Вы находитесь на странице: 1из 16

REFLEKSI KASUS Januari 2016

“Kejang Demam Kompleks”

Nama : Anggun Wiwi Sulistin


No. Stambuk : N 111 11 016
Pembimbing : dr. Amsyar Praja, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2016
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rectal > 380C) yang disebabkan oleh proses estrakranium. Menurut

Konsensus Penatalaksanaan kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau

anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan

demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.(1)

Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam

kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang

bersifat umum, tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal dan tidak berulang dalam
(1)
waktu 24 jam . Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama

dari 15 menit, fokal, multipel (lebih dari 1 kali kejang per episode demam).(1)

Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 – 50 % dari seluruh kasus

kejang demam. Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko

kejang demam berulang, kejang demam dengan status epileptikus dan epilepsi.

Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala

klinisnya, infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya

abnormalitas struktur otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu

lokus genetik di kromosom 12 yang berhubungan dengan peningkatan risiko

kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan

untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut. (2)

1
Sekitar 30% pasien kejang demam hanya mengalami 1 kali episode

kejang, sementara sisanya mengalami lebih dari 1 kali episode kejang.

Tatalaksana kejang demam terbagi atas 3 hal, yaitu pengobatan fase akut, mencari

dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya

kejang demam.(3)

Prognosis kejang demam kompleks lebih buruk jika dibandingkan dengan

kejang demam sederhana. Suatu penelitian menunjukkan adanya gangguan

memori pada anak berumur kurang dari 1 tahun. Risiko menjadi epilepsi

meningkat 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. (4)

Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai kejang demam kompleks pada

pasien anak yang dirawat di Pav. Catelia RSUD UNDATA.

2
KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. V
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 4 bulan
Tanggal pemeriksaan : 13 Januari 2016

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien anak laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Kejang

dialami dirumah sebanyak 2 kali pada seluruh tubuh. Kejang pertama dialami ± 2

menit, kemudian kejang kedua terjadi ± 15 menit. Saat kejang tangan mengepal,

mata ke atas, dan kaki seperti menendang-nendang. Setelah kejang pasien

langsung menangis. Sebelum kejang pasien sempat demam sejak 1 hari yang lalu.

Demam sempat turun setelah pemberian obat penurun panas, namun setelah itu

naik kembali. Batuk (-) beringus (-), sesak (-). Muntah (-). BAB kesan biasa dan

BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami kejang sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama . Hipertensi (-), asma (-),

Diabetes Melitus (-)

3
Kemampuan dan Kepandaian anak:
Pasien mulai mengangkat kaki nya dan menggerakkan-gerakan tangannya
untuk bermain-main sendiri. Kadangkala juga memperhatikan tangannya yang
bisa bergerak-gerak.

Anamnesis Makanan:
ASI eksklusif diberikan dari lahir sampai sekarang

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Ibu rutin kunjungan ANC 4 kali, selama hamil ibu tidak pernah sakit.
Persalinan secara normal dirumah ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis.
BBL dan PBL tidak diketahui

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi pasien lengkap

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis

2. Pengukuran
Tanda vital : Nadi : 142 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,8 °C
Respirasi : 52 kali/menit
Berat badan : 6 kg
Tinggi badan : 69 cm
Status gizi : Gizi baik (z score 0, -1)
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Sianosis : tidak ada

4
Turgor : cepat kembali
Kepala: Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Cekung : (-/-)
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung : Pernapasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Bibir : sianosis (-), kering (-)
Lidah : tidak kotor
4. Leher
 Pembesaran kelenjar leher : -/-
 Kaku kuduk : -
 Faring : tidak hiperemis
 Tonsil : T1/T1 tidak hiperemis
5. Toraks
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Dispnea : tidak ada
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus: simetris
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)

5
Suara Napas Tambahan : Rhonchi (-/-) Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Pekak, Dalam batas normal
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising :-
6. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : cembung
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi : timpani
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada, Rumple
leede test (-)
7. Genitalia : Dalam batas normal
8. Otot-otot : hipotrofi (-)

Pemeriksaan Tambahan:
Brudzinki (-), kaku kuduk (-).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hasil Pemeriksaan darah Range normal pemeriksaan darah


RBC : 3,86 x 106 /L RBC : 4,4-5,9x 106/L
HCT : 37,1 % HCT : 40-52 %
PLT : 280 x 103 /L PLT : 150.000-450.000 /L
WBC : 13,4 x 103 /L WBC : 3,8-10,6x 103/L
HB : 13,1 g/dl HGB : 13,2-17,3 gr/dL

6
RESUME
Pasien anak laki-laki datang dengan keluhan kejang. Kejang dialami

dirumah sebanyak 2 kali. Kejang pertama dialami ± 2 menit, kemudian kejang

kedua terjadi ± 15 menit. Saat kejang tangan mengepal, mata ke atas, dan kaki

seperti menendang-nendang. Setelah kejang pasien menangis. Sebelum kejang

pasien sempat demam sejak 1 hari yang lalu. Demam sempat turun setelah

pemberian obat penurun panas, namun setelah itu naik kembali.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak

sakit sedang, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 142x/menit,

reguler, kuat angkat, respirasi 52 kali/menit, suhu 38oC. Pada pemeriksaan fisik

tidak ditemukan kelainan.

DIAGNOSA
Kejang demam kompleks

TERAPI
 IVFD Ringer laktat 10 tetes per menit
 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 60 mg (½ cth)
 Diazepam rektal 5 mg (kalau kejang)
 Inj. Ceftriaxone 200 mg/12 jam/iv

ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Darah rutin (kontrol)
2. EEG
3. CT-Scan

7
FOLLOW UP
Tanggal 14/1/2016
S : Panas (-), kejang (-).
O: Tanda vital :
Nadi : 128 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,°C
Respirasi : 36 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : tidak ada kelainan
Leher : Tonsil T1/T1 tidak hiperemis
Dada : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Otot : dalam batas normal
A: kejang demam kompleks
P:
 IVFD Ringer laktat 14 tetes per menit
 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 60 mg (½ cth) jika demam
 Inj. Ceftriaxone 200 mg/12 jam/iv

Tanggal 15/1/2016
S : Panas (-), kejang (-)
O: Tanda vital : Nadi : 130 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36,8°C
Respirasi : 34 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : tidak ada kelainan
Leher : Tonsil T1/T1 tidak hiperemis
Dada : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal

8
Genitalia : dalam batas normal
Otot : dalam batas normal
A: -
P: Pasien pulang dan melakukan rawat jalan

9
DISKUSI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium

tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut dan tidak

ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam terjadi pada 2-4%

anak berumur 6 bulan – 5 tahun. (1)(3)

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu

terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,

perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,

dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak

akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3

kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia

dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,

temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat

keluarga epilepsi. Kejang demam dapat diturunkan secara autosom dominan

melalui kromosom 19p dan 8q 12-21, sehingga penting untuk dilakukan

anamnesis riwayat kejang demam pada keluarga.(1)(3)

Kejang demam tidak menunjukkan adanya abnormalitas pada

elektroensefalografi (EEG) serta biasanya dapat sembuh secara sempurna.

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

10
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat

dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam

kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.[1]

Selain adanya faktor genetika, kejang demam jarang berkembang menjadi

epilepsi (Kejang demam yang disebabkan keadaan ekstrakranial harus dipisahkan

dari keadaan intrakranial, sehingga perlu dilakukan pungsi lumbal pada pasien

yang mengalami demam, khususnya pada pasien berusia di bawah 18 bulan

dengan kejang demam pertama kali meskipun tidak ada tanda spesifik meningitis
(2) (4)

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri

berikut:

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam

11
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam

adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan

berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang

demam paling besar pada tahun pertama.[1]

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa kejang demam yang

dialami pasien pada kasus ini adalah kejang demam kompleks karena kejang yang

berulang pada satu periode (24 jam). Pada pemeriksaan laboratorium tidak

ditemukan leukosit yang sedikit meningkat yang menandakan adanya infeksi.

Menurut Soetomenggolo (1999) ada 3 (tiga) hal yang perlu dikerjakan pada

proses tata laksana kejang demam, yaitu:

1. Pengobatan Fase Akut

Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat

harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah

terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan

lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan

intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan

pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali

sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB

IV, BB<10 kg dosis 5 mg rektal, BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan

utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena memiliki

masa kerja yang singkat

12
2. Profilaksis Intermitten

Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan

pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38℃. Terapi

intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif

mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten

hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent

dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg

untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien

dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis

0,5 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien

menunjukkan suhu 38,5 atau lebih. (2)

3. Profilaksis Terus Menerus

Pemberian fenobarital 4-5 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang

bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat

digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang

memiliki efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital,

meskipun memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah

15-40 mg/kgBB. Profilaksis terus menerus dapat berguna untuk mencegah

berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan

kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya

epilepsi. Indikasi profilaksis terus menerus adalah:

1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan

13
2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung

3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologis sementara atau menetap

4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi

pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel

dalam satu episode demam

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah

kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. (2) (5)

Prognosis pada kasus kejang demam kompleks adalah adanya kemungkinan

gangguan memori bila kejang demam kompleks terjadi pada anak berumur kurang

dari 1 tahun. Pada penelitian juga didapatkan adanya gangguan pada hipokampus

pada kejang demam yang berlangsung lama. Mortalitas jangka panjang tidak

meningkat pada kejang demam, namun terdapat sedikit peningkatan mortalitas 2

tahun setelah kejang demam kompleks. Risiko menjadi epilepsy meningkat

sampai 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. Faktor

risiko terjadinya epilepsy di kemudian hari adalah kejang demam kompleks,


(3)
ditambah riwayat keluarga dengan epilepsy, dan adanya kelainan neurologis.

Prognosis pada pasien ini adalah dubia dikarenakan kejang demam yang terjadi

adalah kejang demam kompleks yang berkaitan dengan risiko seperti diatas.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006.

2. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK: Churchill

Livingstone, 2007.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI, 2008.

4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Seminar Dokter Umum Peningkatan Kualitas

Pelayanan Kesehatan Anak Pada Tingkat Pelayanan Primer. Jakarta: 2013.

15

Вам также может понравиться