Вы находитесь на странице: 1из 27

LAPORAN KASUS STASE PATOLOGI ANATOMI

Penyusun : Achmad Yudha Pranata


Pembimbing : Birgitta M.D., dr. SpPA(K), M.Kes
Tanggal :

CRUSTED SCABIES YANG DITERAPI DENGAN KOMBINASI


KRIM PERMETRIN 5% DAN ALBENDAZOL
Oleh : Achmad Yudha Pranata
Pembimbing : Birgitta M.D., dr. SpPA(K), M.Kes

I. PENDAHULUAN
Crusted scabies (CS) atau Norwegian scabies, merupakan bentuk ekstrim dari
skabies,1,2 dengan penyebab yang sama yaitu Sarcoptes scabiei.1 Manifestasi klinis
CS dapat menyerupai eksim, papula dan plak yang bersisik, krusta hiperkeratotik,
dapat terlokalisir3 pada leher, kulit kepala, wajah,1 telapak tangan dan kaki,4 serta
kuku,1 maupun generalisata3 dan dapat berkembang menjadi eritroderma.5
Crusted scabies jarang terjadi pada anak,5 biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi seperti infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS),3,6 tetapi pada beberapa kasus dapat pula
mengenai individu imunokompeten.1 CS sangat menular karena pada individu
dengan CS terdapat tungau yang sangat banyak,1 hingga berjumlah ribuan3 hingga
jutaan.4
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ditemukannya
tungau, telur, maupun skibala pada pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan
kulit pasien.6 Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk identifikasi tungau
adalah dermoskopi, dan pemeriksaan histopatologi.4,6
Pengobatan CS sangat sulit karena dipengaruhi oleh keadaan imunitas yang
buruk, erupsi luas, jumlah tungau yang sangat banyak, dan terbatasnya penetrasi
agen topikal karena lesi hiperkeratotik. CS yang resisten terhadap terapi, dan
mengalami kegagalan pengobatan umum terjadi, sehingga diperlukan agen
keratolitik6 dan terapi kombinasi skabisid oral serta topikal.4,6 Ivermektin
merupakan terapi oral yang direkomendasikan dalam pengobatan CS,7 tetapi
albendazol telah dilaporkan pula memberikan hasil yang baik pada pengobatan CS
di negara yang tidak tersedia ivermektin.8,9
Berdasarkan data rawat jalan Poliklinik Ilmu Kesehatan (IK) Kulit dan Kelamin
(IKKK) Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung selama periode 1 Januari
2012 sampai dengan 31 Desember 2014, didapatkan 84 kasus baru skabies pada
anak, tetapi tidak didapatkan kasus CS. Berikut ini dilaporkan kasus CS pada
seorang anak laki-laki berusia 10 tahun.

II. LAPORAN KASUS


Seorang anak laki-laki, sepuluh tahun, Islam, tidak sekolah, suku Sunda, datang
ke poliklinik Dermatologi Anak Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Rumah
Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) setelah dirujuk dari RS Cibabat dengan
diagnosis eritroderma, dan keluhan utama berupa bercak merah pada hampir
seluruh tubuh disertai sisik tebal kekuningan pada kulit kepala berambut, kedua
pergelangan dan punggung tangan, lutut kanan, dan kedua pergelangan serta
punggung kaki yang terasa gatal.

ANAMNESIS KHUSUS
(Heteroanamnesis dari kakak pasien dan autoanamnesis pada tanggal 17
September 2014)
Sejak kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS), keluhan
bercak merah pada hampir seluruh tubuh yang disertai sisik tebal kekuningan pada
kedua punggung tangan, lutut kanan, dan kedua pergelangan serta punggung kaki
yang telah ada sebelumnya menyebar ke kulit kepala berambut. Keluhan disertai
gatal, terutama pada malam hari dan disertai dengan menggigil. Pasien dibawa
berobat ke Rumah Sakit (RS) Cibabat dan dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin
(RSHS), Bandung tanpa diberikan pengobatan.

1
Keluhan diawali empat tahun SMRS, berupa bercak dan beruntus merah di
kedua sela jari tangan yang terasa gatal, terutama pada malam hari. Dalam satu
bulan, bercak dan beruntus merah menyebar sampai ke alat kelamin dan disertai
kuku yang tampak menebal dan rusak. Sebelum timbul keluhan tersebut,
didapatkan riwayat sering menginap di tempat tetangga yang mempunyai keluhan
serupa, berupa bercak dan beruntus kemerahan di sela jari tangan yang terasa gatal
terutama pada malam hari. Tiga tahun sebelum masuk rumah sakit, bercak dan
beruntus kemerahan menyebar hingga mengenai hampir seluruh tubuh, disertai
dengan sisik, dan mengenai pula tiga orang anggota keluarga yang serumah. Enam
bulan kemudian timbul sisik yang menebal pada kedua pergelangan kaki pasien.
Satu tahun sebelum masuk rumah sakit, sisik menebal dan meluas pada lutut, siku,
dan kepala, hingga menyebabkan pasien sulit berjalan, dan berhenti sekolah.
Selama mengalami kelainan kulit tersebut, sejak 4 tahun yang lalu pasien dibawa
berobat oleh keluarganya ke beberapa dokter umum, diberi obat, tetapi keluarga
pasien tidak ingat nama obatnya. Keluarga pasien ingat bahwa obat yang diberikan
termasuk obat oles yang didiamkan selama 8 jam dipakai bersamaan dengan orang
serumah, bedak kocok, dan beberapa obat minum. Namun, keluhan tidak
mengalami perbaikan.
Pasien saat ini tinggal di rumah kakaknya yang berukuran 35 m2, ditempati oleh
5 orang, dengan kelainan kulit yang sama berupa bercak dan beruntus kemerahan
yang disertai gatal pada hampir seluruh tubuh, terutama dirasakan pada malam hari.
Kedua kakaknya sudah pernah berobat ke Puskesmas, diberikan obat oles dalam
tube berwarna putih yang digunakan dua kali sehari. Setelah berobat, kelainan kulit
berupa bercak kemerahan masih ada, disertai rasa gatal. Tidak ada riwayat kelainan
kulit berupa bercak merah bersisik tebal dan berlapis-lapis. Tidak ada riwayat
berketombe maupun timbulnya sisis berminyak pada alis, daerah sekitar hidung,
belakang telinga, dada, punggung, dan sela paha. Riwayat batuk lama, penurunan
berat badan drastis dalam beberapa bulan, sering kencing, sering lapar, sering haus,
demam, diare lama, maupun penggunaan obat atau jamu-jamuan dalam jangka
waktu lama tidak ada.

2
Sejak dua bulan yang lalu, keluhan pada kulit disertai pula dengan timbulnya
keluhan berupa rasa nyeri pada kedua telinga bagian dalam, tetapi tidak disertai
dengan keluarnya cairan.

