilakukan adalah:
i. Mengkomunikasikan situasi yang terjadi pada anak (terutama untuk anak
satu tahun keatas).
ii. Untuk memberikan minuman selain ASI tunggulah anak sampai merasa
haus dan lapar. Karena biasanya ia bisa menerima minuman tersebut
dalam kondisi lapar.
iii. Alihkan perhatian anak dengan mainan yang ia suka sambil memberinya
makan dan minum.
iv. Beri susu formula yang rasanya mendekati ASI. Hadirkan sosok
pengganti ibu yang dapat membuat anak merasa nyaman, walau ibu tidak
berada disisinya.
2) Metode bertahap

Metode bertahap dibagi menjadi dua yaitu dengan cara Natural weaning (penyapihan
alami) dan Mother led weaning.

a. Natural weaning (penyapihan alami)

Disini ibu tidak memaksa anak untuk berhenti namun mengikuti tahap
perkembangan anak. Metode ini adalah kesiapan mental ibu dan dukungan
suami. Ayah juga harus berperan sebagai sosok yang memberikan kenyamanan
selain ibu. Metode ini terjadi saat bayi mulai menerima jumlah dan jenis
makanan tambahan yang meningkat sambil menyusui on demand. Dengan
metode ini, penyapihan sepenuhnya biasanya terjadi antara usia dua dan empat
tahun.

b. Mother led weaning


Ibu menentukan saat menyapih anak. Yang dibutuhkan pada metode ini adalah
kesiapan mental ibu dan dukungan suami. Ayah juga harus berperan sebagai
sosok yang memberikan kenyamanan selain ibu, dengan cara mengajak anak
bermain. Metode ini terjadi apabila ibu membuat keputusan untuk menyapih
tanpa adanya tanda-tanda dari anak yang dia sudah siap untuk disapih. Antara
penyebabnya ialah tidak cukup susu atau bimbang akan pertumbuhan bayi,
penyusuan yang menyakitkan atau mastitis, ibu kembali bekerja, kehamilan

14
baru, mahu pasangan atau penjaga menyusukan anak atau gigi anak sudah
mulai tumbuh. Hal ini menyebabkan penyapihan dini walaupun ibu asalnya
ingin terus menyusukan anaknya.12
Pemberian makanan sapihan sebaiknya berangsur-angsur mulai dari yang
paling lembut sampai yang lebih keras. Menurut WHO pemberian MP-ASI
harus sesuai dengan waktu pemberian yang tepat, memadai, aman untuk
dikonsumsi. Bayi yang diberi MP-ASI dalam waktu yang semakin awal
memiliki kecenderungan mempunyai status gizi yang kurang dibandingkan
dengan bayi yang diberikan MP- ASI tepat pada waktunya yaitu mulai usia
enam bulan.1

2.3.5 Cara Penyapihan

Penyapihan alami atau natural adalah cara yang terbaik karena tidak memaksa dan
mengikuti tahap tumbuh kembang anak, tiap anak sebetulnya memiliki tahapan
perkembangan alami yang menandai dia siap disapih. Yang di anjurkan oleh dinas
kesehatan sampai batas usia 2 tahun. Cara penyapihan yang alami antara lain :

a) Memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang dan lupa pada ASI. Cara ini
boleh dilakukan untuk menyapih, tetapi harus secara perlahan. Selain itu efek
yang terjalin ketika ibu menyusui juga harus digantikan dengan sentuhan lain agar
tetap terjaga hubungan kelekatan antara ibu dan anak. Pada anak yang sudah
mengerti jika diajak bicara, ibu bisa memberi penjelasan pada anak.
b) Memberi empeng atau dot sebagai pengganti puting ibu. Tapi dengan cara ini
dapat menyebabkan ketergantungan pada anak, sehingga mempengaruhi struktur
gigi anak. Jadi jika ada cara yang lebih baik cara ini tidak perlu digunakan.
c) Menjarangkan pemberian ASI. Pemberian ASI 3 kali dalam sehari. Lalu dalam
beberapa minggu kemudian menjadi 2 kali dalam sehari sehingga berhenti tidak
minum ASI sama sekali. Contoh anak disapih pada waktu malam atau siang hari
saja.
d) Memberi penjelasan pada anak, setelah itu tidak memberikan ASI sekalipun pada
anak. Cara ini dilakukan pada anak sudah berusia 2 tahun atau ketika anak sudah
mengerti jika diajak bicara. Tetapi dengan cara tidak memberi ASI sama sekali, itu
sama saja menyapih dengan cara mendadak. Dampak tetap negatif jika penjelasan
ibu tidak bisa diterima anak, dia merasa ditolak oleh ibunya.12

2.3.6 Hal-hal yang dilarang dalam penyapihan

15
a. Mengoleskan obat merah pada puting

Selain bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak


belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit.
Anak akan merasa ditolak ibunya. Dampak selanjutnya mudah diduga, anak
akan merasa ibu tidak mencintainya. Gaya kelekatan yang muncul selanjutnya
adalah avoidance (menghindar dalam suatu hubungan interpersonal).

b. Memberi perban atau plester pada puting

Cara ini akan terasa lebih menyakitkan untuk anak. Jika sudah diperban atau
diplester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu yang tidak bisa
dijangkau.

c. Dioleskan jamu atau kopi agar terasa pahit

Ibu masih memberikan ASI, tapi rasanya pahit tidak seperti biasanya.
Parahnya lagi, anak bisa memiliki kepribadian ambivalen bukan kepribadian
yang menyenangkan. Anak akan mengembangkan kecemasan dalam hubungan
interpersonal nantinya.

d. Menitipkan anak ke rumah kakek-neneknya

Kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup
kemungkinan anak merasa ditinggalkan dan kehilangan figur seorang ibu.
Tentunya hal itu tidak mudah bagi anak karena ada dua stressor (sumber
stress) yang dihadapinya, yakni ditinggalkan dan harus beradaptasi.

e. Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI

Meski masih balita, anak tetap bisa merasakan penolakan ibu yang selalu
mengalihkan perhatiannya saat ia menginginkan ASI. Kondisi ini juga
membuat anak belajar berambivalensi.

f. Selalu bersikap acuh setiap anak menginginkan ASI

Anak menjadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya diperlakukan


sedemikian sehingga berkembanglah rasa rendah diri.2

2.3.7 Dampak penyapihan

16
1. Dampak penyapihan terlalu dini
a) Menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keeratannya karena proses
bounding etatman terganggu.
b) Insiden penyakit infeksi terutama diare meningkat.
c) Pengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak.
d) Mengalami reaksi alergi yang menyebabkan diare, muntah, ruam dan gatal-gatal
karena reaksi dari sistem imun.9
2. Dampak penyapihan terlalu lama
a) Risiko defisiensi nutrisi dan energi terutamanya menyebabkan penyakit anemia
defisiensi besi pada anak yang penyapihannya mulai usia di atas 6 bulan.13

2.4 Faktor-faktor mempengaruhi penyapihan

2.4.1 Kesiapan anak ( tidak tergantung pada ASI lagi)

Melihat pertumbuhannya, pada saat itu hampir semua bayi telah siap menerima
makanan padat. Selain itu, bayi juga sudah bisa duduk, menegakkan kepalanya, serta
melakukan koordinasi mengunyah dan menelan. Beberapa bayi terlihat sudah siap
mulai disapih sebelum usia tersebut, konsultasikan dengan dokter atau ahli kesehatan
anda untuk mengetahui waktu yang tepat untuk mulai proses menyapih buat bayi
anda. Proses menyapih tidak bisa dimulai sebelum usia 4 bulan. Bayi anda akan
memberikan tanda-tanda jika ia siap untuk disapih. Tanda-tanda yang bisa dilihat
antara lain :

a) Bayi terlihat tidak puas setelah disusui, menangis atau minta disusui lagi.
b) Bayi mulai minta disusui lebih sering
c) Mulai sering terbangun malam dan minta diberikan susu
d) Bayi mungkin mulai menghisap dan mengunyah tangan dan mainannya.
e) Bayi mulai tertarik pada makanan, terkadang mulai berusaha meraihnya.

Berdasarkan penelitian di Posyandu Sawahan Desa Sidodadi Kecamatan


Mejayan, didapatkan bahwa sebagian besar kesiapan anak untuk disapih cukup 19
orang (63.3%) dan hampir setengahnya kesiapan anak untuk disapih kurang 11
orang (36.7%).
2.4.2 Asupan anak

Pada usia 2 tahun bayi mulai disapih. Agar tidak menyakiti bayi, seminggu
sebelum disapih sebaiknya bayi menyusui satu kali saja, misalnya hanya waktu
malam hari menetek, sedang paginya hanya diberi susu sapi satu gelas. Untuk
mengetahui bayi cukup makan atau tidak, sebaiknya bayi ditimbang dalam waktu

17
tertentu. Bila kenaikan berat badan bayi sesuai dengan bertambahnya umur, berarti
makanan bayi sudah cukup. Setelah itu bayi disapih makananya yang terdiri dari
makanan balita.

