Вы находитесь на странице: 1из 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, maka

meningkat pula pola hidup manusia. Hal ini berakibat pada keberhasilan meningkatnya

angka harapan hidup usila. Namun perkembangan ini juga dapat menimbulkan berbagai

penyakit akibat proses penuaan atau degeneratif yang ditandai dengan penurunan fungsi

organ-organ tubuh dan tidak menutup kemungkinan organ-organ tersebut mengalami

gangguan atau kerusakan. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh proses degeneratif

antara lain osteoporosis, menopause, penurunan daya ingat, dan penurunan fungsi

kelenjar prostat yang dapat mengakibatkan pembesaran prostat atau yang biasa disebut

benigna prostat hiperplasia.

Di Amerika Serikat (USA), prevalensi penderita benigna prostat hiperplasia yang

dirawat di rumah sakit didapatkan sebanyak 92 kasus dalam 10.000 klien yang dirawat

(www.medicastore.com,2006). Di rumah sakit Cipto Mangunkusumo dalam rentang

waktu tahun 1994-1997 terdapat 462 kasus urologi dengan benigna prostat hiperplasia

berjumlah 142 orang (30%) (www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/9/7/k4.htm).

Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diperoleh dari catatan register di ruang

Perawatan Bedah Lantai IV RSPAD Gatot Soebroto selama 3 bulan terakhir sejak

tanggal 12 April sampai 12 Juli 2007 diperoleh data dari jumlah klien yang masuk

1
perawatan sebanyak 305 orang didapatkan klien yang magalami masalah perkemihan

atau urologi sebanyak 56 orang, dengan pembagian kasus sebanyak striktur ureter 3

orang, nefrolithiasis sebanyak 2 orang, hidrocel sebanyak 2 orang, gangren skrotum 1

orang, transplantasi ginjal 1 orang, batu ginjal 6 orang, batu ureter 8 orang, batu buli 1

orang, kista ginjal 1 orang, kanker prostat 1 orang, retensi urine 4 orang, hidronefrosis 1

orang, glomerolunefritis 1 orang, urolitiasis 3 orang, dan Benigna Prostat Hiperplasia

sebanyak 21 orang ( 37,5 %).

Permasalahan yang dapat terjadi pada klien benigna prostat hiperplasia post TUR antara

lain perubahan eliminasi, nyeri akut, risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan,

risiko infeksi, risiko disfungsional seksual dan kurang pengetahuan. Untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi oleh klien benigna prostat hiperplasia post TUR maka tim

medis khususnya perawat harus mampu melakukan asuhan keperawatan secara

professional dengan melihat aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk

aspek promotif dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang benigna prostat

hiperplasia mulai dari penyebab, tanda dan gejala serta komplikasi yang akan

ditimbulkan. Untuk aspek preventif dengan pemberian informasi tentang pencegahan

benigna prostat hiperplasia. Untuk aspek kuratif dengan memberikan obat sesuai

program dan melakukan tindakan sesuai dengan rencana keperawatan. Untuk aspek

rehabilitatif dengan menganjurkan klien untuk kontrol rutin ke poliklinik untuk

mengetahui perkembangan kesehatan klien.

2
Melihat begitu pentingnya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada klien, maka penulis ingin mengetahui bagaimana asuhan keperawatan klien

benigna prostat hiperplasia post TUR dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum penulisan

Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada

klien benigna prostat hiperplasia post TUR dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan.

2. Tujuan khusus

Untuk Mendapatkan pengalaman nyata dalam :

1. Melakukan pengkajian pada klien benigna prostat hiperplasia post TUR.

2. Menganalisa data untuk merumuskan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada

klien benigna prostat hiperplasia post TUR.

3. Membuat rencana keperawatan pada klien benigna prostat hiperplasia post TUR.

4. Melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun pada klien benigna prostat

hiperplasia post TUR.

5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien benigna prostat hiperplasia post TUR

6. Membuat pendokumentasian pada klien benigna prostat hiperplasia post TUR

7. Mengidentifikasi adanya kesenjangan asuhan keperawatan antara teori dan kasus

serta justifikasinya.

3
8. Mengidentifikasi faktor penunjang dan penghambat serta alternatif penyelesaiannya

dalam memberikan asuhan keperawatan pada setiap langkah proses keperawatan.

C. Ruang Lingkup.

Makalah ini membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan diagnosa medis

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) post TUR yang dilaksanakan selama 3 hari mulai

dari tanggal 11 Juli 2007 sampai dengan 13 Juli 2007 di Lantai IV Perawatan Bedah

RSPAD Gatot Soebroto.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah :

1. Metode deskriptif, tipe studi kasus dimana penulis mengambil satu kasus klien

benigna prostat hiperplasia. post TUR dan diberikan asuhan keperawatan dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan. Dalam pengumpulan data teknik

yang digunakan dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. Sumber

data yang digunakan adalah data primer didapat langsung dari klien, data sekunder

diperoleh dari keluarga, rekam medik dan tenaga kesehatan.

2. Studi kepustakaan yaitu penulis mempelajari buku sumber yang berhubungan

dengan klien benigna prostat hiperplasia post TUR.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun secara sistematik terdiri dari lima bab yaitu : Bab satu :

Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode

dan sistematika penulisan. Bab dua : Tinjauan teori yang terdiri dari pengertian,

4
patofisiologi, penatalaksanaan, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi. Bab tiga : Tinjauan kasus yang terdiri dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Bab empat : Pembahasan

yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasi. Bab lima : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Hiperplasia prostat jinak adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk

dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi

yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. ( Price, 2005 )

Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat

membesar, memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran

keluar urine dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter. ( Brunner & Suddarth,

2000 )

Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra,

menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari

bulu-buli. ( Nursalam, 2006 )

Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretra mengalami

hiperplasia sedangkan jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul bedah.

(http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-3.htm)

6
Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa hiperplasia prostat

benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat membesar,

memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine

sehingga menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran

urinarius.

B. Patofisiologi

Ketika seorang berusia diatas 50 tahun, maka semakin besar kemungkinan untuk

terjadinya gangguan atau kerusakan pada organ-organ tubuh. Pada pria ketika menginjak

usia 50 tahun keatas maka terjadi penurunan fungsi testis. Akibatnya adalah

ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu

pertumbuhan atau pembesaran prostat ( dalam hal ini prostat dapat mencapai 60-100

gram atau bahkan lebih ). Pembesaran kelenjar prostat dapat meluas ke arah atas

(bladder) sehingga mempersempit saluran uretra yang pada akhirnya akan menyumbat

urine dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan didalam bladder. Sebagai

kompensasi terhadap tekanan uretra prostatika maka otot-otot destrusor dan buli-buli

berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan ini. Kontraksi secara terus menerus

menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli. Tekanan intravesikel yang tinggi akan

diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan

pada kedua muara ureter ini akan menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter

atau terjadi refluks vesiko ureter. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus dapat

menyebabkan gagal ginjal. Pada klien benigna prostat hiperplasia urine yang

dikeluarkan tidak tuntas sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi,

sehingga seseorang cenderung mengejan untuk mengeluarkan urine tersebut dan

7
menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen sehingga dapat menimbulkan hernia

dan hemoroid.

Pembesaran prostat ini akan menimbulkan keluhan atau tanda dan gejala seperti sulit

memulai miksi, nokturia ( bangun tengah malam untuk berkemih ), sering berkemih

anyang-anyangan, abdomen tegang, pancaran urine menurun dan harus mengejan saat

berkemih, aliran urine tidak lancar, dribling ( urine menetes terus setelah berkemih ),

rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik, sakit atau nyeri ketika berkemih,

retensi urine akut ( bila lebih dari 60 ml urine tetap berada dalam kandung kemih setelah

berkemih ), anoreksia, mual dan muntah.

Apabila tidak segera ditangani, dapat menimbulkan komplikasi antara lain gagal ginjal,

hemoroid dan hernia bahkan kematian.

