Вы находитесь на странице: 1из 44

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 4

AsKep pada pasien dengan Ensepalitis

Disususn oleh :
1. Agus Saparudin (1611011)
2. Eka Yulis S (1611015)
3. Furqon (1611019)
4. Ika Tyas Adi S (1611021)
5. Iva Susanti (1611022)
6. Shella Elselina Putri (1611030)
7. Via Arantika (1611031)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Blitar, 21 April 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................ 1

1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 2

1.3 TUJUAN ........................................................................................................... 2

BAB II............................................................................................................................... 3

2.1 Definisi .............................................................................................................. 3

2.2 Etiologi .............................................................................................................. 3

2.3 Patogenesis........................................................................................................ 4

2.4 Manifestasi klinis .............................................................................................. 5

2.5 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................... 6

2.6 Penatalaksanaan .............................................................................................. 15

2.7 Prognosis ............................................................ Error! Bookmark not defined.

BAB III ........................................................................................................................... 17

3.1 Pengkajian ....................................................................................................... 17

3.2 Diagnosa ......................................................................................................... 21

3.3 Intervensi......................................................................................................... 22

BAB IV ........................................................................................................................... 24

4.1 Pengkajian ....................................................................................................... 24

4.2 Analisis Data ................................................................................................... 36

4.3 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi ............................................................ 37

BAB V ............................................................................................................................ 40

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 40

Daftar Pustaka ................................................................................................................. 41

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sebagaimana diketahui, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
maupun jamur, dan dapat terjadi di masyarakat (community acquired)
maupun di rumah sakit (hospital acquired). Pasien yang sedang dalam
perawatan di rumah sakit memiliki resiko tertular infeksi lebih besar dari pada
di luar rumah sakit. Lingkaran infeksi dapat terjadi antara pasien,
lingkungan/vektor, dan mikroba.
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Ada banyak tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh
infeksi-infeksi yang disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga
disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat, sakit kepala,
muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada
penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang. Virus atau bakteri memasuki
tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam
tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa
cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan
menyebabkan ensefalitis.
Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis
diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis
siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit,
dan riketsiosa serebri. Adapun pelaksanaan yang bisa dilakukan untuk
menangani masalah ensefalitis adalah dengan pemberian antibiotik, isolasi
untuk mengurangi stimuli dari luar, terapi anti mikroba, mengontrol
terjadinya kejang dan lain-lain.
Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV
( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang

1
tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang
tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan
meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir
akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan
dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan
yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma,
pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh sengan
gejala sisa yang berat

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep dasar penyakit ensepalitis ?
2. Bagaimana konsep askep pada pasien yang menderita ensepalitis ?
3. Bagaimana aplikasi kasus semu pada pasien ensepalitis ?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui konsep dasar penyakit ensepalitis.
2. Memahami konsep askep pada pasien yang menderita ensepalitis.
3. Memahami melalui aplikasi kasus semu pasien ensepalitis.

2
2 BAB II
Konsep Dasar Penyakit

2.1 Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, rickettsia atau virus (Arif Mansur, 2000)
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe
dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling
sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga
disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi
virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti
meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh
virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa
seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis
juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan
tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap
tengkorak dan menyebabkan kematian.
2.2 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari ensefalitis
adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan
chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering
ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

3
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya
ialah:
1. Infeksi virus yang bersifat endemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie,
virus ECHO.
b. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis,
St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis,
Japanese B encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks,
Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic
choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan
oleh virus tetapi belum jelas.
3. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela,
pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius,
dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 1997)

2.3 Faktor Resiko


1. Usia
Beberapa tipe ensefalitis akan lebih sering menyerang dengan gejala klinis
yang lebih parah pada usia anak-anak dan orang tua.
2. Sistem imun yang lemah
Seperti penderita HIV/AIDS, orang yang mengalami transplantasi akan
lebih mudah terkena ensefalitis.
3. Kondisi geografis
Orang-orang yang tinggal di Negara yang penyebaran virus melalui nyamuk
sering dijumpai maka resiko terjadinya serangan epidemis akan lebih tinggi.
4. Sering beraktivitas di luar rumah
Akan menyebabkan semakin mudah terserang.
5. Musim

4
Musim panas akan menhyebabkan perkembangbiakan nyamuk yang
semakin meningkat, sehingga ensefalitis yang penyebarannya melalui
serangga tersebut akan lebih mudah.

