Вы находитесь на странице: 1из 20

KASUS

Seorang anak usia 9 tahun bernama A duduk dibangku sekolah dasar. An. A
mempunyai fisik yang yang besar dan tinggi dibandingkan teman teman sekolahnya. Orang tua
sang anak, ayah dan ibu bekerja sebagai pengusaha swasta, sehingga anak lebih sering tinggal
di rumah bersama asisten rumah tangganya.
Keluarga sering sekali bergonta ganti asisten rumah tangga dengan alasan tidak
sanggup merawat anak A. Menurut laporan ART sebelumnya An. A suka berlarian keliling
rumah dan suka melempar mainan nya tanpa memainkan mainan tersebut. Keluhan ini tidak
hanya datang dari asisten rumah tangga keluarga tersebut, namun juga datang dari tetangga dan
guru guru di sekolah nya.
Guru disekolah melaporkan bahwa anak A tidak dapat mengikuti perintah
gurunya untuk duduk di kelas selama pelajaran berlangsung, anak cenderung mengacuhkan
perintah dan mengganggu teman temannya yang sedang belajar. Sang anak sering kali tidak
suka dan menolak dalam mengerjakan ujian sekolah. Mendengar keluhan ini , orang tua si anak
khawatir akan kondisi anaknya dan membawa si anak ke psikolog.

DAFTAR MASALAH
1. Selalu bergerak tidak mau diam ( hiperkinetik )
2. Tidak mau mengikuti perintah langsung maupun tidak langsung
3. Sering menghindari kegiatan kegiatan dengan konsentrasi tinggi seperti ujian sekolah
4. Mengalami kesulitan untuk mempertahankan perhatian
5. Mudah teralihkan perhatiannya oleh stimulus eksternal

KRITERIA DIAGNOSIS
Menurut DSM IV-TR
■ Seringkali mengalami kesulitan untuk mempertahankan perhatian dalam melakukan
tugas tanggung jawabnya atau dalam kegiatan bermain
■ Seringkali tampak tidak mendengarkan (acih) pada waktu diajak berbicara
■ Seringkali tidak mampu mengikuti aturan atau instruksi dan gagal dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolah, kegiatan sehari-hari atau pekerjaan ditempat kerja
(tidak disebabkan oleh karena gangguan perilaku menentang atau kesulitan untuk
memahami instruksi)
■ Mudah teralih perhatiannya oleh stimulus yang datang dari luar
■ Seringkali mengalami kesulitan dalam mengoraganisasikan tugas tanggung jawabnya
atau aktivitas-aktivitasnya
■ Seringkali menghindar, tidak suka atau menolak dalam kegiatan-kegiatan yang
memerlukan konsentrasi yang lama seperti dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
■ Aksis I : F 90.1 Gangguan tingkah laku Hiperkinetik
■ Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
■ Aksis III : Tidak ada
■ Aksis IV : Masalah dengan “Primary Support Group”
■ Aksis V : Skor GAF saat ini 80-71

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku
yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Gejala intinya meliputi
tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta kemampuan
mengumpulkan perhatian yang terganggu. Anak dan remaja yang menderita gangguan
tersebut akan sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang ada sehingga
mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang dewasa maupun
teman sebayanya. Mereka sering gagal mencapai potensinya dan memiliki banyak
kesulitan komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan belajar spesifik dan
gangguan perilaku serta emosional lainnya (Sign, 2009).
Definisi terbaru dari ADHD pada edisi keempat Diagnostik dan Statistik Manual
of Mental Disorders (DSM-IV; American Psychiatric Association, 1994) membedakan
antara subtipe diagnostik ditandai dengan tingkat maladaptif dari kedua kurangnya
perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas (tipe gabungan), maladaptif tingkat
kurangnya perhatian saja (tipe terutama lalai), dan tingkat maladaptif dari
hiperaktivitas-impulsivitas sendirian (tipe hiperaktif-impulsif dominan).

B. Epidemiologi
Prevalensi yang dilaporkan pada anak yang mengalami ADHD bervariasi dari 2
sampai 18 persen, tergantung pada kriteria diagnostik dan populasi yang dipelajari
(Barabaresi et al., 2004; Froechlich et al., 2007). Prevalensi ADHD pada anak usia
sekolah adalah 8 - 10 persen, hal tersebut menjadikan ADHD sebagai salah satu
gangguan yang paling umum pada masa kanak-kanak (Pliszka, 2007; Merikangas et al,
2007)
Rasio ADHD pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan yaitu 4:1
( untuk ADHD yang didominasi oleh hiperaktif) dan 2:1 (untuk ADHD yang
didominasi oleh inatensi/kesulitan dalam memusatkan perhatian) (Green et al, 1999).
Hasil survey yang dilakukan oleh National Survey of Children’s Health (NSCH) ada
tahun 2007, prevalensi ADHD untuk anak laki-laki adalah 13,2 % dan pada anak
perempuan 5,6 % (CDC, 2010). Di Inggris, survei dari 10.438 anak-anak antara usia 5
dan 15 tahun menemukan bahwa 3,62% dari anak laki-laki dan 0,85% anak perempuan
telah ADHD (Ford dkk, 2003).