C. P enatalaksanaan

Penatalaksanaan pada klien benigna prostat hiperplasia terdiri dari penatalaksanaan

medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan diit.

1. Penatalaksanaan medis

a. Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin, prazosin

tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran otot-otot pada

kandung kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih. Finasterid, obat ini

menyebabkan meningkatnya laju aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping

dari obat ini adalah berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan

antibiotik.

8
a. Pembedahan

1) Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur pembedahan yang

dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus

tengah yang langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang

mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan kebutuhan waktu

untuk bedah tidak terlalu lama. Restoskop sejenis instrumen hampir serupa dengan

cystoscope tapi dilengkapi dengan alat pemotong dan couter yang disambungkan dengan

arus listrik dimasukan lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus menerus selama

prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan

lempeng logam yang diberi pelumas yang ditempatkan pada bawah paha. Kepingan

jaringan yang halus dibuang dengan irisan dan tempat tempat pendarahan dihentikan

dengan couterisasi. Setelah TUR dipasang folley kateter tiga saluran ( three way cateter )

ukuran 24 Fr yang dilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon kateter dikembangkan,

kateter ditarik kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai

hemostat. Kemudian ditraksi pada kateter folley untuk meningkatkan tekanan pada

daerah operasi sehingga dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar

dipasang untuk memperlancar membuang gumpalan darah dari kandung kemih.

2) Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar prostat dari

uretra melalui kandung kemih..

3) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu insisi dalam

perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.

9
4) Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar prostat, yaitu

antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.

5) Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan cara

memasukkan instrumen melalui uretra.

6) Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui uretra yang

apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma

dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap

dijaringan prostat.

2. Penatalaksanaan keperawatan menurut Brunner and Suddart, (2000)

a. Mandi air hangat

b. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul.

c. Menghindari minuman beralkohol

d. Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari.

e. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam sebelum

tidur.

3. Penatalaksanaan diit menurut Brunner and Suddart, (2000)

Klien dengan benigna prostat hiperplasia dianjurkan untuk menghindari minuman

beralkohol, kopi, teh, coklat, cola, dan makanan yang terlalu berbumbu serta

menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari.

10
D. Pengkajian

Pengkajian pada klien benigna prostat hiperplasia menurut Doenges, (1999) dan Brunner

and Suddart (2000) diperoleh data sebagai berikut :

1. Sirkulasi

Tanda : Peninggian TD ( efek pembesaran ginjal )

2. Eliminasi

Gejala : Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine ; tetesan.

Keragu-raguan pada berkemih awal.

Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih.

Nokturia, disuria, hematuria.

Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu, Konstipasi.

Tanda : Distensi kandung kemih, nyeri tekan kandung kemih.

3. Makanan/cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.

4. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : Nyeri suprapubis, panggul atau punggung dan rasa tidak nyaman pada

abdomen, kolik renalis.

5. Keamanan

Gejala : Demam

6. Seksualitas

Gejala : Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.

Takut Inkontinensia/menetes selama hubungan intim.

Penurunan kekutan kontraksi ejakulasi.

Tanda : Pembasaran, nyeri tekan prostat.

11
7. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.

Penggunaan antihipertensif atau antidepresan, antibiotik urinaria.

Pemeriksaan diagnostik

1. Urinalisa : Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang ( berdarah);

penampilan keruh; pH 7 atau lebih besar ( menunjukkan infeksi ).

2. Kultur urine : Dapat menunjukkan Staphylococcus aureus, Proteus, Klebsiella,

pseudomonas, atau Escherichia coli.

3. Sitologi urne : Untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.

4. BUN/kreatinin : Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi.

5. Asam fosfat serum/antigen khusus prstatik : Peningkatan karena pertumbuhan

selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat.

6. SDP :Mungkin lebih besar dari 11 000/ul ( infeksi )

7. Penentuan kecepatan aliran urine : mengkaji derajat obstruksi kandung kemih.

8. IVP dengan film pasca berkemih : Menunjukkan pelambatan pengosongan kandung

kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat,

divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.

9. Sistouretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi

kandung kemih dan uretra.

10. Sistogram : Mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk

mengidentifikasi disfungsi yang tak berhubungan dengan BPH.

11. Sistouretroskopi : Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan

perubahan dinding kandung kemih.

12
12. Ultrasound transrektal : Mengukur ukuran prostate dan jumlah residu urine, dalam

hal ini residu urine menjadi patokan yaitu dibagi menjadi beberapa derajat antara lain :

1. Derajat I, sisa urine < 50 ml.

2. Derajat II, sisa urine 50-150 ml.

3. Derajat III, sisa urine > 150 ml.

4. Derajat IV, retensi urine total.

13. Rectal touch/pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi

system perdarahan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.

Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :

a.Derajat I, beratnya ± 20 gram.

b. Derajat II, beratnya antara 20-40 gram.

c.Derajat III, beratnya > 40 gram.

14. PSA (Prostatik Spesifik Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya

keganasan.

15. Pemeriksaan Uroflowmetri, Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya

pancaran urine dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :

a. Flow rate maksimal > 15 ml/dtk = non obstruktif.

b. Flow rate maksimal 10-15 ml/dtk = border line

c. Flow rate maksimal < 10 ml/dtk = obstuktif.

16. USG ( Ultrasonografi ), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar

prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine.

17. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )

13
E. Diagnosa keperawatan

Setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa

keperawatan. Menurut Doenges, (1999) dan Tucker, (1998) sebagai berikut :

Diagnosa pre operasi

1. Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan Obstruksi mekanik; pembesaran

prostat.

2. Nyeri akut berhubungan dengan Iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik

ginjal; infeksi urinaria; terapi radiasi.

3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca

obstuksi diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.

4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan: kemungkinan

prosedur bedah/malignansi.

5. Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan penggunaan kateter dan/atau retensi

urine.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi.

Diagnosa post operasi

1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, spasme kandung kemih, dan retensi urine.

2. Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan reseksi pembedahan dan irigasi

kandung kemih.

3. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan adanya kateter dikandung kemih

dan insisi bedah.

14
4. Potensial kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah

berlebihan.

5. Disfungsional seksual yang berhubungan dengan perubahan pola seksual.

6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang rutinitas

pascaoperasi.

F. Perencanaan

Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan

untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan

tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :

Diagnosa Pre operasi

1. Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan Obstruksi mekanik;

pembesaran prostat.

Tujuan : Berkemih dengan jumlah adekuat tanpa distensi kandung kemih.

Kriteria evaluasi : 1). Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung

kemih. 2).Menunjukkan residu pasca-berkemih kurang dari 50 ml, dengan tak adanya

tetesan/kelebihan aliran.

Intervensi :1). Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

2). Tanyakan klien tentang inkontinensia stres. 3). Observasi aliran urine, perhatikan

ukuran dan kekuatan. 4). Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. 5).

Perkusi/palpasi area suprapubik 6). Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari,

dalam toleransi jantung, bila diindikasikan. 7). Awasi tanda vital dengan ketat. 8).

Kolaborasi dengan pemberian obat Antiposmadik (menghilangkan spasme kandung

kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter) sesuai indikasi.

15
2. Nyeri akut berhubungan dengan Iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik

ginjal; infeksi urinaria; terapi radiasi.

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria evaluasi : 1). Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. 2). Postur dan wajah

rileks. 3). Mendemonstrasikan keterampilan relaksasi, modifikasi perilaku untuk

menghilangkan nyeri. 4). Mengekspresikan perasaan nyaman.

Intervensi :

1). Kaji nyeri, perhatikan lokasi,intensitas ( skala (0-10 ), lamanya. 2). Plester selang

drainase pada paha dan kateter pada abdomen. 3). Pertahankan tirah baring bila

diindikasikan. 4). Bantu klien dalam melakukan posisi nyaman dan ajarkan teknik

relaksasi napas dalam. 5). kolaborasi dengan pemberian obat penghilang rasa nyeri

sesuai indikasi.

3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca

obstuksi diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara

kronis.

Tujuan : Kebutuhan volume cairan klien terpenuhi.