Keterangan tambahan:
Pasien tinggal berpindah-pindah sejak 4 tahun yang lalu, yaitu di tempat bibi
(adik dari ayah pasien) yang ditinggali oleh 3 orang, ua (kakak dari ayah pasien)
yang ditinggali oleh 8 orang, dan rumah kakaknya yang ditinggali oleh 5 orang,
karena ayah pasien sudah meninggal dan ibu pasien kerja di Timur Tengah. Selama
berpindah-pindah tempat tinggal tersebut keluhan serupa berupa bercak dan
beruntus kemerahan pada sela jari yang terasa gatal terutama malam hari, timbul
pula pada orang yang tinggal bersama.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum: Keadaan umum: kompos mentis, tampak sakit berat
Tekanan darah :110/70 mmHg Nadi :88x/menit
Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,9° C
Berat badan (BB): 23 kg
Tinggi Badan (TB): tidak dapat diukur karena pasien tidak
dapat berdiri.
Status gizi: BB/U: -1 Standar deviasi (dalam batas normal)
Kepala: Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-)
Hidung : Sekret (-/-)
Mulut : Lidah geographic tongue (-), fissure tongue (-), basah,
oral thrush (-), cheilitis (-),
karies (+)

0: tanggal, X: karies

3
Telinga : Sekret (+/+)
Wajah : Lihat status dermatologikus
Leher : Jugular venous pressure tidak meningkat
Kulit : lihat status dermatologikus
Dada : Bentuk dan gerak simetris
Jantung : bunyi jantung S1 S2 murni reguler, murmur (-)
Paru : Vesicular Breath Sound normal kanan = kiri, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Perut : Datar, lembut, nyeri tekan (-)
Bising usus (+) normal, turgor kembali cepat.
Hati/Limpa: Tidak teraba
Ekstremitas atas & bawah: Bentuk normal, gerak terbatas
Sendi : Kontraktur (+) pada kedua siku, lutut, pergelangan tangan dan
kaki yang terasa nyeri saat diluruskan.
Kuku : Distrofi (+) digiti 1 manus dekstra et sinistra, digiti 1,2 pedis
dekstra, dan digiti 1 pedis sinistra.
Pitting nail (-), oil spot (-), splinter hemorrhages (-),
paronikia (-), nyeri (-)
Kulit : lihat status dermatologikus
Kelenjar getah bening servikal, aksila, inguinal:
Inspeksi : tidak membesar
Palpasi : tidak teraba

Status dermatologikus:
Distribusi: universalis
- Pada hampir seluruh tubuh, tampak lesi difus, kering, sebagian menimbul,
berupa makula eritema dengan skuama.
- Pada kulit kepala berambut, punggung, kedua punggung tangan, lutut kanan,
kedua pergelangan serta punggung kaki tampak lesi multipel, konfluens, bentuk
tidak teratur, ukuran terkecil 1 x 4 cm dan terbesar 13 x 15 cm berupa krusta
dan fisura.

4
- Kanalikuli tidak ditemukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dari sela jari tangan kiri
menggunakan mikroskop, ditemukan tungau Sarcoptes scabiei sebanyak 1-
3 tungau/lapang pandang, 35 tungau/sediaan.
 Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dari dada dan punggung
menggunakan mikroskop dan pewarnaan tinta Parker® blue black + KOH 10%,
tidak ditemukan hifa, pseudohifa, ataupun spora.
 Pemeriksaan sediaan langsung kuku jari tangan kanan menggunakan mikroskop
dan pewarnaan tinta Parker® blue black + KOH 10%, tidak ditemukan hifa,
pseudohifa, ataupun spora, tetapi ditemukan tungau Sarcoptes scabiei.
 Pemeriksaan kanalikuli menggunakan tinta Cina pada sela jari pasien, tidak
ditemukan kanalikuli

RESUME
Seorang anak laki-laki, sepuluh tahun, Islam, suku Sunda, datang dengan
keluhan utama berupa bercak merah pada hampir seluruh tubuh disertai sisik tebal
kekuningan pada kulit kepala berambut, kedua punggung tangan, lutut kanan dan
kedua punggung kaki yang terasa gatal.
Berdasarkan anamnesis, keluhan diawali empat tahun SMRS, berupa makula
dan papula eritema yang terasa gatal, terutama pada malam hari, di kedua sela jari
tangan yang kemudian meluas hampir ke seluruh tubuh dalam satu tahun. Enam
bulan kemudian keluhan disertai dengan timbulnya krusta pada kedua pergelangan
kaki, dalam satu setengah tahun menyebar ke kulit kepala berambut, leher, ketiak,
kedua siku, dan lutut, serta menebal hingga membuat pasien sulit bergerak. Tiga
bulan SMRS, makula eritema bertambah luas ke seluruh tubuh, disertai krusta pada
kedua punggung tangan, lutut kanan, dan kedua punggung kaki. Satu bulan SMRS,
makula eritema dan krusta menyebar ke kulit kepala berambut, disertai menggigil.
Riwayat kelainan kulit berupa makula dan papula eritema yang disertai gatal pada
hampir seluruh tubuh, terutama pada malam hari, dialami pula oleh kedua

5
kakaknya. Tidak ada riwayat kelainan kulit berupa makula eritema dengan skuama
tebal berlapis, batuk kronis, penurunan berat badan drastis, ataupun diare kronis.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan status gizi kurang, kontraktur pada
kedua siku dan lutut yang terasa nyeri saat diluruskan; serta distrofi digiti 1 manus
dekstra et sinistra, digiti 1, 2 pedis dekstra, dan digiti 1 pedis sinistra. Dari status
dermatologikus distribusi universalis, pada hampir seluruh tubuh tampak lesi difus,
kering, tidak menimbul, berupa makula eritema, dengan skuama. Pada kulit kepala
berambut, punggung, kedua punggung tangan, lutut kanan, kedua punggung kaki
tampak lesi multipel, konfluens, bentuk tidak teratur, ukuran terkecil 1 x 4 cm dan
terbesar 13 x 15 cm berupa fisura dan skuama. Pada sela jari tangan kiri ditemukan
kanalikuli. Dari pemeriksaan kerokan kulit dari sela jari tangan kiri, ditemukan
tungau Sarcoptes scabiei. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dari dada
dan punggung ataupun kuku jari tangan kanan menggunakan mikroskop dan
pewarnaan tinta Parker® blue black + KOH 10%, tidak ditemukan hifa, pseudohifa,
ataupun spora, tetapi ditemukan tungau Sarcoptes scabiei.