2
C. Etiologi
Menurut Philips et al (2007), etiologi ADHD melibatkan saling keterkaitan antara
faktor genetik dan lingkungan .
1. Pengaruh genetik
Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat. Twin studi
menunjukkan bahwa sekitar 75% dari variasi gejala ADHD di dalam populasi
adalah karena faktor genetik (heritabilitas perkiraan 0,7-0,8). Pengaruh genetik
tampaknya mempengaruhi distribusi gejala ADHD di seluruh penduduk dan bukan
hanya dalam kelompok sub klinis.
2. Pengaruh lingkungan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan otak saat perinatal dan
anak usia dini berhubungan dengan peningkatan risiko ADHD tanpa gangguan
hiperaktif. Faktor biologis yang berpengaruh terhadap ADHD yaitu ibu yang
merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi heroin selama kehamilan;
berat lahir sangat rendah dan hipoksia janin; cedera otak; dan terkena racun. Faktor
risiko tidak bertindak dalam isolasi, tapi berinteraksi satu sama lain. Sebagai
contoh, risiko ADHD terkait dengan konsumsi alkohol ibu pada kehamilan
mungkin lebih kuat pada anak-anak dengan gen transporter dopamin.
Hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, 2003 (dalam
MIF Baihaqi &Sugiarmin, 2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor
yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD :
a. Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor
penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota
keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jika orang tua mengalami ADHD,
maka anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah
satu mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami
ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul
genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD. Dengan
demikian temuan-temun dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen
tertentu menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan keturunan.
b. Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa

3
terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul
pada kerusakan fungsi lobus prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan pada
anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus
prefrontal. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi
tinggi)menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi
korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks
serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini berhubungan
dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan organisasi respons.
Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri yang serupa dengan ciri-ciri
pada ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih
kecil dibanding anak yang tidak ADHD.

D. Diagnosis
Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui gejala di
bawah ini :
1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD) atau 6 tahun (HKD)
2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, misal : rumah, sekolah, lingkungan
sosial)
4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan
5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya ( misal : gangguan perkembangan
pervasif, skizofrenia, gangguan psikotik lainnya, depresi atau anxietas)
6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial,
delinquency/ kenakalan, dan peningkatan resiko kecelakaan lalulintas pada
remaja. Sebagai tambahan, dapat pula timbul pengaruh yang dramatis di
kehidupan keluarga
Kriteria diagnosis ADHD and HKD telah diubah dengan masing-masing
revisinya di DSM-IV-TR dan ICD10. Mungkin akan ada revisi kriteria selanjutnya
untuk menunjukkan permasalahan yang menonjol seperti subtipe gangguan, usia onset
dan aplikabilitas kriteria melewati batas kehidupan. Kriteria DSM IV dan ICD-10 saat
ini sama, dengan perbedaan secara primer pada derajat beratnya gejala dan
pervasiveness.
1. DSM membagi kriteria menjadi 2 : inatentif dan hiperaktif impulsif. Enam dari 9
gejala di tiap seksi harus terdapat ‘tipe kombinasi’ dari diagnosis ADHD. Jika gejala

4
tidak mencukupi untuk diagnosis kombinasi, maka tersedia diagnosis untuk
predominan (ADHDI) dan hiperaktif (ADHD-H). Gejalanya juga harus : kronis
(selama 6 bulan), maladaptif, gangguan secara fungsional pada 2 atau lebih konteks,
inkonsisten dengan tingkat perkembangan dan berbeda dengan gangguan mental
lainnya. Jadi DSM disini mengidentifikasi 3 subtipe ADHD: tipe predominan
inatentif (gejala khas inatensi namun tidak hiperaktivitas/impulsivitas); tipe
predominan hiperaktif impulsif (gejala khas hiperaktivitas/impulsivitas) namun
tidak inatensi); dan tipe kombinasi (yang tanda gejalanya inatensi dan
hiperaktivitas/impulsivitas).
2. ICD menggunakan nomenklatur yang berbeda; Gejala-gejala yang sama
dideskripsikan sebagai bagian dari kelompok gangguan hiperkinetik masa kanak,
dan harus ada inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas; jadi hanya
mengkualifikasikan ADHD ‘tipe kombinasi’.
Kriteria diagnosis ICD bersifat lebih terbatas : gejalanya harus ditemukan
semua pada lebih dari 1 konteks. Lebih jauh lagi, ada kriteria eksklusi yang sangat
terbatas : sedangkan gangguan psikiatrik penyerta yang ada diperbolehkan berdasarkan
DSM-IV-TR, diagnosis gangguan hiperkinetik tidak dibuat jika kriteria untuk
gangguan tertentu lainnya, meliputi keadaaan anietas ditemukan-kecuali jika gangguan
hiperkinetik ini merupakan tambahan dari gangguan lainnya.
Maka dari itu gangguan hiperkinetik (ICD-10) menggambarkan suatu
kelompok yang membentuk subkelompok berat dari subtipe ADHD kombinasi milik
DSM-IV-TR. Gangguan hiperkinetik lebih jauh lagi dibagi menjadi gangguan
hiperkinetik dengan atau tanpa gangguan konduksi (gangguan tingkah laku).
Table 1. Kriteria DSM-IV-TR untuk attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
A. Salah satu (1) atau (2)
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam (atau lebih) gejala
inatensi berikut telah menetap seama sekurang-kurangnya 6 bulan
bahkan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan
tingkat perkembangan.
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan
tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas
lainnya.
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian
terhadap tugas atau aktivitas bermain.
c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara langsung
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas
sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena
perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi)

