Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya dan masih belum optimalnya kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan representasi matematis siswa. Penelitian ini mengkaji tentang peningkatan
kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan representasi matematis yang memperoleh
pembelajaran Problem Based Learning dengan pembelajaran biasa, ditinjau dari kemandirian belajar,
berdasarkan kategori tinggi, sedang dan rendah. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Mix
Methods tipe Embedded Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPS SMA Pasundan
I Cianjur. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa instrumen tes kemampuan
pemecahan masalah dan representasi matematis, angket kemandirian belajar, lembar observasi dan hasil
wawancara. Data yang digunakan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata Anova dua jalur
(kuantitatif) dan deskripsi (kualitatif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian belajar siswa
yang menggunakan pembelajaran Problem Based Learning lebih baik jika dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. 2) Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan Problem Based Learning lebih baik daripada siswa yang
pembelajarannya menggunakan konvensional ditinjau dari kemandirian belajar berdasarkan kategori
tinggi, sedang dan rendah. 3) Kemampuan pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya
menggunakan Problem Based Learning lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan
konvensional ditinjau dari kemandirian belajar siswa berdasarkan kategori tinggi, sedang dan rendah.
4) Tidak terdapat hubungan antara kemampuan representasi matematis dengan kemandirian belajar ,
tidak terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemandirian belajar, dan
terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi matematis
Kata Kunci : Problem Based Learning, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan representasi
matematis, kemandirian belajar.
PENDAHULUAN
Pembaharuan dalam bidang kompetensi-kompetensi yang didapat di
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Berbagai mata pelajaran yang
sumber daya manusia Indonesia. Dewasa didalamnya telah memuat kompetensi dasar
ini telah dikembangkan kurikulum yang yang harus dimiliki siswa telah disusun
pendidikan belum mencapai taraf seperti daily life, it affects succesful functioning on
dan menyusun koneksi matematis dan wawancara yang dilakukan peneliti di SMA
jangka panjangnya bersifat lebih luas sebab banyak mengalami kesulitan pada pelajaran
menjangkau seluruh ranah kognitif, efektif matematika dalam materi statistika. Materi
dan psikomotorik dan mengarah ke masa statistika ini erat kaitannya dengan soal-
cermat. Selain itu, membiasakan siswa kurang dipahami oleh siswa. Akibatnya
bekerja keras dan mandiri, bersifat jujur, hanya beberapa siswa (dengan penguasaan
terbuka, disiplin, memiliki sikap sosial dan materi prasyarat memadai) saja yang dapat
penghargaan terhadap keindahan dan sebagian besar siswa yang lain bersikap
“Mathematics is integral to all areas of mereka pahami, mereka (siswa yang pasif)
3
masih mengajar dengan cara yang lama, mengembangkan kapasitas untuk belajar
yang sangat penting dala matematika serta Sekolah dan guru dapat membuat
bervariasi dan universal, tetapi juga untuk perbedaan yang hebat dalam prestasi anak-
dua alasan epistemologis yang kuat, anak. Meskipun guru mengikuti berbagai
bagian penting dalam pembuatan konsep lingkungan dalam kelas menjadi masalah
dunia nyata, (2) Matematika membuat bagi anak yang kurang berprestasi.
pendapat tersebut Downs (Lestari, 2013: 9) kurang berprestasi, lingkungan yang lain
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa antara Salah satu alternatif model
sehingga satu sama lain tidak saling bebas dikembangkanyya keterampilan berpikir
bahkan satu konstruksi memberi peran siswa dalam memecahkan masalah adalah
PBL kemampuan berfikir siswa betul-betul cobaan dan tantangan. Individu yang
Based Learning adalah inovasi yang paling mengerjakan mengerjakan sesuatu tanpa
dengan apa yang dikemukakan Boud dan didukung oleh pernyaaan Wedemeyer
Feletti, Margetson (dalam Rusman, 2013: (Rusman, 2013: 353) yang mengatakan
230) mengemukakan bahwa kurikulum bahwa : peserta didik yang belajar secara
belajar sepanjang hayat dalam pola pikir pembelajaran yang diberikan guru/pendidik
yang tinggi, hal ini disebabkan karena siswa Menurut Rusman (2013: 358)
dapat memilih cara belajar sesuai dengan darimana ia dapat atau harus
belajar sendiri. Belajar mandiri berarti Bagian terpenting dari konsep belajar
siswa belajar berinisiatif dengan ataupun mandiri adalah bahwa setiap siswa harus
semua hal, tetapi tidak juga diharapkan sumber informasi n sangat dibtuhkan untuk
7
ini melatih siswa untuk bertanggung jawab mengunakan Problem Based Learning
terhadap kegiatan belajar yang harus lebih baik daripada siswa yang
masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk kemandirian belajar (rendah, sedang
kemandirian belajar ?
Rumusan Masalah
b. Apakah terdapat hubungan antara
1. Bagaimana gambaran kemandirian
pemecahan masalah dengan
belajar siswa yang menggunakan
kemandirian belajar ?
model pembelajaran Problem Based
sekolah.