Selama masa bayi, pemberian makanan perlu diatur sesuai dengan tingkat
kebutuhan makanan bagi bayi dan tahap pertumbuhan/kemampuan bayi untuk
mencernakan makanan. Pengaturan makanan bayi yang baik akan menghasilkan
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang memuaskan. Tanda – tanda bayi mendapat
cukup makanan yang baik :

a) Berat lahir telah kembali setelah bayi berumur 2 minggu


b) Bayi banyak ngompol, sampai 6 kali atau lebih dalam sehari
c) Tiap menyusu, bayi menyusu dengan rakus, kemudian melemah dan tertidur.
d) Payudara ibu terasa lunak setelah menyusui di banding sebelumnya
e) Kurva pertumbuhan / berat badan dalam KMS sesuai dengan seharusnya.

Berdasarkan penelitian di Posyandu Sawahan Desa Sidodadi Kecamatan Mejayan,


didapatkan bahwa sebagian besar anak konsumsi makan dan susu cukup banyak 16
orang ( 53.3%) dan setengahnya konsumsi makan dan susu kurang banyak 14 orang
(46.7%). Agar tidak menyakiti bayi, seminggu sebelum disapih sebaiknya bayi
menyusui satu kali saja, misalnya hanya waktu malam hari menetek, sedang paginya
hanya diberi susu sapi satu gelas. Untuk mengetahui bayi cukup makan atau tidak,
sebaiknya bayi ditimbang dalam waktu tertentu. Bila kenaikan berat badan bayi sesuai
dengan bertambahnya umur, berarti makanan bayi sudah cukup. Setelah itu bayi
disapih makanannya yang terdiri dari makanan balita.

2.4.3 Gangguan produksi ASI

Tanda ASI kurang adalah tidur tidak nyenyak, rewel, sering menangis, berat
badan(BB) tidak meningkat, ngompol lebih 6x/ hari. Produksi ASI kurang atau tidak
deras lagi disebabkan karena reflek menghisap bayi kurang dan pengaruh keadaan
emosi ibu. Menurut Mochji, 2003 produksi ASI kurang bisa disebabkan karena
keadaan gizi ibu semasa hamil, keadaan emosi ibu dan cara menyusui yang kurang
benar. Selain itu karena sekresi ASI juga diatur melalui sistem hormonal yaitu hormon
yang dihasilkan kelenjar endokrin yaitu prolaktin, oksitosin dan pituitrin yang
berperan dalam produksi dan sekresi ASI dan juga karena hisapan bayi pada
payudara. Semakin bayi sering disusui maka semakin banyak ASI yang akan

18
dikeluarkan, karena payudara yang kosong oleh karena ASI terhisap habis merupakan
rangsangan produksi ASI yang paling baik.

Berdasarkan penelitian di Posyandu Sawahan Desa Sidodadi Kecamatan


Mejayan, didapatkan bahwa sebagian besar produksi ASI kurang 17 orang (56.7%)
dan setengahnya produksi ASI cukup 13 orang ( 43.3%). Produksi ASI kurang
disebabkan karena cara menyusui yang tidak benar, frekuensi menyusui. Hal ini
sesuai menurut Moehji (2002) sebenarnya ASI diproduksi sesuai dengan permintaan.
Makin sering anak menyusu makin banyak produksi ASI yang dihasilkan. Kalau anak
menghisap dengan benar, posisi menyusu juga benar, produksi ASI bisa dihasilkan
sebanyak kebutuhan anak.

2.4.4 Pekerjaan

Ibu bekerja adalah orang tua anak yang melakukan pekerjaan untuk mencari
nafkah. Jenis pekerjaan wanita banyak mendominasi pada sektor–sektor pekerjaan
professional, juru latih, dan pelayanan. Seringkali alasan pekerjaan membuat seorang
ibu berhenti menyusui. Semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja wanita di
berbagai sektor, sehingga semakin banyak ibu meninggalkan bayinya sebelum berusia
6 bulan, setelah habis cuti bersalin. Para ibu yang setelah melahirkan menerima
pekerjaan sehingga mereka harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore,
terpaksa mengganti ASI dengan makanan lain lebih awal. Pada ibu bekerja kendala
lamanya waktu ibu meninggalkan anaknya tentu mengganggu upaya pemberian ASI.
Nuryanto, 2002 menemukan pada ibu yang bekerja diluar rumah lebih dari 4 jam
lamanya memberikan ASI saja pada anak lebih singkat dibandingkan pada ibu yang
bekerja diluar rumah kurang dari 4 jam. Pengaruh lamanya ibu meninggalkan rumah
terhadap pemberian ASI saja, tidak mustahil dapat pula berpengaruh terhadap
lamanya ibu memberikan ASI (waktu penyapihan).5

Berdasarkan penelitian di Posyandu Sawahan Desa Sidodadi Kecamatan


Mejayan, didapatkan bahwa sebagian besar ibu bekerja saat menyusui sebanyak 20
orang ( 66.7%) dan hampir setengahnya ibu tidak bekerja saat menyusui sebanyak 10
orang (33.3%). Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan sehingga
mereka harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore, terpaksa mengganti ASI
dengan makanan lebih awal. Hal ini terjadi karena ibu tidak ada kesempatan atau

19
waktu untuk menyusui.3

Berdasarkan penelitian Djaiman dan Sihadi, ibu yang bekerja mempunyai


waktu penyapihan yang lebih cepat (bulan ke-18), sedangkan pada ibu yang tidak
bekerja mempunyai waktu penyapihan yang lebih lama (bulan ke-19).5

2.4.5 Fisik Ibu

Menyusui menjadi kontraindikasi pada ibu dengan kasus berat, seperti


kegagalan jantung atau penyakit ginjal, hati atau paru–paru yang serius. Berhubung
dengan penyakitnya tersebut ibu dilarang oleh dokter untuk menyusui, baik untuk
kepentingan ibu maupun bayinya (seperti penyakit menular yang sedang diderita ibu)
walaupun produksi ASI cukup. Menurut Olds tahun 2000, ibu yang menderita kanker
payudara sebaiknya tidak menyusui bayinya agar ibu dapat menjalankan pengobatan
sesegera mungkin. Penyakit lain yang dinilai menjadi kontraindikasi pemberian ASI
yaitu HIV/AIDS. Penelitian yang dilakukan oleh Swarts, Kruger, dan Dolman pada
tahun 2010 di KwaZulu Natal menunjukkan 48,6% ibu yang terinfeksi HIV memilih
susu formula sebagai asupan nutrisi utama untuk bayinya. Menurut respnden,
masyarakat menganggap seseorang yang terinfeksi HIV tidak diperbolehkan
menyusui karena dapat menginfeksi bayinya. Namun, hal ini sangta bertolak belakang
dengan rekomendasi dari WHO tentang penggantian ASI.

Hasil penelitian MacLean pada tahun 1998 yang dibahas dalam William pada
tahun 2011 menunjukkan masalah kesehatan dalam memberikan ASI merupakan
faktor utama yang mempengaruhi sikap dan perilaku ibu untuk berhenti atau tidak
memberikan ASI pada bayi berusia tiga sampai empat bulan. Masalah kesehatan atau
penyakit yang diderita ibu dapat menyebabkan pemberian ASI menjadi kontraindikasi
bagi ibu. Berdasarkan penelitian di Posyandu Sawahan Desa Sidodadi Kecamatan
Mejayan, bahwa sebagian besar ibu tidak sakit saat masa menyusui 22 orang ( 73.3%)
dan sebagian kecil ibu sakit tidak beresiko saat masa menyusui 8 orang (26.7%) dan
tidak satupun ibu sakit beresiko 0 orang. Serta melalui hasil survei pendahuluan yang
dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2012 di Posyandu Sawahan Desa Sidodadi
Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun juga dari 45 balita usia 0-3 tahun masih
didapatkan 30 balita telah dilakukan penyapihan kurang dari 2 tahun dengan alasan
karena anak sudah siap disapih, konsumsi makanan dan susu sudah banyak, ASI tidak

20
deras lagi, kondisi ibu yang tidak memungkinkan memberikan ASI nya karena
penyakit tertentu sedangkan 15 balita tetap mendapatkan ASI sampai usia 2 tahun.3,5,14

2.4.6 Pendidikan

Berdasarkan penelitian Djaiman dan Sihadi, pada ibu dengan tingkat pendidikan
ibu rendah mempunyai peluang lebih kecil, yaitu sebesar 0,885 kali dibandingkan ibu
dengan tingkat pendidikan tinggi untuk menyapih anaknya sebelum usia 24 bulan.
Selain itu, didapatkan juga pada ibu dengan tingkat pendidikan tinggi 50% ibu
menyapih anaknya di usia 19 bulan, sedangkan pada ibu dengan tingkat pendidikan
rendah 50% diantaranya menyapih pada bulan ke-20, sehingga waktu penyapihan ibu
pada tingkat pendidikan tinggi +1,5 bulan lebih cepat dibandingkan ibu dengan
tingkat pendidikan rendah.5

2.4.7 Usia penyapihan dipengaruhi oleh


a. Pengetahuan
Berdasarkan penelitian di Desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu, dari
8 responden (100%) yang berpengetahuan baik 7 responden (87,5%) dengan usia
penyapihan yang < 24 Bulan, dari 16 responden (100%) yang berpengetahuan
cukup 11 responden (68,8%) dengan usia penyapihan yang ≥ 24 Bulan, dan dari
10 respoden (100%) yang berpengetahuan kurang 7 responden (70,0%) dengan
usia penyapihan yang < 24 Bulan. Hasil uji statistik didapatkan nilai P value
(0,018) berarti ada hubungan antara Hubungan Pengetahuan Dengan Usia
Penyapihan Di Desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie
Jaya.
b. Sumber informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru, atau segala sesuatu
penyampaian baik lisan, tulisan maupun media, apakah akseptor pernah atau tidak
pernah mendapatkan informasi tentang KB.
Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai pemberitahuan
seseorang, biasanya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pendekatan ini biasanya
digunakan untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang
berpengaruh terhadap perilaku, biasanya melalui media massa.
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang, meskipun
seseorang memiliki pendidikan yang rendah, tetapi jika ia mendapatkan informasi
yang baik dari berbagai media dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.