5
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam
tugas yang memiliki usaha mental yang lama ( seperti tugas disekolah
dan pekerjaan rumah)
g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk
tugas atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun
peralatan)
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuladir dari luar.
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperkativitas-
implusivitas berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam
bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan.
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di
tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau di dalam situasi yang
diharapkan anak tetap duduk
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang
tidak tepat (pada remaja mungkin terbatas pada perasaan subyektif
kegelisahan)
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu
luang secara tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau seakan-akan “didorong oleh sebuah
gerakan”
f. Sering berbicara berlebihan Impusivitas
g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum
pertanyaan selesai
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misalnya : memotong
masuk ke percakapan atau permainan)
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan
gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam 2 (dua) atau lebih situasi
(misalnya disekolah atau pekerjaan di rumah)
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan
E. Gejala tidak semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif,
skizopfrenia atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan
mantal lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau
gangguan kepribadian)
Adapted from Diagnostic and Statistical Manual of Psychiatric Disorders DSM-IV-TR (2000)
with permission from the American Psychiatric Association.

6
Table 2. Kriteria ICD-10 untuk gangguan hiperkinetik
1. Kekurangan perhatian - Setidaknya enam gejala perhatian telah
berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif
dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:
a. Sering gagal untuk memberikan perhatian dekat dengan rincian,
atau membuat kesalahan ceroboh dalam pekerjaan sekolah
b. pekerjaan atau kegiatan lain
c. Sering gagal mempertahankan perhatian dalam tugas-tugas atau
kegiatan bermain
d. Sering tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan
kepadanya
e. Sering gagal menindaklanjuti instruksi atau untuk
menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau tugas di tempat kerja
(bukan karena perilaku oposisi atau kegagalan untuk memahami
instruksi)
f. Apakah sering terganggu dalam mengatur tugas dan kegiatan
g. Sering menghindari atau sangat tidak menyukai tugas-tugas,
seperti pekerjaan rumah, yang memerlukan berkelanjutan
mental usaha
h. Sering kehilangan hal yang diperlukan untuk tugas-tugas
tertentu dan kegiatan, seperti sekolah, tugas, pensil, buku,
mainan atau alat
i. Apakah sering mudah terganggu oleh rangsangan eksternal
j. Apakah sering pelupa dalam rangka kegiatan sehari-hari
2. Hiperaktif - Setidaknya tiga gejala hiperaktif telah berlangsung selama
minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten
dengan tingkat perkembangan anak:
a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di
tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi
lain di mana sisa duduk adalah diharapkan
c. Sering berjalan sekitar atau memanjat berlebihan dalam situasi
di mana tidak patut (dalam remaja atau orang dewasa, hanya
perasaan gelisah dapat hadir
d. Apakah sering terlalu berisik dalam bermain atau memiliki
kesulitan dalam melakukan tenang di waktu luang kegiatan
e. Sering menunjukkan pola gigih dari aktivitas motorik yang
berlebihan yang tidak substansial diubah oleh konteks sosial
atau tuntutan
3. Impulsif - Setidaknya salah satu gejala berikut impulsif telah
berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif
dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:
a. Sering blurts keluar jawaban sebelum pertanyaan yang telah
diselesaikan
b. Sering gagal menunggu di garis atau menunggu putaran dalam
permainan atau situasi kelompok
c. Sering menyela atau intrudes pada orang lain (misalnya,
puntung ke percakapan orang lain atau permainan)

7
d. Sering berbicara berlebihan tanpa respon yang tepat untuk
kendala sosial
4. Timbulnya gangguan tersebut tidak lebih dari usia 7 tahun.
5. Pervasiveness - Kriteria harus dipenuhi lebih dari situasi tunggal,
misalnya, kombinasi dari kurangnya perhatian dan hiperaktif harus
hadir baik di rumah maupun di sekolah, atau di sekolah baik dan
pengaturan lain mana anak-anak yang diamati, seperti klinik. (Bukti
untuk crosssituationality biasanya akan membutuhkan informasi dari
lebih dari satu sumber, laporan orang tua tentang perilaku kelas,
misalnya, tidak akan cukup.)
6. Gejala dalam 1 dan 3 menyebabkan distress klinis signifikan atau
penurunan fungsi sosial, akademis atau pekerjaan.
Adapted from ICD10: Classification of Mental and Behavioural Disorders (1992) with
permission from the World Health Organization

E. Differensial Diagnosis
1. Gangguan tingkah laku (anti sosial)
2. Ansietas
3. Gangguan belajar

8
F. Tatalaksana
Algoritma dasar untuk tatalaksana ADHD (Hill and Taylor, 2001)

1. Terapi non farmakologis


1) Intervensi Psikososial
a. Intervensi psikososial berdasarkan klinis
i. Intervensi psikososial keluarga
Intervensi psikososial tipe bahavioral yang didasarkan pada keluarga
direkomendasikan untuk terapi behavioral komorbid.

