Вы находитесь на странице: 1из 23

1

Implikasi Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan


Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi Matematis Ditinjau
Dari Kemandirian Belajar Siswa
Rida Desnita Lutfitasari
S2 Pascasarjana UNPAS Bandung
E-mail : pasundan.journal@unpas.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya dan masih belum optimalnya kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan representasi matematis siswa. Penelitian ini mengkaji tentang peningkatan
kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan representasi matematis yang memperoleh
pembelajaran Problem Based Learning dengan pembelajaran biasa, ditinjau dari kemandirian belajar,
berdasarkan kategori tinggi, sedang dan rendah. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Mix
Methods tipe Embedded Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPS SMA Pasundan
I Cianjur. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa instrumen tes kemampuan
pemecahan masalah dan representasi matematis, angket kemandirian belajar, lembar observasi dan hasil
wawancara. Data yang digunakan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata Anova dua jalur
(kuantitatif) dan deskripsi (kualitatif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian belajar siswa
yang menggunakan pembelajaran Problem Based Learning lebih baik jika dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. 2) Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan Problem Based Learning lebih baik daripada siswa yang
pembelajarannya menggunakan konvensional ditinjau dari kemandirian belajar berdasarkan kategori
tinggi, sedang dan rendah. 3) Kemampuan pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya
menggunakan Problem Based Learning lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan
konvensional ditinjau dari kemandirian belajar siswa berdasarkan kategori tinggi, sedang dan rendah.
4) Tidak terdapat hubungan antara kemampuan representasi matematis dengan kemandirian belajar ,
tidak terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemandirian belajar, dan
terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi matematis

Kata Kunci : Problem Based Learning, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan representasi
matematis, kemandirian belajar.

PENDAHULUAN
Pembaharuan dalam bidang kompetensi-kompetensi yang didapat di

pendidikan terus menerus dilakukan sekolah menjadi bekal hidupnya di

sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Berbagai mata pelajaran yang

sumber daya manusia Indonesia. Dewasa didalamnya telah memuat kompetensi dasar

ini telah dikembangkan kurikulum yang yang harus dimiliki siswa telah disusun

berorientasi pada pengembangan sesuai jenjang pendidikan. Mutu

kompetensi siswa sehingga diharapkan pendidikan dipermasalahkan jika hasil


2

pendidikan belum mencapai taraf seperti daily life, it affects succesful functioning on

yang diharapkan. the job, in school, at home, and in the

Sebelumnya Sumarmo (Napitupulu, community” Bahwa Matematika

2011: 1) menyatakan bahwa : sasaran merupakan bagian integral semua bidang

jangka pendek pembelajaran matematika kehidupan sehari-hari, hal itu

ditujukan pada penguasaan objek mempengaruhi fungsi sukses pada

matematika yang kemudian digunakan pekerjaan, di sekolah, di rumah, dan di

untuk memecahkan masalah baik rutin masyarakat.

maupun tak rutin, bernalar, berkomuniasi Berdasarkan hasil survey dan

dan menyusun koneksi matematis dan wawancara yang dilakukan peneliti di SMA

pengetahuan lainnya. Sedangkan sasaran Pasundan I Cianjur ditemukan siswa

jangka panjangnya bersifat lebih luas sebab banyak mengalami kesulitan pada pelajaran

menjangkau seluruh ranah kognitif, efektif matematika dalam materi statistika. Materi

dan psikomotorik dan mengarah ke masa statistika ini erat kaitannya dengan soal-

depan, seperti mengembangkan soal berupa gambar dan ekspresi

kemampuan penalaran matematis, berpikir matematis. Kesulitan ini antara lain

kritis, kreatif, sistematisobyektif dan disebabkan oleh proses pembelajaran yang

cermat. Selain itu, membiasakan siswa kurang dipahami oleh siswa. Akibatnya

bekerja keras dan mandiri, bersifat jujur, hanya beberapa siswa (dengan penguasaan

terbuka, disiplin, memiliki sikap sosial dan materi prasyarat memadai) saja yang dapat

menumbuhkan rasa percaya diri dan mengikuti proses pembelajaran, selebihnya

penghargaan terhadap keindahan dan sebagian besar siswa yang lain bersikap

keteraturan matematika. pasif. Jika mereka (siswa yang pasif)

Jitendra, et all. (2005). disuruh bertanya tentang apa yang belum

“Mathematics is integral to all areas of mereka pahami, mereka (siswa yang pasif)
3

tidak bertanya, karena sejak pertengahan Pemecahan masalah adalah sebuah

(bahkan mungkin sejak awal) proses komponen komprehensif di dalam

pembelajaran, mereka tidak paham/ pendidikan abad ke 21. Sejalan dengan

mengerti tentang apa yang dibahas. pendapat Wismath, selanjutnya Shulman

Adapun faktor lain yang (Rusman, 2013: 1991) “Pendidikan

menyebabkan kesulitan belajar, Guru –guru merupakan proses membantu orang

masih mengajar dengan cara yang lama, mengembangkan kapasitas untuk belajar

dimana guru ataupun peneliti bagaimana menghubungkan kesulitan

menyampaikan materi dan mengerjakan mereka dengan teka-teki yang berguna

soal-soal rutin. Terbiasanya siswa untuk membentuk masalah”.

mengerjakan soal-soal rutin membuat siswa Sulo (2005) menyatakan bahwa :