21
Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang yang mengolah, yang
masuk ke dalam individu melalui panca indra kemudian diteruskan ke otak atau
pusat saraf untuk diolah atau diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera
yang dimiliki seseorang kemudian stimulus tersebut dapat dimengerti sebagai
informasi.
Informasi adalah keterangan pemberitahuan kabar berita tentang suatu media
dan alat (sarana) komunikasi seperti Koran, majalah, radio, televisi, poster,
spanduk, internet dan pamplet. Media komunikasi adalah media yang digunakan
pembaca untuk mendapatkan informasi sesuatu atau hal tentang pengetahuan.
Berkaitan dengan penyediaan informasi bagi manajemen dalam pengambilan
keputusan, informasi yang diperoleh harus berkualitas.
Namun pengetahuan ibu ini tidak hanya di pengaruhi oleh tingkat pendidikan
ibu tetapi juga dari sumber informasi yang didapat ibu dari lingkungan luar
terutama peran media massa dalam memberikan informasi. Informasi yang
disampaikan media massa yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yaitu
informasi atau iklan susu formula yang sekarang ini sedang gencar-gencarnya
dilakukan oleh produsen susu. Media massa mempunyai peranan dalam
memperluas wawasan ibu, terutama televisi, majalah, Koran dan radio. Iklan
tentang susu yang sering tampil di televisilah yang memperkenalkan ibu pada
produk susu.
Informasi dapat diperoleh melalui berbagai sumber dalam bentuk lisan
maupun tulisan yang disebut dengan sumber informasi. Sumber informasi dapat
berbentuk media tulis cetak, seperti buku, koran, tabloid, majalah, ensiklopedia,
surat, buletin, jurnal, dan selebaran. Sumber informasi dapat pula berbentuk media
elektronik, seperti radio, televisi, internet. Sumber informasi juga didapat
langsung dari narasumber yang bersangkutan dengan melalui percakapan,
wawancara, diskusi, seminar, dan lain-lain. Narasumber tentunya orang-orang
yang dianggap ahli di bidangnya, seperti tokoh agama, para guru, dan ilmuwan.
Berdasarkan penelitian di Desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu, dari
10 responden (100%) yang pernah mendapatkan informasi 8 responden (80,0%)
dengan usia penyapihan yang ≥ 24 Bulan, dan dari 24 responden (100%) yang
tidak pernah mendapatkan informasi 17 responden (70,8%) dengan usia
penyapihan yang < 24 Bulan. Hasil uji statistik didapatkan nilai P value (0,010)
berarti ada hubungan antara Hubungan Informasi Dengan Usia Penyapihan Di
Desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. Maka

22
semakin seringnya informasi yang ibu terima semakin baik pola pengetahuan ibu
tentang penyapihan.

c. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda pada setiap tahap siklus
kehidupan.
Dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang
lain. Dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan dorongan/motivasi atau
semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi pembuat keputusan.
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang
dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan
untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tapi anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa
dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami istri atau
dukungan dan saudara kandung; atau dukungan sosial keluarga eksternal -
dukungan sosial eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial
keluarga). Sebuah jaringan sosial keluarga secara sederhana adalah jaringan kerja
sosial keluarga inti itu sendiri.
Dukungan keluarga merupakan hubungan interpersonal yang di dalamnya
berisi pemberian bantuan yang melibatkan aspek-aspek yang terdiri dari
informasi, perhatian emosi, penilaian dan bantuan instrumental yang diperoleh ibu
postpartum blues melalui interaksi dengan lingkungan, dimana hal itu memiliki
manfaat emosional atau efek perilaku bagi penerima, sehingga dapat membantu
ibu postpartum dalam mengatasi masalahnya.
Keikutsertaan pengambilan sebuah keputusan di dalam rumah tangga
seringnya tidak saja melibatkan antara suami dan isteri tetapi kadang juga
melibatkan pendapat dari masing-masing keluarga besar isteri dan suami.

Bentuk bantuan yang diberikan orang lain terdiri dari:

i. Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang
yang bersangkutan.
ii. Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk orang lain

23
itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain,
misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya
(menambah harga diri).
iii. Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung. Misalnya orang memberi pinjaman uang
kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi
pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.
iv. Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan dan informasi serta
petunjuk.

Berdasarkan penelitian di Desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu,


dari 16 responden (100%) yang baik mendapatkan dukungan keluarga 13
responden (81,2%) dengan usia penyapihan yang < 24 bulan, dan dari 18
responden (100%) yang kurang mendapatkan dukungan keluarga 12 responden
(66,7%) dengan usia penyapihan yang ≥ 24 bulan. Hasil uji statistik didapatkan
nilai P value (0,014) berarti ada hubungan antara Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Usia Penyapihan Di Desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu
Kabupaten Pidie Jaya.1

2.4.8 Tempat Persalinan

Berdasarkan penelitian Djaiman dan Sihadi, didapatkan pada ibu yang


memilih fasilitas kesehatan sebagai tempat bersalin juga mempunyai waktu
penyapihan yang lebih dini (bulan ke-18) dibandingkan dengan ibu yang melakukan
persalinan tidak pada fasilitas kesehatan (bulan ke-20). Dari hasil analisis multivariate
variable tempat persalinan didapatkan bermakna, di mana tempat persalinan pada
bukan fasilitas kesehatan mempunyai peluang lebih kecil, yaitu sebesar 0,873 kali
dibandingkan fasilitas kesehatan untuk menyapih anaknya sebelum usia 24 bulan.

Pilihan ibu dalam memilih tenaga dan tempat persalinan mempunyai


kemaknaan yang berarti secara statistik, namun ditemukan informasi yang berbeda
dengan teori yang pernah dikemukakan selama ini. Kegagalan pemberian ASI hingga
24 bulan terjadi pada ibu yang memilih persalinan di fasilitas kesehatan, hal ini dipicu

24
oleh dua faktor yang sangat berperan. Pertama, adalah kegagalan pelaksanaan 10
LMKM di rumah sakit terutama rumah sakit sayang bayi. Faktor kedua adalah
gencarnya promosi PASI yang dilakukan di rumah sakit maupun klinik bersalin.
Mengapa penerapan 10 LMKM (10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui)
berpengaruh terhadap kelangsungan pemberian ASI anak baduta, karena di dalam 10
LMKM menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2
tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui. Namun tidak semua rumah sakit
dan klinik bersalin menerapkan 10 LMKM ini dengan baik, bahkan ada rumah sakit
atau klinik bersalin yang sama sekali tidak mengetahui apa itu 10 LMKM. Penelitian
yang dilakukan oleh Nitta Isdiany tahun 1999/2000 menunjukkan dari 12 RS yang
diteliti masih ada 8 RS (40%) yang belum menjalankan 10 LMKM, dari rumah sakit
yang tidak menerapkan 10 LMKM tersebut prosentase terbesar pada Rumah Sakit
ABRJ (100%), BUMN (100%) dan Swasta (40%). Hal tersebut menunjukkan bahwa
program 10 LMKM melalui Rumah Sakit Sayang Bayi yang dicanangkan oleh
pemerintah khususnya Departemen Kesehatan tersebut belum banyak dapat
diaplikasikan oleh instansi diluar Departemen Kesehatan. sehingga perlu adanya suatu
kerja sama lintas sektor atau lintas departemen untuk dapat menerapkan 10 LMKM
tersebut.

Faktor lain yang tidak kalah peranannya dalam menyumbangkan kegagalan


memberikan ASI hingga 24 bulan pada ibu yang memilih persalinan di fasilitas
kesehatan, adalah gencarnya promosi Pengganti Air Susu Ibu (PASI) melalui tenaga
kesehatan dan fasilitas kesehatan. Sudah bukan suatu rahasia umum dalam beberapa
dekade terakhir ini penggunaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai
ujung tombak promosi PASI dengan imbalan berupa barang, seminar di luar negeri
dan sebagainya, padahal dalam resolusi WHA 475/1994 dan resolusi WHA
58.32/2005 yang mengatur pelarangan pasokan PASI gratis/diskon di setiap pelayanan
kesehatan, dan pelarangan klaim gizi dan kesehatan pada label sponsor program yang
mengakibatkan kontaminasi intrinsik yang mengakibatkan konflik sikap. Helen Keller
International 2002 dan UNICEF 2003 menemukan 20-35% bayi 1-3 bulan dan 47-
70% bayi usia 4-5 bulan telah menggunakan makanan bayi komersial, serta 15- 40%
anak usia 1 tahun diberi susu formula. Informasi lain menunjukkan 20-53% bayi
menerima susu di sarana pelayanan kesehatan ketika melahirkan.5

25
2.5 Kerangka Teori

26
2.6 Kerangka Konsep

Bab III

27
Metodologi Penelitian

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah studi deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional yaitu rancangan suatu studi epidemiologi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku
ibu menyusui mengenai penyapihan dan faktor-faktor berhubungan di Posyandu RW 02
Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada periode 19 hingga 20 Agustus 2014 di Posyandu RW 02


Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

3.3 Metode pengumpulan data

3.3.1 Sumber data terdiri dari:


a. Data primer yang diambil dari responden dengan teknik wawancara menggunakan
kuesioner yang sudah diuji coba terhadap ibu menyusui yang mempunyai anak
berusia 2-5 tahun di Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
3.3.2 Instrumen penelitian
Alat dan bahan yang diperlukan: kuesioner

3.4 Populasi
3.4.1 Populasi target: semua ibu menyusui yang mempunyai anak usia 2-5 tahun yang
berada di wilayah kerja Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
3.4.2 Populasi terjangkau: ibu menyusui yang mempunyai anak usia 2-5 tahun yang
berada di wilayah kerja Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada tanggal 19 hingga 20 Agustus 2014.