9
A. Hasil Penelitian
Berikut ini adalah data-data hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 1.1
Tabel 1.1
Data-data Hasil Penelitian
Pemecahan Masalah Representasi
Kemandirian Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
Belajar Postest Postes Pretes Pretes Postes Postes
x̄ s x̄ s x̄ s x̄ s x̄ s x̄ s
Tinggi 16,3 2,0 19,7 1,2 9,3 1,1 12,2 2,1 12,3 1,1 17,5 2,4
Sedang 12,9 1,8 17,2 1,8 12,9 2,0 13,2 2,8 15,5 1,5 18,1 2,0
Rendah 9,3 1,4 15,0 2,1 12 2,2 13,5 2,0 15,3 1,8 18,2 1,2
Total 12,83 1,73 17,30 1,70 11,40 1,77 12,97 2,30 14,37 1,47 17,93 1,87
SI : 24
Hasil postes kemampuan pemecahan masalah, pretes, postes dan gain representasi
ditinjau dari kemandirian belajar masing-masing kelas dapat dilihat pada Lampiran.
ditinjau dari kemandirian belajar yang pertemuan pertama, siswa cenderung pasif
kemudian dikaitkan dengan hasil penelitian dan merasa asing dengan model
terdahulu berikut diuraikan pembahasan hasil pembelajaran, saat pengerjaan LKS banyak
penelitian. siswa yang bertanya kepada guru, sehingga
1. Kemandirian Belajar Siswa peran guru sebagai fasilitator belum bisa
a. Kemandirian Belajar Siswa terlaksana, siswa yang tidak paham dengan
Kelas Problem Based Learning pembelajaran yang dilakukan acuh
Berdasarkan hasil angket, lembar terhadap proses pembelajaran yang
observasi dan hasil wawancara, diperoleh dilakukan, begitu juga saat
bahwa kemandirian belajar yang mempresentasikan hasil diskusi kelompok
menggunakan model pembelajaran mereka merasa tidak percaya diri untuk
Problem Based Learning lebih baik tampil di depan kelas.
dibandingkan dengan model pembelajaran Pertemuan kedua, ketiga dan keempat
konvensional. peneliti masih menemukan hal yang sama
Dari hasil angket siswa yang terjadi pada pertemuan pertama, masih ada
memperoleh kategori tinggi, sedang dan siswa yang belum bisa mengikuti
rendah lebih baik dibandingkan siswa yang pembelajaran dengan baik, saat guru
memperoleh kategori rendah. Dalam hal ini memerintahkan untuk mempresentasikan
siswa di kelas Problem Based Learning hasil diskusi kelompok, terjadi saling
banyak memperoleh kategori tinggi dan tunjuk-menunjuk, saat menyimpulkan
sedang, bahkan tidak ada siswa yang materi di akhir pembelajaranpun guru harus
memperoleh kategori rendah. membantu mengarahkan jawaban siswa. Ini
11
yang sudah tertanam dalam diri mereka, diskusi kelompoknya. Guru memberikan
sehingga agak sulit merubah kebiasaan motivasi jika siswa harus berani tampil
mereka dalam mengikuti pembelajaran. percaya diri, jangan merasa takut salah.
diskusi antara siswa yang pintar dengan berdiskusi dengan kelompoknya masing-
yang pintar dari kelompok lain, kejadian ini masing, peran guru sebagai fasilitator mulai
menyebabkan siswa yang tidak mampu terlaksana, tidak hanya itu siswa mulai
menjawab LKS hanya diam dan menunggu berani tampil di depan kelas untuk
tidak mampu mengerjakan soal yang ada di kelompoknya dan menyimpulkan materi,
LKS mengobrol dengan teman lainnya, guru hanya meluruskan jika ada kesimpulan
tidak kondusif. Guru kemudian Dari hasil observasi guru, peran guru
masing, jika ada soal yang tidak kalian terlaksana. Jika pada pertemuan pertama
pahami, diskusikan dengan teman satu guru masih harus menjelaskan materi yang
ini, peran guru sebagai fasilitator mulai pembelajaran Problem Based Learning,
Karena masih terdapat siswa yang membimbing siswa selama berdiskusi dan
pendapat dan percaya diri ketika tampil di guru sebagai fasilitator dapat terlaksana.
12
diperoleh jawaban jika siswa pada Learning lebih baik dibandingkan dengan
soal yang sukar bagi mereka, karena soal Menurut Boehaerts (2005) bahwa
tersebut soal yang tidak rutin terlebih soal “kemandirian belajar terjadi karena salah
tersebut berasal dari materi yang belum satunya berdasarkan pada perilaku sendiri
mereka pelajari sebelumnya, setelah guru yang berorientasi pada pencapaian tujuan”.