DIAGNOSIS KERJA
Eritroderma ec crusted scabies + suspek otitis media supuratif kronis aurikularis
dekstra + karies dentis

PEMERIKSAAN SELANJUTNYA
• Pemeriksaan darah: hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap
darah
 Pemeriksaan CD4, CD8, rasio CD4:CD8
 Kultur jamur dari kuku jari kaki kiri
• Konsul ke departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA)
• Konsul ke departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan-
Kepala Leher (THT-KL)
• Konsul ke departemen Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
• Konsul ke bagian Gizi Medik

6
 Rencana biopsi kulit dari paha kanan (lesi dengan skuama tebal) untuk
pemeriksaan histopatologis

PENATALAKSANAAN:
Umum :
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa pasien memiliki
penyakit yang disebabkan oleh tungau dan dapat menular. Namun,
terdapat kemungkinan penyakit lain yang diderita pasien, sehingga
diperlukan beberapa pemeriksaan tambahan.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa salah satu tindakan
pengobatan adalah kompres tertutup menggunakan cream base dan
larutan NaCl 0,9%, didiamkan selama satu jam dan dilakukan tiga kali
sehari untuk melunakkan dan membersihkan keropeng, sehingga krim
permetrin dapat bekerja dengan baik.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa penggunaan krim
permetrin digunakan pada seluruh tubuh, dimulai dari belakang telinga,
dengan tidak ada bagian yang terlewat. Krim dibiarkan selama 8-12 jam,
oleskan kembali apabila terhapus.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa seluruh keluarga
yang tinggal serumah dan kontak dengan pasien harus sekaligus secara
serempak mendapatkan pengobatan.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa tungau dapat berada
pada barang-barang yang digunakan, sehingga barang-barang tersebut
harus direndam dalam air panas, dijemur, atau dimasukkan ke dalam
plastik yang tertutup erat selama tiga hari agar tungau tersebut mati.

Khusus
 Topikal:

7
- Kompres tertutup dengan cream base + NaCl 0,9% pada skuama tebal
di kulit kepala berambut, punggung, kedua punggung tangan, siku,
lutut, dan punggung kaki.
- Olium olivarum 2 x /hari pada seluruh tubuh
- Rencana pemberian krim permetrin 5% pada seluruh tubuh, (termasuk
anggota keluarga) apabila lesi kulit sudah mengalami perbaikan.
 Sistemik:
- Chlorpheniramine maleat (CTM) 1x 4 mg peroral apabila gatal

PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

PENGAMATAN LANJUTAN
Perawatan hari ke-2 (18 September 2014)
 Keluhan: Sisik tebal pada kulit kepala berambut, kedua punggung tangan,
kedua lutut dan lipat lutut, kedua punggung kaki berkurang. Batuk, dahak (-),
demam (+).
 Pemeriksaan laboratorium (18/9/2014):
Hb: 8.3; Hematokrit:27; Leukosit: 22.700; Eritrosit 3.28; Trombosit:490.000;
MCV/MCH/MCHC:82.0/25.2/30.9; Basofil/ Eosinofil/ Batang/ Segmen/
Limfosit/ Monosit:0/49/1/34/14/2; Morfologi darah tepi: Eritrosit nomokrom
anisositosis; Leukosit jumlah meningkat, ditemukan eosinofilia; Trombosit
jumlah cukup, tersebar; LED: 47; Anti-HIV: non reaktif; CD4 absolut: 648;
CD4%: 33; BT: 2’00; CT:4’00

 Jawaban konsul THT:


DK/ Otitis media supuratif kronis (OMSK) ADS DD/ perforasi ADS

8
Saran:
 Pemeriksaan X-ray Schuller-Stenver, konfirmasi bila hasil sudah
selesai
 Amoksiklav sirup 3x2 cth
 DK/ Eritroderma ec crusted scabies + OMSK ADS DD/ perforasi ADS + karies
dentis + leukositosis eosinofilia
 Pada pasien dilakukan biopsi plong kulit dari paha kanan (lesi dengan skuama
tebal), kemudian dikirim ke departemen Patologi Anatomi untuk dilakukan
pemeriksaan histopatologis.
 Terapi ditambahkan asam mefenamat 3 x 250 mg (apabila nyeri)

Perawatan hari ke-3 (19 September 2014)


 Jawaban konsul departemen Ilmu Kesehatan Anak:
Diagnosis:
Eritroderma ec Norwegian Scabies + OMSK ADS DD/ perforasi ADS + karies
dentis
Saran:
 Terapi sesuai IKKK
 Pemeriksaan X-ray: Mastoiditis bilateal

Perawatan hari ke-8 (24 September 2014)


 Pasien pulang atas permintaan sendiri
 Kondisi pasien saat pulang
o Keluhan: gatal (+), sisik dirasakan berkurang
o Status dermatologikus: distribusi universal
 Pada wajah, dada, perut, punggung tampak lesi multipel, diskret, bentuk
bulat, ukuran Ф 0.1-0.2 cm, tegas, menimbul, kering, berupa papula
eritema
 Pada kulit kepala berambut, kulit kepala berambut, kedua punggung
tangan, siku, kedua lutut, dan lipat lutut, kedua punggung kaki, tampak
skuama

9
 Pada sebagian tungkai kanan bawah tampak erosi
 Diagnosis saat pulang: Crusted scabies + OMSK ADS (perbaikan) + karies
dentis + leukositosis eosinofilia
 Saran saat pasien pulang:
Kontrol ulang hari Senin tanggal 1 Oktober 2014
Terapi pulang:
 Triamnisolon asetonid 25mg dalam 100ml oilum olivarum 2 x /hari (1/3-
1/3-1/3 bagian tubuh), dan losion Carmed ® 10% 2x/hari oles pada
seluruh tubuh, segera setelah mandi, pada daerah yang tidak diberikan
 Krim gentamisin 0.1% 2x/hari pada fisura di tangan dan kaki
 Krim permetrin 5% pada seluruh tubuh, setiap minggu
 CTM 1x4 mg (malam)
 Saran saat pasien pulang: Kontrol ulang hari Senin tanggal 1 Oktober 2014

Pengamatan hari ke-15 (1 Oktober 2014)


 Keluhan gatal (+), kemerahan dan skuama berkurang
 Pemeriksaan mikroskopik: ditemukan tungau Sarcoptes scabiei (2-3/lapang
pandang)
 Hasil pemeriksaan histopatologis (No. PB 146471):
o Makroskopis:
Sebuah jaringan berkulit ukuran 0,5x0,6x0,5 cm, putih, kecokelatan,
kenyal.
o Mikroskopis:
Sediaan biopsi kulit menunjukkan gambaran hiperkeratosis dan pada
stratum korneum didapatkan tungau skabies. Pada lapisan epidermis
dibawahnya didapatkan gambaran spongiotik fokal dan didapatkan
eksositosis eosinofil serta neutrofil.
o Kesimpulan: Crusted scabies
 Terapi:
- Topikal:
- Krim Decubal® 2x/hari pada seluruh tubuh

10
- Krim mometason furoat 0,1% (1:1) 2x/hari pada makula eritema dan
skuama tipis, setelah pemakaian krim Decubal®
- Krim permetrin 5% pada seluruh tubuh pasien dan keluarga, setiap
minggu
- Sistemik:
- CTM 1x4 mg (malam hari, bila gatal)