Kriteria evaluasi : 1). Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital

stabil. 2). Nadi perifer teraba. 3). Pengisian kapiler baik. 4). Membran mukosa lembab.

Intervensi : 1). Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. 2). Dorong

peningkatan pemasukan oral. 3). Awasi TD, nadi dengan sering. 4). Tingkatkan tirah

baring dengan kepala tinggi. 5). Awasi elektrolit, khususnya natrium. 6). Kolaborasi

dengan pemberian cairan IV sesuai kebutuhan.

16
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan:

kemungkinan prosedur bedah/malignansi.

Tujuan : klien menunjukkan ekspresi rileks

Kriteria evaluasi : 1). Klien tampak rileks dan mengatakan ansitas berkurang pada

tingkat yang dapat diatasi. 2). Mendemontrasikan keterampilan pemecahan masalah.

Intervensi : 1). Kaji tingkat ansietas klien. 2). Berikan informasi yang akurat dan

jawab dengan jujur. 3). Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan masalah yang

dihadapi. 4). Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk

sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.

5. Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan penggunaan kateter dan/atau

retensi urine.

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria evaluasi : 1). Suhu dalam rentang normal. 2). Urine jernih, warna kuning,

tanpa bau. 3). Tidak terjadi distensi kandung kemih.

Intervensi : 1). Periksa suhu tiap 4 jam. 2) Tuliskan karakter urne; laporkan bila keruh

atau bau busuk. 3). Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem drainase gravitasi

tertutup. 4). Gunakan teknik steril untuk kateterisasi intermiten selama perawatan di

rumah sakit. 5). Pantau abdomen atau kandung kemih terhadap distensi. 6). Pantau dan

laporkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih. 7). Gunakan teknik cuci tangan yang

baik.

17
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : mengatakan pengertiannya tentang kondisi dan tindakan medis yang

dilakukan.

Kriteria evaluasi : 1). Klien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi,

prognosis dan tindakan. 2). Melakukan kembali perubahan gaya hidup.

Intervensi : 1). Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta pembatasan

kegiatan seperti menghindari mengemudikan kendaraan dalam periode waktu yang

cukup lama. 2). Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri,

mengangkat, dan menggunakan sepatu penyokong. 3). Diskusikan mengenai pengobatan

dan efek sampingnya, seperti halnya beberapa obat yang menyebabkan kantuk yang

sangat berat ( analgetik, relaksan otot ). 4). Anjurkan menggunakan papan/matras yang

kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan,

hindari posisi telungkup. 5). Diskusikan mengenai kebutuhan diit. 6). Hindari pemakaian

pemanas dalam waktu yang lama. 7). Anjurkan untuk melakukan kontrol medis secara

teratur.

Diagnosa Post operasi

1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, spasme kandung kemih, dan retensi

urine.

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang

Kriteria evaluasi : Nyeri berkurang atau hilang dan ekspresi wajah tampak rileks

Intervensi : 1). Kaji nyeri, perhatikan lokasi,intensitas ( skala 0-10 ), lamanya dan

faktor pencetus. 2). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. 3). Bantu klien dalam

18
melakukan posisi nyaman dan ajarkan teknik relaksasi napas dalam. 4) kolaborasi

dengan pemberian obat penghilang rasa nyeri sesuai indikasi.

2. Perubahan eliminasi perkemihan . berhubungan dengan reseksi pembedahan

dan irigasi kandung kemih.

Tujuan : Berkemih tanpa aliran berlebihan.

Kriteria evaluasi : keteter berada pada posisi yang tetap dan tidak ada sumbatan.

Intervensi : 1). Kaji posisi kateter. 2). Kaji warna, karakter dan aliran urine serta adanya

bekuan melalui kateter tiap 2 jam. 3). Catat jumlah irigan dan haluaran urine. 4). Kaji

kandung kemih terhadap retensi. 5). Kaji dengan sering lubang aliran keluar urine. 6).

Masukkan larutan irigasi melalui lubang terkecil dari kateter.

3. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan adanya kateter dikandung

kemih dan insisi bedah.

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria evaluasi : 1). Suhu dalam rentang normal. 2). Urine jernih, warna kuning,

tanpa bau. 3). Tidak terjadi distensi kandung kemih.

Intervensi : 1). Periksa suhu tiap 4 jam. 2). Tuliskan karakter urine; laporkan bila keruh

atau bau busuk. 3). Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem drainase gravitasi

tertutup. 4). Gunakan teknik steril untuk kateterisasi intermiten selama perawatan di

rumah sakit. 5). Pantau abdomen atau kandung kemih terhadap distensi. 6). Pantau dan

laporkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih. 7). Gunakan teknik cuci tangan yang

baik.

19
4. Potensial kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan

darah berlebihan.

Tujuan : Tidak ada tanda-tanda kemerahan, bengkak dan panas.

Kriteria evaluasi : TTV dalam batas normal, urine berwarna jernih, tidak ada

kemerahan, bengkak dan peningkatan suhu.

Intervensi : 1). Pantau tanda dan gejala hemorragi. 2). Pantau uretra dan suprapubis

terhadap pendarahan yang berlebihan. 3). Pertahankan traksi pada kateter bila

diprogramkan. 4). Pantau Hb dan Ht.

5. Disfungsional seksual yang berhubungan dengan perubahan pola seksual.

Tujuan : Klien dapat mengungkapkan perasaannya tentang seksualitas.

Kriteria evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perasaannya tentang seksualitas

Intervensi : 1). Berikan kesempatan untuk diskusi tentang seksualitas antara pasien dan

orang terdekat. 2). Beri informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual. 3).

Berikan informasi tentang konseling seksual.

6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang

rutinitas pascaoperasi.

Tujuan : Klien mengerti tentang rutinitas pascaoperasi.

Kriteria evaluasi : Klien mengerti tentang rutinitas pascaoperasi, gejala yang harus

dilaporkan kedokter dan perawatan dirumah, serta instruksi evaluasi dan dapat

mendemostrasikan ulang latihan perineum dan perawatan luka insisi.

Intervensi : 1). Instruksikan pada klien untuk menghindari duduk terlalu lama 2).

Lakukan latihan perineal 10 sampai 20 menit tiap jam setelah kateter dilepas. 3).

20
Pertahankan diet dan hindari konsumsi kopi, teh dan cola serta alkohol. 4). Hindari

latihan yang membutuhkan kekuatan otot 5). Hindari aktivitas seksual selama 1 bulan.

6). Instruksikan klien untuk menghindari konstipasi. 7). Ajarkan cara perawatan dan

mengganti balutan.

G. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan komponen dari proses keperawatan untuk mencapai tujuan dan

hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan oleh

perawat secara mandiri atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. Tindakan yang

dilakukan dapat berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi. Dalam pelaksanaan

langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi

rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta

menetapkan strategi tindakan yang akan dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan

tindakan semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap

tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam

pendokumentasian yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan,

tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi

yang dilakukan.

H. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh

diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

(Nursalam, 2001). Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai

tujuan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan dalam mengakhiri rencana

21
tindakan keperawatan ( klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan ), memodifikasi

rencana tindakan keperawatan ( klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan

pertama ), meneruskan rencana tindakan keperawatan ( klien memerlukan waktu yang

lebih lama untuk mencapai tujuan ). Proses evaluasi terdiri dari 2 tahap yaitu tahap

mengukur pencapaian tujuan klien yang terdiri dari komponen kognitif, afektif,

psikomotor, perubahan fungsi tubuh dan gejala. Sedangkan tahap kedua adalah tahap

penentuan keputusan pda tahap evaluasi. Dalam tahap yang kedua ini terdapat 2

komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu proses ( formatif )

dan hasil ( sumatif ).

1). Proses ( formatif )

Fokus evaluasi tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil

kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses baru dilaksanakan segera

setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap

tindakan dan harus dilakukan terus menerus sampai tujuan yang telah dilakukan

tercapai.