3.5 Kriteria inklusi dan eksklusi


3.5.1 Kriteria inklusi
3.5.1.1 Ibu menyusui atau pernah menyusui yang mempunyai anak usia 2-5 tahun
yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya
Utara pada tanggal 19 hingga 20 Agustus 2014 pada saat dilakukan penelitian.

28
3.5.1.2 Ibu menyusui atau pernah menyusui yang mempunyai anak usia 2-5 tahun
yang berkunjung ke Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara pada saat
dilakukan penelitian.
3.5.1.3 Ibu yang bersedia untuk diwawancara dan mengisi kuesioner.
3.5.2 Kriteria eksklusi
3.5.2.1 Ibu yang tidak bersedia untuk diwawancara dan mengisi kuesioner.

3.6 Sampel
3.6.1 Besar sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin kita teliti. Penelitian dilakukan
terhadap ibu menyusui atau pernah menyusui yang mempunyai anak usia 2-5 tahun
yang berada di wilayah kerja Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara, Jakarta
Barat periode 19-20 Agustus 2014. Besar sampel ditentukan melalui rumus seperti
di bawah, maka didapatkan besar sampel penelitian adalah seperti berikut:

Keterangan:

jumlah sampel minimal

jumlah sampel yang ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen

subjek penelitian yang mungkin keluar atau drop out)

tingkat batas kepercayaan, dengan nilai α = 5%. Didapatkan Zα pada

kurva distribusi normal = 1,96

proporsi yang diteliti menurut kepustakaan adalah 72,9% = 0.729

1 – p = 1 – 0.729 = 0.271

derajat kesalahan yang masih dapat diterima adalah 10% = 0,1

Berdasarkan rumus dan angka yang didapatkan, maka:


N1 = (1.96)2 x 0.729 x (1 – 0.729)

29
0.12
= 75.89

Untuk menghindarkan dari adanya kemungkinan subjek penelitian yang drop out
maka dihitung:

N2 = 75.89 + (10% x 75.89)

= 83.48

Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 83.48 dan dibulatkan menjadi 83 orang.

3.6.2 Teknik mengambil sampel

Teknik pengambilan sampel adalah dengan teknik non-probability sampling


yaitu convenient sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada ibu menyusui yang
mempunyai anak usia 2-5 tahun yang berada di wilayah kerja Posyandu RW 02
Kelurahan Kedoya Utara, Jakarta Barat periode 19-20 Agustus 2014 yang
memenuhi kriteria inklusi.

3.7 Identifikasi variabel


Dalam penelitian ini digunakan variabel dependen (terikat) dan variabel independen
(tidak terikat).
3.7.1 Variabel dependen adalah pengetahuan, sikap dan perilaku ibu menyusui yang
mempunyai anak usia 2-5 tahun di Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara pada
periode 19 hingga 20 Agustus 2014.
3.7.2 Variabel independen berupa faktor pendidikan ibu, pekerjaan ibu, fisik ibu, tempat
persalinan dan sumber informasi pada ibu yang mempunyai anak usia 2-5 tahun di
Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara pada periode 19 hingga 20 Agustus 2014.

3.8 Cara kerja


3.8.1 Menghubungi dan meminta izin kepada Kepala Puskesmas Kelurahan Kedoya
Utara, Jakarta Barat yang menjadi tempat penelitian untuk melaporkan tujuan dan
meminta izin untuk mengadakan penelitian di Posyandu.
3.8.2 Mengumpulkan bahan ilmiah dan merencanakan desain penelitian.
3.8.3 Melakukan uji coba sebanyak 8 kuesioner di Puskesmas Kelurahan Kedoya Selatan.

30
3.8.4 Melakukan pengumpulan data-data dengan penyebaran kuesioner terhadap
pengunjung yang memenuhi kriteria di Posyandu Kelurahan Kedoya Utara, Jakarta
Barat periode 19-20 Agustus 2014.

3.8.5 Melakukan pengolahan, analisis dan intepretasi data.


3.8.6 Penulisan laporan penelitian.
3.8.7 Pelaporan penelitian.

3.9 Manajemen data


3.9.1 Pengumpulan data
Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara dan dengan penyebaran
kuesioner pada responden penelitian.
3.9.2 Pengolahan data
Terhadap data-data yang telah dikumpulkan, akan dilakukan pengolahan data
berupa proses editing, verifikasi, koding dan tabulasi.
3.9.3 Penyajian data
Data yang diperoleh disajikan secara tekstular dan tabular.
3.9.4 Analisis data

Data yang diperoleh telah dikumpulkan, diolah, disajikan lalu dianalisis


menggunakan program Computer Statistical Package for Social Science version
16.0 (SPSS). Data tersebut dianalisis secara analisis univariat dan bivariat
menggunakan cara uji non parametrik yaitu uji Chi-Square dan Kolmogorov
Smirnov.
3.9.5 Interpretasi data
Data diinterpretasikan secara deskriptif korelasi dan analitik antara variabel-variabel
yang telah ditentukan dan hubungan antara variabel.
3.9.6 Pelaporan data
Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian. Selanjutnya akan dipresentasikan
di hadapan staf pengajar Program Pendidikan Ilmu Kesehatan Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) dalam forum pendidikan
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UKRIDA.

3.10 Definisi Operasional Variabel

31
3. 10. 1. Data Umum

 Responden

Responden adalah ibu menyusui yang mempunyai anak usia 2-5 tahun pada
bulan Agustus 2014 bertempat tinggal di Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang memenuhi kriteria inklusi.

 Pendidikan

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal dari suatu institusi tertentu yang
mencakup tingkat SD atau sederajat, SMP atau sederajat, SMA atau sederajat
dan Akademi atau perguruan tinggi atau sederajat.

Alat Ukur : Kuesioner


Cara Ukur : Wawancara dan pengisian kuesioner
Tingkat pendidikan rendah :
o Buta huruf/ tidak sekolah
o Tidak tamat/ tamat SD atau sederajat
o Tidak tamat/ tamat SMP atau sederajat
o Tidak tamat SMA atau sederajat
Tingkat pendidikan sedang :
o Tamat SMA atau sederajat
o Tidak tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat
Tingkat pendidikan tinggi :
o Tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat
Koding :
Kode 1 : Tingkat pendidikan tinggi
Kode 2 : Tingkat pendidikan sedang
Kode 3 : Tingkat pendidikan rendah
( Skala ukur ordinal )

 Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan tujuan untuk


memperoleh pendapatan. Kriteria ibu bekerja adalah bila aktifitas ibu

32
mengharuskan ibu meninggalkan rumah lebih dari 4 jam setiap harinya dan
dilakukan sepanjang tahun.

Alat Ukur : Kuesioner


Cara Ukur : Wawancara dan pengisian kuesioner
Dalam hal ini respoden digolongkan menjadi :
o Tidak bekerja
o Bekerja

Koding :
Kode 1 : Tidak bekerja
Kode 2 : Bekerja
( Skala ukur nominal )

 Fisik Ibu
Fisik ibu adalah kondisi fisik ibu dengan kasus berat seperti kegagalan jantung
atau penyakit ginjal, hati atau paru yang serius yang menjadi kontraindikasi
untuk menyusui dan dilarang oleh dokter untuk menyusui walaupun produksi
ASI cukup pada saat dilakukan penelitian.
Alat Ukur : Kuesioner
Cara Ukur : Wawancara dan pengisian kuesioner

Dalam hal ini fisik ibu digolongkan menjadi :


o Tidak sakit
o Sakit
Koding :
Kode 1 : Tidak sakit
Kode 2 : Sakit
(skala ukur nominal)

 Tempat Persalinan
Tempat Persalinan adalah tempat responden melahirkan bayi.
Alat ukur: kuesioner
Cara ukur: Wawancara dan pengisian kuesioner

33
Dalam hal ini, tempat persalinan digolongkan menjadi:
o Fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik)
o Bukan fasilitas kesehatan (Bidan Mandiri, Rumah, Dukun Bayi)

Koding:
Kode 1: Fasilitas kesehatan
Kode 2: Bukan fasilitas kesehatan
(skala ukur nominal)

 Sumber informasi

Sumber informasi adalah segala media yang menjadi sumber pengetahuan


mengenai penyapihan.