2.4 Patogenesis
Virus masuk kedalam tubuh klien melalui kulit, saluran nafas dan
saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh
tubuh dengan beberapa cara :
1. Setempat : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir
permukaan atau organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam
darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ
tersebut.
3. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan
selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf

2.5 Manifestasi Klinis


Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja,
juga sering mengenai jaringan selaput otak. Pada umumnya terdapat 4 jenis
atau bentuk manifestasi klinik, yaitu:

1. Bentuk asimtomatik
Umumnya gejalanya ringan, vertigo, diplopia. Diagnosis hanya
ditegakkan atas pemeriksaan CSS (Harsono, 2011).
2. Bentuk abortif
Gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan kaku
kuduk ringan. Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi
saluran pernafasan bagian atas atau gastrointestinal (Harsono,
2011).
3. Bentuk fulminan
Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang
berakhir dengan kematian. Pada stadium akut terdapat demam
tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, sangat

5
gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang
dalam (Harsono, 2011).
4. Bentuk khas ensefalitis
Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala
ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas bagian atas.
Kemudian muncul tanda radang Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti
kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, sukar tidur.
Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi
kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi,
gangguan bicara, gangguan mental (Harsono, 2011).

2.6 Tanda dan Gejala


Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis
adalah :
1. Panas badan meningkat
2. Sakit kepala
3. Muntah-muntah lethargi
4. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
5. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
6. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang
2.7 Patofisiologi
Organisme piogenik seperti bakteri masuk melalui peredaran darah,
penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal.
Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari
radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui
tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus
paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan
otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada
pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah
yang mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti
jaringan otak disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan
membentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di
sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma

6
dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses
dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang
subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis (Harsono, 2011).

Encephalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus


yang melalui parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh manusia
melalui saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus
herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain
masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau
nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus
rubela atau cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak
diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf
pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lainnya adalah melalui
saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya oleh virus-
virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf pusat
virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi
virus dalam otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis
(kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana
terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan pada pembuluh darah kecil,
trombosis, dan mikroglia (Harsono, 2011)

7
PATHWAY

Virus
Bakteri (Streptococus, E. Colli,
M. Tuberkulsa, T. Pallidium)
DNA & RNA

Peredaran darah, penyebaran


langsung, komplikasi luka tembus
Saluran pernafasan Inokulasi (Gigitan
kelainan supuratif pada jaringan otak
(mulut) binatang, nyamuk)

SSP Peradangan supuratif pada


jaringan otak
Replikasi virus

Menyebar langsung melalui


ekstraseluler

Infeksi virus

Ensefalitis

Neuron
↑Tekanan intrakranial

Kerusakan / cedera neuron


Nyeri kepala, muntah,
kesadaran menurun, kejang
Pelepasan mediator kimia
(Histamin, bradikinin,
prostaglandin)
Gangguan Mk : Gangguan
kebutuhan nutrisi imobilitas fisik
Hipertermi

8
2.8 Klasifikasi
1. Ensefalitis Supurativa
a. Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media,
mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang,
abses di dalam paru, bronkiektasi, empiema, osteomeylitis
cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam
otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap
kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul
dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling
daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit
yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah
abses yang masuk ventrikel.
b. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang timbul dapat berupa trias ensefalitis
seperti :
1) Demam
2) Kejang
3) Kesadaran menurun
4) Bila ensefalitis berkembang menjadi abses serebri
akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda
meningkatnya tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala
yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur,
kejang, dan kesadaran menurun.
5) Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.
6) Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi
dan luas abses.
c. Terapi pada ensefalitis supurativa adalah dengan pemberian:
1) Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
2) Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10
hari.