Pengamatan hari ke-86, Perawatan ke-2, hari pertama (11 Desember 2014)
 Anamnesis:
- Sisik pada paha dan kedua kaki pasien tampak semakin menebal
- Kompres tertutup pada skuama tebal tidak teratur dilakukan
- Pemakaian permetrin 5% tidak teratur dan tidak serempak
 Tanda vital dan status generalis dalam batas normal
 Status dermatologikus:
Distribusi: generalisata
Pada hampir seluruh tubuh, kecuali telapak kaki, tampak lesi multipel sebagian
konfluens, bentuk sebagian bulat, sebagian tidak teratur ukuran terkecil 0,2 x
0,2 cm dan terbesar 20 x 25 cm, batas tegas, sebagian menimbul, sebagian
kering, berupa makula eritema, papula eritema, plak eritema, skuama, dan
krusta. Pada kedua pergelangan kaki tampak fisura
 Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kulit di sela jari dan paha pasien
ditemukan tungau Sarcoptes scabiei
- Pemeriksaan dermoskopi: Ditemukan tungau Sarcoptes scabiei yang
ditandai dengan tanda delta wing jet dan badan bulat transparan
- Diagnosis: Crusted scabies

 Pemeriksaan laboratorium:
Hemoglobin 10,8 g/dl, Hematokrit 34%, leukosit 15.800/mm3, trombosit
497.000/mm3 , MCV 74,5 fL, MCH 23,7 pg, MCHC 31,9. Hasil pemeriksaan

11
hitung jenis leukosit : basofil 0, eosinofil 38, batang 0, segmen 30, limfosit 27,
monosit 5. CD4: 31,95% , CD8: 27,87%, CD4:CD8: 1,15
 DK/: Crusted scabies + leukositosis eosinofilia
 Terapi:
o Edukasi:
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa untuk mengobati
penyakitnya memerlukan waktu lama, karena selama tungau masih
tersebar di lingkungan maupun orang serumah dapat terjadi
penularan ulang
- Menjelaskan kembali pentingnya mengobati secara serentak orang
serumah dan mencuci dan menjemur secara berkala pakaian dan alat
tidur dirumah
o Topikal:
- Asam salisilat 5% dalam vaseline album, 2x/hari pada skuama tebal
- Krim Decubal® 2x/hari pada seluruh tubuh
- Krim mometason furoat 0,1% (1:1) 2x/hari pada makula eritema dan
skuama tipis, setelah pemakaian krim Decubal®
- Krim permetrin 5% pada seluruh tubuh pasien dan keluarga, setiap
minggu
o Sistemik:
- CTM 1x4 mg (malam hari, bila gatal)

Kunjungan rumah, pengamatan hari ke-88 (16 Desember 2014)


 Dari kunjungan rumah didapatkan keluhan serupa pada kakak dan kedua orang
tetangga pasien berupa beruntus-beruntus kemerahan pada ketiak, kedua
pergelangan tangan, perut, kepala penis, skrotum, yang terasa gatal terutama
pada malam hari. Dari pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan tungau
skabies. Keluhan serupa ditemukan pula pada dua orang tetangga pasien.
 Pemeriksaan mikroskopik dari barang-barang di rumah pasien tidak ditemukan
tungau Sarcoptes scabiei.

12
Pengamatan hari ke-91, perawatan ke-2, hari ke-5 (16 Desember 2014)
 Pasien pulang dengan perbaikan berupa skuama tebal yang menipis dan
kemerahan yang berkurang
 Terapi saat pulang:
- Topikal:
- Krim Decubal® 2x/hari pada seluruh tubuh
- Krim mometason furoat 0,1% (1:1) 2x/hari pada makula eritema dan
skuama tipis, setelah pemakaian krim Decubal®
- Krim permetrin 5% pada seluruh tubuh pasien dan keluarga, setiap
minggu
- Sistemik:
- CTM 1x4 mg (malam hari, bila gatal)

Pengamatan hari ke-98 (23 Desember 2014)


 Keluhan gatal (+), kemerahan berkurang
 Pemeriksaan mikroskopik: ditemukan tungau Sarcoptes scabiei (1-2/lapang
pandang)
 Terapi:
- Topikal:
- Krim Decubal® 2x/hari pada seluruh tubuh
- Krim mometason furoat 0,1% (1:1) 2x/hari pada makula eritema dan
skuama tipis, setelah pemakaian krim Decubal®
- Krim permetrin 5% pada seluruh tubuh pasien dan keluarga, setiap
minggu
- Sistemik:
- CTM 1x4 mg (bila gatal)

Pengamatan hari ke-135 (9 Februari 2015)


 Keluhan gatal (+), kemerahan berkurang, skuama tebal timbul kembali pada
paha dan tungkai bawah.

13
 Pemeriksaan mikroskopik: ditemukan tungau Sarcoptes scabiei (1-2/lapang
pandang)
 Terapi:
- Topikal:
- Kompres tertutup dengan menggunakan cream base dan larutan NaCl
0,9% 3x/hari pada skuama tebal
- Krim Decubal® 2x/hari pada seluruh tubuh
- Krim mometason furoat 0,1% (1:1) 2x/hari pada makula eritema dan
skuama tipis, setelah pemakaian krim Decubal®
- Krim permetrin 5% pada seluruh tubuh pasien dan keluarga, setiap
minggu
- Sistemik:
- CTM 1x4 mg (bila gatal)
- Albendazol tablet 1x800 mg/hari, selama 3 hari, diulang seminggu
kemudian

Pengamatan hari ke-143 (17 Februari 2015)


 Keluhan gatal (+), kemerahan dan skuama berkurang
 Pemeriksaan mikroskopik: ditemukan tungau Sarcoptes scabiei (1/lapang
pandang)
 Pemeriksaan laboratorium:
Hemoglobin:10,8; Hematokrit:34; Leukosit: 11.400; Eritrosit 4.44;
Trombosit:535.000;MCV/MCH/MCHC:76.4/24.3/31.9;
Basofil/Eosinofil/Stab/Segmen/Limfosit/Monosit:0/17/0/33/46/4; Morfologi
darah tepi: Eritrosit nomokrom anisoitosis; Leukosit jumlah cukup; Trombosit
jumlah meningkat, tersebar; SGOT:21; SGPT:11; Ureum:24; Kreatinin:0,38.
IgE total: H > 2500 kU/L.
 X-ray toraks: tidak tampak tuberkulosis paru aktif
 DK/: Crusted scabies + leukositosis eosinofilia + hyper IgE syndrome
 Terapi:
- Topikal:

14
- Krim Decubal® 2x/hari pada seluruh tubuh
- Krim mometason furoat 0,1% (1:1) 2x/hari pada makula eritema dan
skuama tipis, setelah pemakaian krim Decubal®
- Krim permetrin 5% pada seluruh tubuh pasien dan keluarga, setiap
minggu
- Sistemik:
- CTM 1x4 mg (bila gatal)
- Albendazol tablet 1x800 mg/hari, selama 3 hari, diulang seminggu
kemudian

