Вы находитесь на странице: 1из 5

KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS

TENTANG DRONE

Perihal pengaturan khusus perihal drone sendiri diatur dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia No. PM 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian
Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani
Indonesia (“PM 90”).

Dalam PM 90 tidak diatur mengenai dimana saja drone (pesawat udara tanpa awak)
dapat digunakan, akan tetapi diatur mengenai di kawasan mana saja drone tidak
dapat digunakan.

Drone tidak boleh dioperasikan pada kawasan dan ruang udara sebagai berikut:
1. Kawasan udara terlarang (prohibited area).
Adalah ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan, dengan
pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi
semua pesawat udara.

2. Kawasan udara terbatas (restricted area).


Adalah ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan dengan
pembatasan bersifat tidak tetap dan hanya dapat digunakan untuk operasi
penerbangan negara dan pada waktu tidak digunakan (tidak aktif), kawasan
ini dapat dipergunakan untuk penerbangan sipil.
3. Kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) suatu bandar udara.
Adalah wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara di sekitar
bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam
rangka menjamin keselamatan penerbangan.
4. Controlled airspace.
Adalah jenis ruang udara yang diberikan pelayanan lalu lintas penerbangan
berupa pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan ( air traffic control
service), pelayanan informasi penerbangan (flight information service), dan
pelayanan kesiagaan (alerting service).
5. Uncontrolled airspace pada ketinggian lebih dari 500 ft (150m).
Adalah jenis ruang udara yang diberikan pelayanan lalu lintas penerbangan
berupa pelayanan informasi penerbangan ( flight information service),
pelayanan kesiagaan (alerting service), dan pelayanan saran lalu lintas
penerbangan (air traffic advisory service).

Namun demikian terdapat pengecualiannya bahwa drone boleh dioperasikan di


ketinggian lebih dari 500 ft (150m) dengan izin yang diberikan oleh Direktur
Jenderal Perhubungan Udara, dalam hal kondisi khusus untuk kepentingan
pemerintah seperti patroli batas wilayah Negara, patroli wilayah laut Negara,
pengamatan cuaca, pengamatan aktifitas hewan dan tumbuhan di taman nasional,
survei dan pemetaan.[11]

Khusus untuk drone yang memiliki kamera, diatur sebagai berikut:[12]


1. Sistem pesawat udara tanpa awak dengan kamera dilarang beroperasi 500 m
dari batas terluar dari suatu kawasan udara terlarang ( prohibited area) atau
kawasan udara terbatas (restricted area).
2. Dalam hal sistem pesawat udara tanpa awak digunakan untuk
kepentingan pemotretan, perfilman dan pemetaan, harus melampirkan
surat izin dari institusi yang berwenang dan Pemerintah Daerah yang
wilayahnya akan dipotret, difilmkan atau dipetakan.

Cukup jelaslah kiranya bahwa apabila drone tersebut ternyata dipasangkan kamera,
maka ada kewajiban tambahan sebagaimana disebutkan di atas. Dalam hal
ini Pemerintah Daerah yang dimaksud adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Adapun ketentuan pidana terhadap pelanggaran ketentuan pada PM 90 dapat


ditemukan di UU Penerbangan, dimulai dari Pasal 410 s/d Pasal 443.

Perlu kiranya juga diperjelas bahwa peraturan di atas belum mencakup semua
implikasi pengguaan drone yang secara kasuistis bisa terjadi seperti
apabila drone tersebut menyebabkan kerusakan kepada properti atau benda milik
pihak lain, yang mana mengenai hal ini dapat merujuk pada ketentuan pidana dalam
KUHP.
Ketentuan Terkait Lainnya

Drone, jika melihat pendefinisian pada Peraturan Menteri Komunikasi dan


Informatika Republik Indonesia No. 18 tahun 2014 tentang Sertifikasi Alat dan
Perangkat Telekomunikasi (“PM 18”), dapat dianggap sebagai Alat atau Perangkat
Telekomunikasi. Pasal 1 angka 1, 2 dan 3 PM 18menyebutkan sebagai berikut:

1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan


dari setiap informasi, dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar,
suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya.
2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang
memungkinkan bertelekomunikasi.