9
2. Ensefalitis Siphylis
a. Pathogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah
penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di
sistem limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa
waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema
pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-
bagian lain susunan saraf pusat.
b. Manifestasi Klinis
Adapun gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu :
1) Gejala-gejala neurologis
a) Kejang-kejang yang datang dalam serangan-
serangan
b) Afasia
c) Apraksia
d) Hemianopsia
e) Penurunan kesadaran
f) Pupil Agryll- Robertson
g) Nervus opticus dapat mengalami atrofi
h) Pada stadium akhir timbul gangguanan-
gangguan motorik yang bersifat progresif.
2) Gejala-gejala mental
a) Timbulnya proses dimensia yang progresif.
b) Intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang
mula-mula tampak pada kurang efektifnya
kerja.
c) Daya konsentrasi mundur.
d) Daya ingat berkurang.
e) Daya pengkajian terganggu.
3) Terapi pada ensefalitis siphylis

10
a) Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis
selama 14 hari.
b) Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra
muskular + probenesid 4x500mg oral 14 hari.
c) Bila alergi pada penisilin, maka bisa diberikan:
 Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama
30 hari.
 Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama
30 hari.
 Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama
6 minggu.
 Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular
selama 14 hari

3. Ensefalitis Virus
Adapun virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia
adalah sebagai berikut :
a. Virus RNA
1) Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili.
2) Rabdovirus : virus rabies.
3) Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis
Jepang B, virus dengue).
4) Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,
B, echovirus).
5) Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria.
b. Virus DNA
1) Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus, virus Epstein-barr Poxvirus : variola,
vaksinia.
2) Retrovirus : AIDS.

11
Manifestai Klinis
1) Demam
2) Nyeri kepala
3) Vertigo
4) Nyeri badan
5) Nausea
6) Kesadaran menurun
7) Kejang-kejang
8) Kaku kuduk
9) Hemiparesis dan paralysis bulbaris.
Terapi pada ensefalitis karena virus
1) Pengobatan simtomatis
a) Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500
mg.
b) Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x
sehari.
2) Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan
penyebab herpes zoster-varicella.
3) Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari
atau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
4. Ensefalitis Karena Parasit
a. Malaria Serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.
Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai
parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium
falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga
menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic
petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus
ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul adalah demam tinggi, kesadaran
menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada
lokasi kerusakan-kerusakan yang terjadi.

12
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak
menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan
daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini
dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan
jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung
ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian
menimbulkan meningoencefalitis akut.
Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri
kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva
menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah,
menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi
sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim
otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau
tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan
membentuk kapsula disekitarnya. Gejala-gejala neurologik
yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan yang terjadi.
Terapi pada ensefalitis karena parasit
a. Malaria serebral : Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4
jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.
b. Toxoplasmosi
1) Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
2) Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
3) Spiramisin 3 x 500 mg/hari.
c. Amebiasis : Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
5. Ensefalitis Karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida
albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus,

13
Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi
fungus pada sistem saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta.
Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas
yang menurun.
Terapi pada ensefalitis karena fungus
1) Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari
sekali minimal 6 minggu.
2) Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.
6. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan
dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah
timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang
terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak.
Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, sukar tidur,
kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala
neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
Terapi pada riketsiosis serebri
1) Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari.
2) Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Biakan
a. Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga
sukar untuk mendapatkan hasil yang positif.
b. Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi),
akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap
antibiotika.
c. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang
positif .
d. Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur
positif.

14
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi
dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi
antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau
glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik
yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang,
koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut
otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama
dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi
bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus
seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal (Victor, 2001).
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis antara lain :
1. Isolasi
Bertujuan untuk mengurangi stimulasi/rangsangan dari luar dan sebagau
tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkkin dianjurkan
oleh dokter :
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral
acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena
dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari
untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.

15
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
a. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah
cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam
pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan
untuk menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis
yang sama.
c. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
6. Penatalaksanaan shock septik.
7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
8. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh
yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher,
ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai
hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4
mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali
pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau
parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral
(Hassan, 1997).