2). Hasil ( Sumatif )

Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atas status kesehatan pada akhir tindakan

keperawatan.

Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan :

1. Mengumpulkan data perkembangan pasien.

2. Menafsirkan ( menginteprestasikan ) perkembangan pasien.

3. Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan

menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

22
4. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar norma yang

berlaku.

Seorang perawat harus mampu menafsirkan hasil evaluasi dari masalah keperawatan

klien yaitu sebagai berikut :

1. Tujuan tercapai

Bila klien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan

kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

2. Tujuan tercapai sebagian

Bila klien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari

kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

3. Tujuan tidak tercapai

Bila klien menunjukkan tidak ada perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau

bahkan timbul masalah baru.

23
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada klien benigna

prostat hiperplasia post TUR di lantai IV bedah RSPAD Gatot Soebroto. Dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien tersebut pendekatan yang digunakan adalah

proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pegkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Juli 2007, klien masuk melalui poli klinik bedah.

Selama berobat jalan klien sudah melakukan pemeriksaan rekaman EKG, Spirometri dan

pemeriksaan laboratorium dari hasil pemeriksaan tesebut tidak ada kontraindikasi untuk

anastesi dan pembedahan. Klien dirawat dilantai IV bedah RSPAD Gatot Soebroto

dengan diagnosa medik benigna prostat hiperplasia. Klien masuk perawatan tanggal 5

Juli 2007 dengan nomor register 26-14-38 dan diperoleh data sebagai berikut :

1. Identitas klien

Klien bernama Tn Z, jenis kelamin laki-laki, usia 64 tahun, beragama islam, suku bangsa

Padang, pendidikan SMA, bahasa yang digunakan bahasa Indonesia, pekerjaan Purn.

TNI-AD, alamat Jalan Sisingamangaraja no. 39 Padang, sumber biaya Askes, sumber

informasi diperoleh dari klien dan keluarga.

24
2. Riwayat keperawatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan utama klien saat ini adalah klien mengeluh Bak tidak lampias, nyeri pada saat

Bak, tidak ada faktor pencetus terjadinya keluhan, timbulnya keluhan secara bertahap,

keluhan ini timbul sejak 1 bulan yang lalu setiap kali klien Bak tidak lampias dan urine

menetes setelah berkemih dan untuk mengatasinya klien berobat ke klinik dan terapi.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

Klien ada riwayat alergi makanan yaitu telor karena merasa gatal-gatal dan klien juga

alergi terhadap debu, klien tidak alergi binatang dan obat, tidak ada riwayat kecelakaan.

Klien pernah dirawat di Rumah Sakit Padang 5 tahun yang lalu selama 5 hari dengan

penyakit yang sama, dengan keluhan Bak tidak lampias dan urine keluar tidak lancar.

Klien ada riwayat pemakaian obat prostat, namun klien lupa nama obat tersebut.

c. Riwayat kesehatan keluarga/genogram

Sakit jantung

DM

48 46 44
5 4
0 2

5
5

64 th

3 3 3 2
3 1 0 4
3

25
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal dunia

------------ : tinggal satu rumah

: Menikah

Dari genogram diatas terlihat bahwa ada penyakit keturunan DM terlihat dari bapak

klien yang meninggal karena sakit DM, klien tidak mengingat usia saudara-saudara

klien.

d.Riwayat psikososial dan spiritual

Orang yang terdekat dengan klien adalah istrinya. Pola komunikasi dalam keluarga 2

arah, pembuat keputusan adalah klien. Klien tidak mengikuti kegiatan kemasyarakatan.

Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga cemas dan merasa sedih.

Masalah yang mempengaruhi klien tidak ada. Mekanisme koping terhadap stress adalah

tidur. Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah tentang penyakitnya dan keluarganya.

Harapan setelah menjalani perawatan klien ingin cepat sembuh dan segera pulang

bertemu keluarganya. Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit klien merasa

badannya lemah dan mengalami keterbatasan dalam beraktifitas. Tidak ada nilai-nilai

yang bertentangan dengan kesehatan dan aktivitas agama atau kepercayaan yang

dilakukan adalah sholat 5 waktu dan berdoa.

e. Kondisi lingkungan rumah

Rumah klien jauh dari jalan raya, ventilasi udara baik, cahaya matahari dapat masuk ke

dalam rumah, tidak bising dan jauh dari pabrik.

26
f. Pola kebiasaan

1. Pola nutrisi

Sebelum sakit klien makan 3x/hari, nafsu makan baik, makan habis 1 porsi, tidak ada

makanan yang tidak disukai, klien alergi makanan yaitu telor, tidak ada makanan

pantangan, makanan diet dan tidak ada penggunaan obat-obatan sebelum makan. Klien

tidak menggunakan alat bantu (NGT, dll). Saat ini klien makan 3x/hari, nafsu makan

kurang, makan habis 1/2 porsi, mual (+), muntah (-), tidak ada makanan yang tidak

disukai, klien alergi makanan yaitu telor, tidak ada makanan pantangan, klien diet

makanan biasa (MB), tidak ada penggunaan obat-obatan sebelum makan. Saat ini klien

tidak menggunakan alat bantu (NGT, dll).

2. Pola eliminasi

a. Bak

Bak klien sebelum sakit 5-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak ada

penggunaan alat bantu (kateter, dll). Saat ini klien terpasang kateter sejak tanggal 6 Juli

2007, warna kuning jernih, klien merasa nyeri jika Bak.

b. Bab

Bab klien sebelum sakit 1-2x/hari, warna kuning kecoklatan, waktu tidak tentu,

konsistensi lembek, keluhan tidak ada, dan tidak menggunakan laxatif. Saat ini klien

Bab 1-2x/hari, warna kuning kecoklatan, waktu tidak tentu, konsistensi lembek, tidak

menggunakan laxatif.

27
3. Pola personal hygiene

a. Mandi

Sebelum sakit klien mandi 2x/hari, waktunya pagi dan sore. Saat ini klien mandi

dibantu istrinya dengan cara dilap dengan air hangat, 2x/hari waktunya pagi dan sore.

b.Oral hygiene

Sebelum sakit klien oral hygiene 2x/hari, waktu pagi dan sore hari. Saat ini klien oral

hygiene 2x/hari, pagi dan sore.

c. Cuci rambut

Sebelum sakit klien cuci rambut 3x/minggu. Saat ini klien cuci rambut 1x/minggu.

4. Pola istirahat dan tidur

Sebelum sakit klien tidur siang selama 2 jam/hari. Tidur malam 6-8 jam/hari. Saat ini

klien tidur siang 2 jam/hari. Tidur malam 6-8 jam/hari. Kebiasaan sebelum tidur

adalah berdoa.

5. Pola aktivitas dan latihan

Klien sudah tidak bekerja, suka berolahraga, jenis tenis, frekuensi 3x/minggu, tidak

ada keluhan dalam beraktivitas. Saat ini klien tidak bekerja dan tidak berolah raga.

Tidak ada keluhan dalam beraktivitas dalam pergerakan tubuh.

6. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

Sebelum sakit dan saat ini klien tidak merokok dan tidak minum-minuman

keras/NABZA.