Alat Ukur : Kuesioner


Cara Ukur : Wawancara dan pengisian kuesioner
Dalam hal ini sumber informasi digolongkan menjadi :
o Pernah mendapat informasi
o Tidak pernah mendapat informasi

Koding :

Kode 1 : Pernah
Kode 2 : Tidak pernah
( Skala ukur nominal )

3. 10. 2. Data Khusus


 Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui yang berkaitan dengan
proses pembelajaran. Pengetahuan yang ingin dinilai disini adalah
pengetahuan responden mengenai penyapihan.
Koding :
Kode 1 : Pengetahuan baik
Kode 2 : Pengetahuan cukup
Kode 3 : Pengetahuan kurang

34
 Sikap
Sikap adalah tanggapan atau reaksi seseorang secara konsisten terhadap
sesuatu berdasarkan pendirian, pendapatan dan keyakinan individu tersebut.
Yang diteliti adalah sikap responden mengenai penyapihan.
Koding :
Kode 1 : Sikap baik
Kode 2 : Sikap cukup
Kode 3 : Sikap kurang
 Perilaku
Perilaku adalah tindakan yang dilakukan seseorang untuk kepentingan atau
pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai
dan norma kelompok yang bersangkutan, serta merupakan konsekuensi logis
dari eksistensi pengetahuan, budaya atau pola pikir yang dimaksud. Hal yang
diteliti adalah perilaku responden mengenai penyapihan.
Koding :
Kode 1 : Perilaku baik
Kode 2 : Perilaku cukup
Kode 3 : Perilaku kurang

3.11 Etika Penelitian


Pada penelitian ini subjek di wilayah kerja Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada periode 19 hingga 20 Agustus 2014
diberikan jaminan bahwa data-data yang mereka berikan dirahasiakan dan berhak
menolak untuk menjadi sampel.

3.12 Skoring
3.12.1 Pengetahuan
1. Komposisi ASI terdiri dari: (jawaban bisa lebih dari satu)
Semua jawaban benar
Nilai 5: bila menjawab benar dan jawaban lebih atau sama dengan empat
Nilai 3: bila menjawab benar dan jawaban dua atau tiga jawaban
Nilai 1: bila menjawab benar dan jawabannya satu atau tidak menjawab

2. Apakah manfaat ASI bagi bayi? (jawaban bisa lebih dari satu)

35
Semua jawaban benar
Nilai 5: bila menjawab benar dan jawaban lebih atau sama dengan empat jawaban
Nilai 3: bila menjawab benar dan jawaban dua atau tiga jawaban
Nilai 1: bila menjawab benar dan jawabannya satu atau tidak menjawab

3. Apa yang terbaik diberikan kepada bayi sampai usia 6 bulan?


Jawaban yang benar ASI
Nilai 5 : bila menjawab benar
Nilai 1 : bila menjawab salah atau tidak menjawab

4. Sejak usia berapakah sebaiknya makanan pendamping ASI diberikan?


Jawaban yang benar usia 6 bulan
Nilai 5: bila menjawab benar
Nilai 1: bila menjawab salah atau tidak menjawab

5. Apakah kegunaan Makanan Pendamping ASI bagi anak bawah dua tahun? (Jawaban
bisa lebih dari satu)
Jawaban yang benar adalah supaya bayi sehat, sebagai makanan tambahan dan
mencukupi kebutuhan gizi anak.
Nilai 5: bila menjawab benar dan jawaban lebih dari atau sama dengan dua
jawaban
Nilai 3: bila menjawab benar dan jawabannya satu jawaban
Nilai 1: bila menjawab salah atau tidak menjawab

6. Penyapihan bermanfaat untuk : (Jawaban bisa lebih dari satu)


Semua jawaban benar
Nilai 5: bila menjawab benar dan jawaban lebih dari atau sama dengan empat
jawaban
Nilai 3: bila menjawab benar dan jawabannya dua atau tiga jawaban.
Nilai 1: bila menjawab benar dan jawaban hanya satu atau tidak menjawab

7. Apakah akibat ibu melakukan penyapihan dini pada anak? (jawaban bisa lebih dari
satu)
Jawaban benar adalah mengurangkan interaksi antara ibu dan anak, meningkatkan
risiko penyakit infeksi pada anak, mengakibatkan gangguan nutrisi pada anak dan
mengakibatkan reaksi alergi pada anak.
Nilai 5: bila menjawab benar dan jawaban lebih atau sama dengan tiga
Nilai 3: bila menjawab benar dan jawaban dua atau satu jawaban
Nilai 1: bila menjawab salah atau tidak menjawab

Pengetahuan
 Pengetahuan baik : (80% x 28) + 7 = 29-35
 Pengetahuan cukup : (60% x 28) + 7= 24-28
 Pengetahuan kurang : (0% x 28) + 7 = 7-23

36
3.12.2 Sikap
1. Penyapihan dimulai pada anak berumur 6 bulan :
Nilai 5: bila menjawab sangat setuju
Nilai 4: bila menjawab setuju
Nilai 3: bila menjawab kurang setuju
Nilai 2: bila menjawab tidak setuju
Nilai 1: bila menjawab sangat tidak setuju atau tidak menjawab

2. Penyapihan dilakukan sampai anak berusia 2 tahun :


Nilai 5: bila menjawab sangat setuju
Nilai 4: bila menjawab setuju
Nilai 3: bila menjawab kurang setuju
Nilai 2: bila menjawab tidak setuju
Nilai 1: bila menjawab sangat tidak setuju atau tidak menjawab

3. Apakah ibu setuju bahwa pemberian ASI tanpa makanan tambahan sampai usia 6
bulan dapat meningkatkan gizi anak?
Nilai 5: bila menjawab sangat setuju
Nilai 4: bila menjawab setuju
Nilai 3: bila menjawab kurang setuju
Nilai 2: bila menjawab tidak setuju
Nilai 1: bila menjawab sangat tidak setuju atau tidak menjawab

4. Apakah ibu setuju bayi yang hanya diberikan ASI eksklusif saja sampai usia 6
bulan dapat mengurangi kejadian diare?
Nilai 5: bila menjawab sangat setuju
Nilai 4: bila menjawab setuju
Nilai 3: bila menjawab kurang setuju
Nilai 2: bila menjawab tidak setuju
Nilai 1: bila menjawab sangat tidak setuju atau tidak menjawab

5. Apakah ibu setuju penyapihan dilakukan secara bertahap?


Nilai 5: bila menjawab sangat setuju
Nilai 4: bila menjawab setuju
Nilai 3: bila menjawab kurang setuju
Nilai 2: bila menjawab tidak setuju
Nilai 1: bila menjawab sangat tidak setuju atau tidak menjawab

Sikap:

 Sikap baik : (80% x 20) + 5 = 21-25


 Sikap cukup :(60% x 20) + 5 = 17-20
 Sikap kurang :(0% x 20) + 5 = 5-16

3.12.3 Perilaku
1. Apakah saat ini ibu masih memberikan ASI?
Jawaban benar b (Tidak)
Nilai 5: bila menjawab benar

37
Nilai 1: bila menjawab salah atau tidak menjawab

2. Pada usia berapakah ibu mulai melakukan penyapihan?


Jawaban benar c (Tepat usia 6 bulan)
Nilai 5: bila menjawab benar
Nilai 1: bila menjawab salah atau tidak menjawab

3. Pernahkah ibu memberikan makanan dan minuman lain selain ASI kepada bayi
ibu sebelum umur 6 bulan?
Jawaban benar b (Tidak)
Nilai 5: bila menjawab benar
Nilai 1: bila menjawab salah atau tidak menjawab

4. Apakah ibu melakukan penyapihan secara bertahap?


Jawaban benar a (Ya)
Nilai 5: bila menjawab benar
Nilai 1: bila menjawab salah atau tidak menjawab

Perilaku:
 Perilaku baik : (80% x 16) + 4 = 17-20
 Perilaku cukup : (60% x 16) + 4= 14-16
 Perilaku kurang : (0% x 16) + 4 = 4-13

3.12.4 Sumber informasi


1. Ibu pernah mendapat informasi mengenai penyapihan dari:
Tidak dinilai, hanya untuk mengetahui sebaran sumber informasi yang berkesan
untuk responden.

Bab IV
Hasil Penelitian

38
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara adalah Puskesmas Kelurahan yang terletak di


Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan Kebon Jeruk, daerah Jakarta Barat. Wilayah
kerjanya mencakupi penduduk dari Kelurahan Kedoya Utara yang mana memiliki 11 RW
dan masing-masing RW mengetuai kurang lebih 10-15 RT. Terdapat 19 Posyandu di
mana setiap RW memiliki 1-4 Posyandu. Sampel penelitian yang diambil sebanyak 83
subjek setelah dilakukan teknik non-probability sampling yaitu convenient sampling.

4.2 Analisis Univariat


Gambaran Karakterisik Sampel
Berdasarkan hasil kuesioner, diperoleh hasil gambaran karakteristik responden yang
terdapat pada tabel-tabel di bawah.

Tabel 4.2.1 Sebaran Pengetahuan Ibu Menyusui Mengenai Penyapihan pada Pengunjung
Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20
Agustus 2014.

