Вы находитесь на странице: 1из 13

LATAR BELAKANG

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk
mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih
sejahtera. Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro ke kondisi
yang lebih baik dan atau diinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur dengan
menggunakan indikator-indikator makro utama seperti terpeliharanya pertumbuhan
ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan menurunnya tingkat
pengangguran. Selain itu, kebijakan moneter juga bertujuan untuk mencapai stabilisasi
ekonomi. Berhasil tidaknya tujuan dari kebijakan moneter tersebut dipengaruhi oleh
dua faktor. Pertama: kuat tidaknya hubungan kebijakan moneter dengan kegiatan
ekonomi tersebut, kedua: jangka waktu perubahan kebijakan moneter terhadap
kegiatan ekonomi. Islam memiliki kebijakan moneter tersendiri yang berbeda dengan
sistem ekonomi lainnya. Pada aspek tujuan Islam tidak hanya menekankan equilibrium
antara permintaan dan penawaran uang akan tetapi juga mengupayakan terjadinya
pemerataan dengan prinsip keadilan dan persaudaraan, sehingga tercipta distribusi
kekayaan dan pendapatan secara adil pula.
Dalam islam dikenal dua macam kebijakan ekonomi yaitu, kebijakan fisikal dan
kebijakan moneter. Makalah ini akan mengupas lebih dalam mengenai pandangan
Islam mengenai kebijakan moneter islam.
1. Kebijakan Moneter Pada Zaman Rasulullah SAW
Sejak menjadi pemimpin di Madinah, Nabi Muhammad SAW berusaha untuk merubah
dan memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik termasuk di bidang
ekonomi. Tentu cukup banyak tantangan yang dihadapi, terutama kebiasaan-kebiasaan
Jahiliyah yang masih lekat di kehidupan masyarakat Madinah. Tantangan eksternal
yang dihadapi ketika itu adalah dari suku Quraisy Mekkah yang terus berusaha
melakukan embargo ekonomi terhadap Madinah. Sementara dari internal, keberadaan
komunitas Yahudi yang cukup menguasai perekonomian di Madinah. Berikut ini
adalah beberapa kebijakan yang diambil oleh Rasulullah SAW untuk memajukan
perekonomian masyarakat Madinah.

a. Nabi Muhammad SAW Melarang Riba, Gharar, Ihtikar, Tadlis dan Market
Inefficiency

Kelimanya merupakan kebiasaan orang-orang Arab semasa Jahiliyah yang


berorientasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang sebesarbesarnya
dengan cara-cara yang tidak baik. Riba adalah mengambil tambahan atau
kelebihan dalam transaksi jual beli atau pinjam meminjam dengan cara-cara
yang batil. Nabi melarang sahabat Bilal yang menukar dua sha' kurma bermutu
rendah dengan satu sha' kurma bermutu tinggi. Sebagai solusinya Bilal diminta
menjual kurmanya dan hasilnya baru dibelikan lagi kurma yang lain. Gharar
adalah transaksi ekonomi yang mengandung ketidakpastian, baik menyangkut
harga, kualitas, kuantitas, dan waktu distribusi (incomplete information).
Contohnya adalah menjual barang namun tidak terlihat. Persis seperti kasus
BPJS Kesehatan, yang diputuskan MUI belum sesuai syariat karena adanya
ketidakpastian transaksi yang berpotensi merugikan masyarakat. Misalnya
pengelolaan dana dan peruntukan denda. Ihtikar adalah tindakan yang dapat
mempengaruhi persediaan barang secara tidak wajar, seperti penimbunan dan
monopoli. Tadlis adalah tindakan tidak jujur dalam transaksi ekonomi, seperti
menyembunyikan cacat pada barang yang akan dijual agar tidak diketahui
pembeli. Market Inefficiency adalah ketika pelaku dagang tidak memiliki
informasi yang sama sehingga ada pihak yang dirugikan. Contoh peristiwa ini
adalah mencegat pedagang Badui di luar kota Madinah agar mereka tidak
mengetahui harga pasar dari barang dagangan yang mereka bawa. Dalam hal
ini yang berpotensi rugi adalah pedagang Badui.

b. Memberi Perhatian Khusus Terhadap Upah Pekerja

Nabi Muhammad SAW meminta kepada setiap pemilik usaha agar membayar
upah pekerja sesegera mungkin. Bahkan kesegeraan itu dianalogikan dengan
kalimat 'sebelum keringat mereka kering'. Hal ini menjadi perhatian serius dari
Rasulullah SAW agar tidak ada pekerja yang dizholimi yang akan berpengaruh
kepada kehidupan ekonomi masyarakat dan negara.