Karena drone termasuk juga alat telekomunikasi, maka kita merujuk pada Pasal 32
UU Telekomunikasi jo. Pasal 71 sampai 77 Peraturan Pemerintah No. 52 tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi jo Pasal 2 PM 18 secara khusus,
diaturlah bahwa setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit,
dimasukkan untuk diperdagangkan dan/atau digunakan di wilayah Negara Republik
Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis. Yang mana verifikasi atas pemenuhan
persyaratan teknis tersebut dilaksanakan melalui sertifikasi alat dan perangkat
telekomunikasi dan/atau past market surveillance.

Dalam hal tidak ada sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi, Pasal 52 UU
Telekomunikasi mengatur bahwa barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit,
memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik
lndonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Akan tetapi, atas sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi dan/atau past
market surveillance ada pengecualiannya, yaitu dalam hal:
1. Barang bawaan penumpang, barang bawaan awak sarana pengangkut, dan/atau
barang yang dikirim melalui penyelenggara pos, berupa:
a. alat dan perangkat telekomunikasi pelanggan ( Customer Premises
Equipment / ”CPE”) untuk keperluan pribadi paling banyak 2 (dua) unit;
dan
b. alat dan perangkat telekomunikasi non pelanggan (non CPE) untuk
keperluan pribadi dan tidak diperjual belikan, dengan jumlah paling
banyak 1 (satu) unit.
1. Alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan penelitian dan
pengembangan, uji coba dan/atau penanganan bencana alam dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Tidak untuk diperdagangkan/digunakan untuk kepentingan komersial.
b. Dalam hal alat dan perangkat telekomunikasi
menggunakan spectrum frekuensi radio wajib memiliki Izin Stasiun Radio
(ISR) sementara;
c. Jangka waktu penggunaan alat dan perangkat paling lama 1 (satu) tahun;
d. Setelah 1 (satu) tahun, alat dan perangkat telekomunikasi wajib
disertifikasi apabila akan digunakan kembali atau wajib diekspor ke
Negara asal;
e. Dalam hal alat dan perangkat telekomunikasi diekspor ke Negara asal,
pemohon wajib melaporkan kepada Lembaga Sertifikasi dengan
melampirkan surat pemberitahuan ekspor barang yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
1. Alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan penelitian dan
pengembangan, uji coba, dan/atau penanganan bencana alam sebagaimana
dimaksud dalam huruf b wajib mencantumkan alamat lokasi alat dan perangkat
telekomunikasi yang digunakan;
2. Alat dan perangkat telekomunikasi yang akan digunakan sebagai sampel uji
dalam rangka proses pengujian, untuk perangkat CPE sebanyak 2 (dua) unit dan
perangkat Non CPE sebanyak 1 (satu) unit dan/atau atas permintaan Balai Uji;
3. Alat dan perangkat telekomunikasi yang menggunakan spesifikasi militer dan
digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan setelah mendapatkan
rekomendasi dari Menteri Pertahanan Republik Indonesia atau Kepala
Kepolisian Republik Indonesia;
4. Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan untuk perwakilan diplomatik
dengan memperhatikan asas timbal balik; dan
5. Alat ukur sarana telekomunikasi.
KETENTUAN-KETENTUAN
PEMINJAMAN DRONE

Dalam peminjaman alat Kantor Drone ada beberapa hal yang musti menjadi catatan

penting, yakni:

1. Peminjam sudah faham dengan Drone dan Pengoprasiannya

2. Sudah sering memiloti drone dan bukan pemula yang baru bisa mengoprasikan

3. Pengechekan awal drone dan accecories nya

4. Penggunaan drone harus jelas untuk kegiatan yang akan dilakukan (Tertera dalam

Surat Peminjaman Alat Kantor)

5. Lama

Вам также может понравиться