16
BAB III
KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian
I. Riwayat Penyakit
A. Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kejang disertai penurunan
tingkat kesadaran.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pengkajian klien ensefalitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan
tersebut diantaranya sakit kepala dan demam yang merupakan gejala
awal yang sering terjadi. Sakit kepala berhubungan dengan ensefalitis
yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi selaput otak. Demam
umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkan klien mengalami campak, cacar air, herpes, dan
bronkopneumenia. Pengakajian pada anak mungkin didapatkan riwayat
menderita penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti virus influenza,
varisela, adenovirus, coxsachie, ekhovirus, atau parainfluenza, infeksi
bakteri, parasit sel satu, cacing, fungus, riketsia. Pengkajian penggunaan
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
kortikosteroid, antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotik) dapat meningkatkan kompherensifnya
pengkajian.

17
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh : Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh : Staphylococcus
Aureus,Streptococcus, E, Coli, dan lain-lain.
E. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien ensefalitis meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon dan
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat. apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu
timbul seperti ketakutan akan kecacatan, cemas, serta ketidak mampuan
untuk untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian
mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien
selama masa setres, meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan
masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku
akibat setres.

II. Pemeriksaan Fisik


1) Tanda-Tanda Vital (TTV)
Pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari
normal 39-41. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses
inflamasi dari selaput otak yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu
tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi nafas sering
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya
infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami ensefalitis. Tekanan
darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan
TIK.

18
2) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas yang sering
didapatkan pada klien ensefalitis yang disertai adanya gangguan pada
sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan
kiri. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
ensefalitis karena akumulasi sekret dari penurunan kesadaran.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovelemik) yang sering terjadi pada klien ensefalitis yang telah
mengganggu autoregulasi dari sistem kardiovaskuler.
4) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
· Pengkajian tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma, penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan.
· Pengkajian fungsi serebral
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien ensefalitis tahap
lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
· Pengkajian saraf kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII
Saraf I : biasanya pada klien ensefalitis tidak ada kelainan
dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II : tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada ensefalitis
supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan
terjadinya peningkatan TIK.

19
Saraf III, IV dan VI : pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
klien ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
Saraf V : pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot
sehingga mengganggu proses mengunyah.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris karena adanya paralisis unilateral.
Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, sehingga
mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
· Pengkajian sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada
ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
· Pengkajian refleks
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis
akan didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
- Gerakan involunter : tidak ditemukan adanya tremor, tic dan
distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan ensefalitis disertai peningkatan suhu
tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan

20
dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
· Pengkajian sistem sensorik
Pemeriksaan sensoris pada ensefalitis biasanya didapatkan sensasi raba,
nyeri dan suhu yang normal, tidak ada sensasi abnormal dipermukaan
tubuh, sensasi propriosefsi dan diskriminatif normal. Inflamasi pada
selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada
ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher.
5) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem kemih biasanya didapatkan penurunan volume
urine output, yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
6) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien ensefalitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
7) B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.

3.2 Diagnosa
1. Hipertemi
2. Gangguan kebutuhan nutrisi

21
3.3 Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1. Hipertermi Termoregulasi Pengaturan suhu
Ditingkatkan ke : 4 Aktivitas :
Indikator :  Monitor suhu paling tidak
 Berkeringat saat panas setiap 2 jam, sesuai
 Menggigil saat dingin kebutuhan.
 Denyut nadi radial  Pasang alat monitor suhu
 Tingkat pernapasan inti secara kontinu, sesuai
 Melaporkan kenyamanan kebutuhan.
suhu  Monitor suhu dan warna
 Peningkatan suhu kulit kulit.

 Hipertermia  Monitor tekanan darah,

 Sakit kepala nadi dan respirasi, sesuai

 Dehidrasi kebutuhan.
 Diskusikan pentingnya
termoregulasi dan
kemungkinan efek
negative dari demam
yang berlebihan, sesuai
kebutuhan.
 Sesuaikan suhu
lingkungan untuk
kebutuhan pasien.
 Berikan pengobatan
antipiretik, sesuai
kebutuhan.