Banyak macam pemecahan
tidak dapat memecahkan suatu masalah masalah yang telah dan sedang
dilakukan oleh pemerintah untuk
secara bebas dan mencari solusi meningkatkan pemerataan
pendidikan dalam rangka
penyelesaiannya dengan cara mereka mencerdaskan kehidupan
bangsa, langkah-langkah
sendiri. ditempuh melalui cara
konvensional dan inovatif.
Sumarmo mengartikan pemecahan
Kemampuan Representasi matmatis
masalah sebagai kegiatan menyelesaikan
sangat berperan dalam upaya
soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak
mengembangkan dan mengoptimalkan
rutin, mengaplikasikan matematika dalam
kemampuan matematis siswa. NCTM
kehidupan sehari-hari atau keadaan lain,
(2000: 67) mencantumkan representasi
dan membuktikan atau menciptakan atau
sebagai standar proses kelima setelah
menguji konjektur. (Firdaus, 2009).
problem solving, reasoning,
Wismath (2014) “Problem Solving
communication and connection.
is a critical component of comprehensive
Pentingnya kemampuan
21 st century education”. Bahwa
representasi matematis diungkapkan oleh
4

Goldin. Goldin (Lestari, 2013: 9) matematis dan kemampuan pemecahan

menyatakan bahwa : representasi masalah di sekolah. Namun, fakta yang

merupakan bagian penting dalam teori ditemukan di lapangan, kemampuan

belajar matematika, bukan hanya karena pemecahan masalah dan representasi

penggunaan simbol, sintaks dan semantik matematis tersebut masih rendah.

yang sangat penting dala matematika serta Sekolah dan guru dapat membuat

bervariasi dan universal, tetapi juga untuk perbedaan yang hebat dalam prestasi anak-

dua alasan epistemologis yang kuat, anak. Meskipun guru mengikuti berbagai

diantaranya : (1) Matematika memainkan filsafat pendidikan dengan baik, namun

bagian penting dalam pembuatan konsep lingkungan dalam kelas menjadi masalah

dunia nyata, (2) Matematika membuat bagi anak yang kurang berprestasi.

pengurangan struktur satu sama lain Sementara lingkungan yang satu

menjadi sangat penting. Sejalan dengan mempertajam dan mempertahankan gejala

pendapat tersebut Downs (Lestari, 2013: 9) kurang berprestasi, lingkungan yang lain

menyatakan bahwa representasi merupakan membantu mencegah dan mengubahnya.

konstruksi matematis yang dapat Kadangkala keadaan sekolah menjadi

menggambarkan aspek-aspek konstruksi perintis dan penyebab gejala tersebut.

lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa antara Salah satu alternatif model

dua konstruksi harus terlihat ada kaitannya pembelajaran yang memungkinkan

sehingga satu sama lain tidak saling bebas dikembangkanyya keterampilan berpikir

bahkan satu konstruksi memberi peran siswa dalam memecahkan masalah adalah

penting untuk membentuk konstruksi Problem Based Learning (PBL).

lainnya. Menurut Tan (Rusman, 2013: 229)

Uraian di atas menunjukkan bahwa Problem Based Learning merupakan

betapa pentingnya kemampuan representasi inovasi dalam pembelajaran karena dalam


5

PBL kemampuan berfikir siswa betul-betul cobaan dan tantangan. Individu yang

dioptimalisasikan melalui proses kerja memiliki kemandirian tinggi relatif mampu

kelompok atau tim yang sistematis, menghadapi segala permasalahan karena

sehingga siswa dapat memberdayakan, individu yang mandiri tidak tergantung

mengasah, menguji dan mengembangkan pada orang lain.

kemampuan berpikirnya secara Menurut Mungin (Subliyanto,

berkesinambungan. 2011) mengatakan bahwa : kemandirian

Boud dan Feleti (Rusman, 2013: adalah keadaan seseorang dalam

230) mengemukakan bahwa Problem kehidupannya mampu memutuskan atau

Based Learning adalah inovasi yang paling mengerjakan mengerjakan sesuatu tanpa

signifikan dalam pendidikan. Sejalan bantuan orang lain. Pendapat tersebut

dengan apa yang dikemukakan Boud dan didukung oleh pernyaaan Wedemeyer

Feletti, Margetson (dalam Rusman, 2013: (Rusman, 2013: 353) yang mengatakan

230) mengemukakan bahwa kurikulum bahwa : peserta didik yang belajar secara

Problem Based Learning membantu untuk mandiri mempunyai kebebasan untuk

meningkatkan perkembangan keterampilan belajar tanpa harus menghadiri

belajar sepanjang hayat dalam pola pikir pembelajaran yang diberikan guru/pendidik

yang terbuka, reflektif kritis, dan belajar di kelas.

aktif. Rusman mengatakan bahwa :


Tugas guru/instruktur dalam
Dalam Problem Based Learning proses belajar mandiri ialah
menjadi fasilitator , yaitu
siswa dituntut untuk belajar secara mandiri. menjadi orang yang siap
memberikan bantuan kepada
Kemandirian merupakan salah satu aspek peserta didik bila diperlukan .
Bentuknya terutama bantuan
kepribadian yang sangat penting bagi dalam menentukan tujuan
belajar, memilih bahan dan
individu. Seseorang dalam menjalani media belajar, serta dalam
memecahkan kesulitan yang
kehidupan ini tidak pernah lepas dari tidak dapat dipecahkan peserta
didik sendiri.
6

menjadi siswa yang jenius yang tidak

Kemandirian belajar akan mampu membutuhkan bantuan orang lain.Sesuai

mengembangkan kemampuan kognitif dengan konsep belajar mandiri

yang tinggi, hal ini disebabkan karena siswa Menurut Rusman (2013: 358)