c. Larangan Menimbun Emas dan Perak

Firman Allah SWT:8 “Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak, dan
tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira mereka
dengan azab yang pedih.” (QS. At-Taubah [9]: 34) Diharamkannya menimbun
emas dan perak dalam kedudukannya sebagai (zat) emas dan peraknya, juga
selaku mata uang dan alat tukar. Keduanya digunakan untuk menyempurnakan
jual beli dan seluruh aktivitas.

d. Mengkaitkan Keduanya dengan Hukum-Hukum Tertentu yang Bersifat


Permanen dan Tidak Akan Berubah

 Mewajibkan zakat pada keduanya dengan statusnya sebagai mata uang, dan
(nilai) ukuran harga dalam jual-beli, serta (nilai) upah atas jasa. Islam
menetapkan nishab pada dinar emas dan dirham perak. Sebagaimana hadits:
Pada setiap 20 dinar (zakatnya) setengah dinar. Dan, pada setiap 200 dirham
(zakatnya adalah) 5 dirham.
 Tatkala Islam mewajibkan diyat, maka pembayarannya ditetapkan dengan
menggunakan keduanya. Islam telah menetapkan jumlah tertentu (dalam diyat)
yakni 1000 dinar emas, dan 12.000 dirham perak. Dari Ibnu Abbas disebutkan:
“Bahwa seorang laki-laki dari Bani ‘Adiy telah dibunuh, maka Nabi saw
menetapkan diyatnya 12.000.” (HR. Ashhabus Sunan) Maksudnya dari mata
uang dirham. “Dan dari Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amru bin Hazm, dari
bapaknya dari kakeknya, bahwa Nabi saw telah menulis surat kepada penduduk
Yaman, tertulis: Sesungguhnya pada jiwa diyatnya 100 ekor unta, dan bagi
pemilik emas (diyatnya adalah) 1.000 dinar.” (HR. an-Nasa’iy).

2. Kebijakan Moneter Pada Masa Sahabat Khulafaurrasyidin

Setelah Rasulullah wafat, seluruh tampuh kepemimpinan pemerintahan, Negara


dan keagamaan diserahkan kepada empat sahabat pilihan yang disebut khulafaur-
rasyidin. Keempat sahabat tersebut adalah: Khalifah Abu Bakar Siddiq; Umar Bin
Khattab; Usman Bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Adapun setelah masa ini (khulafaur
Rasyidin) berakhir, tampuh kepemimpinan di pimpin oleh Bani Umayah dan Bani
Abbasiyah dalam waktu yang cukup lama.

A. Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq


Sepeninggal Rasulullah SAW, Abu Bakar Siddiq adalah Sahabat pertama yang
melanjutkan dan menggantikan kepemimpinannya. Sebelum menjadi khalifah,
Abu bakar Siddiq tinggal di Sikh, yang terletak dipinggir kota Madinah tempat
Bitul Maal dibangun. Abu Ubaidah ditunjuk sebagai penanggung jawab Baitul
Maal. Setelah 6 bulan Abu Bakar pindah ke Madinah dan bersamaan dengan itu
sebuah rumah dibangun untuk Baitul Maal.10 Selama 27 bulan dimasa
kepemimpinannya, Abu Bakar Siddiq telah banyak menangani masalah murtad,
cukai dan orang-orang yang menolak membayar zakat kepada Negara. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam menyempurnakan
perekonomian pada saat itu adalah:
• Perhatian terhadap keakuratan perhitungan zakat.
• Perkembangan pembangunan Baitul Maal dan penanggung jawab Baitul Maal
(Abu Ubaidah).
• Menerapkan konsep balance budget policy pada baitul maal.
• Melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak mau membayar zakat
dan pajak.