Pengamatan hari ke-165 (11 Maret 2015)


 Keluhan gatal (+), kemerahan dan skuama berkurang
 Pemeriksaan mikroskopik: ditemukan tungau Sarcoptes scabiei (1/lapang
pandang)
 Terapi:
- Topikal:
- Krim Decubal® 2x/hari pada seluruh tubuh
- Krim mometason furoat 0,1% (1:1) 2x/hari pada makula eritema dan
skuama tipis, setelah pemakaian krim Decubal®
- Krim permetrin 5% pada seluruh tubuh pasien dan keluarga, setiap
minggu
- Sistemik:
- CTM tablet 1x4mg (bila gatal)
- Albendazol tablet 1x800 mg/hari, selama 3 hari, diulang seminggu
kemudian

DIAGNOSIS AKHIR: Crusted scabies (perbaikan) + leukositosis eosinofilia +


hyper IgE syndrome
III. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

15
Crusted scabies adalah bentuk ekstrim dari skabies,1 disebabkan oleh Sarcoptes
scabiei,1,4 dan ditandai dengan jumlah tungau yang banyak, kadar IgE tinggi, serta
terbentuknya krusta tebal.1 Pada pasien CS terdapat jutaan tungau pada permukaan
kulitnya.4

2. Insidensi
Penyakit ini sangat menular dengan rute penularan utama melalui kontak
antarkulit, tetapi penularan dapat terjadi pula melalui fomite, sehingga dapat
mencetuskan outbreak skabies.6 Beberapa faktor yang berhubungan dengan
penularan skabies adalah kondisi tempat tinggal yang padat dan kemiskinan.1
Luas tempat tinggal minimal yang dibutuhkan oleh satu individu adalah 165
kaki2, yaitu setara dengan 14,85 m2.10 Kepadatan yang tinggi berhubungan dengan
penyebaran skabies dan insiden intrafamilial, hal tersebut mengindikasikan bahwa
transmisi penyakit ini melalui kontak erat dengan orang yang terinfestasi, seperti
berpelukan atau tidur seranjang. Kemiskinan berhubungan dengan nutrisi yang
buruk dan berkontribusi pada menurunnya status imun.1

3. Patogenesis
Rasa gatal dan ruam pada pasien dengan skabies disebabkan oleh reaksi imunitas
seluler tipe lambat.13 Rasa gatal timbul 4-6 minggu setelah infestasi awal, tetapi
pada infestasi berulang, gejala dapat timbul dalam waktu dua hari setelah infestasi.4
Pada pasien dengan dengan keadaan imunosupresi maupun dengan gangguan
neurologis, jumlah tungau dapat meningkat dengan tajam, hal tersebut dapat
diakibatkan oleh gangguan respons imun, kurangnya rasa gatal, atau
ketidakmampuan pasien untuk menggaruk.14 Proliferasi tungau yang tidak
terkontrol pada umumnya terjadi pada kulit pasien dengan gangguan respons sel T
atau kurangnya sensasi pada kulit, serta ketidakmampuan untuk menyingkirkan
tungau secara mekanis.5,15
Pembentukan krusta pada CS disebabkan oleh penggalian terowongan
intraepidermal oleh ribuan hingga jutaan tungau yang bersatu membentuk krusta.
Hal tersebut disimpulkan oleh Towersey dkk.11 yang melakukan pemeriksaan

16
dermoskopi pada krusta pasien CS. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan
gambaran skabies, terowongan berbentuk lurus (burrow) dan berkelok-kelok
(kanalikuli) yang bersatu membentuk krusta. Eritema pada CS dapat berkembang
menjadi eritroderma,12 dan dapat disertai pula dengan penebalan serta distrofi
kuku.4,12
Kejadian CS berhubungan dengan kondisi imunosupresi dan infeksi HIV, tetapi
berdasarkan beberapa laporan kasus, CS dapat pula terjadi pada individu tanpa
gangguan imunologis.1 Baysal dkk.18 melaporkan satu kasus CS pada bayi
perempuan berusia 4,5 bulan. Pada pasien tersebut didapatkan kadar imunoglobulin
serum pasien dalam batas normal. Ekmekci dan Koslu19 melaporkan satu kasus CS
pada laki-laki berusia 24 tahun, pada pasien tersebut didapatkan kadar
imunoglobulin serum dalam batas normal, dan pemeriksaan antibodi serum
terhadap HIV negatif. Hal serupa ditemukan pada laporan kasus oleh Gladstone20
yang melaporkan kasus CS pada anak perempuan berusia 11 tahun. CS dilaporkan
pula terjadi pada populasi ras Aborigin di Australia dengan imunitas normal,
penyebab terjadinya hal tersebut belum diketahui pasti, tetapi diduga terdapat
hubungan antara kejadian skabies dan HLA-A11.

4. Manifestasi Klinis
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan temuan klinis6 berupa keluhan lesi
yang gatal dengan distribusi yang khas,4 dan ditemukannya tungau.6 Lesi kulit pada
skabies berupa papula, nodul, kanalikuli, vesikel, dan pustula, pada sela jari,
pergelangan tangan, telapak tangan, telapak kaki, siku, aksila,3 skrotum, penis,
labia, dan areola. Pada CS krusta terbentuk pada daerah telapak tangan, ekstensor
siku, kulit kepala berambut, telinga, dan telapak kaki, serta jari-jari kaki. Apabila
krusta tersebut sangat tebal, dapat terbentuk fisura yang membelah lesi krusta
tersebut.6

5. Diagnosis
Pemeriksaan mikroskopik menjadi faktor diagnostik penyakit skabies apabila
ditemukan tungau, telur, maupun skibala.6 Pemeriksaan lainnya yang dapat

17
dilakukan adalah dermoskopi dan histopatologi. Pada pemeriksaan dermoskopi
pasien skabies akan terlihat delta wing jet yang merupakan tanda dari bagian kepala
tungau, dan badan transparan.16 Walter dkk.17 melakukan perbandingan tingkat
sensitivitas dan spesifisitas teknik menggunakan selotip, kerokan kulit, dan
dermoskopi dalam mendeteksi tungau skabies. Dari penelitian tersebut didapatkan
dermoskopi merupakan pemeriksaan paling sensitif dengan angka sensitifitas 83%,
tetapi paling tidak spesifik dengan angka spesifisitas 46%, sedangkan teknik
pemeriksaan menggunakan selotip dan kerokan kulit walaupun memiliki
sensitifitas lebih rendah, yaitu sebanyak 68% dan 46 %, spesifisitas kedua teknik
tersebut 100%.

6. Pemeriksaan Histopatologis
Pemeriksaan histopatologis skabies bersifat diagnostik apabila ditemukan
tungau4,6 atau bagian tubuh tungau pada stratum korneum.6 Namun, tungau jarang
didapatkan pada pemeriksaan rutin, dan pada pemeriksaan potongan serial tungau
hanya didapatkan pada 20% kasus.25 Pada CS, bagian epidermis tampak
hiperkeratotik,1,26 dan didapatkan tungau26 didalam terowongan.1 Pada lapisan
epidermis dibawahnya tampak gambaran spongiotik fokal,25 dan eksositosis
eosinofil dan neutrofil.1,25 Pada laporan kasus CS oleh Kutlu dkk,15 serta Ekmekci
dkk.,19 didapatkan gambaran histopatologis berupa epidermis hiperkeratotik
psoriasiformis yang didalamnya terdapat tungau.

7. Terapi
Prinsip pengobatan skabies meliputi pemilihan pengobatan yang tepat meliputi
skabisidal dan keratolitik, yang dapat diulang bila perlu, dan hindari
undertreatment. Pengobatan dilakukan pula pada narakontak secara bersamaan,
dengan instruksi mendetil mengenai cara pemakaian obat. Kerokan kulit diulang
satu dan empat minggu setelah setiap pengobatan, serta mencuci pakaian serta alat
tidur. Obat topikal dan oral yang digunakan pada skabies, digunakan pula pada CS.
Beberapa pengobatan topikal skabies termasuk sulfur 5-10%, lindane 1%, benzil
bezoat 10-25%, malation, dan krotamiton 10%, sedangkan pengobatan sistemik

18
adalah ivermektin,6 tetapi terdapat laporan pula mengenai keberhasilan pengobatan
CS menggunakan albendazol.21 Pengobatan CS sangat sulit karena dipengaruhi
oleh keadaan imunitas yang buruk, erupsi luas, jumlah tungau yang sangat banyak,
dan terbatasnya penetrasi agen topikal karena lesi hiperkeratotik. Lesi
hiperkeratotik dapat dihilangkan menggunakan asam salisilat 5% dalam petrolatum,
atau urea 40%. CS yang resisten terhadap terapi, dan kegagalan pengobatan umum
terjadi, sehingga diperlukan kombinasi pengobatan oral dan topikal berulang
hingga tungau tereradikasi.6,12
Permetrin adalah pyrethroid sintetik, tersedia dalam sediaan 5% untuk
pengobatan seluruh tubuh pada skabies,22,23 dan sediaan 1% yang digunakan pada
pengobatan pedikulosis kapitis. Absorpsi perkutan obat ini minimal, dengan kadar
absorpsi sistemik krim kurang dari 1-2%.22 Permetrin bekerja pada membran sel
artropoda dengan cara melumpuhkan mekanisme transpor sodium yang berperan
dalam polarisasi membran saraf artropoda,22 sehingga menyebabkan depolarisasi
memanjang dan mengganggu transmisi saraf23 dan Sarcoptes menjadi lumpuh.
Belum terdapat laporan mengenai reaksi simpang permetrin selain iritasi lokal,
yang biasanya didapatkan pada aplikasi obat topikal pada kulit yang inflamasi. 22
Berdasarkan pengkajian beberapa obat topikal skabies oleh Walter dan Johnston
pada tahun 2007,7 yang membandingkan efikasi permetrin dibandingkan obat
topikal skabies lainnya, disimpulkan bahwa permetrin adalah obat topikal paling
sesuai untuk penyakit ini.
Ivermektin merupakan antihelmintik semisintetik yang dihasilkan dari produk
fermentasi Streptomyces avermitilis.22 Obat tersebut diindikasikan untuk kasus CS
dan penggunaannya dikombinasikan dengan obat skabies topikal dan agen
keratolitik.23 Ivermektin berikatan dengan ion-channel pada sel saraf dan otot
invertebrata, mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sel tersebut
terhadap ion klorida, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi sel-sel tersebut, yang
pada akhirnya akan membunuh parasit.22
Albendazol termasuk dalam golongan benzimidazol yang merupakan obat
antiparasitik.8,9 Indikasi obat ini adalah infestasi yang disebabkan oleh Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Enterobius vermicularis, Ancylostoma duo-

19
denale and Necator americanus, spesies Taenia, Strongyloides stercoralis, dan
spesies Giardia, selain itu dapat pula digunakan untuk CS.21 Cara kerja albendazol
adalah berikatan dengan β-tubulin parasit, menyebabkan terjadinya inhibisi
polimerisasi tubulin dan micotubule-dependent glucose uptake yang
mengakibatkan imobilisasi8,9,22 dan kematian parasit.8,9 Dosis albendazole pada
individu dengan berat badan <60 kg adalah 15 mg/kgBB/hari, dengan dosis
maksimal 800 mg/hari.21
Terdapat dua laporan mengenai penggunaan albendazol untuk CS pada negara
yang tidak tersedia ivermektin. Ayoub dkk.8 Pada tahun 2008 di Lebanon
melaporkan dua kasus CS yang sebelumnya sudah diterapi dengan obat topikal
skabies dengan hasil yang tidak memuaskan. Kedua pasien tersebut kemudian
diberikan albendazol 3x1000 mg selama 3 hari, perbaikan didapatkan berupa
menghilangnya lesi kulit, dan tidak ditemukannya tungau skabies pada akhir
pengamatan (setelah 7 hari). Douri dkk.9 Pada tahun 2009 di Siria melaporkan
tentang penggunaan albendazol 3x1000mg selama 3 hari pada kasus CS yang
dikombinasikan dengan asam salisilat 5% yang dicampur dengan krotamiton
selama 1 minggu, perbaikan dilaporkan berupa hilangnya skuama dan kemerahan
yang berkurang.
Tungau Sarcoptes scabiei memiliki kemampuan hidup diluar tubuh manusia
selama 24-36 jam pada suhu ruangan dan tetap memiliki kemampuan untuk
infestasi dan penetrasi.1 Alat tidur, pakaian, dan handuk yang digunakan oleh pasien
maupun narakontak yang digunakan tiga hari sebelum pengobatan harus
didekontaminasi dengan cara mencucinya di air panas6,24 dengan suhu 600 C,6
kemudian dikeringkan dengan pengering yang panas. Selain itu, dapat pula
dilakukan dry-cleaning atau menutupnya setidaknya selama 72 jam.24

8. Prognosis
Peningkatan morbiditas dan mortalitas CS berkaitan dengan kejadian infeksi
sekunder dan sepsis.2 Berdasarkan laporan kasus oleh Douri8 dan Ayoub,9 pada

20
kasus CS, lesi kulit sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut. CS adalah penyakit
yang sangat menular dan kejadiannya berhubungan dengan tempat tinggal yang
padat.6