Pengetahuan Frekuensi Persentase

Baik 17 20.5
Cukup 20 24.1
Kurang 46 55.4

Total 83 100.0

Tabel 4.2.2 Sebaran Sikap Ibu Menyusui Mengenai Penyapihan pada Pengunjung Posyandu
RW02 Kelurahan Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Sikap Frekuensi Persentase

Baik 12 14.5

39
Cukup 52 62.7
Kurang 19 22.9

Total 83 100.0

Tabel 4.2.3 Sebaran Perilaku Ibu Menyusui Mengenai Penyapihan pada Pengunjung Posyandu
RW02 Kelurahan Kdeoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Perilaku Frekuensi Persentase

Baik 11 13.3
Cukup 24 28.9
Kurang 48 57.8

Total 83 100.0

Tabel 4.2.4 Sebaran Faktor Pendidikan, Pekerjaan, Fisik Ibu, Tempat Persalinan dan Sumber
Informasi pada Pengunjung Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara dari Tanggal 19
Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Variabel Kategori Frekuensi Persentase


Pendidikan Tinggi 8 9.6
Sedang 38 45.8
Rendah 37 44.6
Total 83 100.0

Pekerjaan Bekerja 21 25.3

40
Tidak Bekerja 62 74.7
Total 83 100.0

Fisik Ibu Tidak Sakit 82 98.8


Sakit 1 1.2
Total 83 100.0

Tempat Persalinan Bukan Fasilitas Kesehatan 42 50.6


Fasilitas Kesehatan 41 49.4
Total 83 100.0

Sumber Informasi Tidak Pernah 28 33.7


Pernah 55 66.3
Total 83 100.0

4.3 Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil kuesioner, diperoleh hasil gambaran karakteristik responden dan


hubungannya dengan pengetahuan, sikap dan perilaku yang terdapat pada tabel di bawah.

Tabel 4.3.1 Hubungan antara Pendidikan, Pekerjaan, Fisik Ibu, Tempat Persalinan dan
Sumber Informasi dengan Pengetahuan pada Pengunjung Posyandu RW02
Kelurahan Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Variabel Kategori Pengetahuan Total Uji df P H0

Baik Cukup Kurang

Pendidikan *Tinggi 6 2 0 8 X2 = 2 p = 0.015 Ditolak

41
8.335 (p <0.05)
*Sedang 8 10 20 38
Rendah 3 8 26 37
Pekerjaan Tidak bekerja 10 15 37 62 X2 = 2 p = 0.236 Diterima
2.888 (p >0.05)
Bekerja 7 5 9 21
Fisik ibu Tidak sakit 17 20 45 82 KS = 2 (p >0.05) Diterima
0.576
Sakit 0 0 1 1

Tempat Fasilitas 13 11 17 41 X2 = 2 p = 0.015 Ditolak


persalinan kesehatan 8.372 (p <0.05)
Bukan fasilitas 4 9 29 42
kesehatan
Sumber Pernah 9 10 36 55 X2 = 2 p = 0.035 Ditolak
informasi 6.713 (p <0.05)
Tidak pernah 8 10 10 28

* Pada pengujian data kedua variabel ini digabung.

NB: Uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel 2 tailed

Tabel 4.3.2 Hubungan antara Pendidikan, Pekerjaan, Fisik Ibu, Tempat Persalinan dan
Sumber Informasi dengan Sikap pada Pengunjung Posyandu RW02 Kelurahan
Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Variabel Kategori Sikap Total Uji Df P H0

Baik Cukup Kurang

Pendidikan *Tinggi 3 5 0 8 X2 = 2 p = 0.094 Diterima


4.729 (p >0.05)
*Sedang 6 25 7 38
Rendah 3 22 12 37
Pekerjaan Tidak bekerja 7 37 18 62 KS = 2 (p >0.05) Diterima
Bekerja 5 15 1 21 0.262

Fisik ibu Tidak sakit 12 51 19 82 2 (p >0.05) Diterima

42
Sakit 0 1 0 1 KS =
0.229

Tempat Fasilitas 8 26 7 41 X2 = 2 p = 0.262 Diterima


persalinan kesehatan 2.679 (p >0.05)
Bukan fasilitas 4 26 12 42
kesehatan
Sumber Pernah 8 35 12 55 X2 = 2 p = 0.948 Diterima
informasi 0.107 (p >0.05)
Tidak pernah 4 17 7 28

* Pada pengujian data, kedua variabel ini digabung.

NB: Uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel 2 tailed

Tabel 4.3.3 Hubungan antara Pendidikan, Pekerjaan, Fisik Ibu, Tempat Persalinan dan
Sumber Informasi dengan Perilaku pada Pengunjung Posyandu RW02 Kelurahan
Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Variabel Kategori Perilaku Total Uji Df P H0

Baik Cukup Kurang

Pendidikan *Tinggi 0 3 5 8 X2 = 2 p = 0.839 Diterima


0.351 (p >0.05)
*Sedang 7 10 21 38
Rendah 4 11 22 37
Pekerjaan Tidak bekerja 4 19 39 62 X2 = 2 p = 0.014 Ditolak
8.581 (p <0.05)
Bekerja 7 5 9 21
Fisik ibu Tidak sakit 11 23 48 82 KS = 2 (p >0.05) Diterima
Sakit 0 1 0 1 0.576

43
Tempat Fasilitas 5 14 22 41 X2 = 2 p = 0.582 Diterima
persalinan kesehatan 1.082 (p >0.05)
Bukan fasilitas 6 10 26 42
kesehatan
Sumber Pernah 8 16 31 55 X2 = 2 p = 0.872 Diterima
informasi 0.275 (p >0.05)
Tidak pernah 3 8 17 28

* Pada pengujian data kedua variabel ini digabung.

NB: Uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel 2 tailed

Tabel 4.3.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap pada Pengunjung Posyandu RW02
Kelurahan Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Variabel Kategori Sikap Total Uji D P H0

Baik Cukup Kurang f

Pengetahuan *Baik 8 9 0 17 X2 = 2 p = 0.000 Ditolak


19.233 (p <0.05)
*Cukup 3 14 3 20
Kurang 1 29 16 46

* Pada pengujian data, kedua variabel ini digabung.

Tabel 4.3.5 Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku pada Pengunjung Posyandu
RW02 Kelurahan Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus
2014.

44
Variabel Kategori Perilaku Total Uji df P H0

Baik Cukup Kurang

Pengetahuan *Baik 5 5 7 17 X2 = 2 p = 0.101 Diterima


4.579 (p >0.05)
*Cukup 3 6 11 20
Kurang 3 13 30 46

* Pada pengujian data, kedua variabel ini digabung.

Tabel 4.3.6 Hubungan antara Sikap dengan Perilaku pada Pengunjung Posyandu RW 02
Kelurahan Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Variabel Kategori Perilaku Total Uji Df P H0

Baik Cukup Kurang

Sikap *Baik 5 4 3 12 KS = 2 (p >0.05) Diterima


1.220
*Cukup 6 16 30 52
Kurang 0 4 15 19

* Pada pengujian data, kedua variabel ini digabung.

NB: Uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel 2 tailed

45
Bab V

Pembahasan

5.1 Analisis univariat

5.1.1 Sebaran Faktor Pengetahuan, Sikap, Perilaku dan Usia Penyapihan Ibu Menyusui
Mengenai Penyapihan pada Pengunjung Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya
Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Pada penelitian ini, diambil sampel sebanyak 83 responden di mana sebagian


besar responden mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 55.4%.
Sebaran sikap pada penelitian ini didapatkan sebagian besar reponden mempunyai
sikap yang cukup yaitu sebesar 62.7%. Sedangkan sebaran perilaku pada penelitian
ini didapatkan sebagian besarnya dengan perilaku kurang yaitu 57.8%.

5.1.2 Sebaran Faktor Pendidikan, Pekerjaan, Fisik Ibu, Tempat Persalinan dan Sumber
Informasi pada Pengunjung Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara dari
Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Dari 83 responden yang diteliti didapatkan lebih banyak responden yang


berpendidikan sedang yaitu sebesar 45.8%. Berdasarkan sebaran pekerjaan
menunjukkan pengunjung posyandu lebih banyak yang tidak bekerja sebesar 74.7%.
Mayoritas responden didapatkan sebesar 98.8% tidak menderita sakit. Berdasarkan

46
tempat persalinan, sebagian besar responden melahirkan di bukan fasilitas kesehatan
sebesar 50.6%. Berdasarkan sumber informasi responden, mayoritas responden sebesar
66.3% pernah mendapat informasi.

5.2 Analisis bivariat

5.2.1 Hubungan antara Pendidikan, Pekerjaan, Fisik Ibu, Tempat Persalinan dan
Sumber Informasi dengan Pengetahuan pada Pengunjung Posyandu RW02
Kelurahan Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Dari hasil uji statistik didapatkan p <0.05, artinya ada hubungan antara tahap
pendidikan dengan pengetahuan ibu menyusui mengenai penyapihan. Namun, belum
ada penelitian tentang hubungan pendidikan dengan pengetahuan ibu mengenai
penyapihan. Menurut asumsi peneliti dengan melihat hasil pengolahan data, pendidikan
tinggi mempunyai pengetahuan lebih baik berbanding pendidikan rendah.

Hubungan antara variabel pekerjaan dengan pengetahuan didapatkan p >0.05,


artinya tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan ibu menyusui
mengenai penyapihan.

Hubungan antara fisik ibu dengan pengetahuan didapatkan p >0.05


menunjukkan tidak ada hubungan antara fisik ibu terhadap pengetahuan ibu menyusui
mengenai penyapihan. Namun, belum ada penelitian tentang hubungan antara fisik ibu
dengan pengetahuan ibu mengenai penyapihan.

Hubungan antara tempat persalinan didapatkan p <0.05 menunjukkan ada


hubungan antara tempat persalinan ibu terhadap pengetahuan ibu menyusui mengenai
penyapihan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang meneliti secara khusus tentang
hubungan antara tempat persalinan dengan pengetahuan ibu mengenai penyapihan.