terbiasa menghadapi tugas dan mencari menyatakan bahwa :

sumber belajar yang ada serta mengadakan 1. Menyadari bahwa hubungan

diskusi dengan teman bila mengalami antara pengajar dengan dirinya

kesulitan. tetap ada, namun hubungan

Belajar mandiri merupakan tersebut diwakili oleh bahan ajar

kemampuan yang tidak banyak berkaitan atau media belajar

dengan pembelajaran apa, tetapi lebih 2. Mengetahui konsep belajar

berkaitan dengan bagaimana proses belajar mandiri

tersebut dilaksanakan. Kegiatan belajar 3. Mengetahui kapan ia harus

mandiri merupakan kegiatan belajar yang minta tolong, kapan ia

menitikberatkan pada kesadaran belajar membtuhkan bantuan atau

seseorang. Kegiatan belajar mandiri dukungan

memberikan keleluasan pada siswa untu 4. Mengetahui kepada siapa dan

dapat memilih cara belajar sesuai dengan darimana ia dapat atau harus

ketentuannya. memperoleh bantuan/dukungan

Belajar mandiri bukan berarti harus

belajar sendiri. Belajar mandiri berarti Bagian terpenting dari konsep belajar

siswa belajar berinisiatif dengan ataupun mandiri adalah bahwa setiap siswa harus

tanpa guru. Sebagai seseorang yang mampu mengidentifikasi sumber sumber-

mandiri, siswa tidak harus mengetahui sumber informasi, karena identifikasi

semua hal, tetapi tidak juga diharapkan sumber informasi n sangat dibtuhkan untuk
7

memperlancar kegiatan belajar seorang 2. Apakah peningkatan kemampuan

siswa pada saat siswa tersebut membtuhkan kemampuan representasi matematis

bantuan atau dukungan. Proses demikian siswa yang pembelajarannya

ini melatih siswa untuk bertanggung jawab mengunakan Problem Based Learning

terhadap kegiatan belajar yang harus lebih baik daripada siswa yang

dilakukannya. pembelajarannya menggunakan

Berpijak pada uraian latar belakan konvensional, ditinjau dari

masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk kemandirian belajar (rendah, sedang

mengkaji lebih luas permasalahan, pada dan tinggi) ?

pembelajaran Matematika yaitu dengan 3. Apakah kemampuan pemecahan

melakukan penelitian yang berjudul masalah matematis siswa yang

“Implikasi Pembelajaran Problem Based pembelajarannya mengunakan

Learning Dalam Upaya Meningkatkan Problem Based Learning lebih baik

Kemampuan Pemecahan Masalah Dan 4 daripada siswa yang pembelajarannya


.
Representasi Matematis Ditinjau dari menggunakan konvensional, ditinjau

Kemandirian Belajar”. Dengan harapan dari kemandirian belajar (rendah,

dapat memberikan alternatif pemecahan sedang dan tinggi) ?

masalah yang dihadapi siswa menuju a. Apakah terdapat hubungan antara

peningkatan mutu pembelajaran representasi matematis dengan

kemandirian belajar ?
Rumusan Masalah
b. Apakah terdapat hubungan antara
1. Bagaimana gambaran kemandirian
pemecahan masalah dengan
belajar siswa yang menggunakan
kemandirian belajar ?
model pembelajaran Problem Based

Learning dan konvensional ?


8

c. Apakah terdapat hubungan antara 4 a. Menganalisa hubungan antara


.
kemampuan pemecahan masalah kemampuan pemecahan masalah

dengan representasi matematis ? dan representasi matematis.

b. Menganalisa hubungan antara

Tujuan Penelitian kemampuan pemecahan masalah

1. Mengkaji gambaran kemandirian dan kemandirian belajar.

belajar siswa yang menggunakan c. Menganalisa hubungan antara

model pembelajaran Problem Based kemampuan representasi

Learning dan konvensional. matematis dan kemandirian

2. Menganalisa peningkatan kemampuan belajar.

representasi matematis siswa yang Manfaat Penelitian

pembelajarannya mengunakan 1. Bagi Guru

Problem Based Learning lebih baik a. Menjadi salah satu alternatif

daripada siswa yang pembelajarannya pembelajaran matematika dalam

menggunakan konvensional, ditinjau upaya kemampuan pemecahan

dari kemandirian belajar. masalah dan representasi

3. Menganalisa kemampuan kemampuan matematis.

pemecahan masalah matematis siswa b. Memberikan inovasi dalam

yang pembelajarannya mengunakan pembelajaran matematika dimasa

Problem Based Learning lebih baik yang akan datang dan

daripada siswa yang pembelajarannya c. Penelitian ini diharapkan dapat

menggunakan konvensional, ditinjau memberikan motivasi bagi guru

dari kemandirian belajar. untuk mencari strategi yang sesuai

dengan kondisi lingkungan

sekolah.
9

2. Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat

a. Melatih siswa untuk terlibat aktif memberikan sumbangan pemikiran

dalam pembelajaran; dan masukan dalam menerapkan

b. Melatih siswa dalam bernalar inovasi pembelajaran matematika guna

untuk merumuskan konsep meningkatkan mutu pendidikan dan

matematika dengan cara juga memberikan sumbangan

menemukannya sendiri; pemikiran mengembangkan

c. Melatih siswa untuk pelaksanaan Kurikulum 2013 yang

mengkomunikasikan ide dan utamanya pembelajara dilaksanakan

gagasan matematis. terfokus pada keaktifan siswanya itu

3. Bagi Sekolah sendiri (student centered).

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian
Berikut ini adalah data-data hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 1.1

