Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Dalam industri rokok, ada beberapa perusahaan yang bergerak di bidang ini telah
terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia. Dari beberapa perusahaan tersebut diambil beberapa
perusahaan yang dianggap memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan untuk dijadikan
sampel dalam penelitian ini. Untuk melihat sejauh mana kemampuan perusahaan dalam
membayar deviden kepada pemegang saham maka akan dilakukan penelitian untuk
mengetahui tingkat deviden payout ratio pada perusahaan rokok.
Struktur modal dalam penelitian ini diproksi dengan debt to equity ratio (DER),
profitabilitas diproksi dengan return on asset (ROA), likuiditas diproksikan dengan cash
position. Return on Asset (ROA) dalam hal ini digunakan sebagai variable intervening dengan
tujuan mengetahui pengaruh secara tidak langsung masing-masing variable eksogen, yaitu
DER dan Cash position, terhadap variable eksogen, yaitu kebijakan dividen yang diukur
dengan dividend payout ratio (DPR).
Berdasarkan dividend payout ratio yang digunakan untuk mengukur kebijakan dividen,
dapat dilihat bahwa jumlah dividen yang dibagikan semakin besar jika nilai dividen payout
ratio semakin besar.
Menurut Kasmir (2013:110) rasio likuiditas adalah untuk menunjukkan atau mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo, baik kewajiban
kepada pihak luar perusahaan maupun di dalam perusahaan. Atau dengan kata lain rasio
likuiditas menunjukkan sering kemampuan perusahaan dalam membayar utang-utang
(kewajiban) jangka pendeknya yang jatuh tempo atau rasio yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban (utang) pada saat ditagih.
Jenis-jenis rasio likuiditas yang digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kemampuan
yaitu :
a. Current Ratio (Rasio Lancar)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara
keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi
kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancer dapat pula dikatakan sebagai
bentuk untuk mengukur tingkat keamanan suatu perusahaan.
Untuk menghitung Current Ratio menggunakan rumus :
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
CR =
𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
b. Quick Ratio (Rasio Cepat)
Merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau
membayar utang lancer dengan aktiva lancer tanpa memperhitungkan nilai persediaan. Untuk
menghitung Quick Ratio menggunakan rumus :
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟−𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
QR =
𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
c. Cash Ratio (Rasio Kas)
Merupakan rasio yang digunakannuntuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia
untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersediannya dana kas
yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank. Dapat dikatakan rasio ini
menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang
jangka pendeknya. Untuk menghitung Cash Ratio menggunakan rumus :
𝐾𝑎𝑠+𝐵𝑎𝑛𝑘
CR =
𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
Cash Position suatu perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan,
sebelum membuat keputusan untuk menentukan besarnya dividen yang akan dibayarkan
kepada para pemegang saham. Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar, sehingga
semakin kuat cash position perusahaan, berarti semakin besar kemampuannya untuk membayar
dividen. Cash position dihitung berdasarkan perbandingan antara saldo kas akhir tahun dengan
laba bersih setelah pajak
Cash position perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan
sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan
kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan “cash outflow”, maka makin
kuat cash position perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar
dividen. Cash position merupakan rasio kas akhir tahun dengan earnings after tax. Bagi
perusahaan yang memiliki cash position yang semakin kuat akan semakin besar
kemampuannya untuk membayar dividen. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat
dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi
kebijakan dividen
Untuk menghitung cash position terdiri dari saldo kas akhir dibagi laba bersih setelah pajak
𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝐾𝑎𝑠 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
CP =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang
tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang akan diterima, karena kewajiban
tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian dividen. Jika beban hutang semakin tinggi,
maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah.
Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage
(penggunaan utang) terhadap total shareholders’ equity yang dimiliki perusahaan. . Rasio ini
memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan. Rasio ini diperoleh
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
DER = x 100%
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖
Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya
yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang.
Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin
rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya.
Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan,
berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut,
yang ini berarti hanya sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai
dividen. Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia
bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin
menurunkan kemampuan perusahaan membayar dividen
2.1.5 Profitabilitas
Di bawah ini alan dijelaskan pengertian profitabilitas dan return on asset (ROA)
sebagai proksi profitabilitas, sehingga akan diperoleh pengertian yang memadai mengenai
variabel profitabilitas yang dibahas
2.1.5.1 pengertian profitabilitas
Dewasa ini banyak perusahaan mendasarkan kinerjanya pada kinerja finansial
daripada non finansial. Paradigm tersebut lazim disebut profit oriented , dimana seluruh
aktivitas perusahaan akhirnya ditujukan untuk memperoleh laba. apabila perusahaan
mendapatkan laba minus (rugi) maka dikatakan memiliki kinerja finansial yang tidak baik.
Sebaliknya, jika perusahaan mendapatkan laba positif (untung) terlebih lagi dalam jumlah
yang besar maka dikatakan berhasil atau memiliki kinerja finansial yang baik. Kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba disebut profitabilitas
Brigham dan Houston (dalam Mardi,2008) menyatakan prfitabilitas adalah hasil bersih dari
serangkaian kebijakan dan keputusan dalam perusahaan.
Setiap perusahaan tentu ingin mendapatkan laba dalam jumlah yang besar atau
laba yang meningkat setiap periode untuk dapat menunjang kemakmuran para pemegang
saham. Oleh karena itu manajer hendaknya ukuran-ukuran kunci dalam setiap keputusan yang
diambil dengan menetapkan tujuan dalam mendukung strategi bisnis, kemudian menentukan
ukuran-ukuran untuk pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dengan ukuran-ukuran tersebut, maka
akan dapat diketahui tingkat keberhasilannya.
Menurut Peppard dan Rowland (2007:93), “ukuran-ukuran yang dapat
membantu memfokuskan perhatian perusahaan dalam mencapai laba adalah analisis
profitabiitas pelanggan dan analisis profitabilitas produk/jasa.” Keduanya dapat diterangkan
sebagai berikut :
1. Analisis profitabilitas pelangan, dalam arti pelanggan mana saja yang paling menguntungkan,
dan barang kali, pelanggan mana saja yang menghabiskan uang perusahaan. Perusahaan dapat
terus menjalin kerja sama dengan pelanggan yang menguntungkan, sebaliknya menghentikan
kerja sama dengan pelanggan yang merugikan. Artinya, pelanggan yang merugikan tidak perlu
dilayani kembali.
2. Analisis profitabilitas produk/jasa, dalam arti produk dan jasa mana yang paling
menguntungkan atau sebaliknya mana yang paling merugikan. Hal ini bermanfaat khususnya
jika ingin mengurangi variasi produk atau jasa yang tidak memberikan keutungan.
Pada hakekatnya, perusahaan juga harus meningkatkan perolehan laba. Peningkatan laba dapat
dicapai dengan jalan bekerja secara efektif dan efisien.”Bekerja dengan efektif
artinya,melakukan sesuatu pekerjaan yang benar,sedangkan bekerjan secara efesien artinya
melakukan sesuatu pekerjaan dengan benar”. (Peppard dan Rowland, 2007:88). Dengan
demikian, idealnya suatu perusahaan harus melakukan sesuatu pekerjaan yang benar dengan
benar. Efektivitas memang penting, tetapi efisiensi juga tidak kalah penting, karena berkaitan
erat dengan pengeluaran biaya, supaya laba perusahaan dapat ditingkat.
2.2.5.2 Return On Asset
Return On Assets merupakan bagian dari analisis rasio profitabilitas. Return On
Asset merupakan rasio antara laba bersih yang berbanding terbalik dengan keseluruhan aktiva
untuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukan berapa besar laba bersih yang diperoleh
perusahaan diukur dari nilai aktivanya.
Return On Asset merupakan rasio antar laba bersih yang berbanding terbalik dengan
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukan berapa besar laba bersih
yang diperoleh perusahaan diukur dari nilai aktivanya. AnalisisReturn On Assets atau sering
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai rentabilitas ekonomi mengukur perkembangan
perusahaan menghasilkan laba pada masa lalu. Analisis ini kemudian diproyeksikan ke masa
mendatang untuk melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa-masa
mendatang.
Beberapa ahli mendefinisakan Retutn On Asset sebagai berikut : Menurut Munawir (2010:
89) Retutrn On Asset adalah sama dengan Return On Investmendalam analisa keuangan
mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat
menyeluruh (komprehensif). Analisis ini sudah merupakan teknik analisa yang lazim di
gunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi
perusahaan.
Return On Asset (ROA) menurut Kasmir (2012: 201) adalah rasio yang menunjukan hasil
(return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Selain itu, ROA memberikan
ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukan efektivitas
manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan.
Menurut Harahap (2010: 305) Return On Assets (ROA) menggambarkan perputaran aktiva
diukur dari penjualan. Semakin besar rasio ini maka semakin baik dan hal ini berarti bahwa
aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba.
ROA atau (Return On Assets) Riyanto (2010: 335) Rasio ini merupakan perbandingan antara
laba bersih dengan total aset. Rasio ini menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh
perusahaan bila diukur dari nilai asetnya. Menurut Harahap (2010:305), semakin besar rasionya
semakin bagus karena perusahaan dianggap mampu dalam menggunakan aset yang dimilikinya
secara efektif untuk menghasilkan laba.
Menurut Fahmi (2012: 98) Return on asset sering juga disebut sebagai return on investment,
karena ROA ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan
pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan dan investasi tersebut sebenarnya
sama dengan aset perusahaan yang ditanamkan atau ditempatkan.
H2
Struktur
Modal
X1 H1
H5
Kebijakan
Profitabilitas Dividen DPR
Z Y
DER
ROA
Likuiditas
H3
X2
H4
CP
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori, dan kerangka berpikir maka
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H1 : Struktur modal mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas pada
perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI)
H2 : struktur modal mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI)
H3 : likuiditas mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas pada perusahaan
rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI).