28
3. Pengkajian fisik

a. Pemeriksaan fisik umum

Berat badan klien saat ini 58 kg, sebelum sakit berat badan klien 60 kg, tinggi badan

klien 166 cm. Tekanan darah klien 120/80 MmHg, Nadi 82x/menit, frekuensi nafas

22x/menit, suhu tubuh 37.50C. Keadaan umum sedang, tidak ada pembesaran kelenjar

getah bening.

b. Sistem penglihatan

Posisi mata simetris, kelopak mata normal ( dapat membuka dan menutup ), tidak

ptosis, pergerakan bola mata mengikuti arah datangnya cahaya, konjungtiva ananemis,

kornea tidak keruh, sklera anikterik, pupil isokor, otot-otot mata tidak ada kelainan,

fungsi penglihatan kurang, tidak ada tanda-tanda radang, klien memakai kacamata

yaitu kacamata baca (+2), tidak memakai lensa kontak, reaksi terhadap cahaya baik,

dapat mengikuti arah cahaya.

c. Sistem pendengaran

Daun telinga normal ( tidak sakit saat digerakkan ), letak simetris, tidak ada serumen,

telinga tengah normal, tidak ada cairan dari telinga (nanah/darah, dll), tidak ada

perasaan penuh di telinga, tidak ada tinitus, fungsi pendengaran normal, tidak ada

gangguan keseimbangan, tidak menggunakan alat-alat bantu dengar.

d. Sistem wicara

Klien tidak mengalami kesulitan atau kelainan dalam wicara, bicara jelas dan suara

dapat terdengar dengan baik, tidak ada apasia, dysatria dan aphonia.

e. Sistem pernapasan

Jalan napas klien bersih, tidak ada sesak napas, tidak menggunakan otot-otot bantu

pernapasan, frekuensi 22x/menit, irama teratur, jenis pernapasan spontan, kedalaman

29
dalam, tidak ada batuk dan sputum, tidak ada nyeri saat napas, tidak menggunakan alat

bantu napas.

f. Sistem kardiovaskuler

Nadi klien 82x/menit, irama teratur, denyut kuat, tekanan darah 120/80 mmHg, tidak

ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat, warna kemerahan, pengisian

kapiler <3 detik, tidak ada edema.Kecepatan denyut apical 82x/menit, irama teratur,

tidak ada sakit dada.

g. Sistem hematology

Klien tidak pucat dan tidak ada pendarahan pada gusi, mimisan, ptechie, echimaosis.

h. Sistem saraf pusat

Tingkat kesadaran compos mentis, GCS E = 4, M = 6, V = 5, tidak ada peningkatan

Tekanan Intrakranial ( muntah proyektil, nyeri kepala hebat, papil edema ), tidak ada

gangguan persyarafan ( seperti pelo, kejang, kesemutan), reflek fisiologis normal,

reflek patologis tidak ada.

i. Sistem pencernaan

Gigi klien caries, tidak menggunakan gigi palsu, tidak stomatitis, lidah tidak kotor,

saliva normal, tidak muntah, tidak ada nyeri pada daerah perut warna feses kuning,

konsistensi lembek, hepar tidak teraba, bising usus 12x/mnt, klien kurang nafsu

makan, mual (+), muntah (-).

j. Sistem endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, napas tidak berbau keton, tidak ada luka

gangren.

30
k. Sistem urogenital

Intake cairan 2100 ml/24 jam, output 2000 ml/24 jam, klien mengeluh nyeri pada saat

Bak, urine warna kuning jernih, ada distensi/ ketegangan kandung kemih, tidak ada

keluhan sakit pinggang.

l. Sistem integumen

Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik,

tidak ada luka, tidak ada bekas insisi operasi, tidak ada memar, tidak ada kelainan

pigmen luka bakar dan dekubitus. Tidak ada kelainan kulit, keadaan rambut tekstur

baik, menyebar, kebersihan terjaga.

m. Sistem muskuloskeletal

Tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak sakit pada tulang, sendi, dan kulit, tidak

ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi, tidak ada kelainan struktur tulang

belakang. Keadaan tonus otot baik.

5555 5555

5555 5555

Data tambahan :

Klien telah mengetahui tentang penyakitnya karena telah diberitahu oleh dokter.

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Juni 2007

Hb : 14,5 g/dl (13-18 g/dl)

Ht : 45 % (40-52 %)

31
Eritrosit : 4,8juta/ul (4,3-6,0 juta/ul)

Leukosit :10 900 /ul (4400-11300/ul)

Trombosit : 189000/ul (150.000-400.000/ul)

MCV : 94fl (80-96 fl)

MCH : 30pg (27-32 pg)

MCHC : 32/dl (32-36 g/dl)

Kimia

Ureum : 70 mg/dl (20-50 mg/dl)

Kreatinin : 4,0 mg/dl (0,5-1,5 mg/dl)

Natrium :139 mEq/l (135-145 mEq/l)

Kalium : 3,9 mEq/l (3,5-5,3 mEq/l)

Klorida : 99 mEq/l (97-107 mEq/l)

Glukosa sewaktu : 110 mg/dl (< 140 mg/dl)

Urinalisa

Protein :+ (negatif)

Glukosa :- (negatif)

Bilirubin :- (negatif)

Leukosit :4 (<5/LPB)

Eritrosit : 4-5-6 (<2/LPB)

Kristal :- (negatif)

Torak :- (negatif)

32
Pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Juni 2007

Glukosa puasa :110 (<110 mg/dl)

Glukosa jam 11.00 :102 (<184 mg/dl)

Glukosa jam 17.00 :168 (140 mg/dl)

Pemeriksaan lab tanggal 5 Juni 2007

PSA total : 3,82 mg/ml (,4,0 mg/ml)

5. Penatalaksanaan

Per-oral tanggal 11 Juli 2007.

Ponstan 3x500 mg

Ciprofoxacin 3x500mg

33
6. Resume

Klien bernama Tn.Z, usia 64 tahun, masuk melalui poli klinik bedah RSPAD Gatot

Soebroto pada tanggal 5 Juli 2007 dengan diagnosa medis benigna prostat hiperplasia

dengan keluhan sejak 1 bulan yang lalu klien mengeluh nyeri saat Bak, Bak klien tidak

tuntas/tidak lampias. Tindakan yang dilakukan adalah melakukan rekaman EKG dan

spirometri, mengukur TTV, pemeriksaan darah lengkap Kemudian klien dirawat dilantai

IV bedah dan dilakukan TUR pada tanggal 6 Juli 2007.

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 11 juli 2007 klien mengeluh nyeri pada

saat Bak dengan skala nyeri 4 dan mengeluh tidak lampias saat Bak, klien terpasang

kateter sejak tanggal 6 Juli 2007, daerah pemasangan kateter tidak merah, panas dan

bengkak. Pada saat pemeriksaan fisik ditemukan distensi kandung kemih, klien kurang

nafsu makan, mual (+), muntah (-). Masalah keperawatan yang ditemukan adalah nyeri

akut, risiko infeksi, risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Tindakan yang telah dilakukan adalah mengukur TTV, mengajarkan teknik relaksasi

napas dalam, menganjurkan makan dengan porsi sedikit tetapi sering dalam keadaan

hangat, memberikan obat peroral Ciprofloxacin 3x500 mg, Ponstan 3x500 mg.

Dari ketiga masalah diatas yaitu nyeri akut, risiko infeksi, risiko perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh belum ada yang teratasi sehingga tindakan keperawatan

dilanjutkan kembali.

34
7. Data fokus

Data Subjektif :

Klien mengeluh nyeri saat Bak dengan skala nyeri 4, Klien mengatakan terpasang

kateter sejak tanggal 6 Juli 2007, Klien mengatakan makan habis ½ porsi, nafsu makan

berkurang, mual(+), muntah (-)

Data Objektif :

Klien terlihat distensi kandung kemih

Kandung kemih klien terasa nyeri jika ditekan

Klien tampak meringis kesakitan pada saat Bak

Klien post TUR hari ke-6

TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 82x/mnt, Sh :37,5 0 c, RR : 22x/mnt

Klien terpasang kateter sejak tanggal 6 Juli 2007, daerah pemasangan kateter tidak

merah, panas, dan bengkak.

Urine keluar dengan lancar, warna urine kuning jernih

mukosa bibir klien lembab

Klien tampak menghabiskan makan ½ porsi

BB sebelum sakit 60 kg, BB saat ini 58 kg, TB : 166 cm

leukosit : 10 900/ul

Terapi :

Ponstan 3x500 mg

Ciprofoxacin 3x500mg

35
8. Analisa data

NO DATA PROBLEM ETIOLOGI


1 DS : Nyeri akut Distensi kandung

Klien mengeluh nyeri saat Bak dengan skala kemih sekunder

nyeri 4. terhadap

DO : pembesaran

- Klien mengalami distensi kandung kemih prostat

- Kandung kemih klien terasa nyeri jika

ditekan

- Klien tampak meringis kesakitan pada saat

Bak

- Klien post TUR hari ke-6

- TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 82x/mnt, Sh

:37,5 0 c, RR : 22x/mnt
2 DS : Risiko Masuknya

Klien mengatakan terpasang kateter sejak Infeksi mikroorganisme

tanggal 6 Juli 2007 sekunder

DO : terhadap saluran

- Klien terpasang kateter sejak tanggal 6 Juli invasif

2007, daerah pemasangan kateter tidak pemasangan

merah, panas, dan bengkak. kateter

- Urine keluar dengan lancar, warna urine

kuning jernih

- leukosit : 10 900/ul
3 DS : Risiko Intake yang tidak

36
Klien mengatakan makan habis ½ porsi, perubahan adekuat sekunder

nafsu makan berkurang, mual(+),muntah (-) nutrisi terhadap

DO : kurang dari anoreksia, mual,

- mukosa bibir klien lembab kebutuhan muntah

- Klien tampak menghabiskan makan ½ tubuh

porsi.

- BB sebelum sakit 60 kg, BB saat ini 58 kg,

TB : 166 cm

B. Diagnosa keperawatan

Setelah data dianalisa, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tanggal

sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih sekunder terhadap

pembesaran prostat.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap

saluran invasif pemasangan kateter.

3. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat sekunder terhadap anoreksia, mual, muntah..

C. Perencanaan,Pelaksanaan dan Evaluasi

37
Setelah diagnosa keperawatan ditetapkan selanjutnya penilis membuat perencanaan

dilanjutkan dengan pelaksanaan dan evaluasi untuk setiap diagnosa sesuai dengan

prioritas masalah sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih sekunder terhadap

pembesaran prostat.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

nyeri hilang atau terkontrol.

Kriteria evaluasi : 1). Klien mengatakan nyeri hilang atau terkontrol. 2). Skala

nyeri berkurang secara bertahap 3). Klien tampak rileks dan nyaman. 4). Klien dapat

mendemonstrasikan teknik relaksasi napas dalam. 5). TTV dalam batas normal : TD :

110/70 mmHg-120/80 mmHg, Sh : 36-37 0 C, N : 80-88x/mnt, RR : 16-24x/mnt.

Intervensi : 1). Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam terutama nadi dan tekanan darah.

2). Kaji nyeri, perhatikan lokasi,intensitas ( skala (0-10 ), lamanya dan faktor pencetus.

3). Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen. 4). Pertahankan tirah

baring bila diindikasikan. 5). Bantu klien dalam melakukan posisi nyaman ( semi fowler,

posisi terlentang atau tanpa meninggikan kepala ). 6). Ajarkan teknik relaksasi napas

dalam dengan cara menarik napas melalui hidung tahan 2-3 detik buang melalui mulut..

7). kolaborasi dengan pemberian obat obat peroral Ponstan 3x500mg tiap 8 jam atau

pada pukul 07.00 wib, pukul 15.00 wib dan pukul 23.00 wib sesuai program.

Implementasi.

38
Rabu, 11 Juli 2007

Pkl 06.00 mengukur TTV klien, S= 37,5 0C,N= 82 x/mnt, RR=22 x/mnt, TD=120/80

mmHg. Pkl 07.00 memberikan klien obat oral Ponstan 1x500 mg, obat masuk per oral,

klien tidak mual atau muntah. Pkl 08.30 mengkaji skala nyeri klien, klien mengeluh

nyeri dengan skala nyeri 4. Pkl 08.45 mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam,

klien melakukannya dan merasa lebih nyaman. Pkl 14.00 mengukur TTV klien, TD=

110/70 mmHg, S=36 0C, RR=20 x/mnt, N-= 80x/mnt. Pkl 15.00 memberikan klien obat

oral Ponstan 1x500 mg, obat masuk per oral, klien tidak mual atau muntah. Pkl 15.30

membantu klien untuk mencari posisi nyaman saat tidur, klien tidur dalam posisi

terlentang dan merasa lebih nyaman. Pkl 21.00 mengukur TTV klien,:S= 36,5 0C,N= 80

x/mnt, RR=20 x/mnt, TD=110/70 mmHg. Pkl 23.00 memberikan klien obat oral Ponstan

1x500 mg, obat masuk peroral, klien tidak mual atau muntah. Pkl 23.15 menganjurkan

klien untuk tidur dalam posisi terlentang, klien merasa nyaman.

Kamis, 12 Juli 2007

Pkl 06.00 mengukur TTV klien, S= 36,7 0C,N= 92 x/mnt, RR=22 x/mnt, TD=120/80

mmHg. Pkl 07.00 memberikan klien obat oral Ponstan 1x500 mg, obat masuk per oral,

klien tidak mual atau muntah.Pkl 08. 00 mengkaji skala nyeri klien, klien mengeluh

nyeri, dengan skala nyeri 4. Pkl 08.15 mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam,

klien merasa rileks. Pkl 14.00 mengukur TTV klien, TD= 100/60 mmHg, S=36,5 0C,

RR=20 x/mnt, N-= 88x/mnt. Pkl 15.00 memberikan klien obat oral Ponstan 1x500 mg,

obat masuk per oral, klien tidak mual atau muntah. Pkl 21.00 mengukur TTV klien, S=

36 0C,N= 88 x/mnt, RR=18 x/mnt, TD=120/80 mmHg. Pkl 23.00 memberikan klien

39
obat oral Ponstan 1x500 mg, obat masuk peroral, klien tidak mual atau muntah. Pkl

23.15 menganjurkan klien untuk tidur dalam posisi terlentang, klien merasa nyaman.

Jumat, 13 Juli 2007

Pkl 06.00 mengukur TTV klien, S= 37,2 0C, N= 90 x/mnt, RR=20 x/mnt, TD =110/80

mmHg. Pkl 07.00 memberikan klien obat oral Ponstan 1x500 mg, obat masuk per oral,

klien tidak mual atau muntah. Pkl 08.15 mengkaji skala nyeri klien, klien mengeluh

nyeri dengan skala nyeri 3. Pkl 08.30 mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam,

klien melakukannya dan merasa lebih nyaman. Pkl 15.00 memberikan klien obat oral

Ponstan 1x500 mg,: obat masuk per oral, klien tidak mual atau muntah.

Evaluasi

Jumat, 13 Juli 2007

S : Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3 dan nyeri jarang timbul pada

saat Bak.

O : Klien tampak rileks, TTV : klien, S= 36,2 0C, N= 90 x/mnt, RR=20 x/mnt, TD

=110/80 mmHg, klien dapat mendemonstrasikan tekhnik relaksasi napas dalam.

A : Tujuan tercapai, masalah teratasi.

P : tindakan keperawatan dihentikan, klien diperbolehkan pulang oleh dokter.

2. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan masuknya M.O. sekunder terhadap

saluran invasif pemasangan kateter.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi

tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan kateter.

40
Kriteria evaluasi : 1). Tidak ada tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan kateter
o
2). TTV dalam batas normal,terutama :sh :36 C. 3). Klten mengatakan daerah

pemasangan kateter tidak merah, panas dan bengkak. 4). Leukosit dalam batas normal

(4400-11300/ul). 5). Urine berwarna kuning jernih, tidak ada tanda-tanda perdarahan.

Intervensi : 1). Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam terutama suhu. 2). Observasi

tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan kateter 3). Lakukan perawatan kateter

secara septik dan aseptic.). 4). Kolaborasi dengan pemberian obat peroral Ciprofloxacin

3x500mg tiap 8 jam atau pada pukul 07.00 wib, pukul 15.00 wib dan pukul 23.00 wib

sesuai program.

Implementasi.

Rabu, 11 Juli 2007

Pkl 06.00 mengukur TTV klien, S= 37,5 0C,N= 82 x/mnt, RR=22 x/mnt, TD=120/80

mmHg. Pkl 07.00 memberikan klien obat oral Ciprofloxacin 1x500 mg, obat masuk

peroral, klien tidak mual dan muntah.Pkl 10.00 mengkaji daerah pemasangan kateter,

daerah pemasangan kateter tidak merah, panas dan bengkak. Pkl 10.30 melakukan

perawatan kateter secara septik dan antiseptik, daerah pemasangan kateter tidak merah,

panas dan bengkak. Pkl 14.00 mengukur TTV klien, TD= 110/70 mmHg, S=36 0C,

RR=20 x/mnt, N-= 80x/mnt. Pkl 15.00 memberikan klien obat oral Ciprofloxacin 1x500

mg, obat masuk peroral, klien tidak mual dan muntah. Pkl 21.00 mengukur TTV
0
klien,:S= 36,5 C,N= 80 x/mnt, RR=20 x/mnt, TD=110/70 mmHg. Pkl 23.00

memberikan klien obat oral Ciprofloxacin 1x500 mg, obat masuk peroral, klien tidak

mual dan muntah

41
Kamis, 12 Juli 2007

Pkl 06.00 mengukur TTV klien, S= 36,7 0C,N= 92 x/mnt, RR=22 x/mnt, TD=120/80

mmHg. Pkl 07.00 memberikan klien obat oral Cipofloxacin 1x500 mg, obat masuk per

oral, klien tidak mual atau muntah. Pkl 10.00 mengkaji daerah pemasangan kateter,

daerah pemasangan kateter tidak merah, panas dan bengkak. Pkl 14.00 mengukur TTV

klien, TD= 100/60 mmHg, S=36,5 0C, RR=20 x/mnt, N-= 88x/mnt. Pkl 15.00

memberikan klien obat oral Ciprofloxacin 1x500 mg, obat masuk peroral, klien tidak

mual dan muntah. Pkl 15.30 melepas kateter, daerah bekas pemasangan tidak merah,

panas dan bengkak. Pkl 21.00 mengukur TTV klien, S= 36 0C, N= 88 x/mnt, RR=18

x/mnt, TD=120/80 mmHg. Pkl 23.00 memberikan klien obat oral Ciprofloxacin 1x500

mg, obat masuk peroral, klien tidak mual dan muntah

Jumat, 13 Juli 2007

Pkl 06.00 mengukur TTV klien, S= 37,2 0C, N= 90 x/mnt, RR=20 x/mnt, TD =110/80

mmHg. Pkl 07.00 memberikan klien obat oral Ciprofloxacin1x500 mg, obat masuk per

oral, klien tidak mual atau muntah. Pkl 11.00 mengobservasi daerah bekas pemasangan

kateter, daerah bekas pemasangan kateter tidak merah, panas dan bengkak. Pkl 15.00

memberikan klien obat oral Ciprofloxacin 1x500 mg, obat masuk peroral, klien tidak

mual dan muntah.

42
Evaluasi

Jumat, 13 Juli 2007

S : Klien mengatakan daerah bekas pemasangan kateter tidak merah, panas dan bengkak.

O : Daerah bekas pemasangan kateter tidak merah, panas dan bengkak TTV : klien, S=

36,2 0C, N= 90 x/mnt, RR=20 x/mnt, TD =110/80 mmHg, leukosit klien 10.900 /ul,

kateter dilepas pada tanggal 12 Juli 2007.

A : Tujuan tercapai, masalah teratasi.

P : tindakan keperawatan dihentikan, klien diperbolehkan pulang oleh dokter.

3. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat sekunder terhadap anoreksia, mual, muntah.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi

klien terpenuhi.

Kriteria evaluasi : 1). Klien mengatakan tidak mual dan nafsu makan bertambah. 2).

Klien tampak menghabiskan makan 1 porsi. 3). Berat badan klien meningkat 0,2-05

kg/minggu secara bertahap.

Intervensi : 1). Kaji distensi abdomen 2). Hitung pemasukan kalori 3). Timbang berat

badan sesuai indikasi 4). Berikan porsi makan sedikit tetapi sering dalam keadaan hangat

5). Kolaborasi pemeriksaan darah Curve setiap 2x seminggu atau pada hari senin dan

kamis sesuai indikasi.

Implementasi

Rabu, 11 Juli 2007

43
Pkl. 06.30 memberikan makan pagi, klien menghabiskan makan ½ porsi mual (+),

muntah (-). Pkl 10.00 memberikan ekstra snack, klien menghabiskan 1/2 kue dan 1 gelas

teh manis. Pkl 12.30 memberikan makan siang,klien menghabiskan makan ½ porsi

mual (+), muntah (-).Pkl 13.30 menimbang berat badan klien, BB klien 58 kg. Pkl 17.00

memberikan makan sore, kien menghabiskan makan ½ porsi mual (+), muntah (-).

Kamis, 12 juli 2007

Pkl 05.00 mengambil darah untuk pemeriksaan darah Curve, darah diambil 1,5 cc,

daerah bekas penusukan tidak ada tanda-tanda perdarahan. Pkl. 06.30 memberikan

makan pagi, klien menghabiskan makan ½ porsi mual (+), muntah (-). Pkl 10.00

memberikan ekstra snack, klien menghabiskan 1/2 kue dan 1 gelas teh manis. Pkl 11.00

mengambil darah untuk pemeriksaan darah Curve, darah diambil 1,5 cc, daerah bekas

penusukan tidak ada tanda-tanda perdarahan. Pkl 12.30 memberikan makan siang,klien

menghabiskan makan 3/4 porsi mual (-), muntah (-).Pkl 17.00 mengambil darah untuk

pemeriksaan darah Curve, darah diambil 1,5 cc, daerah bekas penusukan tidak ada

tanda-tanda perdarahan. Pkl 17.15 memberikan makan sore, kien menghabiskan makan

3/4 porsi mual (-), muntah (-)

Jumat, 13 juli 2007

Pkl. 06.30 memberikan makan pagi, klien menghabiskan makan 1 porsi mual (-),

muntah (-). Pkl 10.00 memberikan ekstra snack, klien menghabiskan kue dan 1 gelas teh

manis. Pkl 12.30 memberikan makan siang,klien menghabiskan makan 1 porsi mual (-),

muntah (-). Pkl 13.00 menganjurkan klien untuk memantau pemasukan kalori sesuai diit

yang telah diindikasikan oleh dokter.

44
Evaluasi

Jumat, 13 Juli 2007

S : Klien mengatakan makan habis 1 porsi mual (-), muntah (-) dan nafsu makan

bertambah.

O : Klien tampak menghabiskan makan 1 porsi, berat badan tidak terkaji karena klien

pulang.

A : Tujuan tercapai , masalah teratasi.

P : tindakan keperawatan dihentikan, klien diperbolehkan pulang oleh dokter.

45
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus

meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pada tahap pengkajian antara teori dan kasus ditemukan adanya kesenjangan. Pada teori

ditemukan nokturia ( bangun tengah malam untuk berkemih ), sering berkemih anyang-

anyangan, abdomen tegang, pancaran urine menurun dan harus mengejan saat berkemih,

aliran urine tidak lancar, dribling ( urine menetes terus setelah berkemih ), rasa seperti

kandung kemih tidak kosong dengan baik, retensi urine akut ( bila lebih dari 60 ml urine

tetap berada dalam kandung kemih setelah berkemih ), anoreksia, mual dan muntah,

nyeri pinggang, nyeri punggung, penurunan berat badan dan penurunan libido seksual.

Sedangkan pada kasus tidak ditemukan retensi urine karena klien dilakukan TUR pada

tanggal 6 Juli 2007 dan terpasang kateter, urine mengalir dengan lancar, warna urine

kuning jernih dan ketika ingin dioperasi klien juga mendapat informasi tentang tindakan

TUR yang dilakukan. Pada saat pengkajian klien tidak ditemukan adanya tanda-tanda

dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis, pada penurunan libido

46
seksual tidak ditemukan karena klien sudah menerima akibat dari penyakit tersebut dan

tindakan TUR yang dilakukan, dan keluarga juga mendukungnya.