IV. PEMBAHASAN
Crusted scabies adalah bentuk ekstrim dari skabies,1 disebabkan oleh Sarcoptes
scabiei,1,4 dan ditandai dengan jumlah tungau yang banyak, kadar IgE tinggi, serta
terbentuknya krusta tebal.1 Pada pasien CS terdapat jutaan tungau pada permukaan
kulitnya.4 Penyakit ini sangat menular dengan rute penularan utama melalui kontak
antarkulit.6 Beberapa faktor yang berhubungan dengan penularan skabies adalah
kondisi tempat tinggal yang padat dan kemiskinan.1 Luas tempat tinggal minimal
yang dibutuhkan oleh satu individu adalah 165 kaki2, yaitu setara dengan 14,85
m2.10 Kepadatan yang tinggi berhubungan dengan penyebaran skabies dan insiden
intrafamilial, hal tersebut mengindikasikan bahwa transmisi penyakit ini melalui
kontak erat dengan orang yang terinfestasi, seperti berpelukan atau tidur seranjang.
Kemiskinan berhubungan dengan nutrisi yang buruk dan berkontribusi pada
menurunnya status imun.1
Pada kasus ini didapatkan tingkat penularan yang tinggi, didukung oleh temuan
penularan kepada 13 yang pernah tinggal serumah dengan pasien. Faktor yang
berpengaruh dalam penularan kasus ini adalah kemiskinan dan padatnya hunian
tempat tinggal, yang berjumlah lima orang dalam satu rumah dengan luas 35 m2
dengan dua kamar tidur, sedangkan luas minimal untuk lima orang adalah 74,25
m2 .
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan temuan klinis6 berupa keluhan lesi
yang gatal dengan distribusi yang khas,4 dan ditemukannya tungau.6 Lesi kulit pada
skabies berupa papula, nodul, kanalikuli, vesikel, dan pustula, pada sela jari,
pergelangan tangan, telapak tangan, telapak kaki, siku, aksila,3 skrotum, penis,
labia, dan areola. Pada CS krusta terbentuk pada daerah telapak tangan, ekstensor
siku, kulit kepala berambut, telinga, dan telapak kaki, serta jari-jari kaki. Apabila
krusta tersebut sangat tebal, dapat terbentuk fisura yang membelah lesi krusta

21
tersebut.6 Eritema pada CS dapat berkembang menjadi eritroderma,12 dan dapat
disertai pula dengan penebalan serta distrofi kuku.4,12
Pada pasien ini didapatkan manifestasi klinis berupa makula eritema universalis
yang terasa gatal, disertai dengan skuama dan pembentukan krusta tebal di kulit
kepala berambut, telinga, siku, kedua lengan, kedua tangan dan telapak tangan,
kedua lutut, kedua tungkai, kedua kaki, dan telapak kaki. Pada daerah kulit kepala
berambut, punggung dan pergelangan tangan, serta punggung dan pergelangan kaki
ditemukan fisura., dan didapatkan pula distrofi kuku kaki dan tangan.
Pemeriksaan mikroskopik menjadi faktor diagnostik penyakit skabies apabila
ditemukan tungau, telur, maupun skibala.6 Pemeriksaan lainnya yang dapat
dilakukan adalah dermoskopi dan histopatologi. Pemeriksaan histopatologis
bersifat diagnostik apabila ditemukan tungau4,6 atau bagian tubuh tungau pada
sediaan.6 Pada pemeriksaan dermoskopi pasien skabies akan terlihat delta wing jet
yang merupakan tanda dari bagian kepala tungau, dan badan transparan.16
Pada kasus ini, diagnosis CS ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan mikroskopik, dermoskopi, serta histopatologi. Pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan tungau dan telur skabies, dari pemeriksaan histopatologis
ditemukan gambaran hiperkeratotik dengan tungau didalam terowongan. Pada
lapisan epidermis dibawahnya didapatkan gambaran spongiotik fokal, dan
eksositosis eosinofil serta neutrofil. Dari pemeriksaan dermoskopi ditemukan tanda
delta wing jet yang melambangkan kepala skabies dan badan bulat transparan.
Kejadian CS berhubungan dengan kondisi imunosupresi dan infeksi HIV, tetapi
berdasarkan beberapa laporan kasus, CS dapat pula terjadi pada individu tanpa
gangguan imunologis.1
Pada kasus ini pemeriksaan antibodi anti-HIV negatif, jumlah CD4, CD8, dan
rasio CD4:CD8 dalam batas normal, serta tidak ditemukan tanda-tanda penyakit
kronis seperti tuberkulosis, diabetes melitus, maupun penggunaan obat-obat
imunosupresi dalam jangka waktu lama. Sehingga faktor predisposisi terjadinya CS
pada pasien ini belum diketahui dengan pasti.
Prinsip pengobatan skabies meliputi pemilihan pengobatan yang tepat meliputi
skabisidal dan keratolitik, yang dapat diulang bila perlu, dan hindari

22
undertreatment. Pengobatan dilakukan pula pada narakontak secara bersamaan,
dengan instruksi mendetil mengenai cara pemakaian obat. Lini pertama pengobatan
CS adalah kombinasi krim permetrin 5% dan ivermektin,6 tetapi terdapat laporan
pula mengenai keberhasilan pengobatan CS menggunakan albendazol.21
Pengobatan CS sangat sulit karena dipengaruhi oleh keadaan imunitas yang buruk,
erupsi luas, jumlah tungau yang sangat banyak, dan terbatasnya penetrasi agen
topikal karena lesi hiperkeratotik. Lesi hiperkeratotik dapat dihilangkan
menggunakan asam salisilat 5% dalam petrolatum, atau urea 40%. CS resisten
terhadap terapi, dan kegagalan pengobatan umum terjadi, sehingga diperlukan
kombinasi pengobatan oral dan topikal berulang hingga tungau tereradikasi.6,12
Pada kasus ini, pasien diberikan pengobatan berupa aplikasi krim permetrin 5%
berulang setelah pengelupasan krusta. Krusta pada pasien ini dihilangkan dengan
menggunakan kompres oklusif dan asam salisilat 5%. Pengobatan dengan krim
permetrin 5% dilakukan pula pada narakontak pasien secara bersamaan, tetapi tidak
teratur. Karena ivermektin tidak tersedia di Indonesia, maka pada pasien ini
diberikan albendazol. Albendazol diberikan setelah pengobatan sebelumnya berupa
aplikasi krim permetrin 5% sebanyak 7 kali tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Dosis yang diberikan sebanyak 1x800mg selama 3 hari berturut-
turut/minggu, hingga akhir pengamatan pengobatan tersebut sudah diulang
sebanyak tiga kali. Perbaikan didapatkan berupa kemerahan yang berkurang,
hilangnya krusta, dan berkurangnya jumlah Sarcoptes yang ditemukan pada
pemeriksaan mikroskopis menjadi 1/lapang pandang.
Peningkatan morbiditas dan mortalitas CS berkaitan dengan kejadian infeksi
sekunder dan sepsis.2 Pada kasus ini tidak terdapat tanda infeksi sekunder dan sepsis
sehingga quo ad vitam ad bonam. Pada kasus ini lesi kulit sembuh tanpa
meniggalkan jaringan parut, hal serupa didapatkan pula pada laporan kasus oleh
Douri9 dan Ayoub,8 yang melaporkan kasus CS sembuh tanpa meninggalkan
jaringan parut, oleh karena itu quo ad functionam pada pasien ini ad bonam. CS
adalah penyakit yang sangat menular dan berhubungan dengan tempat tinggal yang
padat,6 pada kasus ini pasien tinggal bersama lima orang di dalam rumah dengan

23
dua kamar tidur, sehingga mempermudah terjadinya reinfestasi, oleh karena itu quo
ada sanationam ad malam.