9
ii. Terapi individual
Intervensi psikososial individual tidak direkomendasikan rutin.
b. Intervensi psikososial berdasarkan sekolah
Anak dengan ADHD/ gangguan hiperkinetik membutuhkan program intervensi
sekolah individual meliputi intervensi behavioral dan akademik.
2) Intervensi diet
Ada sedikit bukti mengenai keuntungan pemberian suplemen mineral (besi,
magnesium, seng) pada ADHD/gangguan hiperkinetik. Beberapa bukti
menyebutkan kadar seng yang rendah pada rambut dan urin berkaitan dengan
respon yang buruk terhadap methylphenidate, meskipun belum terdapat studi yang
menyebutkan bahwa suplementasi seng dapat memperbaiki respon terhadap obat.
Suplementasi asam lemak esensial mungkin bermanfaat, khususnya pada individu
yang kadar asam lemak tak jenuhnya rendah. Namun belum ada bukti yang cukup
untuk mendukung pemakaian rutin suplementasi mineral untuk manajemen ADHD
(Konofal et al., 2008).
Permasalahan mengenai gula halus dan zat makanan tambahan buatan memiliki
efek samping pada perilaku anak, masih menjadi konflik. Dalam bukti sekarang
ini, tidaklah mungkin merekomendasikan restriksi atau eliminasi makanan pada
anak dengan ADHD (MrCann et al , 2007).
Hal-hal yang bisa diperhatikan dari diet untuk anak ADHD/gangguan
hiperkinetik, antara lain :
o Bahan makanan aditif
o Suplementasi asam lemak omega-3 dan omega-6 (Clayton et al., 2007)
o Suplementasi besi, seng, magnesium (Bilici et al., 2004)
o Antioksidan (Bateman et al., 2004)
3) Intervensi komplementer dan alternatif
Di antaranya meliputi :
o Bach flower remedies (Pintof et al., 2005)
o Homeopathy (Coulter et al., 2007)
o Massage theraphy (Khilnani et al., 2003)
o Neurofeedback (Beauregard et al., 2006)
4) Intervensi sosial dan komunitas
5) Intervensi multimodal

10
2. Terapi Farmakologis
Terdapat 3 obat lisensi untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik di Amerika
Serikat : methylphenidate hydrochloride, dexamfetamine sulphate dan atomoxetine.
Methylphenidate dan atomoxetine digunakan untuk usia 6 tahun atau lebih, sedangkan
dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi tidak direkomendasikan untuk
usia pre sekolah.
Inisiasi terapi farmakologis anak ADHD harus di bawah kendali dokter
spesialis, baik psikiatrik anak dan remaja maupun pediatrik, yang telah menjalani
pelatihan penggunaan dan monitoring medikasi psikotropik.
Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum terapi
farmakologis dimulai, minimal meliputi : nadi, tekanan darah, berat dan tinggi badan
dengan grafik centile yang sesuai dalam ukuran parameter. EKG sebaiknya
dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu. Klinisi harus menginformasikan
keuntungan potensial dan efek samping medikasi. Keuntungan lanjutan dan kebutuhan
untuk medikasi dinilai minimal 1 tahun sekali.
1) Psikostimulan
Studi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal 2 minggu)
menggunakan psikostimulan (methylphenidate dan dexamphetamine) atau
psikostimulant (atomoxetine), menyimpulkan bahwa keduanya efektif untuk terapi
ADHD, meskipun psikostimulan memiliki pengaruh yang lebih besar.
Psikostimulan yang biasa digunakan di USA adalah methylphenidate (MPH) dan
dexamphetamine (DEX). Methylphenidate tersedia dalam bentuk immediate atau
modified release untuk memfasilitasi medikasi sepanjang hari. DEH digunakan
untuk anak usia 2 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk usia 6 tahun atau lebih.
DEX efektif untuk mengatasi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik.
Psikostimulan merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi gejala inti ADHD
atau gangguan hiperkinetik.
Efek samping yang paling sering muncul : insomnia, nafsu makan berkurang,
nyeri perut, sakit kepala dan pening. Sebagian besar efek samping psikostimulan
jangka pendek sering berkaitan dengan dosis dan bersifat subyektif. Efek samping
akan berkurang dalam waktu 1-2 minggu dari awal terapi dan akan hilang jika
terapi dihentikan atau dosisnya diturunkan dan biasanya nampak pada anak usia
pre-sekolah.

11
Saat pertama kali memberikan dan menitrasi psikostimulan, kontak reguler
antara keluarga dan klinisi sangatlah penting karena berkaitan dengan pertanyaan
dan penilaian yang diperlukan.

Tabel 3 : Efek samping psikostimulan dan pilihan manajemen yang disarankan


Efek samping Pilihan manajemen

Anoreksia, nausea, Berikan obat bersama makanan


penurunan berat badan Pertimbangkan reduksi dosis atau penghentian
obat
Monitor berat dan tinggi badan menggunakan
grafik persentil
Edukasi diet, tambahan kalori

Hal yang menyangkut Jika signifikan (jarang dalam jangka panjang)


pertumbuhan atau menyebabkan kecemasan pada orang
tuanya, upayakan penghentian medikasi saat
akhir minggu atau liburan.

Kesulitan tidur (bandingkan Berikan edukasi ‘sleep hygiene’


dengan kesulitan tidur Kurangi atau hilangkan medikasi malam atau
sebelum terapi) akhir sore (namun catat bahwa beberapa pasien
membaik dengan medikasi malam tambahan).
Pertimbangkan penggantian ke atomoxetine
Pening dan sakit kepala Bersifat sementara. Jika persisten, monitor teliti
(cek tekanan darah), turunkan dosis/hentikan
medikasi, pastikan obat dimakan dengan
makanan dan edukasi intake cairan. Jika
persisten,

Pergerakan involunter, Tics Kurangi, atau jika persisten, hentikan medikasi.


dan sindrom Tourette Monitoring pre dan post terapi tics.
Pertimbangkan alternatif lainnya (misal TCA)
jika gejalanya berat.

Hilangnya spontanitas, Turunkan atau hentikan medikasi (hentikan jika


disforia, agitasi timbul gangguan piir atau suspek psikosis-
jarang terjadi)

Iritabilitas, behavioural Monitor ketat, kurangi atau overlap dosis sore


rebound hari; evaluasi komorbid (ODD/CD)

Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara teratur
untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat badan dan tekanan

12
darah. Keadaan berat badan ideal serta pengukuran tinggi badan dan penghitungan
centil velocity memungkinkan untuk deteksi dini masalah pertumbuhan yang
signifikan, meskipun ini jarang terjadi. Tes darah sebaiknya dilakukan berdasarkan
kebijakan klinisis dan hanya jika diindikasikan secara klinis.
Pemberian resep psikostimulan dimulai dengan dosis sekecil mungkin dan
titrasi dengan jadwal 2-3 kali sehari, tingkatkan dosis dengan interval per minggu
sampai didapatkan respon yang memuaskan atau efek samping yang mengganggu.
Perlu diingat bahwa efek samping psikostimulan berkaitan dengan dosis, maka
tentukan dosis efektif terendah yang menghasilkan efek terapeutik maksimum dan efek
samping minimum. Rekomendasi dosis terutama dosis harian maksimum yang
disarankan, belum ditentukan oleh penelitian. Secara tradisional pendekatan pada
jadwal obat yang teliti telah dianjurkan dengan regimen yang ditentukan secara empiris.
Respon terhadap MPH dan DEX bervariasi dan tidak dapat diprediksi dengan dasar
suatu dosis atau berat badan. Keduanya merupakan obat polar yang diekskresikan
dengan cepat dan tidak terakumulasi di lemak tubuh.
Pemberian berdasarkan sifat respon psikostimulan yang bervariasi memberikan
keuntungan bagi beberapa anak yang memerlukan dosis lebih tinggi. Jadwal dosis
berdasarkan berat dapat membatasi titrasi dosis yang pas utuk anak yang membutuhkan
dosis yang lebih tinggi untuk mengontrol gejala mereka. Sebaliknya, metode titrasi
dosis tipe pil (fixed pill-type dose titration methods) dapat memaparkan anak yang kecil
ke dosis yang tinggi, dan potensial menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan.
Tabel 4: Dose Ranges in Literature for Psychostimulant Treatment
Source Methylphenidate Dexamphetamine

Block, 1998 123 0.3 - 0.6 mg/kg/dose 0.15 - 0.3 mg/kg/dose

Findling and Dogin, 1998 0.3 - 0.8 mg/kg/dose -


124
Pliszka, 1998 125 Up to 1 mg/kg/dose -

AACAP, 199730 0.3 - 0.7 mg/kg/dose 0.15 - 0.35 mg/kg/dose

NHMRC(Ausi),1996 126 Max 1.5 mg/kg/day Max 0.75 mg/kg/day

Frekuensi dosis sebaiknya ditentukan berdasarkan masing-masing individu.


Pemberian 3 x sehari dan bukannya 2 x sehari memberikan keuntungan pencapaian efek

13
terapi di malam hari, yang mungkin diinginkan untuk proyek PR atau kegiatan malam
hari yang sudah direncanakan.
Ada sedikit bukti obyektif interferensi mayor pemakaian regimen ini terhadap
tidur. Bagaimanapun juga jika terjadi gangguan tidur, maka dosis akhir petang dapat
diturunkan atau dihentikan. Beberapa guru melaporkan bahwa efek dosis dini hari
hilang pada pertengahan pagi. Pada kasus yang demikian dosis pertengahan pagi dapat
dijadwalkan pada jam 10.30 – 11 am, dengan dosis pertama pada hari tersebut diberikan
antara jam 7 dan jam 8 pagi.
Pada sebagian besar kasus, medikasi diteruskan selama 7 hari per minggu untuk
memperoleh keuntungan maksimum dengan memperhatikan masalah kontrol perilaku
yang terjadi di rumah, sekolah dan masyarakat. Drug holidays selama akhir minggu
atau liburan mungkin diperlukan jika terjadi hal serius yang menyangkut pertumbuhan
anak.
Jika terdapat gangguan hiperkinetik/ADHD persisten sampai pada usia dewasa
atau pada kasus-kasus dimana gejala inti cepat timbul kembali bila psikostimulan
dihentikan, maka diperlukan terapi jangka panjang. Jika tidak ada perbedaan berarti
pada perilaku anak saat ia menjalani/ tidak menjalani pengobatan, maka terapi bisa
dihentikan untk periode yang lama. Jika tak ada perbedaan yang besar pada anak yang
menjalani terapi dan kesukaran perilaku tetap berlanjut, maka perlu untuk
mengevaluasi kembali dosisnya, mengganti dengan medikasi lain, atau mengevaluasi
ulang strategi psikologis dan behavioralnya. Psikostimulan tak perlu dihentikan pada
onset pubertas karena keefektifannya baik pada remaja dan dewasa.
2) Atomoxetine
Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan pada berat
badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis awal rendah 0,5 mg/kg/hari minimal 7
hari sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance 1,2 mg/kg/hari.
Pengaruh atomoxetine bisa tidak nampak selama 4 minggu atau lebih. Saat
terapi dimulai, keefektifannya akan timbul selama periode 24 jam atau lebih dengan
kemungkinan efek yang lebih besar pada 12 jam atau lebih dari waktu setelah minum
obat. Kombinasi awal jangka pendek medikasi psikostimulan mungkin perlu selama
fase transisi.

14
Tabel 5: Manajemen efek samping atomoxetin
Side effects Management options
Anorexia, nausea, weight loss, Gastrointestinal effects may be temporary
growth concerns during first few days of treatment.
Administer medication with food.
Consider dose reduction.
Monitor height and weight using centile
charts.
Provide dietetic advice; caloric
augmentation.
Jaundice, signs of liver disease Stop medication immediately and seek
or biliary obstruction specialist help.
Self harm or suicidal ideation Monitor for suicidal ideation, clinical
worsening of mood and unusual changes in
behaviour.
New onset of suicidal behaviour should
prompt discontinuation of medication
pending further assessment.
Somnolence Administer at a different time of day or
reduce dose.
Dysphoria, agitation Reduce dose and monitor effect.
Tachycardia, hypertension Investigate and consider discontinuation or
dose reduction.
Syncope suspected to have Stop medication immediately and seek
cardiac origin specialist advice.

Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti ADHD/ gangguan


hiperkinetik pada anak yang tidak cocok, intoleransi atau inefektif dengan medikasi
psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin, klinisi harus mereview minimal selama 6
bulan, meliputi penilaian keefektifan, efek samping dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan, nadi, tekanan darah menggunakan grafik persentil. Monitoring tambahan
diperlukan pada penderita yang memiliki resiko kardiovaskuler, hepatobilier, kejang
dan resiko bunuh diri besar.
3) Antidepresan trisiklik (TCAs)
Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi nonstimulan yang
banyak dipelajari untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik. TCAs meliputi :
imipramine, desipramine, amitriptyline, nortriptyline and clomipramine.
TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/ gangguan
hiperkinetik. Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada gejala behavioralnya daripada
terhadapa gejala kognitifnya. TCAs memiliki batas keamana yang lebih sempit

15
daripada psikostimulan, disertai dengan rentang efek samping potensial yang lebih
lebar.
Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi ADHD/
gangguan hiperkinetik pada anak dan hanya digunakan pada anak yang tidak respon
terhadap medikasi yang dianjurkan.
Efek samping yang biasanya muncul meliputi anoreksia, mulut kering ( dengan
rasa logam dan asam), pening, ngantuk, letargi dan insomnia, disertai dengan gejala
antikolinergik lainnya. Iritabilitas, mania, mudah lupa, dan bingung merupakan tanda-
tanda toksisitas sistem saraf pusat. TCAs khususnya desipramine, memiliki potensi
kardiotoksik. Belum ada konsensus maupun penelitian yang menentukan rekomendasi
terapi TCAs dan regimen dosis optimumnya. Dosis harian total rata-rata berdasarkan
trial klinis 2,2 mg.kg/hari, dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine,
desipramine, amitriptilin dan klormipramin, sedang 0,4-4,5 mg/kg/ hari untuk
nortriptilin.
Rencana terapi didasarkan pada kondisi masing-masing individu, namun sebaiknya
tetap dilakukan pengukuran berikut :
 Vital sign, pemeriksaan kardiovaskuler, dan EKG (nb. EKG belum berarti bebas dari
efek kardiotoksik). Monitoring EKG sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah terapi.
Dan hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung personal dan
keluarga.
 Mulai dengan dosis terbagi yang rendah dari imipramine atau amitriptiline (10-25
mg/hari) atau nortriptiline (5-10 mg/hari) dan peringatkan akan efek samping yang
mungkin timbul.
 Titrasi dosis sedikit demi sedikit dengan interval beberapa hari sambil dimonitor efek
sampingnya sampai target kira-kira 1-2 mg/kg/hari untuk imipramin dan amitriptilin
serta 0,5-1 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.
 Jika tingkat dosis telah ditentukan, nilai ulang dan tanyakan mengenai efek samping
dan perilakunya secara klinis.
 Disarankan mengecek EKG dan serum level jika menggunakan dosis di luar batas.
Pemakaian jangka panjang memerlukan re-evaluasi periodik berkaitan dengan
perumbuhan dan perkembangan anak.
Reaksi withdrawal TCAs yang cepat perlu dihindari untuk mencegah influenza
like symptoms karena cholinergic rebound. Hal ini meliputi malaise, menggigil, gejala