Tabel 1.1
Data-data Hasil Penelitian
Pemecahan Masalah Representasi
Kemandirian Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
Belajar Postest Postes Pretes Pretes Postes Postes
x̄ s x̄ s x̄ s x̄ s x̄ s x̄ s
Tinggi 16,3 2,0 19,7 1,2 9,3 1,1 12,2 2,1 12,3 1,1 17,5 2,4
Sedang 12,9 1,8 17,2 1,8 12,9 2,0 13,2 2,8 15,5 1,5 18,1 2,0
Rendah 9,3 1,4 15,0 2,1 12 2,2 13,5 2,0 15,3 1,8 18,2 1,2
Total 12,83 1,73 17,30 1,70 11,40 1,77 12,97 2,30 14,37 1,47 17,93 1,87
SI : 24

Hasil postes kemampuan pemecahan masalah, pretes, postes dan gain representasi

ditinjau dari kemandirian belajar masing-masing kelas dapat dilihat pada Lampiran.

Hasil penelitian dilakukan berdasarkan

B. Pembahasan beberapa temuan dalam penelitian yang di

analisis berdasarkan kemampuan pemecahan


10

Berdasarkan lembar observasi siswa,

peneliti memperoleh gambaran

masalah dan representasi matematis kemandirian belajar yang meningkat. Pada

ditinjau dari kemandirian belajar yang pertemuan pertama, siswa cenderung pasif

kemudian dikaitkan dengan hasil penelitian dan merasa asing dengan model
terdahulu berikut diuraikan pembahasan hasil pembelajaran, saat pengerjaan LKS banyak
penelitian. siswa yang bertanya kepada guru, sehingga
1. Kemandirian Belajar Siswa peran guru sebagai fasilitator belum bisa
a. Kemandirian Belajar Siswa terlaksana, siswa yang tidak paham dengan
Kelas Problem Based Learning pembelajaran yang dilakukan acuh
Berdasarkan hasil angket, lembar terhadap proses pembelajaran yang
observasi dan hasil wawancara, diperoleh dilakukan, begitu juga saat
bahwa kemandirian belajar yang mempresentasikan hasil diskusi kelompok
menggunakan model pembelajaran mereka merasa tidak percaya diri untuk
Problem Based Learning lebih baik tampil di depan kelas.
dibandingkan dengan model pembelajaran Pertemuan kedua, ketiga dan keempat
konvensional. peneliti masih menemukan hal yang sama
Dari hasil angket siswa yang terjadi pada pertemuan pertama, masih ada
memperoleh kategori tinggi, sedang dan siswa yang belum bisa mengikuti
rendah lebih baik dibandingkan siswa yang pembelajaran dengan baik, saat guru
memperoleh kategori rendah. Dalam hal ini memerintahkan untuk mempresentasikan
siswa di kelas Problem Based Learning hasil diskusi kelompok, terjadi saling
banyak memperoleh kategori tinggi dan tunjuk-menunjuk, saat menyimpulkan
sedang, bahkan tidak ada siswa yang materi di akhir pembelajaranpun guru harus
memperoleh kategori rendah. membantu mengarahkan jawaban siswa. Ini
11

dikarenakan pembelajaran konvensional depan kelas untuk mempresentasikan hasil

yang sudah tertanam dalam diri mereka, diskusi kelompoknya. Guru memberikan

sehingga agak sulit merubah kebiasaan motivasi jika siswa harus berani tampil

mereka dalam mengikuti pembelajaran. percaya diri, jangan merasa takut salah.

Pada pertemuan kelima, terjadi Pertemuan berikutnya, siswa

diskusi antara siswa yang pintar dengan berdiskusi dengan kelompoknya masing-

yang pintar dari kelompok lain, kejadian ini masing, peran guru sebagai fasilitator mulai

menyebabkan siswa yang tidak mampu terlaksana, tidak hanya itu siswa mulai

menjawab LKS hanya diam dan menunggu berani tampil di depan kelas untuk

jawaban yang benar. Siswa yang merasa mempresentasikan hasil diskusi

tidak mampu mengerjakan soal yang ada di kelompoknya dan menyimpulkan materi,

LKS mengobrol dengan teman lainnya, guru hanya meluruskan jika ada kesimpulan

sehingga suasana siswa saat pmbelajaran siswa yang salah.

tidak kondusif. Guru kemudian Dari hasil observasi guru, peran guru

menegaskan bahwa proses diskusi harus sebagai fasilitator dalam pengorganisasian

dilakukan dengan kelompoknya masing- kegiatan belajar mengajar semakin

masing, jika ada soal yang tidak kalian terlaksana. Jika pada pertemuan pertama

pahami, diskusikan dengan teman satu guru masih harus menjelaskan materi yang

kelomponya, sehingga diskusi satu sedang dipelajari, karena siswa pada

kelompok mulai terjalin. Pada pertemuan umumnya masih asing dengan

ini, peran guru sebagai fasilitator mulai pembelajaran Problem Based Learning,

terlaksana. maka pada akhir pertemuan guru hanya

Karena masih terdapat siswa yang membimbing siswa selama berdiskusi dan

belum berani dalam mengemukakan mengerjakan tugas siswa, sehingga peran

pendapat dan percaya diri ketika tampil di guru sebagai fasilitator dapat terlaksana.
12