V. KESIMPULAN
Dilaporkan kasus crusted scabies (CS) pada seorang anak laki-laki berusia 10
tahun. Saat datang ke rumah sakit pasien didiagnosis eritroderma dengan lesi kulit
berupa makula eritema dan skuama universalis disertai gatal terutama saat malam
hari dan krusta tebal yang disertai fisura pada siku, lutut, tangan, dan kaki, sehingga
membuat pasien sulit bergerak. Pada pemeriksaan mikroskopis dari kerokan kulit,
dermoskopi, dan pemeriksaan histopatologis ditemukan tungau Sarcoptes scabiei.
Pemeriksaan histopatologis menunjukkan pula gambaran hiperkeratotik, spongiotik
fokal, dan didapatkan eosinofil dan neutrofil. Pada pasien ini pemeriksaan anti-
human immunodeficiency virus (HIV) (-), CD4, CD8, dan rasio CD4:CD8 dalam
batas normal, serta tidak ditemukan tanda-tanda penyakit kronis maupun
penggunaan obat-obatan imunosupresi dalam jangka waktu lama. Pasien diberikan
terapi berupa kompres oklusif dan asam salisilat 5% hingga krusta hilang dan krim
permetrin 5% sebanyak 10 kali, tetapi pasien tidak teratur melakukan pengobatan.
Pada bulan ke-4 pasien diberikan tablet albendazol 1x800mg/hari, 3 hari berturut-
turut selama satu minggu, yang telah digunakan sebanyak 3 siklus. Pada bulan ke-
5 kemerahan sudah jauh berkurang dan tidak didapatkan krusta, serta jumlah
Sarcoptes yang ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Walton SF, Holt DC, Currie BJ, Kemp DJ. Scabies: new future for a neglected
disease. Dalam Baker JR, Muller R, Rollinson D, penyunting. Advances in
parasitology. Edisi ke-57. Amsterdam: Elsevier; 2004. hlm. 309-76.

2. Subramaniam G, Kaliaperumal K, Duraipandian J, Rengasamy G. Norwegian


scabies in a malnourished young adult: a case report. J Infect Dev Ctries.
2010;4(5):349-51.

3. Paller AS, Mancini AJ. Infestations, bites, and stings. Dalam Paller AS,
Mancini AJ, penyunting. Hurwitz clinical pediatric dermatology. Edisi ke-4.
China: Elsevier; 2011. Hlm. 416-35.

24
4. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies, other mites and pediculosis. Dalam
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New
York: McGraw-Hill; 2012. hlm. 2569-78.

5. Dragos V, Kecelj N, Zgavec B. Crusted scabies in an 8-year-old child. Acta


Dermatoven APA. 2004;13(2):66-70.

6. Karthikeyan K. Crusted scabies. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2009;


75:340-7.

7. Walker GJA, Johnston PW. Interventions for treating scabies (Cochrane


Review). Dalam: The Cochrane Library. Edisi ke- 3. 2003.

8. Ayoub N, Merhy M, Tomb R. Treatment of scabies with albendazole. J


Dermatolog Treat. 2012;23(1):78-80.

9. Douri T, Shawaf AZ. Treatment of crusted scabies with albendazole: a case


report. Dermatol Online J. 2009;15(10):17.

10. U.S. Department of Housing and Urban Development Office of Policy


Development and Research. Overcrowding measures. Dalam: Measuring
Overcrowding in Housing. 2007:5-10.
11. Towersey L, Bucard L, Cunha M, dkk. How scabies crusts: dermatoscopy
aspects of norwegian scabies. J Am Acad Dermatol. 2013;68(4):119.

12. Balachandran MV, Monga P, Rao R. Norwegian scabies presenting as


erythroderma. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2009;75(6):609-10

13. Walton SF, Currie BJ. Problems in diagnosing scabies, a global disease in huan
and animal populations. Clin Microbiol Rev. 2007;20:268-79.

14. Johnston G, Sladden M. Scabies: diagnosis and treatment. Brit Med J.


2005;331:619-22.

15. Kutlu NS, Turan E, Erdemir A, dkk. Eleven years of itching: a case of crusted
scabies. Cutis. 2014;94:86-8.

16. Alendar F, Dlrjevic I, Helppikangas H, Alendar T. Dermoscopy of scabies. N


Dermatol Online. 2011;2(2):74-5.

17. Walter B, Heukelbach J, Fengler G, dkk. Comparison of dermoscopy, skin


scraping, and the adhesive tape test for the diagnosis of scabies in a resource-
poor setting. Arch Dermatol. 2011;147(4):468-73.

25
18. Baysal V, Yildirim M, Turkman C, dkk. Crusted scabies in a healthy infant.
Eur Acad Dermatol Venereol. 2004;18:188-90.

19. Ekmekci TR, Koslu A. Erythrodermic crusted scabies in a young healthy man.
Dermatol Online J. 2006;12(6):23-5.

20. Gladstone HB, Darmstadt GL. Crusted scabies in an immunocompetent child:


treatment with ivermectin. Pediatr Dermatol. 2000;17(2):144-8.

21. Elston D. Systemic antiparasitic agents. Dalam: Wolverton SE, penyunting.


Comprehensive dermatologic drug therapy. Edisi ke-3. China: Elsevier; 2011.
hlm. 135-41.

22. Krishnan SS, Lockshin BN. Topical antiparasitic agents. Dalam: Wolverton
SE, penyunting. Comprehensive dermatologic drug therapy. Edisi ke-3. China:
Elsevier; 2011. hlm. 135-41.

23. Currie BJ, McCarthy JS. Permethrin and ivermectin for scabies. N Engl J Med.
2010;362:717-25.

24. Georgia Department of Public Health. Scabies Handbook. Georgia: Georgia


Department of Public Health; 2011.

25. Patterson JW. The psoriasiform reaction pattern. Dalam: Patterson JW,
penyunting. Weedon.s Skin Pathology. Edisi ke-4. China: Elsevier; 2016. hlm.
81-101.

26. Patterson JW. Arthropod induced disease. Dalam: Patterson JW, penyunting.
Weedon.s Skin Pathology. Edisi ke-4. China: Elsevier; 2016. hlm. 652-63.

26

Вам также может понравиться