16
coryzal, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Social withdrawal, hiperaktivitas, depresi,
agitasi, dan insomnia juga dapat terjadi. Pasien dengan compliance yang rendah dapat
mengalami periodic self-induced acute withdrawal yang dapat disalahartikan sebagai
efek samping obat, dosis yang tidah adekuat, gangguan psikiatrik yang memburuk. Dan
hal ini membuat manajemen menjadi sukar.
4) Obat lainnya
Pemakaian sejumlah obat alternatif lain dalam manajemen ADHD/ gangguan
hiperkinetik harus di bawah pengawasan dokter spesialis. Obat alternatif tersebut
meliputi : klonidin, guanfacine, buproprion, venlafaxine, SSRIs dan neuroleptik.
Pemakaian obat alternatif dipertimbangkan jika terdapat gangguan komorbid (misal
anxietas, depresi, tics, respon kurang atau efek samping psikostimulan atau TCA).
a. Alpha-2-agonist
a) Klonidin
Klonidin merupakan agonis alpha-2 adrenergik, dikenal sebagai
antihipertensi. Obat ini dapat mengurangi gejala ADHD, dan terdapat
penurunan yang besar saat dikombinasikan dengan methylphenidate
dibandingkan jika diberikan sendiri. Diberikan 3 kali sehari dengan
dosis maksimum 0,6 mg per hari tergantung respon dan efek samping
yang muncul, atau 2 kali sehari dengan dosis total 0,10-0,20 mg/kg/ hari.
Dalam sebuah studi,individu yang menerima klonidin mengalami
penurunan tekanan sistolik yang lebih besar dibanding kontrol dan
mengalami sedasi transien serta pening.
Klonidin dipertimbangkan untuk anak yang tak responsif atau
tidak toleransi terhadap psikostimulan atau atomoxetine. Dapat
digunakan sendiri maupun dikombinasikan dengan methylphenidate
disesuaikan dengan kasus masing-masing individu. Klinisi harus
memonitor tekanan darah dan nadi serta tanda-tanda oversedasi.
Penghentian klonidin harus bertahap untuk menghindari adanya
rebound phenomenon.
b) Guanfacine
Efek samping mayor dari guanfacine adalah sedasi dan fatigue.
Makin ditingkatkan dosisnya, tekanan darah dan nadi akan makin
rendah. Belum ada cukup data untuk merekomendasikan obat ini.
b. Antidepresan selain TCAs (reboxetine, selegiline, bupropion)

17
c. Antipsikotik
d. Modafinil
e. Nikotin
5) Terapi obat kombinasi
Kombinasi obat meningkatkan resiko interaksi efek samping potensial, misal
pada peningkatan TCAs pada pemakaian bersama psikostimulan, toksisitas potensial
pada kombinasi klonidin dan psikostimulan, intraventricular conduction delays pada
pimozide dan TCAs, dan interferensi dengan metabolisme obat seperti warfarin dan
beberapa antiepileptik. Fluoxetin (SSRI) dilaporkan efektif tanpa efek samping
berlebih, jika dikombinasikan dengan psikostimulan untuk sejumlah kesil anak dengan
ADH/ gangguan hiperknetik dan depresi komorbid, ODD, CD atau gangguan obsesif
kompulsif.

G. Prognosis
Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangkan gejala
impulsive dan emosi yang labil akan menetap. Anak dengan ADHD pada waktu dewasa
sering masih mempunyai gejala agresif dan menjadi pencandu minuman
keras/alkoholisme).
Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi, dukungan yang kuat
dari keluarga, temen teman yang baik, diterima di kelompoknya dan diasuh oleh
gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan psikiatri.