Berdasarkan hasil wawancara siswa, belajar siswa kelas Problem Based

diperoleh jawaban jika siswa pada Learning lebih baik dibandingkan dengan

umumnya lebih menyukai pembelajaran siswa kelas konvensional.

matematika dengan pembelajaran Problem

Based Learning. Dengan pesembelajaran b. Kemandirian Belajar Siswa

Problem Based Learning siswa belajar Kelas Konvensional

dengan teman satu kelomponya, sehingga Berdasarkan hasil analisis

siswa merasa lebih mandiri dalam kemandirian belajar siswa yang

mengerjakan soal. memperoleh model pembelajaran

Soal yang diberikan pertama kali konvensional menunjukan bahwa

sebelum materi disampaikan, merupakan kemandirian siswa di kelas ini rendah.

soal yang sukar bagi mereka, karena soal Menurut Boehaerts (2005) bahwa

tersebut soal yang tidak rutin terlebih soal “kemandirian belajar terjadi karena salah

tersebut berasal dari materi yang belum satunya berdasarkan pada perilaku sendiri

mereka pelajari sebelumnya, setelah guru yang berorientasi pada pencapaian tujuan”.

menerapkan model pembelajaran Problem Terbatasnya penelitian yang hanya di

Based Learning, siswa bisa mengerjakan lakukan enam kali pertemuan, menjadi

beberapa soal, walaupun masih ada salah satu kendala dalam penelitian ini,

sebagian soal yang belum bisa mereka sehingga kemandirian belajar siswa di kelas

kerjakan. konvensional kurang dapat berkembang.

Merekapun berpendapat jika dengan Seperti yang dikemukakan oleh Boehaerts

pembelajaran Problem Based Learning (2005) bahwa “kemandirian belajar dapat

dapat meningkatkan kemandirian belajar. berkembang apabila diproseskan secara

Sehingga dari beberapa penjelasan diatas berulang-ulang dalam pembelajaran.”

dapat disimpulkan bahwa kemandirian Karena jumlah pertemuan yang terbatas


13

maka mengakibatkan kemandirian belajar dikarenakan siswa tidak terbiasa untuk tampil

yang belum optimal berkembang, hal di depan kelas.

tersebut dimungkinkan menjadi salah satu Hasil observasi guru menunjukkan

penyebab tidak terdapatnya kemandirian bahwa selama pembelajaran berlangsung,

belajar siswa yang tinggi. Untuk diperlukan tugas guru sebagai fasilitator tidak dapat

sebuah penelitian yang lebih jauh lagi untuk terlaksana dengan baik. Guru harus selalu

melihat kemandirian belajar di kelas membantu siswanya, terlebih dalam

pengerjaan LKS, banyak siswa yang bertanya


konvensional maka proses pembelajaran
kepada gurunya, jika menemui kesulitan dalam
yang dilakukan lebih lama dan sering di
pengerjaan soal dan tidak mengandalkan
lakukan.
teman satu kelompoknya. Jadi, guru di kelas
Berdasarkan angket kemandirian
konvensional tidak hanya membimbing
belajar, masih sedikit siswa yang memperoleh
siswanya dan memberikan arahan.
kategori tinggi dan sedang, dan masih ada
Hasil wawancara siswa di kelas
siswa yang memperoleh kategori rendah.
konvensional, diperoleh bahwa siswa merasa
Sehingga jika dibandingkan dengan
bosan terhadap pembelajaran yang sering
pembelajaran Problem Based Learning,
diterapkan oleh guru saat pembelajaran
pembelajaran konvensional masih kurang baik.
matematika berlangsung, mereka merasa
Menurut Sriyono (1992) bahwa salah
kurang tertantang. Siswa menginginkan
satu cara untuk meningkatkan mutu
pembelajaran diskusi dalam pembelajaran,
pendidikan adalah dengan mengaktifkan siswa
agar mereka bisa berbaur dengan teman satu
dalam belajar. Dari hasil observasi yang
sekelasnya. Soal yang mereka kerjakan pada
dilakukan selama enam kali pertemuan,
awal pertemuan merupakan soal yang sulit
diperoleh hasil yang baik untuk pertemuan
bagi mereka. Tapi, hal ini merupakan suatu
pertama, karena mereka sudah tidak asing
kewajaran, karena soal yang dberikan
dengan pembelajaran konvensional, tapi pada
merupakan materi yang belum diajarkan.
kegiatan presentasi, siswa tergolong pasif, ini
14

Sayangnya, setelah materi pembelajaran berbeda pada dua kelas yang akan diberi

diberikan dan diberikan soal yang sama, siswa pembelajaran Problem Based Learning

masih merasa hampir semua soal belum bisa dengan pembelajaran konvensional.

mereka kerjakan. Mereka juga berpendapat Peneliti memperoleh hasil yang sama

bahwa, jika mereka belajar dengan pada kedua kelas ketika diberikan soal
pembelajaran yang biasa guru terapkan mengenai representasi matematis.
dikelas, tidak bisa membuat mereka mendiri Siswa yang menggunakan
dalam belajar.
pembelajaran Problem Based Learning
Dari penjelasan diatas, berdasarkan
lebih aktif dan tampil percaya diri di
angket kemandirian belajar, lembar observasi
depan kelas dibandingkan dengan siswa
dan hasil wawancara diperoleh bahwa
yang menggunakan pembelajaran
kemandirian belajar kelas konvensional kurang
konvensional.
baik jika dibandingkan dengan kemandirian
Sejalan dengan penerapan model
belajar kelas Problem Based Learning.
pembelajaran yang diterapkan, yaitu
2. Peningkatan Kemampuan
Problem Based Learning dan
Representasi Matematis Ditinjau
konvensional, terlihat peningkatan untuk
Dari Kemandirian Belajar
kemampuan representasi tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah
Dari hasil penelitian, didapat bahwa
untuk mengetahui peningkatan
pembelajaran Problem Based Learning
kemampuan representasi matematis
menunjukkan peran yang berarti dalam
ditinjau dari kemandirian belajar yang
meningkatkan kemampuan representasi
mendapat model pembelajaran Problem
matematis siswa dibandingkan dengan
Based Learning dengan model
pembelajaran konvensional.
pembelajaran konvensional.
Hal ini sesuai dengan salah satu
Pada awal pertemuan sebelum
karateristik penelitian eksperimen yang
peneliti melakukan perlakuan yang
15

dikemukan oleh Ruseffendi (2006: 55), meningkatkan kemampuan representasi

bahwa equivalensi subjek dalam kelompok- matematis.

kelompok yang berbeda perlu ada, agar bila Dapat disimpulkan bahwa

ada hasil yang berbeda yang diperoleh oleh peningkatan kemampuan representasi

kelompok, itu bukan disebabkan karena tidak matematis siswa yang mendapatkan

equivalennya kelompok-kelompok itu, tetapi pembelajaran dengan Problem Based

karena adanya perlakuan. Learning lebih baik daripada yang


Penelitian terkait dengan menggunakan pembelajaran biasa ditinjau

pembelajaran Problem Based Learning dari kemandirian belajar berdasarkan

mengenai representasi matematis kategori tinggi, sedang dan rendah.

dilakukan oleh Astria (2014: 94) bahwa

kualitas peningkatan kemampuan 3. Kemampuan Pemecahan Masalah


representasi matematis siswa yang Ditinjau Dari Kemandirian Belajar
mendapatkan pembelajaran dengan Peneliti tidak memberikan soal
Problem Based Learning lebih baik pemecahan masalah terlebih dahulu, karena
daripada yang menggunakan soal pemecahan masalah dirasa merupakan
pembelajaran biasa soal yang tidak rutin dan baru ditemui siswa
Berdasarkan hasil kesimpulan pertama kali.
wawancara di kelas konvensional dapat Ketika pembelajaran Problem Based
disimpulkan bahwa, model pembelajaran
Learning dilakukan, siswa masih merasa
konvensional tidak dapat meningkatkan
asing dan cenderung acuh selama
kemampuan representasi matematis,
pembelajaran. Sehingga pemberian
sedangkan penilaian lembar observasi
masalah yang dilakukan guru tidak bisa
aktivitas siswa yang dikategorikan kurang
langsung diterapkan kepada siswa, dalam
baik, hal ini di karena faktor kemandirian
hal ini kemampuan siswa dalam
belajar sangat berpengaruh penting dalam
16

menyelesaikan soal saat disajikan sebuah matematika, sebagai sarana baginya untuk

masalah tergolong masih sangat rendah. mengasah penalaran yang cermat, logis,

Mereka tidak aktif dalam pembelajaran dan kritis, analitis dan kreatif.

menunggu dengan apa yang diberikan oleh Pada pertemuan kelima dan keenam,

gurunya, masih terbiasa dengan siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran

pembelajaran konvensional. Problem Based Learning. Siswa mulai bisa

Conney (dalam Hudoyo, 1988) mengemukakan pendapatnya dalam proses

menyatakan bahwa bila siswa dilatih diskusi yang dilakukan dengan

menyelesaikan masalah, maka siswa itu kelompoknya, ketergantungan siswa pada

akan mampu megambil keputusan, sebab guru mulai berkurang. Siswa mulai terbiasa

siswa itu telah menjadi terampil tentang belajar mandiri dalam proses pembelajaran.

bagaimana cara mengumpulkan informasi Sehingga peran guru sebagai fasilitator

yang relevan, menganalisis informasi dan dapat terlaksana.

menyadari betapa perlunya meneliti Setelah pembelajaran Problem Based

kembali hasil yang telah diperolehnya. Learning dan konvensional berakhir,

Memperhatikan apa yang akan diperoleh peneliti memberikan soal pemecahan

siswa dengan belajar memecahkan masalah kepada kedua kelas tersebut,

masalah, maka wajarlah jika pemecahan peneliti ingin melihat apakah terdapat

masalah adalah bagian yang sangat penting, perbedaan antara siswa yang menggunakan

bahkan paling penting dalam belajar pembelajaran Problem Based Learning

matematika. Hal ini karea pada dasanya dengan siswa yang menggunakan

salah satu ujuan belajar matematika bagi pembelajaran konvensional.

siswa adalah agar siswa mempunyai Ternyata terdapat perbedaan

kemampuan atau keterampilan dalam kemampuan pemecahan masalah antara

emmecahkan masalah atau soal-soal siswa yang menggunakan pembelajaran


17

Problem Based Learning dengan siswa kelas SMA Pasundan I Cianjur. Dan dapat

yang menggunakan pembelajaran disimpulkan bahwa kualitas kemampuan

konvensional. pemecahan masalah siswa yang

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat mendapatkan pembelajaran dengan

perbedaan pembelajaran Problem Based Problem Based Learning lebih baik

Learning dengan kelas yang menggunakan daripada yang menggunakan pembelajaran

pembelajaran konvensional, dimana biasa.