H4 : likuiditas mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI).
H5 : profitabilitas mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI).
H6 : profitabilitas memediasi pengaruh antara struktur modal terhadap kebijakan dividen
H7 : profitabilitas memediasi pengaruh antara likuiditas terhadap kebijakan dividen
3. METODE PENELITIAN
c. Variabel terikat (dependent) yaitu Dividend Payout Ratio (Y). Dividend Payout Ratio(DPR)
diukur dengan membandingkan dividen kas per lembar saham (DPS) terhadap laba yang
diperoleh per lembar saham (EPS).
Dalam menyusun diagram jalur, ada dua hal yang perlu dilakukan. Dua hal yang perlu
dilakukan yaitu menyusun model structural yaitu menghubungkan antar konstruk laten baik
endogen maupun eksogen dan menyusun measurement model yaitu menghubungkan konstruk
laten endogen atau eksogen dengan variabel indicator atau manifest.
Diagram Jalur (Path Diagram) Pengaruh struktur modal yang diproksi Debt to Equity
Ratio (DER) dan likuiditas yang diproksi Cash Position terhadap Kebijakan Dividen
yang diproksi Dividen Payout Ratio (DPR) dengan Profitabilitas yang diproksi Return
on Asset (ROA) sebagai Variabel Intervening
H2
Struktur
Modal
X1 H1
H5
Kebijakan
Profitabilitas Dividen DPR
Z Y
DER
ROA
Likuiditas
H3
X2
H4
CP
1. Kontribusi pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung struktur modal terhadap kebijakan
dividen adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2
Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung DER terhadap DPR
Tabel 3.3
Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung ROA terhadap DPR
Keterangan :
CP = Cash Position
1. Adanya nilai standar error yang besar untuk satu atau lebih koefisien
2. Ketidakmampuan program untuk invert information matrix
3. Nilai estimasi yang tidak mungin misalkan error variance yang negative
4. Adanya nilai korelasi yang tinggi (>0.90) antar koefisien estimasi.
Untuk mengatasi problem identifikasi, perlu ditetapkan lebih banyak konstrain dalam
model sampai masalah yang ada hilang.
Pada tahap ini kesesuaian model dievaluasi, melalui telaah terhadap berbagai kriteria
goodness-of-fit. Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mengevaluasi apakah data
yang digunakan dapat memenuhi asumsi SEM. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam
prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis dengan permodelan SEM adalah
sebagai berikut (Ferdinand , 2002) :
1. Ukuran Sampel
Ukuran sampel yang direkomendasikan antara 100-200 untuk metode estimate
Maximum Likehood(ML).
2. Normalitas
Sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi normalitas dipenuhi
sehingga data dapat diolah lebih. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data
atau diuji dengan motode-metode statistik.
3. Outliers
Outiers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariate
maupun multivariate yaitu yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya
terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainya.
Bila asumsi-asumsi diatas telah terpenuhi, maka model dapat diuji melalui berbagai
cara uji yaitu sebagai berikut :
Berikut beberapa indeks kesesuaian dan cut off value untuk digunakan dalam menguji
apakah model diterima atau ditolak.
1. χ2 – Chi-Square Statistic
Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya rendah.
Semakin kecil nilai χ2 semakin baik model itu (karena dalam uji beda chi-square, χ2=0,berarti
benar-benar tidak ada perbedaan, H0 diterima) dan diterima berdasarkan probabilitas dengan
5. CMIN/ DF
The minimum sample discrepancy function (CMIN) dibagi dengan degree of freedomnya akan
menghasilkan indeks CMIN/DF, yang menjadi salah satu indikator untuk mengukur tingkat
fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi-square , χ2 dibagi
Nilai χ2-relatif kurang dari 2.0 atau bahkan kadang kurang dari 3.0 adalah indikasi dari
Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji sobel (sobel test). Uji
sobel ini dilakukan untuk menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variabel independen
terhadap variabel dependen melalui variabel intervening. Misalkan variabel independen=X,
variabel dependen=Y dan variabel intervening=M. Pengaruh tidak langsung X ke Y lewat M
dihitung dengan cara mengalikan jalur X→M (a) dengan jalur M→Y(b) atau ab. Jadi koefisien
ab = (c-c’), dimana c adalah pengaruh X terhadap Y tanpa mengontrol M, sedangkan c’ adalah
koefisien pengaruh X terhadap Y setelah mengontrol M. Standar error koefisien a dan b ditulis
dengan Sa dan Sb dan besarnya standar error pengaruh tidak langsung adalah Sab yang dihitung
Untuk menguji signifikansi tidak langsung, perlu dihitung nilai t dari koefisien ab
dengan rumus sebagai berikut :
𝑎𝑏
𝑡=
𝑠𝑎𝑏
Hasil nilai t hitung dibandingkan dengan t tabel, jika t hitung lebih besar dari t tabel maka
dapat disimpulkan jika terjadi pengaruh mediasi.