2. Nutrisi kurang dari Asupan nutrisi Manajemen nutrisi


kebutuhan tubuh Ditingkatkan ke : 4
Aktivitas :
Indikator :

22
 Asupan kalori  Tentukan apa yang
 Asupan protein menjadi preferensi
 Asupan lemak makanan bagi pasien.
 Asupan karbohidrat  Anjurkan pasien untuk
makan sedikit tapi sering.
 Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
 Identifikasi adanya alergi
atau intoleransi makanan
yang dimiliki pasien.
 Monitor kalori dan
asupan makanan.
 Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi.
 Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
kenaikan BB.
 Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi.
 Tentukan status gizi
pasien dan kemampuan
pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi.

23
BAB IV
APLIKASI KASUS SEMU

4.1 Pengkajian
I. IDENTITAS
- Nama penderita : An. SN
- Umur : 2 tahun 4 bulan
- Jenis kelamin : perempuan
- Agama : islam
- Alamat : RT. 11 Bukit tempurung,Ma.Sabak
- Dikirim oleh : rujukan dari RS Nurdin Hamzah Ma.Sabak
- MRS tanggal : 01-01-2013

II. ANAMNESIS
Allo anamnesa dengan : Ibu pasien

Tanggal : 07-01-2013

1. Keluhan utama : penurunan kesadaran ± 3 jam SMRS


2. Keluhan tambahan : kejang, sesak , demam.
3. Riwayat penyakit sekarang :
± 1 hari SMRS anak demam tinggi, timbul mendadak, demam tidak
turun-turun, menggigil (-), bintik-bintik merah(-), mimisan (-), gusi
berdarah (-), nyeri telinga (-), nyeri sendi (-), batuk (-), pilek (-),
berkeringat malam hari (-) sesak nafas (+), tidak dipengaruhi aktivitas (-
), tidak dipengaruhi posisi(-), riwayat tidur dengan bantal 2-3 hari (-),
perut kembung (+) Muntah (+), nyeri kepala (-), nafsu makan menurun
(+) BAK dan BAB seperti biasa.

± 3 jam SMRS anak kejang di rumah sebanyak 3x, lamanya kejang 30


menit setelah kejang anak tetap tidak sadar sehingga anak dibawa orang
tuanya ke RS Nurdin Hamzah Ma.Sabak, setibanya disana anak
mengalami kejang (+) satu kali, seluruh badan, anak tetap tidak sadar

24
hingga saat ini lalu di rujuk oleh RS Nurdin Hamzah ke RSU
Rd.Mattaher masuk melalui IGD.

± 7 hari dalam perawatan di HCU, anak sering demam ↑↓, anak masih
sering kejang, namun sebentar-sebentar ± 5 menit, kejang hanya pada
tangan saja, anak sadar sebelum dan sesudah kejang, dalam sehari anak
bisa kejang 2-3 kali, anak sudah mendapat perawatan anti kejang,
penurun panas, oksigen , mendapat asupan makanan melalui selang
hidung.

4. Riwayat penyakit dahulu :


 Riwayat kejang sebelumnya tidak ada.

o Riwayat batuk dan pilek tidak ada.


o Riwayat trauma tidak ada.
o Riwayat keluarga dengan epilesi tidak ada
o Riwayat keluarga dengan batuk-batuk lama tidak ada.

5. Riwayat kehamilan dan persalinan :


Masa kehamilan : Aterm
Partus : Normal
Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Penolong : Bidan
Tempat : klinik bersalin
Tangga : 08-08-2010

6. Riwayat perkembangan fisik :

25
Gigi pertama : 9 bulan/tahun

Berbalik : 4 bulan/tahun

Tengkurap : 7 bulan/tahun

Merangkak : 8 bulan/tahun

Duduk : 9 bulan/tahun

Berdiri : 10 bulan

Berjalan : 1 tahun

Berbicara : 11 bulan/ tahun (mama)

Kesan : Perkembangan Baik

7. Riwayat imunisasi
o BCG : +
o Polio : +
o DPT : +
o Campak : +
o Hepatitis : +
o Kesan : imunisasi dasar lengkap

8. Riwayat Makanan :
Anak mendapat ASI sejak lahir sampai usia 1 tahun, setelah itu makanan
tambahan berupa nasi tim bahkan sekarang sudah dengan nasi biasa.
Makanan tambahan lainnya seperti daging,ikan,sayur dan buah
tercukupi.
Kesan : nutrisi baik

9. Riwayat keluarga : tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang


sama.