B. Masa Kekhalifahan Umar bin Khatab Al-Faruqi


Sebelum kematiannya, Abu Bakar menominasikan Umar bin Khatab sebagai
penerusnya dan pencalonan tersebut diterima secara aklamasi. Menurut Amir Ali,
“Masuknya Umar dalam kekhalifahan, adalah nilai yang tinggi bagi Islam. Ia
adalah seorang yang memiliki moral kuat, adil, memiliki energi yang besar dan
karakter yang kuat (dan memiliki kemampuan administratif).12 Ada beberapa hal
penting yang perlu dicatat berkaitan berkaitan dengan masalah kebijakan fiscal
pada masa Umar bin Khatab, diantaranya adalah masalah : Baitul Maal,
Kepemilikan Tanah, Zakat, Ushr, Shadaqah untuk non muslim, Koin, Klasifikasi
pendapatan Negara dan Pengeluaran. Adapun kontribusi yang diberikan Umar
untuk mengembangkan ekonomi Islam pada masa ini adalah:
a. Reorganisasi Baitul maal, dengan mendirikan Diwan Islam yang pertama
yang disebut dengan al-Divan (sebuah kantor yang ditujukan untuk
membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiunan dan
tunjangan-tunjangan lainnya).
b. Pemerintah bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan
dan pakaian kepada warga negaranya.
c. Diversifikasi terhadap objek zakat (zakat terhadap karet disemenanjung
Yaman), tarif zakat (misalnya, mengenakan dasar advalorem, satu dirham
untuk 40 dirham).
d. Pengembanga Ushr (pajak) pertanian (misalnya, pembebanan sepersepuluh
hasil pertanian).
e. Undang-undang perubahan pemilikan tanah (Land reform).

C. Masa Kekhalifahan Usman bin Affan


Usman bin Affan adalah khalifah ketiga. Beliau adalah seorang yang jujur dan
shaleh, tetapi sangat tua dan lemah lembut. Dia adalah salah seorang dari beberapa
orang terkaya diantara sahabat nabi. Kekayaannya membantu terwujudnya Islam
di beberapa peristiwa penting dalam sejarah. Pada awal pemerintahanyya dia
hanya melanjutkan dan mengembangkan kebijakan yang sudah diterapkan
khalifah kedua. Tetapi, ketika menemukan kesulitan, dia mulai menyimpang dari
kebijakan yang telah diterapkan pendahulunya yang terbukti lebih fatal baginya
dan juga bagi Islam. Hal-hal yang dilakukan Usman pada masa kepemimpinannya
adalah:
a. Pembangunan pengairan.
b. Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan
perdagangan.
c. Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hukum.
d. Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan
hasilnya mengalami peningkatan bila dibandingkan pada masa Umar dari
9 juta menjadi 50 juta dirham.
e. Selama enam tahun terakhir dari pemerintahan Usman situasi politik
Negara sangat kacau. Kepercayaan terhadap pemerintahan Usman mulai
berkurang dan puncaknya rumah Usman dikepung dan beliau dibunuh
dalam usia 82 tahun.
D. Masa Kekhalifahan Ali bin Ali Thalib
Ali berkuasa selama lima tahun, sejak awal Ali selalu mendapat perlawanan dari
kelompok yang bermusuhan dengannya, yaitu kaum khawarij dan peperangan
yang berkepanjangan dengan Mu’awiyah yang memproklamirkan dirinya sebagai
penguasa yang independent. Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang
pemerintahan dan administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan
dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan
kepada Malik Ashter bin Harith, dimana surat tersebut mendeskripsikan tugas
kewajiban dan tanggung jawab penguasa menyusun prioritas dalam melakukan
dispensasi terhadap keadilan, kontrol terhadap penjabat tinggi dan staff,
menguraikan pendapat pegawai admin istrasi dan pengadaan bendahara. Surat ini
menjelaskan bagaimana berurusan dengan sipil, pengadilan dan angkatan perang.
Ali menekankan Malik agar lebih memperhatikan kesejahteraan para prajurit dan
keluarga mereka dan diharapkan berhubungan langsung dengan masyarakat
melalui pertemuan yang terbuka, terutama dengan orang-orang miskin, orang
teraniaya dan orang-orang cacat. Disurat itu itu juga ada instruksi untuk melawan
korupsi dan penindasan, mengontrol pasar dan memberantas para tukang catut,
penimbun barang dan pasar gelap. Singkatnya surat itu menggambarkan kebijakan
yang ternyata konsep-konsepnya ditiru secara luas dalam administrasi public,
bahkan kebijakan itu ditiru oleh gubernur yang melawan Islam dan di Mesir; di
tempat Muhammad Ibn Abu Bakar, terbunuh dimedan perang bersama dengan
para pendahulunya dan khalifah kehilangan daerah mesir dan daerah-daerah
lainnya dan yang tersisa hanyalah dokumen yang bersejarah.
Beberapa perubahan kebijaksanaan yang dilakukan pada masa khalifah Ali antara
lain:
a. Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada baitul maal berbeda
dengan Umar yang menyisihkan untuk cadangan.
b. Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
c. Adanya kebijakan pengetatan anggaran.
2. Dinasti Umayyah
a) Khalifah muawwiyah bin Abi Sofyan (41-60 H/661-779 M)
Muawiyah bin Sofyan adalah pendiri Daulah Umawiyah. Kareir
politiknya bermula ketika ia menjabat sebagai gubernur Syam pada masa Umar
bin Khatab dan belanjut di beberapa daerah yang dimenangkannya pada masa
Usman bin Affan, seperti Romawi dan Siprus. Sistem pemerintahannya bersifat
monarki. Muawiyah menjadikan Damaskus sebagai pusat pemerintahan, dan
Baghdad sebagai pusat kegiatan keagamaan. Pembagian ini didasarkan sistem
pemerintahannya yang memisahkan antara pemegang otoritas keagamaan dan
otoritas pemerintahan. Sepanjang perjalanan kekuasaannya, wilayah islam
telah berkembang ke lawasan Timur (Negeri Asia Tengah dan Sindh) dan Barat
(Turki, Romawi dan Afrika). Kebijakan moneter Muawiyah bin Sofyan adalah
mencetak mata uang.