Based Learning, siswa bisa mengerjakan lakukan enam kali pertemuan, menjadi
beberapa soal, walaupun masih ada salah satu kendala dalam penelitian ini,
sebagian soal yang belum bisa mereka sehingga kemandirian belajar siswa di kelas
maka mengakibatkan kemandirian belajar dikarenakan siswa tidak terbiasa untuk tampil
belajar siswa yang tinggi. Untuk diperlukan tugas guru sebagai fasilitator tidak dapat
sebuah penelitian yang lebih jauh lagi untuk terlaksana dengan baik. Guru harus selalu
Sayangnya, setelah materi pembelajaran berbeda pada dua kelas yang akan diberi
diberikan dan diberikan soal yang sama, siswa pembelajaran Problem Based Learning
masih merasa hampir semua soal belum bisa dengan pembelajaran konvensional.
mereka kerjakan. Mereka juga berpendapat Peneliti memperoleh hasil yang sama
bahwa, jika mereka belajar dengan pada kedua kelas ketika diberikan soal
pembelajaran yang biasa guru terapkan mengenai representasi matematis.
dikelas, tidak bisa membuat mereka mendiri Siswa yang menggunakan
dalam belajar.
pembelajaran Problem Based Learning
Dari penjelasan diatas, berdasarkan
lebih aktif dan tampil percaya diri di
angket kemandirian belajar, lembar observasi
depan kelas dibandingkan dengan siswa
dan hasil wawancara diperoleh bahwa
yang menggunakan pembelajaran
kemandirian belajar kelas konvensional kurang
konvensional.
baik jika dibandingkan dengan kemandirian
Sejalan dengan penerapan model
belajar kelas Problem Based Learning.
pembelajaran yang diterapkan, yaitu
2. Peningkatan Kemampuan
Problem Based Learning dan
Representasi Matematis Ditinjau
konvensional, terlihat peningkatan untuk
Dari Kemandirian Belajar
kemampuan representasi tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah
Dari hasil penelitian, didapat bahwa
untuk mengetahui peningkatan
pembelajaran Problem Based Learning
kemampuan representasi matematis
menunjukkan peran yang berarti dalam
ditinjau dari kemandirian belajar yang
meningkatkan kemampuan representasi
mendapat model pembelajaran Problem
matematis siswa dibandingkan dengan
Based Learning dengan model
pembelajaran konvensional.
pembelajaran konvensional.
Hal ini sesuai dengan salah satu
Pada awal pertemuan sebelum
karateristik penelitian eksperimen yang
peneliti melakukan perlakuan yang
15
kelompok yang berbeda perlu ada, agar bila Dapat disimpulkan bahwa
ada hasil yang berbeda yang diperoleh oleh peningkatan kemampuan representasi
kelompok, itu bukan disebabkan karena tidak matematis siswa yang mendapatkan
menyelesaikan soal saat disajikan sebuah matematika, sebagai sarana baginya untuk
masalah tergolong masih sangat rendah. mengasah penalaran yang cermat, logis,
Mereka tidak aktif dalam pembelajaran dan kritis, analitis dan kreatif.
menunggu dengan apa yang diberikan oleh Pada pertemuan kelima dan keenam,
akan mampu megambil keputusan, sebab guru mulai berkurang. Siswa mulai terbiasa
siswa itu telah menjadi terampil tentang belajar mandiri dalam proses pembelajaran.
masalah, maka wajarlah jika pemecahan peneliti ingin melihat apakah terdapat
masalah adalah bagian yang sangat penting, perbedaan antara siswa yang menggunakan
matematika. Hal ini karea pada dasanya dengan siswa yang menggunakan
Problem Based Learning dengan siswa kelas SMA Pasundan I Cianjur. Dan dapat
pembelajaran konvensional. Hal ini terjadi model pembelajaran PBL menuntut para
karena ketika pembelajaran dengan guru harus lebih memiliki wawasan yang
Problem Based Learning siswa lebih luas, karena guru harus mampu
terlatih untuk menyelesaikan masalah yang memunculkan ide atau gagasan untu
terlatih untuk mengerjakan soal dengan memiliki cara penyelesaian yang beragam
kata lain siswa menjadi pusat kegiatan sehingga para siswa berkesempatan untuk
Problem Based Learning ini cukup tepat penyelesaian dalam sebuah soal dan tidak
untuk diterapkan pada situasi dan kondisi di percaya pada hasil belajarnya sendiri.
18
pembelajaran Problem Based Learning kategori tinggi dan sedang masih sedikit
dilakukan oleh Aisyah (2012: 55) yang dan masih ada siswa yang memperoleh
Learning, siswa terlibat dalam kegiatan konvensional jika ditinjau dari kemandirian
dan sedang, bahkan tidak ada siswa yang kemandiran belajar. Jika dilihat dari
siswa dapat dimiliki siswa jika dalam fase yang mendukung siswa untuk
Problem Based Learning siswa Berbasis Masal hadir dalam dua level,
dan mereka tidak merasa takut atau belajar saat menggunakan model ini.
malu untuk tampil di depan kelas dan Pertama, siswa harus memecahkan
20
belajar, menetapkan target dan tujuan untuk mandiri, tetapi peneliti tidak
tidak sejalan dengan temuan peneliti. sesulit soal yang diberikan setelah
pemanggilan kembali
23
Daftar Pustaka
Eggen et al. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta Barat : PT Indek