26
10. Riwayat perkembangan mental :

o Isap jempol :+
o Ngompol :+
o Sering mimpi :+
o Aktivitas : aktif
o Membangkang :-
o Ketakutan :-

11. Status gizi BB : 10 kg, PB : 89 cm, umur : 2 tahun 4 bulan


o Berdasarkan BB/PB  Z-score = + 0,87 SD berada di antara + 2
dan – 2 SD  gizi baik (normal) (standar WHO NCHS)

12. Anamnesa organ :


a. Kepala
- Rambut rontok : -
b. Mata
- Rabun senja : -
- Mata merah : -
- Bengkak : -
c. Telinga
- Sekret : -
- Gangguan pendengaran : -
d. Hidung
- Epistaksis : -
- Kebiruan : -
e. Gigi mulut
- Sariawan : -
- Gusi berdarah : -
- Lidah kotor : -
f. Tenggorokan
- Suara serak : -

27
g. Leher
- Kaku kuduk : +, brudzinki 1 positif
- Tortikolis : -
h. Mulut
 Bibir :
- Bentuk : dbn
- Warna : merah
- Ukuran : -
- Bibir kering : +
- Sianosis : -
- Bengkak : -
- Palatoschizis : -
i. Gigi
- Kebersihan : cukup
- Karies : -
- Gusi : tidak berdarah
j. Lidah
- Bentuk : dbn
- Gerakan : bebas
- Warna : putih di tengah, merah dipinggir
k. Jantung dan paru
- Sesak nafas : -
- Batuk : -
- Sputum : -
- Batuk darah : -
- Sembab : -
- Kebiruan : -
- Keringat malam hari ; -
- Sesak malam hari : -
- Sesak waktu malam : -
- Nafas bunyi/ mengi : -
L. abdomen

28
 Hepar :
- Tinja seperti dempul : -
- Sakit kuning : -
- Kencing warna tua : -
- Mual/muntah : -
- Kembung : -
 Lambung dan usus
- Nafsu makan : kurang
- Frekuensi : 2-3 x sedikit-sedikit ± 1-2 sendok makan
- Perut kembung : -
- Mual/muntah : -
- Muntah darah : +
- Mencret : +, konsistensi encer, 3x . Tidak berdarah, lendir tidak ada
M. Ginjal dan Perineum
- sakit kuning : -
- frekuensi miksi : normal
- sembab dikelopak mata : -
- edema tungkai : -
N. endokrin :
- sering minum : -
- sering kencing : -
- sering makan : -
- keringat dingin : -

III. PEMERIKSAAN FISIK (07-01-2012)


1. Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Apatis

GCS : EMV (4-4-1) = 9

2. Pengukuran Tanda vital:


Nadi : 110 X/menit, kualitas: kuat, reguler
Suhu : 38,1 OC

29
Respirasi : 46 X/menit, reguler

Berat badan : 10 kg

Panjang/tinggi badan : 89 cm

Lingkar kepala : 49 cm

3. Kulit : Warna : Sawo matang


Sianosis : Tidak ada

Hemangioma : Tidak ada

Turgor : cepat kembali < 2 detik

Kelembaban : Cukup

Pucat : Tidak ada

Lain-lain : -

4. Kepala :
Bentuk : normosepal

Lain-lain : -

a. Rambut :
Warna : Hitam
Tebal / tipis : tipis
Jarang / tidak (distribusi) : Tidak
Alopesia : Tidak ada
Lain-lain : -
b. Mata :
Palpebra : Tidak edem, tidak cekung
Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik

30
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm
Simetris : isokor +/+
Reflek cahaya : +/+
Kornea : Jernih
c. Telinga :
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada
d. Hidung :
Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Lain-lain : -
e. Mulut :
Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa sedikit kering , berwarna merah muda
Gusi : - tidak mudah berdarah
- Pembengkakan : Tidak ada
f. Lidah :
Bentuk : Simetris
Pucat : tidak
Tremor : tidak
Kotor : tidak
Warna : Bagian tengah agak putih, dan tepinya kemerahan
g. Faring :
Hiperemi : Tidak ada
Edem : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada
h. Tonsil :

31
Warna : Merah muda
Pembesaran : Tidak ada
Abses / tidak : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada

5. Leher :
- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada


- Kaku kuduk : ada
- Masa : Tidak ada
- Tortikolis : Tidak ada
- Parotitis : Tidak ada
6. Toraks :
a. Dinding dada / paru
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Retraksi : Tidak ada Lokasi : -

Dispnea : Tidak ada

Pernapasan : Gerakan simetris

Bendungan vena : -

Sternum : ditengah

Palpasi : Fremitus fokal : Simetris kanan – kiri

Perkusi : Sonor / sonor

Auskultasi : Suara napas dasar : Vesikuler

Suara napas tambahan : Tidak ada ronkhi dan tidak ada


wheezing

32
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat

Palpasi : Apeks : Tidak teraba Lokasi : -

Thrill : Tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra

Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 tunggal

Bising : Tidak ada,

7. Abdomen : Bentuk : Simetris, kembung


Umbilikus : tidak menonjol

Petekie :-

Spider nevi :-

Turgor : cepat kembali

Lain-lain : -

Palpasi : nyeri tekan :-

Nyeri lepas :-

Defans muskular : -

Hati : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba

Masa : Tidak teraba

33
Ukuran : -

Lokasi : -

Permukaan : -

Konsistensi : -

Perkusi : Timpani / pekak : Timpani

Asites : Tidak ada

Auskultasi : Bising usus (+) normal

8. Ekstremitas :
Umum : Akral atas dan bawah hangat, tidak

ada edema

9. Neurologis
Tungkai
Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan + + + +

Tonus N N N N

Trofi E E E E

Klonus - - - -

Reflek fisiologis + + + +

(bisep,trisep,patel
la)

Reflek patologis - - - -

(R.babinski)

34
Sensibilitas + + + +

Pemeriksaan N.Kranialis : N.II,III,IV,VI dbn, N.VII dbn

10. Genitalia : Tidak ada kelainan


11. Anus : Tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA


Tanggal : 01-01-2013

Darah : Hb 10,9 g/dL; WBC 3,8/mm3;

RBC 5.38 juta/mm3

Trombosit : 73.000 /mm3

Hematokrit : 32,3 %

GDS : 86 mg/dl

Faal ginjal : Ureum : 15,5mg/dl (20-40 mg/dl)

Kreatinin : 0,6 mg/dl (0,5-1,5 mg/dl)

Elektrolit :

- Natrium : 131,90 mEq/L (135-145 mEq/L)


- Kalium : 2,71 mEq/L (3,5-5,5 mEq/L)
- Clorida : 109,87 mEq/L (98-110 mEq/L)
Pemeriksaan urin :

- Warna : kuning
- Berat jenis : 1005
- Protein :6
- Sedimen :
 Leukosit : 3-5 / lpb (0-5 /lpb)
 Eritrosit : 0-1 /lpb (0-1/lpb)
 Epitel : 0-2 /lpb (10/lpb)
Pemeriksaan feses :

35
- Warna : kuning
- Konsistensi : lunak
- Lendir : -
- Telur : -
- Sel :
 Eritrosit : 0-11 / lpb
 Leukosit : 0-1 /lpb
 Epitel : 1-2 / lpk
- Bakteri : +

