Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini masalah kenakalan anak semakin dirasakan meresahkan

masyarakat di berbagai belahan dunia. Berita kenakalan anak banyak muncul di

media baik elektronik maupun cetak hingga mencemaskan masa depan calon

generasi bangsa tersebut. Kenakalan anak di Indonesia telah memasuki segi

kriminal yang menyalahi ketentuan-ketentuan yang termaktub di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jumlah Anak yang terlibat dengan

kasus hukum secara nasional pada bulan November 2015 berjumlah 1743 Anak

(Ditjenpas, Sistem Database Pemasyarakatan, 2015).

Masa anak dikatakan sebagai suatu masa yang berbahaya karena pada

periode tersebut seseorang sedang dalam masa perkembangan maupun

pembentukan kepribadian dan fase selanjutnya menuju tahapan kedewasaan. Masa

ini dirasakan sebagai masa kritis karena belum adanya pegangan, sedangkan

kepribadiannya sedang mengalami pembentukan (Soekarno, 1982: 286). Anak

merupakan sosok yang penuh potensi namun perlu bimbingan terutama dari orang

tuanya agar dapat mengembangkan apa yang telah dimilikinya guna mengisi

pembangunan bangsa dan Negara.

Kenyataan yang sering kita lihat, perkembangan anak menuju kedewasaan,

tidak selalu menghasilkan anak yang mempunyai jati diri. Hal ini terjadi karena

banyak faktor yang berpengaruh pada diri anak dalam lingkungan keluarga,
pertemanan, maupun masyarakat. Anak tidak akan mengalami masalah yang

berarti dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan apabila mampu melewati

masa tumbuh kembang secara optimal. Anak yang kurang bimbingan orang tua

dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat melakukan hal-hal

yang negatif, seperti terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba atau NAPZA

(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) dan perbuatan kriminal lainnya.

Fenomena keterlibatan anak dalam berperilaku melanggar hukum

menggambarkan banyak anak yang terlibat kasus kenakalan anak. Anak yang

berada dalam naungan Lembaga Pembinaan Khusus Anak merupakan korban dari

kehidupan keluarga dan masyarakat pada era modern saat ini. Banyak anak yang

menjadi korban kenakalan atau pergaulan bebas akibat dari pergaulan tersebut,

banyak anak yang melanggar norma-norma dan aturan hukum yang berlaku

hingga menjadi terpidana dan berada dalam pembinaan LPKA.

Lembaga Pembinaan Khusus Anak biasa disingkat dengan LPKA

merupakan inovasi terbaru dari Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat

pembinaan khusus untuk anak-anak yang terlibat kenakalan anak yang berujung

dengan tindak pidana. Munculnya Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)

merupakan terobosan akan perubahan dalam penanganan anak yang berhadapan

dengan hukum yang memisahkan anak dari lingkungan narapidana dewasa.

Lembaga Pembinaan Khusus Anak termasuk bagian dari pemasyarakatan yang

khusus menaungi proses pembinaan anak. Pasal 3 Angka 2 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan


bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak dipisahkan dari orang

dewasa.

Orang yang berada dalam proses pembinaan dalam Lembaga

Pemasyarakan disebut dengan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) namun pada

umumnya lebih dikenal dengan istilah narapidana atau napi. Narapidana adalah

sebutan untuk orang yang sedang menjalani proses pidana di Lembaga

Pemasyarakatan. Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan

hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua

belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga

melakukan tindak pidana. Sebutan untuk Warga Binaan Pemasyarakatan yang

masih dibawah umur, tidak lagi disebut dengan istilah narapidana anak ataupun

Anak Didik Pemasyarakatan, melainkan disebut dengan Anak (dengan huruf A

kapital di depan penulisannya). Seorang anak dapat dihadapkan dengan proses

hukum setelah anak tersebut berusia 12 tahun dan belum berumur 18 tahun, anak

tersebut harus melakukan pertanggungjawaban atas perbuatannya melalui proses

hukum.

Sama seperti anak pada umumnya, anak yang berada dalam Lembaga

Pembinaan Khusus Anak merupakan makhluk individu dan makhluk sosial yang

memenuhi kebutuhan pribadinya maupun berinteraksi dengan yang lain.

Kehidupan di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak berbeda dengan

kehidupan normal pada masyarakat. Adanya keterbatasan-keterbatasan dan


aturan-aturan dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak tidak dapat dihindari, hal
ini dapat berdampak terhadap anak. Anak pun harus bisa beradaptasi dengan

dunia barunya. Anak diharapkan dapat beradaptasi dengan lingkungan hidupnya,

beradaptasi dengan individu lain dan perbagai situasi kehidupan yang

dihadapinya. Kehidupan yang penuh dengan tingginya permasalahan seperti

tekanan dan harga diri anak yang hilang, merasakan hilang kebebasan, kebutuhan

primer dan sekunder yang tidak normal, rasa penyesalan sepanjang hidup, merasa

tidak berharga dibandingkan anak seusianya, jauh dari orang tua atau keluarga

terdekat, pendidikan yang hilang bahkan adanya pengaruh negatif dari orang lain.

Anak akan menerima nestapa sebagai akibat dari perbuatan yang pernah

dilakukannya namun di sisi lain anak akan diberikan pembinaan untuk

memperbaiki perilaku dan sebagai bekal bagi kehidupan anak setelah masa

hukumannya habis.

Barda Nawawi Arief (dalam Priyatno, 2006) menyatakan bahwa pidana

penjara tidak hanya mengakibatkan perampasan kemerdekaan tetapi juga

menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan

dirampasnya kemerdekaan itu sendiri. Jika keadaan ini terus menerus berlanjut

anak tidak mempunyai semangat hidup kemudian akan meraih kehidupan masa

depan yang suram. Hal ini merupakan tantangan bagi anak dalam beradaptasi agar

tidak terbawa arus dampak negatif tersebut. Atas dasar tersebut, penulis tertarik

untuk membahas permasalahan jiwa anak di Lembaga Pemasyarakatan dalam makalah

ini dengan judul, "Laporan Keperawatan Jiwa di Lapas Anak Klas 1 di Kutoarjo"
2. Identifikasi Masalah
Dengan bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut diatas maka pembahasan selanjutnya
akan bertumpu pada identifikasi masalah yaitu "?"

3. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut :
Secara praktis dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada para orang tua agar lebih
mengawasi dan memberi perhatian yang lebih kepada anaknya, terutama yang di bawah umur.
Dan memberi masukan kepada Pihak Lapas agar dapat memberikan pelayanan yang baik karena
berhubung anak yang ditahan masih dibawah umur

4. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui orang yang menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan
Anak kutoarjo.
2. Mengetahui aktifitas dan rutinitas kegiatan yang dilakukan Anak Didik Lembaga
Pemasyarakatan Anak Kutoarjo.
3. Mengetahui permasalahan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo.
5. Manfaat Penyusunan Laporan
1. Mahasiswa dapat membandingkan serta menemukan suatu kesimpulan
tentangjenis pemidanaan anak.
2. Sebagai kajian terhadap nilai kriminalitas yang kian hari sering dilakukan oleh anak –
anak

Вам также может понравиться