b) Khalifah Abdul Malik bin Marwan (66-86 h/685-705 M)


Abdul Malik bin Marwan yang mempunyai nama lengkap Abdul Malik bin
Marwan bin Al-Hakam bin Abul `Ash Umayyah bin Abdul Syam bin Abdul
Manaf. Ibunya adalah Aisyah binti Mu`awiyah bin al-Mughirah bin Abul `Ash.
Abdul Malik bin Marwan memulai karir politiknya sebagai gubernur kota
Madinah pada masa Muawiyyah. Abdul Malik bin Marwan didalam usia 39
tahun ditunjuk dan diangkat menjabat Khalif yang ke lima dari daulat Umayyah
pada tahun 65 H/685, menggantikan bapaknya Khalif Marwan I, lalu
memegang tampuk kekuasaan pemerintahan itu selama 21 tahun sampai 86
H/705 M. Kebijakan moneter mencetak uang dengan lafaz
Bismillahirahmanirrahiim, menyebarkannya keseluruh wilayah islam dan
melarang penggunaan mata uang lain.
c) Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-719 M)
Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu AlAsh bin Umayyah
bin Abd Syams bin Manaf. Ibunya Ummu Ashim, Laila binti Ashim bin Umar
bin Khattab. Karier politiknya dimulai sebagai gebernur Madinah pada masa
Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintah. Ketika itu usianya lebih kurang
28 tahun. Pada zaman Sulaiman bin Abdul Malik memerintah, beliau dilantik
menjadi menteri kanan dan penasihat utama khalifah. Pada masa itu usianya 33
tahun. Umar bin Abdul Aziz dibaiat menjadi khalifah setelah wafatnya
Sulaiman bin Abdul Malik. Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai khulafur
rasyidin yang ke lima. Penobatan tersebut berdasarkan pemerintahannya
memiliki cici-ciri yang sama dengan empat khalifah. Ia menerapkan sistem
keadilan dimulai dari dirinya sendiri dan keluarganya dengan menyerahkan
harta kekayaan pribadi dan keluarganya ke baitul maal. Umar melakukan
pembenahan disegala bidang dan di seluruh wilayah kekuasaannya berdasarkan
syariat islam. Pembangunan bukan saja pada bidang infrastruktur tetapi juga
pembangunan sumber daya manusianya. Dalam kurun waktu kurang tiga tahun,
masyarakat islam berada dalam surga dunia, kemakmuran dan kesejahteraan
merata di seluruh wilayah, terbukti tidak ada lagi yang mau menerima zakat.
Keseimbangan moneter pada masa Umar ini berpengaruh pada stabilitas nilai
mata uang yang dampaknya harga-harga komoditas ikut stabil. Telah diakui
secara umum bahwa stabilitas harga membantu merealisasikan tujuan
pemenuhan kebutuhan pokok, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil,
laju pertumbuhan ekonomi yang optimum, kesempatan kerja penuh, dan
stabilitas ekonomi. Untuk menjaga stabilitas nilai mata uang, dinar dan dirham
dikeluarkan oleh otoritas yang berkuasa. Khalifah Umar bin Abdul Aziz
menghukum orang yang mengeluarkan koin tanpa izin negara
3. KEBIJAKAN MONETER PADA MASA DINASTI ABBASIYYAH
a) Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (137-158 H/753-744 M)
Abu Ja'far Al-Manshur menjabat khalifah kedua Bani Abbasiyah menggantikan
saudaranya Abul Abbas As-Saffah. Abu Ja'far AlManshur adalah putra
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Khalifah Abu
Ja'far Al-Manshur membangun kota Baghdad menjadi pusat pemerintahan dan
meletakkan dasar-dasar ekonomi dan keuangan negara dengan baik dan
terkendali. Oleh sebab itu, tidak pernah terjadi defisit anggaran besar-besaran.
Kas negara selalu penuh, uang yang masuk lebih banyak daripada uang keluar.
Jalur-jalur administrasi pemerintahan, mulai dari pusat hingga ke daerah ditata
dengan rapi sehingga sistem dan roda pemerintahan berjalan dengan baik.
Kebijakannya ini menimbulkan dampak yang positif di kalangan para pejabat
pemerintahan, karena terjadi koordinasi dan kerja sama yang baik di antara
mereka. Koordinasi dan kerja sama itu terjadi antara Kepala Qadhi (Jaksa
Agung), Kepala Polisi Rahasia, Kepala Jawatan Pajak, dan Kepala Jawatan Pos.
Hal itu dilakukan untuk melindungi masyarakat dari berbagai tindakan yang
tidak adil dengan memberikan hak-hak masyarakat. Kebijakan moneter
melanjutkan pendahulunya Al-Saffah yaitu mencetak dinar dengan mengikuti
model dinar Umaiyah dan tidak mengubah sedikitpun kecuali pada ukiran-
ukiran dan ukuran dirhamnya berkurang.

b) Khalifah Harun Ar-Rasyid (170-193 H/786-808 M)


Ketika pemerintahan dikuasai Khalifah Harun Al-Rasyid, pertumbuhan
ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah
mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah melakukan
diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia mem bangun baitul mal untuk
mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yang mengepalai
beberapa Diwan, yaitu:
 Diwan al-khazanah: bertugas mengurus seluruh
perbendaharaan Negara.
 Diwan al azra: bertugas mengurus kekayaan negara yang
berupa hasil bumi.
 Diwan khazain as-siaah: berugas mengurus perlengkapan
angkatan perang.
Sumber pendapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj, jizyah,
zakat, fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainnya seperti wakaf, sedekah,
dan harta warisan yang tidak mempunyai ahli waris. Seluruh
pendapatan negara terasebut dimasukkan ke dalam baitul mal dan
dikeluarkan berdasarkan kebutuhan. Pemerintahan khalifah Harun Al-
Rasyid juga sangat memperhatikan masalah perpajakan. Ia menunjuk
Qadi Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai
keuangan negara secara syariah. Untuk itu, Imam Abu Yusuf menyusun
sebuah kitab yang diberi judul Kitab al-Kharaj Dalam pemungutan al-
Kharaj, para Khalifah Abbasiyah melakukan dengan tiga cara, yaitu:
 Al-Muhasabah atau penaksiran luas areal tanah dan jumlah
pajak yang harus dibayar dalam bentuk uang.
 Al-Muqasamah atau penetapan jumlah tertentu (persentase)
dari hasil yang diperoleh.
 Al-Maqhatha’ah atau penetapan pajak hasil bumi terhadap
para jutawan berdasarkan persetujuan antara pemerintah
dengan yang bersangkutan.

Pendapatan Negara dikeluarkan berdasarkan kebutuhan dan


dialokasikan untuk riset ilmiah dan penterjemahan buku-buku Yunani,
disamping untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai. Untuk
melindungi integritas uang logam dan kepercayaan umum, Harun ar-
Rasyid membangun kantor inspektur uang logam (nazir as-Sikkah)
sehingga standar dinar sangat tinggi kualitasnya, kebijakan tersebut
termasuk kebijakan moneter harun Ar-Rasyid.
DAFTAR PUSTAKA

M. Salman Al-Farisi, Muhammad iffan, Agung Tri W. 2017. Kebijakan Moneter


Dalam Islam. Pekalongan

Siti Mujiatun. 2015. Kebijakan Moneter dan Fisikal Islam. Jakarta

Вам также может понравиться