4.2 Analisis Data


No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Ds : Refluks peristaltic Hipertermi
Ibu klien mengatakan anak ↓
demam tinggi,timbul Menekan lambung
mendadak dan demam ↓
tidak turun-turun. Merangsang reflex mual
Do: muntah
- klien tampak lemah ↓
- mengalami kejang Mual muntah
TTV: ↓
Nadi :110x/menit, Output cairan berlebih
kualitas: kuat, reguler ↓
Suhu : 38,1 OC Dehidrasi sel
Respirasi :46 x/menit ↓
Gangguan termoregulasi
di hipotalamus


Hipertermia
2. Ds: ↑ Tekanan intracranial Nutrisi kurang dari
↓ kebutuhan

36
Ibu klien mengatakan Muntah
nafsu makan anaknya ↓
menurun Nafsu makan ↓
Do: ↓
- Klien tampak Nutrisi kurang dari
lemah kebutuhan
- Mual muntah
- Bibir kering
- Diare konsistensi
encer (+)

4.3 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


No. Masalah NOC NIC
Keperawatan
1. Hipertermi Termoregulasi Pengaturan suhu
Ditingkatkan ke : 4 Aktivitas :
Indikator :  Monitor suhu paling
 Berkeringat saat tidak setiap 2 jam,
panas sesuai kebutuhan.
 Menggigil saat  Pasang alat monitor
dingin suhu inti secara
 Denyut nadi radial kontinu, sesuai
 Tingkat pernapasan kebutuhan.
 Melaporkan  Monitor suhu dan
kenyamanan suhu warna kulit.
 Peningkatan suhu  Monitor tekanan
kulit darah, nadi dan
 Hipertermia respirasi, sesuai

 Sakit kepala kebutuhan.

37
 Dehidrasi  Diskusikan
pentingnya
termoregulasi dan
kemungkinan efek
negative dari demam
yang berlebihan,
sesuai kebutuhan.
 Sesuaikan suhu
lingkungan untuk
kebutuhan pasien.
 Berikan pengobatan
antipiretik, sesuai
kebutuhan.

2. Nutrisi kurang dari Asupan nutrisi Manajemen nutrisi


kebutuhan Ditingkatkan ke : 4
Aktivitas :
Indikator :
 Asupan kalori  Tentukan apa yang
 Asupan protein menjadi preferensi
 Asupan lemak makanan bagi pasien.
 Asupan karbohidrat  Anjurkan pasien untuk
makan sedikit tapi
sering.
 Tentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan
untuk memenuhi
persyaratan gizi
 Identifikasi adanya
alergi atau intoleransi

38
makanan yang dimiliki
pasien.
 Monitor kalori dan
asupan makanan.
 Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi.
 Monitor
kecenderungan
terjadinya penurunan
dan kenaikan BB.
 Tentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan
untuk memenuhi
persyaratan gizi.
 Tentukan status gizi
pasien dan
kemampuan pasien
untuk memenuhi
kebutuhan gizi.

39
BAB V

5.1 Kesimpulan
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Ensefalitis disebabkan oleh bakteri, virus, parasite, fungus, dan reketsia.
Ensefalitis diklasifikasikan menjadi :
1. Ensefalitis supuratif
2. Ensefalitis siphylis
3. Ensefalitis virus
4. Ensefalitis karena parasite : malaria serebral, toxoplasmosis,
amebiasis dan sistiserkosis.
5. Ensefalitis karena fungus
6. Riketsiosis serebri
Penatalaksaan pada masalah ini dilakukan sesuai dengan penyebab
terjadinya ensefalitis tersebut, antara lain seperti : pemberian antibiotik,
antifungi, antiparasit, antivirus dan pengobatan simptomatis berupa
pemberian analgetik antipiretik serta antikonvulsi.

5.2 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab
dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan
aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga
kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat
penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut
terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.

40
Daftar Pustaka

1. Budianti WK. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K,


Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th ed. Badan
Penerbit FKUI: Jakarta;2015:190-3.

2. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi


W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th ed. Badan Penerbit FKUI:
Jakarta; 2007:154-8.

3. SDKI

4. NOC. Edisi 5

5. NIC. Edisi 6

41

Вам также может понравиться