Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
terjadinya notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
kepala juga diartikan sebagai suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan
perubahan fungsi otak dan patologi otak. Trauma kepala terjadi dari tingkat
menurut Wahyudi (2015), cedera kepala adalah jejas atau trauma yang terjadi
pada kepala yang dikarenakan suatu sebab secara mekanik maupun non
mekanik yang meliputi kulit kepala, otak ataupun tengkorak saja dan
menyatu pada sendi tidak bergerk yang dimaksud sutura. Tulang – tulang
tengkorak dapat dibedakan menjadi tulang kranium dan wajah yang terdiri
dari lamina eksterna dan lamina interna yang dipisahkan oleh lapisan
kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan
mobil.
c. Cedera akselerasi – deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan pada kasus
kekerasan fisik.
kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan
terjadi akibat darah yang merembes akibat tulang yang fraktur dan
setelah cedera.
f. Rhinorrhea : bocornya CSF ke saluran hidung
patologi cedera kepala dibagi atas cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder, yaitu :
a. Cedera kepala primer, merupakan akibat cedera awal. Cedera awal
menyebabkan gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diare
berat. Pembagian ringan, sedang dan berat ini dinilai melalui Glasgow Coma
Scale (GCS). GCS merupakan instrument standar yang dapat digunakan untuk
perluasan serta lokasinya. Yang dinilai dari pemeriksaan ini adalah tingkat
penurunan terbukanya mata, respon verbal, dan respon motorik dari penderita
cedera kepala.
a. Cedera kepala dikatakan ringan bila derajat GCS total adalah 14-15, dapat
kesadaran, amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam, dapat
hematoma serebral.
c. Cedera kepala berat bila derajat GCS total 3-8, kehilangan kesadaran dan
atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam, juga meliputi kontusia serebral,
sebagai berikut :
a. Fraktur tengkorak
Menunjukkan tingkat keparahan cedera. Tidak diperlukan terapi khusus
tengkorak).
b. Perdarahan intrakranial
Perdarahan eksternal: robekan pada arteri meningea media. Hematoma
adekuat
kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Pada saat otak mengalami
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
(Nurarif dan Kusuma, 2015). Bila trauma mengenai ekstra kranial akan
thorak.
f. Cerebrospinal Fluid (CSF), lumbal fungsi: dapat dilakukan jika diduga
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan
pertahankan tulang servikal segaris dengan badan, pasang gudel bila dapat
diintubasi.
b. Menilai pernapasan (Breathing)
Tentukan apakah pasien bernapas dengan spontan atau tidak. Jika tidak
abdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan
darah. Ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum,
ditangani.
e. Menilai tingkat keparahan cedera kepala berdasarkan nilai GCS.
Menurut Kinoshita (2016), beberapa hal yang juga perlu diperhatikan
akut sering terjadi setelah pemberian cairan yang berlebihan. Salah satu
dampaknya yaitu edema otak yang terjadi setelah cedera kepala dan berasal
dari sitotoksik atau vasogenik atau mungkin disebabkan oleh kebocoran
kapiler.
sekunder.
tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu nafas dan pernafasan cuping
hidung
c. Circulation
Kaji tekanan darah, nadi, CRT, adanya perdarahan dan saluran O2 pada
pasien
d. Disability
Kaji adanya perubahan tingkat kesadaran, respon GCS, dan kaji reaksi
B. Pengkajian Sekunder
a. Symptom
Kaji peyebab cedera kepala
b. Alergi
Kaji adanya aslergi pada pasien, alergi terhadap obat, makanan, minuman,
lingkungan, binatang
c. Medication
Kaji adanya riwayat pengobatan sebelumnya
d. Past medical history
Kaji riwayat kesehatan sebelumnya apakah pasien memiliki penyakit
keturunan
e. Last oral intake
Kaji makan dan minum terakhir pasien sebelum mengalami cedera
daerah kepala
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan cedera
hidung, dispnea
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d benda asing dalam jalan nafas d/d
3. Perencanaan
a. Ketidak efektifan pola nafas b/d gangguan neuromuskular d/d
hidung, dispnea
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan gawat darurat selama 4x15menit
Intervensi:
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d benda asing dalam jalan nafas d/d
Intervensi:
1) Pertahankan ABC pasien
R/ pernafasan pasien tetap adekuat
2) Observasi TTV pasien
R/ tanda vital dalam batas normal (N:80-100x/mnt, TD: 110-120/80-90
c. Nyeri akut b/d agen cedera fisik (cedera kepala) d/d meringis, gelisah,
Intervensi:
dirasakan pasien
5) Kolaborasi dalam pemebrian analgetik
R/ mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
ditunjukan pada nursing order untuk membantu pasien mencapai tujuan yang
keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi