Вы находитесь на странице: 1из 17

LAPORAN KEGIATAN KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

UPTD PUSKESMAS BATOH


PERIODE 09 April – 21 April 2018

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik


di SMF/Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

disusun oleh :

CUT MULIANI
1507101030153

Pembimbing:

dr. Elvira Mustafa, M. Kes


dr. Yessi Sunari Wahfar
dr. Hasnur Elfiyeni

SMF/BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2018
LEMBARAN PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
UPTD PUSKESMAS BATOH
PERIODE 09 April – 21 April 2018

Disusun Oleh:

CUT MULIANI
1507101030153

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian FamilyMedicine Fakultas Kedokteran Unsyiah
di UPTD Puskesmas Batoh
Kota Banda Aceh

Disahkan Oleh :
Banda Aceh, 19 April 2018

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Yessi Sunari Wahfar dr. Hasnur Elfiyeni


NIP. 19770702 201001 2 010 NIP. 19761024 200604 2 007

Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Batoh Kepala Bagian Family Medicine

dr. Elvira Mustafa, M.Kes Rina Suryani Oktari, S.Kep., M.Si


NIP. 19750728 200604 2 007 NIP. 19831012 201404 2 001
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Pelayanan Kesehatan di
UPTD Puskesmas Meuraxa periode 09 April – 21 April 2018. Shalawat dan salam
kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah ke zaman Islamiyah juga kepada sahabat dan keluarga beliau.
Kami berterima kasih kepada kepala UPTD Puskesmas Batoh dr. Elvira
Mustafa, dan dokter pembimbing saya dr. Yessi Sunari Wafar, dr. Hasnur Elfiyani
dan dr. Elvira Mustafa, M.Kes beserta seluruh staf yang telah banyak membimbing
saya mulai pelaksanaan tugas hingga pembuatan laporan ini, juga kepada teman
sejawat dokter muda yang telah turut memberikan kontribusinya sehingga semua
tugas dapat dilaksanakan dengan baik.
Penulis menyadari banyak kekurangan yang ada pada tulisan ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dan
perbaikan dimasa yang akan datang.

Banda Aceh, April 2018

Penulis
LAMPIRAN I
PROMOSI KESEHATAN
LAPORAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN INDOOR
PPOK

I. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai dengan keterbatasan hambatan aliran udara yang disebabkan oleh
abnormalitas saluran nafas akibat pajanan gas atau partikel berbahaya yang bersifat
progresif nonreversible atau reversible parsial.(1)
PPOK merupakan salah satu penyakit yang memiliki beban kesehatan
tertinggi. World Health Organization (WHO) dalam Global Status of Non-
communicable Diseases tahun 2010 mengkategorikan PPOK ke dalam empat besar
penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah penyakit
kardiovaskular, keganasan dan diabetes.(2)
Pada tahun 2013, di USA PPOK adalah penyebab utama kematian ketiga,
lebih dari 11 juta orang didiagnosis dengan PPOK. (ALA, 2015), Menurut data
Regional COPD working group, di 12 Negara Asia pasifik rata-rata prevalensi
PPOK 6,3 %. Prevalensi terendah di Hongkong dan Singapura 3,5 % dan prevalensi
tertinggi di Vietnam 6,7%. Di Indonesia PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10
penyebab tersering kematian, diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan
prevalensi 5,6% dan sekitar 4,3% terjadi di Aceh dengan perbandingan antara laki-
laki dan perempuan 4:1.(3) Menurut data dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2004 di 5 rumah sakit provinsi menunjukkan PPOK menempati
urutan pertama menyumbang angka kesakitan diikuti asma bronkial (33%), kanker
paru (30%) dan lainnya (2%).(4)
Tingginya angka kejadian PPOK dikaitkan dengan semakin meningkatnya
pajanan faktor resiko meliputi kebiasaan merokok yang masih tinggi terutama pada
sejak usia muda, polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di
pertambangan, serta seringnya saluran napas bawah terinfeksi selama masa kanak-
kanak. Pertambahan penduduk dan peningkatan usia harapan hidup juga berperan
dalam peningkatan penyakit ini.(5)
Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila terdapat gejala berupa sesak napas,
batuk kronik yang dapat disertai dengan dahak, serta adanya pajanan dengan faktor
risiko, seperti asap rokok, debu, asap dapur, dan bahan kimia di tempat kerja. Uji
spirometri merupakan pemeriksaan penunjang kunci untuk memastikan diagnosis
PPOK.(5) Selain itu, berdasarkan GOLD 2017 untuk menilai gejala-gejala PPOK dapat
menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi, yaitu COPD Assessment Test (CAT), dan the
Modified British Medical Research Council (mMRC) (1,6)
Istilah PPOK eksaserbasi akut dikatakan bila kondisi ini mengalami
perburukan yang bersifat akut dari keadaan sebelumnya yang stabil. Gejalanya
berupa sesak napas bertambah, produksi sputum meningkat, serta perubahan warna
sputum. Eksaserbasi akut biasanya terjadi disebabkan oleh infeksi (virus dan
bakteri).(1)
PPOK menyebabkan menurunnya kualitas hidup pasien sehingga
dibutuhkan edukasi yang tepat sebagai pengelolaaan jangka panjang PPOK, dengan
harapan dapat mengurangi kecemasan pada pasien PPOK dan memberiksan
semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. (1)

II. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian PPOK
2. Menjelaskan penyebab dan faktor risiko PPOK
3. Menjelaskan tanda dan gejala PPOK
4. Memberikan edukasi mengenai pencegahan dan pengobatan PPOK

III. Tempat, Waktu, dan Peserta


Tempat : UPTD Puskesmas Batoh
Tanggal : 12 April 2018
Pukul : 09.00- 09.15 WIB
Peserta : Seluruh masyarakat yang sedang berobat di PKM Batoh
Pelaksana : Dokter Muda Fakultas Kedokteran Unsyiah

IV. Metode Penyuluhan


Metode Penyuluhan dilakukan dengan cara presentasi yang berisi penjelasan
tentang materi terkait yaitu PPOK serta pembagian leaflet dan dilanjutkan dengan
sesi tanya jawab. Metode kegiatan penyuluhan dibagi dalam 4 tahap yaitu:
No. Kegiatan Durasi
1. Pembukaan dan perkenalan 1 menit
2. Penyampaian materi 10 menit
3. Tanya jawab dan diskusi 2 menit
4. Penutup 2 menit

V. Materi Penyuluhan

5.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
bisa dicegah dan diobati. PPOK ditandai dengan adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta
adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. (1)

5.2 Faktor Resiko

Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK antara lain:(5)
1) Asap rokok
Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai penyebab gejala
respirasi dan gangguan fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok tergantung
dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok
perhari dan lamanya merokok. Namun tidak semua perokok berkembang
menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor resiko genetik
setiap individu. Perokok pasif atau Environmental Tobacco Smoke (ETS)
juga memberikan kontribusi terhadap terjadinya gejala respirasi dan PPOK
dikarenakan adanya peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok: perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok.
b. Derajat berat merokok yang dinilai dengan Indeks Brinkman (IB), yait
u perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lam
a merokok dalam tahun dan dikategorikan sebagai:
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
- Berat : >600
2) Polusi udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara dapat menjadi
penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan
memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK.
Polusi udara terbagi menjadi polusi di dalam ruangan (asap rokok dan asap
kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan), serta polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun).
3) Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok. Pada saat terjadi perubahan
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan misalnya ekses oksidan dan
atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif
tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan
aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.

4) Infeksi saluran napas bawah berulang


Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas
PPOK. Kolonisasai bakteri mengakibatkan inflamasi jalan napas, sehingga
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan
menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi pada
saat dewasa.
5) Sosial ekonomi
Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat,
nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial
ekonomi berpengaruh terhadap perkembangan PPOK. Malnutrisi dan
penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot
respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.
6) Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, dan
pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang
adalah risiko untuk terjadinya PPOK.Studi menyatakan bahwa berat lahir
mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7) Gen
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan -
1antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Ditemukan pada usia muda
dengan kelainan enfisema panlobular dengan penurunan fungsi paru yang
terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan -
1antitrypsin yang berat.

5.3 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila
terdapat tanda dan gejala sebagai berikut:

Tabel 4. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK


Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persistent (menetap sepanjang hari)
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai
“Perlu usaha untuk bernapas,”
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor risiko, Asap rokok
terutama Debu dan bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur

5.4 Pencegahan dan tatalaksana

1. Penatalaksanaan PPOK
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah
mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi
ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien,
meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka kematian. (1)
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan
kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan
pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangkan panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda
dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat
irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit.
Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan
merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti
kortikosteroid, antibiotik dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi
tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas
lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). (1)
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan β– 2 agonis. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Mekanisme kerja : melalui stimulasi
reseptor β2 di trachea dan bronkus, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase.
Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi
menjadi cyclic-adenosin mononosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang
digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam
sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan
mediator oleh sel mast.
b. Golongan antikolinergik. Digunakan pada derajat ringan sampai berat,
disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4
kaliperhari ). Mekanisme kerja : Di dalam sel-sel otot polos terdapat
keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu
sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan
berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor
muskarinik dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronkus, hingga aktivitas saraf
adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi.
c. Kombinasi antikolinergik dan β– 2 agonis. Kombinasi kedua golongan obat ini
akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja
yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebihs ederhana dan
mempermudah penderita.
d. Golongan xantin. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip
untuk mengatasi eksaserbasiakut. Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah. Mekanisme kerja : Daya bronkorelaksasinya
diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin. Selain itu, teofilin seperti
kromoglikat mencegah meningkatnya hiperektivitas.
e. Anti inflamasi
Digunakan pada eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi, bermanfaat
menekan inflamasi, dengan pemilihan golongan metilprednisolon atau
prednisone. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan sebagai
terapi jangka panjang bila terbukti uji kortikosteroid positif, yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pasca bronkodilator meningkat >20% dan minimal 250 ml.(1)
a. Antibiotik
Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda klinis infeksi
saluran napas, misalnya meningkatnya dahak purulen. Pemilihan antibiotik
disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi antibiotik yang mutakhir.
Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, Sedangkan
untuk rawat jalan diberikan kombinasi dengan macrolide bila eksaserbasi sedang
ataupun tunggal bila ringan.(1)
b. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK yang sering, namun tidak dianjurkan
pemberian yang rutin.(1)
c. Mukolitik
Hanya diberikan pada eksaserbasi akut untuk mempercepat perbaikan eksaserbasi,
terutama pada bronkitis kronik dengan sputum kental.(1)
 Rehabilitasi PPOK
Dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan dan
memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Program rehabilitasi terdiri dari 3
komponen, yaitu latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan.(6)
 Nutrisi
Gizi penting sebagai penentu gejala cacat dan prognosis PPOK. Malnutrisi sering
terjadi pada PPOK kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat
kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi
paru dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan
penurunan berat badan, kadar albumin rendah, antropometri, dan pengukuran
kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi).(1)
 Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah
kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan edukasi yang harus
diberikan adalah:(1)
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Mengindari pencetus, dengan cara berhenti merokok, disampaikan pertama
kali kepada pasien pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
- Penggunaan obat – obatan
Dibertahukan mengenai macam obat dan jenisnya, cara penggunaan obat yang
benar (oral, MDI, atau nebuliser), waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan
interval waktu tertentu atau kalau perlu saja), dosis obat yang tepat serta efek
sampingnya.
- Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Adapun tanda eksaserbasi meliputi batuk atau sesak bertambah, produksi sputum
meningkat dan berubah warna, sehinga dapat dideteksi dan dihindari pencetus
eksaserbasi
- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

VI. Diskusi dan Tanya Jawab


1. Pertanyaan : Apakah penyakit asma pada saat anak-anak dapat menyebabkan
PPOK ?
Jawaban : Ya, riwayat alergi (asma) merupakan salah satu factor resiko
internal terjadinya PPOK ditambah dengan ada faktor resiko eksternal seperti
asap rokok. Hal tersebut akan memperberat dalam mencetuskan PPOK.

VII. Penutup
Penyuluhan telah dilakukan kepada masyarakat yang datang ke Puskesmas
Batoh. Masyarakat yang mengikuti penyuluhan tampak cukup antusias dalam
mendengarkan materi yang disampaikan. Adapun harapan yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penyuluhan ini adalah masyarakat dapat mengetahui dan
peduli mengenai penyakit paru-paru seperti bagaimana PPOK, penyebab, faktor
risiko, cara penularannya, tanda dan gejala, pengobatan, dan pencegahannya.
Diharapkan masyarakat dapat mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari
mengenai apa yang telah disampaikan dalam penyuluhan tersebut.
VIII. Leaflet Skabies
DAFTAR PUSTAKA

1 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan


PPOK di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2015. 1-88p

2 World Health Organization. Global Status Report on Noncommunicable Disea


ses 2010: Description of the Global Burden of NCDs, Their Risk Factors and D
eterminants. 2011.

3 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RISKESD


AS). Badan Penelitian dan Pengembangan; 2013.

4 Agusti A. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease: GOLD; 201
7.

5 R Darmanto Djojodibroto SP, FCCP. Respirologi. Jakarta: EGC; 2007.

6. ATS Patient Education Series 2014. American Thoracic Society. Am J Respir


Crit Care Med Vol. 189, P11-P12, 2014.
Dokumentasi

Banda Aceh, 19 April 2018

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Yessi Sunari Wahfar dr. Hasnur Elfiyeni


NIP. 19770702 201001 2 010 NIP. 19761024 200604 2 007

Mengetahui
Kepala UPTD Puskesmas Batoh

dr. Elvira Mustafa, M.Kes


NIP. 19750728 200604 2 007

Вам также может понравиться