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan Tn. Z adalah pemeriksaan darah lengkap,

kimia darah, urinalisa dan pemeriksaan PSA. Pemeriksaan yang tidak terdapat pada teori

tetapi terdapat pada kasus adalah pemeriksaan darah curve ( gula darah harian ).

Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengetahui kadar gula darah dalam tubuh klien

karena klien pernah mengalami peningkatan gula darah dan klien mempunyai faktor

keturunan DM dari bapak klien.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada teori ditemukan 6 diagnosa keperawatan post TUR,

sedangkan pada kasus hanya ditemukan 3 diagnosa keperawatan. Untuk diagnosa

Preoperatif tidak diangkat karena klien telah dilakukan tindakan TUR pada tanggal 6 Juli

2007.

Diagnosa yang ditemukan pada teori tetapi tidak ditemukan pada kasus adalah sebagai

berikut :

1. Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan reseksi pembedahan dan

irigasi kandung kemih tidak diangkat karena tidak ada data yang mendukung untuk

mengangkat diagnosa tersebut.

2. Potensial kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah

berlebihan tidak diangkat karena klien cukup memenuhi kebutuhan intakenya, seperti

minum 2000-2500 ml/hari, mukosa bibir klien lembab turgor kulit elastis.

47
3. Disfungsional seksual yang berhubungan dengan perubahan pola seksual tidak

diangkat karena tidak ada data yang mendukung untuk diagnosa tersebut, dan klien serta

keluarga sudah menerima segala risiko dari pelaksanaan TUR termasuk perubahan

fungsi seksual klien terhadap istrinya.

4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang rutinitas

pascaoperasi tidak diangkat karena klien dan keluarga telah mendapatkan penjelasan

tentang penyakitnya dan tindakan operasi oleh dokter dan perawat ruangan.

Sedangkan diagnosa yang ditemukan pada kasus tetapi tidak ditemukan pada teori

adalah :

1. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat, diagnosa ini diangkat karena klien kurang nafsu makan, klien hanya

menghabiskan makan ½ porsi, mual (+), muntah (-).

C. Perencanaan

Menurut teori langkah-langkah perencanaan meliputi prioritas masalah, menetapkan

tujuan dan kriteria evaluasi serta menyusun rencana tindakan. Prioritas masalah pada

kasus berbeda dengan teori. Pada kasus masalah yang penulis prioritaskan pertama

adalah nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih karena klien mengeluh nyeri

saat Bak dengan skala nyeri 4, klien mengalami distensi kandung kemih. Untuk itu klien

perlu diajarkan teknik manajemen mengurangi nyeri. Prioritas kedua yaitu risiko infeksi

berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap saluran invasif

dikarenakan klien terpasang kateter sejak tanggal 6 Juli 2007, dan daerah pemasangan

kateter tidak merah, panas dan bengkak. Untuk itu perlu dilakukan perawatan kateter

48
secara septik dan antiseptik. Prioritas ke tiga yaitu risiko perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dikarenakan klien

kurang nafsu makan, mual (+), muntah (-), makan habis ½ porsi. untuk itu asupan

nutrisi klien perlu dipantau.

Pada penetapan tujuan, juga ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus, pada

teori tidak ada batasan waktu dalam mengatasi masalah , sedangkan pada kasus penulis

menetapkan batasan waktu sebagai patokan dalam mengukur pencapaian tujuan akhir.

Pada kasus untuk mencapai tujuan terhadap masalah klien ditetapkan dengan 3x24 jam

karena penulis diberikan kesempatan memberikan asuhan keperawatan selama 3 hari.

Hal ini berdampak pula pada penetapan kriteria disesuaikan dengan waktu yang

diberikan dalam memberikan asuhan keperawatan.

Pada perencanaan tindakan pada kasus dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan

dalam menyusun rencana tindakan disusun secara sistematis, operasional, agar rencana

tinadakan yang dbuat dapat ditindaklanjuti oleh perawat dinas sore dan dinas pagi.

Dalam perencanaan penulis tidak mengalami hambatan karena setiap rencana disusun

sesuai kondisi klien dan mengacu pada teori.

D. Pelaksanaan

Pada pelaksanaan tidak semua rencana tindakan dapat dilaksanakan sesuai rencana yang

disusun, karena penulis hanya berdinas selama 8 jam dalam 1 kali shift. Untuk

mengatasinya maka tindakan keperawatan tersebut didelegasikan kepada perawat

ruangan sehingga pelaksanaannya dapat berkelanjutan. Semua tindakan yang telah

dilakukan oleh penulis maupun perawat ruangan serta respon klien terhadap tindakan

49
langsung didokumentasikan di catatan keperawatan yang mencakup waktu, tindakan,

serta respon klien juga tidak lupa tanda tangan perawat yang melakukan tindakan

sebagai aspek legal pendokumentasian. Namun dalam pendokumentasian diruangan

masih terdapat kekurangan yaitu pada catatan keperawatan belum dicantumkan kolom-

kolom seperti nomor diagnosa keperawatan, tanggal dan waktu pelaksanaan, jenis

tindakan dan respon klien serta tanda tangan perawat yang melakukan secara lengkap.

Faktor pendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien adalah sikap klien

yang sangat kooperatif dan mau bekerjasama apabila penulis hendak melakukan

tindakan keperawatan pada klien.

E. Evaluasi

Setelah melakukan tindakan keperawatan maka penulis melakukan evaluasi terhadap

diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien, penulis melakukan evaluasi setelah

melakukan implementasi selama 2x24 jam, bukan 3x24 jam dikarenakan klien

diperbolehkan pulang pada tanggal 13 Juli 2007. Dari ketiga diagnosa keperawatan yang

ditemukan pada klien, semua masalah dapat teratasi.

50
BAB V

PENUTUP

Pada bab ini penulis akan menyimpulkan hasil pembahasan yang telah dilakukan. Untuk

selanjutnya memberikan masukan berupa saran yang nantinya dapat bermanfaat bagi

rumah sakit.perawat, klien dan keluarga.

A. Kesimpulan

Setelah memberikan asuhan keperawatan dan melakukan pembahasan antara teori dan

kasus maka penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada pengkajian, ditemukan adanya perbedaan antara teori dan kasus pada tanda dan

gejala serta pemeriksaan diagnostik yang dilakukan, hal ini disebabkan respon setiap

orang berbeda terhadap penyakit, tergantung keparahan dan daya tahan tubuh klien itu

sendiri.

51
2. Pada diagnosa keperawatan, juga ditemukan adanya perbedaan antara teori dan kasus.

Diagnosa yang diangkat pada kasus disesuaikan dengan respon klien saat ini, sehingga

perbedaan antara teori dan kasus dapat dipahami.

3. Pada perencanaan, ditemukan adanya perbedaan antara teori dan kasus, yaitu pada

teori belum ada batasan waktu dan SMART sedangkan pada kasus sudah terdapat

batasan waktu dan SMART.

4. Pada pelaksanaan tidak semua rencana tindakan yang dibuat oleh penulis dapat

dilakukan sehingga penulis mendelegasikannya pada perawat ruangan, juga masih

belum sempurnanya dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.

5. Evaluasi, pada evaluasi kasus dari 3 diagnosa keperawatan yang diangkat, semua

masalah dapat teratasi. .

B. Saran

Setelah penulis menguraikan dan menyimpulkan, penulis dapat mengidentifikasi

kelebihan dan kekurangan yang ada,maka selanjutnya penulis akan menyampaikan saran

yang ditunjukkan pada perawat ruangan, klien, dan keluarga sebagai berikut :

1. Untuk perawat ruangan agar dapat terus memberikan asuhan keperawatan sesuai

dengan standar keperawatan dan agar pendokumentasian tindakan keperawatan

diharapkan dicatat dengan baik sesuai dengan tindakan keperawatan yang diberikan.

52
2. Untuk klien, agar mempertahankan sikap kooperatif dan mau bekerjasama dengan

perawat demi kelancaran pemberian asuhan keperawatan yang optimal..

53

Вам также может понравиться