47
Menurut asumsi peneliti, ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan seharusnya
mempunyai pengetahuan yang lebih baik. Namun pada penelitian ini didapatkan hasil
yang berbeda disebabkan masih kurangnya penyuluhan tentang penyapihan yang
dilakukan di fasilitas kesehatan.

Hubungan antara sumber informasi dengan pengetahuan didapatkan p <0.05,


menunjukkan ada hubungan antara sumber informasi terhadap pengetahuan ibu
menyusui mengenai penyapihan. Hasil analisis statistik yang didapatkan adalah sesuai
dengan hasil penelitian di Desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu, yang
menyatakan ada hubungan antara informasi dengan usia penyapihan maka semakin
banyak informasi yang ibu terima semakin baik pola pengetahuan ibu tentang
penyapihan.

5.2.2 Hubungan antara Pendidikan, Pekerjaan, Fisik Ibu, Tempat Persalinan dan
Sumber Informasi dengan Sikap pada Pengunjung Posyandu RW02 Kelurahan
Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014.

Dari hasil uji statistik, hubungan antara pendidikan terhadap sikap didapatkan
p >0.05, maka hipotesis nol diterima yang menunjukkan tidak ada hubungan antara
pendidikan terhadap sikap ibu menyusui mengenai penyapihan. Namun belum ada
penelitian yang meneliti secara khusus tentang hubungan antara pendidikan dengan
sikap. Menurut asumsi peneliti, seharusnya ada hubungan antara pendidikan dengan
sikap ibu menyusui mengenai penyapihan karena pada ibu dengan tingkat pendidikan
tinggi lebih mudah menerima informasi yang positif.

Hubungan antara pekerjaan terhadap sikap didapatkan p >0.05 maka tidak ada
hubungan antara pekerjaan terhadap sikap ibu menyusui mengenai penyapihan.
Namun belum ada penelitian yang meneliti secara khusus tentang hubungan antara
pekerjaan dengan sikap ibu menyusui mengenai penyapihan.

Hubungan antara fisik ibu terhadap sikap didapatkan nilai p >0.05, maka
hipotesis nol diterima. Ini menunjukkan tidak ada hubungan antara fisik ibu terhadap
sikap ibu menyusui mengenai penyapihan.

Hubungan antara tempat persalinan terhadap sikap didapatkan p >0.05, maka


hipotesis nol diterima menunjukkan tidak ada hubungan antara tempat persalinan
terhadap sikap ibu menyusui mengenai penyapihan.

48
Hubungan antara sumber informasi terhadap sikap didapatkan p >0.05, maka
tidak ada hubungan antara sumber informasi terhadap sikap ibu menyusui mengenai
penyapihan. Namun belum ada penelitian yang meneliti secara khusus tentang
hubungan antara sumber informasi dengan sikap.

5.2.3 Hubungan antara Pendidikan, Pekerjaan, Fisik Ibu, Tempat Persalinan dan
Sumber Informasi dengan Perilaku pada Pengunjung Posyandu RW02
Kelurahan Kedoya Utara dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus

Berdasarkan hasil uji statistik, hubungan antara pendidikan terhadap perilaku


didapatkan p >0.05, maka hipotesis nol diterima. Ini menunjukkan tidak ada
hubungan antara pendidikan terhadap perilaku ibu menyusui mengenai penyapihan.
Berdasarkan hasil statistik perilaku penelitian didapatkan tidak sesuai dengan
penelitian Djaiman dan Sihadi yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara
pendidikan dengan perilaku. Pada ibu dengan tingkat pendidikan ibu rendah
mempunyai peluang lebih kecil, yaitu sebesar 0,885 kali dibandingkan ibu dengan
tingkat pendidikan tinggi dan pendidikan sedang untuk menyapih anaknya sebelum
usia 24 bulan. Ketidaksesuaian ini disebabkan jumlah sampel pengunjung posyandu
yang berpendidikan tinggi terlalu sedikit sehingga tidak dapat menggambarkan
populasi pengunjung posyandu secara menyeluruh.

Hubungan antara pekerjaan terhadap perilaku didapatkan p <0.05 yang


menunjukkan ada hubungan antara pekerjaan terhadap perilaku ibu menyusui
mengenai penyapihan. Hasil analisis statistik yang didapatkan sesuai dengan hasil
penelitian Djaiman dan Sihadi yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara
pekerjaan dengan perilaku. Ibu yang bekerja mempunyai waktu penyapihan yang
lebih cepat (bulan ke-18), sedangkan pada ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu
penyapihan yang lebih lama (bulan ke-19). Ibu bekerja mempunyai peluang 1,082 kali
dibandingkan ibu tidak bekerja untuk menyapih anaknya sebelum usia 24 bulan. Hal

49
ini membuktikan bahwa pekerjaan mempengaruhi perilaku ibu untuk melakukan
penyapihan.

Hubungan antara fisik ibu terhadap perilaku didapatkan nilai p >0.05, maka
hipotesis nol diterima. Ini menunjukkan tidak ada hubungan antara fisik ibu terhadap
perilaku ibu menyusui mengenai penyapihan. Hasil analisa yang didapatkan tidak
sesuai dengan hasil penelitian MacLean pada tahun 1998 yang menunjukkan masalah
kesehatan merupakan faktor utama yang berhubungan dengan perilaku ibu untuk
berhenti atau tidak memberikan ASI pada bayi berusia tiga sampai empat bulan.
Masalah kesehatan atau penyakit yang diderita ibu dapat menyebabkan pemberian
ASI menjadi kontraindikasi bagi ibu. Ketidaksesuaian ini disebabkan sebagian besar
dari sampel yang diteliti tidak menderita sakit sehingga faktor fisik ibu bukan
merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku ibu terhadap penyapihan di wilayah
kerja Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara.

Hasil analisa statistik hubungan antara tempat persalinan terhadap perilaku,


didapatkan nilai p >0.05, maka hipotesis nol diterima. Ini menunjukkan tidak ada
hubungan antara tempat persalinan terhadap perilaku ibu menyusui mengenai
penyapihan.

Hubungan antara sumber informasi terhadap perilaku didapatkan p >0.05,


maka hipotesis nol diterima yang menunjukkan tidak ada hubungan antara sumber
informasi terhadap perilaku ibu menyusui mengenai penyapihan. Namun, belum ada
penelitian yang meneliti secara khusus tentang hubungan antara sumber informasi
dengan perilaku ibu menyusui mengenai penyapihan.

5.2.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap, Pengetahuan dengan Perilaku dan
Sikap dengan Perilaku Pengunjung Posyandu RW02 Kelurahan Kedoya Utara
dari Tanggal 19 Agustus hingga 20 Agustus 2014

Berdasarkan hasil uji statistik, hubungan antara variabel pengetahuan dengan


sikap ibu menyusui mengenai penyapihan didapatkan p<0.05, maka hipotesis nol
ditolak yang berarti pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dengan sikap
ibu menyusui mengenai penyapihan. Bila seorang ibu memiliki pengetahuan yang
baik mengenai penyapihan, dengan pengetahuan tersebut akan mengarahkan

50
responden untuk bersikap baik. Pengetahuan yang dimiliki responden menjadi dasar
bagi seorang ibu dalam bersikap. Namun sampai saat ini belum ada penelitian
mengenai hubungan pengetahuan dan sikap ibu menyusui mengenai penyapihan.

Hubungan antara variabel pengetahuan dengan perilaku didapatkan p>0.05


yang berarti pengetahuan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku
ibu menyusui mengenai penyapihan. Pengetahuan responden yang baik mengenai
penyapihan tidak membentuk perbaikan perilaku ibu melakukan penyapihan. Ini
berarti walaupun seorang ibu memiliki pengetahuan baik mengenai penyapihan, ibu
tersebut belum tentu memiliki perilaku yang baik. Hal ini dikarenakan walaupun
seorang ibu sudah memahami mengenai penyapihan, tidak mudah bagi seorang ibu
untuk melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Namun, sampai saat ini
belum ada penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan perilaku ibu menyusui
mengenai penyapihan.

Hubungan antara variabel sikap dengan perilaku ibu didapatkan nilai p >0.05,
menunjukkan sikap tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku ibu
menyusui mengenai penyapihan. Bila seorang ibu memiliki sikap yang baik mengenai
penyapihan, belum tentu ibu akan melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian mengenai hubungan sikap dan
perilaku ibu menyusui mengenai penyapihan.

51
Bab VI
Kesimpulan

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengetahuan, sikap dan perilaku ibu menyusui mengenai
penyapihan serta faktor-faktor yang berhubungan di Posyandu RW 02 Kelurahan Kedoya
Utara Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, periode Agustus 2014 dapat diambil
kesimpulan seperti berikut:
6.1.1 Didapatkan sebaran sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan yang
kurang sebanyak 55.4%, tingkat sikap yang cukup yaitu sebesar 62.7%, dan tingkat
perilaku yang kurang sebesar 57.8%.
6.1.2 Didapatkan sebaran sebagian besar responden berpendidikan sedang yaitu sebesar
45.8%, tidak bekerja sebesar 74.7%, tidak menderita sakit sebesar 98.8%, melahirkan
di bukan fasilitas kesehatan sebesar 50.6% dan pernah mendapat informasi sebesar
66.3%.
6.1.3 Terdapat hubungan bermakna antara pendidikan, tempat persalinan dan sumber
informasi terhadap tingkat pengetahuan ibu menyusui mengenai penyapihan.
6.1.4 Terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan terhadap perilaku ibu menyusui
mengenai penyapihan.
6.1.5 Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan terhadap sikap ibu menyusui
mengenai penyapihan.