kemampuan pemecahan masalah siswa Temuan dalam penelitian ini juga

yang menggunakan pembelajaran Problem menjelaskan bahwa kondisi kelas Problem

Based Learning lebih baik daripada Based Learning dapat mendukung

kemampuan pemecahan masalah yang terbentuknya kemampuan pemecahan

memperoleh pembelajaran dengan masalah ditinjau dari kemandirian belajar,

pembelajaran konvensional. Hal ini terjadi model pembelajaran PBL menuntut para

karena ketika pembelajaran dengan guru harus lebih memiliki wawasan yang

Problem Based Learning siswa lebih luas, karena guru harus mampu

terlatih untuk menyelesaikan masalah yang memunculkan ide atau gagasan untu

disajikan dengan waktu yang telah merangsang siswa terutama dapat

ditentukan, sehingga siswa lebih lebih memberikan masalah matematika yang

terlatih untuk mengerjakan soal dengan memiliki cara penyelesaian yang beragam

kata lain siswa menjadi pusat kegiatan sehingga para siswa berkesempatan untuk

dalam proses pembelajaran. mendapatkan berbagai pengalaman

Hal ini menunjukkan bahwa belajarnya. Siswa sering mengalami

pemilihan model pembelajaran dengan kesulitan dalam menemukan cara

Problem Based Learning ini cukup tepat penyelesaian dalam sebuah soal dan tidak

untuk diterapkan pada situasi dan kondisi di percaya pada hasil belajarnya sendiri.
18

Penelitian terkait dengan konvensional, siswa yang memperoleh

pembelajaran Problem Based Learning kategori tinggi dan sedang masih sedikit

dilakukan oleh Aisyah (2012: 55) yang dan masih ada siswa yang memperoleh

menemukan bahwa kemampuan kategori rendah.

pemecahan masalah siswa meningkat Dari penjelasan diatas dapat

secara signifikan dibandingkan dengan disimpulkan bahwa kemampuan

pembelajaran konvensional. Dari pemecahan masalah pembelajaran Problem

penjelasan tersebut menjelaskan bahwa Based Learning lebih baik jika

dengan pembelajaran Problem Based dibandingkan dengan pembelajaran

Learning, siswa terlibat dalam kegiatan konvensional jika ditinjau dari kemandirian

mengkonstruksi sehingga mengarah kepada belajar siswa berdasarkan kategori tinggi,

pemahaman yang mendalam sehingga sedang dan rendah.

kemampuan pemecahan masalah siswa bisa 4. Hubungan antara Pemecahan

lebih baik dibandingkan dengan Masalah, Representasi Matematis

pembelajaran konvensional. dan Kemandirian Belajar

Peneliti juga menemukan bahwa a. Hubungan antara kemampuan

kemampuan pemecahan masalah jika representasi matematis dengan

ditinjaudari kemandirian belajar siswa kemandirian belajar

berdasarkan kategori tinggi, sedang dan Berdasarkan hasil analisis

rendah, siswa yang menggunakan diperoleh bahwa tidak terdapat

pembelajaran Problem Based Learning hubungan antara kemampuan

lebih banyak memperoleh kategori tinggi representasi matematis dengan

dan sedang, bahkan tidak ada siswa yang kemandiran belajar. Jika dilihat dari

memperoleh kategori rendah. Jika indikator kemandirian belajar

dibandingkan dengan pembelajaran menurut Sumarmo (Ikin: 2013) yaitu


19

: inisiatif belajar, mendiagnosa mengemukakan pendapat mereka

kebutuhan belajar, menetapkan target ketika diskusi berlangsung.

dan tujuan belajar, memonitor, Meskipun tidak seluruh siswa

mengatur dan mengontrol, berubah cara belajarnya, tetapi pada

memandang kesulitan sebagai umumnya siswa menjadi lebih

tantangan , memanfaatkan dan mandiri dalam belajar matematika.

mencari sumber yang relevan, Pada akhirnya diharapkan siswa

memilih dan menetapkan strategi menjadi lebih paham terhadap materi

belajar, mengevaluasi proses dan pelajaran yang dipelajarinya,

hasil belajar, dan Self Eficiacy sehingga berdampak positif terhadap

(konsep diri), maka tidak ada aspek hasil belajarnya.

yang berkaitan untuk siswa memiliki Jika dilihat dari model

kemampuan representasi matematis. pembelajaran yang digunakan, yaitu

Representasi matematis Problem Based Learning. Tidak ada

siswa dapat dimiliki siswa jika dalam fase yang mendukung siswa untuk

pembelajarannya siswa dapat mengungkapkan ide matematika

mengungkapkan ide-ide matematika dalam bentuk gambar, tabel dan

dalam bentuk gambar, tabel, grafik diagram.

dan simbol-simbol matematika. Hal ini sejalan dengan

Berdasarkan hasil pendapat Eggen et al (2012: 310)

pengamatan peneliti, dengan model pelajaran untuk Pembelajaran

Problem Based Learning siswa Berbasis Masal hadir dalam dua level,

menjadi lebih serius dalam belajarnya yang berkorespondensi dengan tujuan

dan mereka tidak merasa takut atau belajar saat menggunakan model ini.

malu untuk tampil di depan kelas dan Pertama, siswa harus memecahkan
20

satu masalah spesifik dan memahami pemecahan masalah dengan

materi yang terkait dengan itu. kemandirian belajar.