H. Simpulan
ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders) merupakan suatu peningkatan
aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku
yang terjadi, setidaknya pada dua tempat dan suasana yang berbeda dan kondisi
yang sangat umum di antara anak-anak. Penyebab pasti dan patologi ADHD masih
belum terungkap secara jelas. Seperti halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu
kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak faktoryang dianggap sebagai penyebab
gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik,perkembangan otak saat kehamilan,
perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan(IQ), terjadinya disfungsi
metabolisme, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial danpola pengasuhan
anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Melihat
penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan ada beberapa teori penyebabnya,

18
maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai dengan
landasan teori penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

Barbaresi W, Katusic S, Colligan R, et al. How common is attention-deficit/hyperactivity


disorder? Towards resolution of the controversy: results from a population-based study.
Acta Paediatr Suppl 2004; 93:55.

Barkley RA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A Handbook for Diagnosis and Treatment.
2nd ed. New York, NY: Guilford Press; 1996

Bateman B, Warner JO, Hutchinson E, Dean T, Rowlandson P, Grant C, et al. The effects of a
double blind, placebo controlled, artificial food colourings and benzoate preservative
challenge on hyperactivity in a general population sample of preschool children. Archives
of Disease in Childhood 2004;89(6):506-11.

Beauregard M, Levesque J. Functional magnetic resonance imaging investigation of the effects of


neurofeedback training on the neural bases of selective attention and response inhibition
in children with attention-deficit/hyperactivity disorder. Applied Psychophysiology &
Biofeedback 2006;31(1):3-20.

Bilici M, Yildirim F, Kandil S, Bekarolu M, Yildirmi S, Deer O,et al. Double-blind, placebo-
controlled study of zinc sulfate in the treatment of attention deficit hyperactivity disorder.
Progress in Neuro-Psychopharmacology and Biological Psychiatry.2004;28(1):181-90.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Increasing prevalence of parent-reported
attention-deficit/hyperactivity disorder among children --- United States, 2003 and 2007.
MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2010; 59:1439.

Clayton EH, Hanstock TL, Garg ML, Hazell PL. Long chain omega-3 polyunsaturated fatty acids
in the treatment of psychiatric illnesses in children and adolescents. Acta
Neuropsychiatrica. 2007;19(2):92-103.

Coulter MK, Dean ME. Homeopathy for attention deficit/hyperactivity disorder or hyperkinetic
disorder. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2007(4):(CD005648).

Eric Taylor, Tim Kendall , Philip Asherson et al. 2008. Attention deficit hyperactivity disorder:
Diagnosis and management of ADHD in children, young people and adults.

Faraone SV, Sergent J, Gillberg C, Biederman J. The worldwide prevalence of ADHD : is it an


American condition?. World Psychiatry. 2003 ; 2: 104-13.

Froehlich TE, Lanphear BP, Epstein JN, et al. Prevalence, recognition, and treatment of attention-
deficit/hyperactivity disorder in a national sample of US children. Arch Pediatr Adolesc
Med 2007; 161:857.

19
Green, M, Wong, M, Atkins, D, et al. Diagnosis of Attention Deficit/Hyperactivity Disorder:
Technical Review 3. US Department of Health and Human Services, Agency for Health
Care Policy and Research; Rockville, MD, 1999.

Hill P., Taylor, E. 2001. An auditable protocol for treating attention deficit/hyperactivity disorder.
London UK. Arch Dis Child. 84: pp 404–409

Khilnani S, Field T, Hernandez-Reif M, Schanberg S. Massage therapy improves mood and


behavior of students with attentiondeficit/hyperactivity disorder. Adolescence
2003;38(152):623

Konofal E, Lecendreux M, Deron J, Marchand M, Cortese S, Zaim M, et al. Effects of iron


supplementation on attention deficit hyperactivity disorder in children. Pediatr Neurol
2008;38(1):20-6.

McCann D, Barrett A, Cooper A, Crumpler D, Dalen L, Grimshaw K, et al. Food additives and
hyperactive behaviourin 3-year-old and 8/9-year-old children in the community: a
randomised, double-blind

Merikangas KR, He JP, Brody D, et al. Prevalence and treatment of mental disorders among US
children in the 2001-2004 NHANES. Pediatrics 2010; 125:75.

Moore, David P. Eds. 2006. Little Black Book of Psychiatry. Jones and Bartlett Publishers. The
3rd Edition, pp: 45-48.

Moore. Kent L. Recent advances in the genetics off attention deficit hyperactivity disorder. Curr
Psychiatry Res 2004; 6: 143.

Philip Asherson, Simon Bailey, Karen Bretherton et al. Diagnosis and management of ADHD in
children, young people and adults. 2008

Pintov S, Hochman M, Livne A, Heyman E, Lahat E. Bach flowerremedies used for attention
deficit hyperactivity disorder inchildren - a prospective double blind controlled study.
European Journal of Paediatric Neurology 2005;9(6):395-8.

Pliszka S, AACAP Work Group on Quality Issues. Practice parameter for the assessment and
treatment of children and adolescents with attention-deficit/hyperactivity disorder. J Am
Acad Child Adolesc Psychiatry 2007; 46:894.

Reiff MI, Banez GA, Culbert TP. Children who have attentional disorders: diagnosis and
evaluation. Pediatr Rev. 1993;14:455–465

20

Вам также может понравиться