6.2 Saran

52
6.2.1 Kegiatan peningkatan pengetahuan ibu-ibu tentang menyusui penting untuk
ditingkatkan guna meningkatkan motivasi ibu untuk menyusui dan tidak melakukan
penyapihan dini pada anak bawah dua tahun.

6.2.2 Perlu adanya informasi mengenai penyapihan dalam bentuk penyuluhan yang
diberikan melalui petugas kesehatan diharapkan dapat menambah wawasan ibu-ibu
dalam menyapih anaknya.

Daftar pustaka

1. Yana R. Faktor-faktor yang mempengaruhi usia penyapihan di Desa Manyang Lancok


Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. Skripsi Sekolah Tinggi Kesehatan
U’Budiyah. 2014.

2. Amelia R. Penyapihan dini dengan status gizi balita usia 0-24 bulan di posyandu
Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Soaka Mojokerto. Jurnal ilmiah kesehatan
Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Hospital Majapahit. Vol 5. No 1. Februari
2013: 93-107.

3. Rohmah E, Sina J M. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyapihan kurang


dari 2 tahun di Posyandu Sawahan Desa Sidodadi Kecamatan Mejayan Kabupaten
Madiun. Jurnal Delima Harapan. Vol 2. No 1. Februari-Juli 2014.

4. Foote K D, Marriott L D. Weaning of infants. Arch Dis Child.2003;88:488-492.

5. Djaiman S P H, Sihadi. Besarnya peluang usia penyapihan anak baduta di Indonsia


dan faktor yang mempengaruhinya. Media Litbang Kesehatan. Vol XIX. No 1. 2009.

6. Mursyida A, Wadud S. Hubungan umur ibu dengan pemberian asi eksklusif pada bayi
berusia 0-6 bulan di Puskesmas Pembina Palembang. Poltekkes Kemenkes
Palembang. 2013.

7. Yani LY, Pramita D. Tingkat pengetahuan ibu tentang menyusui dengan sikap ibu
untuk melakukan penyapihan di Desa Brayu Blandong Kecamatan Dawar Blandong
Mojokerto. Jurnal Bina Sehat. Vol 7. No 1. Juli-Desember 2012.

53
8. Kadarwati. Hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang penyapihan dini di Desa
Ketapang Wilayah Kerja Puskesmas Susukan. Skripsi Fakultas kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2013.

9. Manalu A. Pola makan dan penyapihan serta hubungannya dengan status gizi batita di
Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi. Medan. Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2008.

10. Handayani N P. Hubungan antara karakteristik keluarga dengan umur penyapihan,


praktek pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi balita di Kelurahan
Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Departemen gizi Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor. 2012.

11. Bradford dietitians. Guidelines for food nutrition in Bradford and Airedale Food and
nutrition in the first year of life-weaning into solid food. Bradford Nutrition and
Dietetics. February 2012.

12. Mutch C. Weaning from the breast. Paediatr Child Health. Vol 9. No 4. April
2004:249-53.

13. More J. Weaning infants onto solid food. Child nutrition. April 2010.

14. Pertiwi P. Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian asi eksklusif di


Kelurahan Kunciran Indah Tangerang. Skripsi Universitas Indonesia. 2012.

54
Lampiran

55
Surat Izin Kepala Puskesmas
Kepada Yth,
Kepala Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Selatan
Di tempat
Perihal: Permohonan Izin Melakukan Penelitian

Dengan hormat,
Dengan ini kami, mahasiswa kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Kristen Krida Wacana (UKRIDA) yang disebut di bawah ini:
Nevristia Pratama 112012194
Nur Fathihah binti M.Hassan 112012225
Nurfarah Nadiah binti Tajudin 112012227
Nurul Faizatul Amira binti Ab Mutalib 112012228
Memohon izin melakukan penelitian terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku ibu
menyusui mengenai penyapihan dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya di
Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara sebagai bagian pemenuhan tugas kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
Kami memohon izin untuk melakukan proses pengambilan data dari pasien ibu-ibu
dengan anak usia 2-5 tahun, melakukan wawancara dengan pasien melalui kuesioner,
mengolah dan mempublikasikannya di depan dokter pembimbing kami sebagai wujud
pertanggung jawaban ilmiah.
Proses ini sedianya dilakukan di antara waktu kepaniteraan kami di Puskesmas
Kelurahan Kedoya Utara pada rentang waktu antara 19 Agustus sampai dengan 20 Agustus
2014.
Atas kesediaan dan perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 18 Agustus 2014


Hormat kami,

56
Nevristia Pratama Nur Fathihah Nurfarah Nadiah Nurul Faizatul Amira

11.2012.194 11.2012.225 11.2012.227 11.2012.228

Lembar Kuesioner
Penelitian Pengetahuan Sikap dan Perilaku Ibu Menyusui Mengenai Penyapihan serta Faktor-
Faktor yang Berhubungan di Pos Pelayanan Terpadu Kelurahan Kedoya Utara, Jakarta Barat,
Periode Agustus 2014
(Diisi oleh pewawancara)
No Kuesioner:
Tanggal:
Jawaban pada kuesioner ini akan dirahasiakan. Mohon Anda menjawab dengan sejujurnya.

DATA UMUM
Nama : …………………………………………….
Umur : …………………………………………….
Tanggal lahir : …………………………………………….
Alamat : …………………………………………….

No telpon : …………………………………………….
Agama : …………………………………………….
Pendidikan : (tamat/tidak tamat)
 SD  SMP/SLTP  SMA/SLTA  Diploma  Sarjana
Pekerjaan : …………………………………………….
Riwayat penyakit ibu : .............................................................
Tempat persalinan : .............................................................
Usia anak : .............................................................

DATA KHUSUS

PENGETAHUAN

1. Komposisi ASI terdiri dari: (jawaban bisa lebih dari satu)


a. Zat gizi
b. Zat kekebalan
c. Faktor pertumbuhan
d. Hormon
e. Enzim
2. Apakah manfaat ASI bagi bayi? (jawaban bisa lebih dari satu)
a. Melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare
b. ASI mudah dicerna
c. Berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi
d. Penting untuk proses maturasi sel otak
e. Meningkatkan interaksi ibu dan bayi

57
3. Apa yang terbaik diberikan kepada bayi sampai usia 6 bulan?
a. Susu formula
b. Buah-buahan
c. ASI
d. Bubur susu

4. Sejak usia berapakah sebaiknya makanan pendamping ASI diberikan?


a. Sejak lahir
b. Usia 4 bulan
c. Usia 6 bulan
d. Tidak tahu

5. Apakah kegunaan Makanan Pendamping ASI bagi anak bawah dua tahun? (Jawaban
bisa lebih dari satu)
a. Supaya bayi sehat
b. Sebagai makanan tambahan
c. Mencukupi kebutuhan gizi bayi
d. Tidak tahu

6. Penyapihan bermanfaat untuk : (Jawaban bisa lebih dari satu)


a. Anak mandiri
b. Menambah gizi anak
c. Menyiapkan anak untuk makanan keluarga
d. Mengembangkan pengenalan rasa dan bentuk makanan
e. Mengurangkan angka kejadian diare pada anak

7. Apakah akibat ibu melakukan penyapihan dini pada anak? (jawaban bisa lebih dari
satu)
a. Mengurangkan interaksi antara ibu dan anak
b. Meningkatkan risiko penyakit infeksi pada anak
c. Mengakibatkan gangguan nutrisi pada anak
d. Mengakibatkan reaksi alergi pada anak
e. Tidak tahu

SIKAP

1. Penyapihan dimulai pada anak berumur 6 bulan :


a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju

2. Penyapihan dilakukan sampai anak berusia 2 tahun :


a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju

58
e. Sangat tidak setuju

3. Apakah ibu setuju bahwa pemberian ASI tanpa makanan tambahan sampai usia 6
bulan dapat meningkatkan gizi anak?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju

4. Apakah ibu setuju bayi yang hanya diberikan ASI eksklusif saja sampai usia 6 bulan
dapat mengurangi kejadian diare?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju

5. Apakah ibu setuju penyapihan dilakukan secara bertahap?


a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju

PERILAKU

1. Apakah saat ini ibu masih memberikan ASI?


a. Ya
b. Tidak

2. Pada usia berapakah ibu mulai melakukan penyapihan?


a. Belum melakukan penyapihan
b. Dibawah usia 6 bulan
c. Tepat usia 6 bulan
d. Di atas usia 6 bulan
e. Tidak ingat

3. Pernahkah ibu memberikan makanan dan minuman lain selain ASI kepada bayi ibu
sebelum umur 6 bulan?
a. Ya
b. Tidak

4. Apakah ibu melakukan penyapihan secara bertahap?


a. Ya
b. Tidak

59
c. Belum melakukan penyapihan

Sumber informasi

1. Ibu pernah mendapat informasi mengenai penyapihan dari: (Beri tanda (√). Jawaban
bisa lebih dari satu.)
Televisi Tenaga kesehatan (dokter, bidan,
perawat)
Radio Keluarga
Majalah wanita Teman
Majalah kesehatan Tidak pernah

60

Вам также может понравиться