Kedua, siswa harus mengembangkan Hal ini tidak sejalan dengan

kemampuan pemecahan masalah dan teori yang dikemukakan oleh Boud

menjadi murid mandiri. dan Feletti (Rusman, 2013: 230)

Berdasarkan pendapat yang menyatakan bahwa

Eggen et al, maka peneliti ”kemandirian belajar membantu

berkesimpulan bahwa dengan untuk meningkatkan perkembangan

Problem Based Learning tidak bisa keterampilan blajar sepanjang hayat

mengembangkan kemampuan dalam pola pikir yang terbuka,

representasi matematis siswa, reflektif, kritis dan belajar aktif.

Problem Based Learning hanya bisa kemandirian belajar memfasilitasi

menjadikan murid mandiri. keberhasilan memecahkan masalah

Sehingga dapat disimpulkan .....” Menurut Moffit (Rusman,

bahwa dalam penelitian ini, tidak 2013: 231) “kemandirian belajar

terdapat hubungan antara merupakan suatu konteks bagi siswa

kemampuan representasi matematis untuk belajar tentang berpikir kritis

dengan kemandiran belajar. dan keterampilan pemecahan

masalah serta untuk memperoleh

b. Hubungan antara kemampuan pengetahuan dan konsep yang esensi

pemecahan masalah dengan dari materi pelajaran”

kemandirian belajar Jika dilihat dari indikator

Berdasarkan hasil kemandirian belajar menurut

penelitian, peneliti tidak menemukan Sumarmo (Ikin: 2013) yaitu : inisiatif

adanya hubungan antara kemampuan belajar, mendiagnosa kebutuhan


21

belajar, menetapkan target dan tujuan untuk mandiri, tetapi peneliti tidak

belajar, memonitor, mengatur dan menerapkan setiap orang untuk bisa

mengontrol, memandang kesulitan memecahkan masalah yang ada

sebagai tantangan , memanfaatkan dalam soal. Soal yang dikerjakan

dan mencari sumber yang relevan, hanya membantu guru agar

memilih dan menetapkan strategi pelaksanaan Problem Based

belajar, mengevaluasi proses dan Learning dapat diterapkan, sehingga

hasil belajar, dan Self Eficiacy peran siswa sebagai pusat

(konsep diri), maka ada aspek yang pembelajaran dapat terlaksana.

berkaitan untuk siswa memiliki Soal yang diberikan pada

kemampuan pemecahan masalah. Ini saat pembelajaran dilakukan tidak

tidak sejalan dengan temuan peneliti. sesulit soal yang diberikan setelah

Pada saat pembelajaran pembelajaran dilakukan, yang

Problem Based Learning yang digunakan sebagai ukuran untuk

dilakukan siswa mendapatkan kemampuan pemecahan masalah

jawaban dari hasil diskusi, bukan dari siswa.

pikiran perorangan. Sehingga ketika Hal ini sejalan dengan

pemberian LKS, siswa dapat wawancara yang dilakukan oleh

menemukan jawaban dari soal-soal peneliti, terhadap siswa. Siswa

yang diberikan. Pada saat diberikan merasa senang belajar dengan

soal untuk perorangan, siswa tidak kelompok dibandingkan harus

berdiskusi. belajar secara perorangan. Tetapi,

Pada pembelajaran yang siswa merasa kesulitan terhadap soal

diterapkan selama pembelajaran pemecahan masalah yang dilakukan

berlangsung juga, siswa dituntut peneliti. Soal pemecahan masalah


22

dianggap sukar dibandingkan dengan konteks pengetahuan yang

soal representasi matematis. bersesuaian, dengan

c. Hubungan antara kemampuan mengidentifikasi tujuan

pemecahan masalah dengan dan kondisi awal yang

representasi matematis relevan untuk masalah

Dari hasil analisis yang dihadapi.

diperoleh bahwa terdapat 2. Mencari solusi, meliputi

hubungan antara kemampuan penghalusan tujuan dan

pemecahan masalah dengan mengembangkan suatu

kemampuan representasi rencana tindakan dalam

matematis. Hal ini sejalan dengan mencapai tujuan.

penelitian yang pernah dilakukan 3. Mengimplementasikan

oleh Aisyah (2012, 96) yang solusi meliputi eksekusi

menyatakan bahwa “terdapat rencana tindakan dan

korelasi antara kemampuan mengevaluasi hasil.

pemecahan masalah dan Dari pernyataan Kirkley

representasi matematis ” aktifitas kognitif dalam

Hal ini didukung pernyataan pemecahan masalah, salah satunya

Kirkley (Machmul, 2013: 25) yaitu mempresentasikan masalah.

mengidentifikasi suatu urutan dasar Sehingga terdapat hubungan

dari tiga aktivitas kognitif dalam antara kemampuan pemecahan

proses pemecahan masalah: masalah dengan kemampuan


1. Mempresentasikan representasi matematis.
masalah, berupa

pemanggilan kembali
23

Daftar Pustaka

Aisyah, S. (2012). Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan Pemecahan Masalah


Matematis Melalui Mathematical Modelling Dalam Model Problem Based Learning.
Tesis Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung : tidak diterbitkan.

Astria, K. 2014. Peningkatan Kemampuan Problem Solving dan Representasi Matematis


Dengan Menggunakan Pembelajaran Problem Based Learning. Tesis Sekolah Pasca
Sarjana UNPAS. Bandung : tidak diterbitkan.

Eggen et al. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta Barat : PT Indek

Machmul, T. 2013. Peningkatan Kemampuan Komunikasi, Pemecahan Masalah Matematis


dan Self Eficiacy Siswa SMP melalui Pendidikan Problem Centered Learning dengan
Strategi Scaffolding. Disertasi UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Depok : Raja Grafindo Persada.

Вам также может понравиться