Вы находитесь на странице: 1из 22

MENGINGAT KEMATIAN DAN MENYIAPKAN DIRI

UNTUK MENGHADAPINYA

Sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti


akan mati, hanya tidak ada di antara kita yang mengetahui kapan kematian
itu akan datang

ِ ‫ُك ُّل نَ ْف ٍس ذَائِقَةُ ْال َم ْو‬


‫ت‬
"Setiap jiwa pasti akan merasakan mati…"i[i]
Karena kematian itu pasti akan tiba, maka Rasulullah SAW memerintahkan
kepada kita semua agar selalu mengingatnya dan menyiapkan diri dengan
bekal setelah kematian itu. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫أ َ ْكثِ ُر ْوا ِذ ْك َر هادم اللَّذَّا‬


‫ت‬
"Perbanyaklah mengingat yang memutuskan kenikmatan (maksudnya:
kematian)."ii[ii]
Dalam hadits ini Rasulullah SAW menganjurkan kepada kita semua agar
selalu mengingat yang memutuskan atau mengalahkan atau menghancurkan
kenikmatan, yaitu kematian yang suatu saat pasti akan tiba, bahkan
seringkali datang tanpa terduga dan secara tiba-tiba. Ibnu Umar RA berkata:
"Aku sedang duduk bersama Rasulullah, maka datanglah seorang laki-laki
dari golongan Anshar, lalu ia memberi salam kepada Nabi seraya berkata,
'Wahai Rasulullah, mukmin yang seperti apa yang paling utama? Beliau
menjawab:

َ ‫أ َ ْح‬
‫سنُ ُه ْم ُخلُقًا‬
'Yang paling baik akhlaknya.'
Ia bertanya lagi, 'Mukmin seperti apakah yang paling cerdas? Beliau
menjawab:

ُ َ‫ أُولئِ َك اْأل َ ْكي‬,‫سنُ ُه ْم ِل َما بَ ْعدَهُ ا ْس ِت ْعدَادًا‬


‫اس‬ ِ ‫أ َ ْكث َ ُر ُه ْم ِل ْل َم ْو‬
َ ‫ت ِذ ْك ًرا َوأَ ْح‬
"Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik
mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang
yang cerdas."iii[iii]
Inilah standar kecerdasan yang sebenarnya, yaitu tidak pernah melupakan
sesuatu yang pasti akan tiba dan menyiapkan diri dengan sebenarnya untuk
hal itu. Tanpa adanya persiapan diri untuk kematian itu, tentu hanya sekedar
mengingat tidak banyak berguna dan tidak bermanfaat. Oleh karena itu,
cobalah kita bercermin untuk melihat diri kita sendiri, sebelum orang lain,
apakah kita sudah memulai untuk melaksanakan perintah Rasulullah SAW
ini? Kalau kita sudah memulainya, kalau sudah, lalu bagaimana dengan
orang-orang terdekat kita?
Para ulama rahimahullah berkata: sabda Rasulullah SAW yang berbunyi
"Perbanyaklah mengingat yang memutuskan kenikmatan (maksudnya:
kematian)." Merupakan kalimat ringkas yang menggabungkan peringatan dan
nasehat, maka orang yang teringat kematian dengan sebenarnya pasti akan
mengurangi nikmatnya keindahan dunia yang dia rasakan dan
menghalanginya berangan-angan yang tak berujung, serta membuat dia
bersikap zuhud terhadap kenikmatan dunia yang semu. Akan tetapi jiwa yang
kosong dan hati yang lupa membutuhkan nasehat yang panjang dan kalimat
yang indah. Jika tidak demikian, maka dalam sabda Nabi "Perbanyaklah
mengingat yang memutuskan kenikmatan (maksudnya: kematian)" dan firman
Allah SWT:

ِ ‫ُك ُّل نَ ْف ٍس ذَا ِئقَةُ ْال َم ْو‬


‫ت‬
"Setiap jiwa pasti akan merasakan mati…"
Sudah cukup sebagai nasehat yang utama.
Khalifah Umar bin Khaththab RA sering membuat perumpamaan dengan bait-
bait sya'ir berikut ini:
Tidak ada sesuatu yang engkau lihat tetap keceriaannya
Tuhan tetap kekal sedangkan harta dan anak akan binasa
Perbendaharaan harta yang dimiliki Hurmuziv[iv], tidak bisa memberi
manfaat kepadanya walau hanya satu hari
Dan keabadian yang diusahakan oleh kaum 'Aad, maka mereka tetap tidak
bisa kekal
Tidak pula Nabi Sulaiman AS saat angin bertiup untuknya
Sedang jin dan manusia datang di antaranya
Di manakah para raja yang karena kebesarannya
Setiap utusan datang kepadanya dari setiap penjuru?
Telaga yang ada di sana pasti akan didatangi, bukan dusta
Suatu hari pasti mendatanginya, sebagaimana diriwayatkan
Apabila sudah jelas keterangan di atas, ketahuilah bahwa mengingat mati
mewariskan rasa gelisah terhadap dunia yang fana ini dan setiap saat
memusatkan fikiran ke negeri akhirat yang kekal abadi. Kemudian, setiap
manusia tidak terlepas dari dua sisi kehidupan: kesempitan hidup dan
keluasan, nikmat dan cobaan. Maka jika ia berada dalam kesempitan dan
cobaan, mengingat kematian memudahkan dia menghadapi semua itu.
Sesungguhnya ia tidak kekal dan kematian lebih susah dari hal itu, atau di
saat kenikmatan dan keluasan, maka mengingat mati menghalangi dia dari
terperdaya dengannya dan cenderung kepadanya, karena ingat mati
memutuskannya dari semua kenikmatan itu. Alangkah indahkan orang yang
berkata:
Ingatlah kematian yang meruntuhkan kenikmatan
Dan persiapkan untuk kematian yang pasti akan tiba
Yang lain berkata:
Dan ingatlah kematian niscaya engkau mendapatkan ketenangan
Dalam mengingat kematian memutuskan angan-angan.
Semua umat sepakat (konsensus) bahwa kematian tidak mempunyai
batasan umur yang diketahui dan tidak pula zaman yang diketahui, agar
seseorang menyiapkan diri menghadapi hal itu. Sebagian orang shalih berseru
di malam hari di pinggiran kota Madinah: Berangkat, berangkat. Maka tatkala
ia wafat, amir (gubernur) kota Madinah bertanya tentang dia, maka
dikabarkan bahwa ia telah meninggal dunia, maka amir itu berkata berkata:
Senantiasa ia melantunkan keberangkatan dan mengingatkannya
Sehingga unta berhenti di depan pintunya
`Maka ia terjaga, bersungguh-sungguh
Bersiap-siap, tidak terlalaikan oleh angan-angan.
Yazid ar-Raqqasy rahimahullah berkata kepada dirinya sendiri: 'Celakalah
engkau wahai Yazid, siapakah yang menshalatkan engkau setelah meninggal
dunia? Siapakah yang menggantikan puasa engkau setelah mati? Siapakah
yang memohon keridhaan Rabb untukmu setelah engkau wafat? Kemudian ia
berkata, 'Wahai manusia, apakah engkau tidak menangisi dan meratapi
dirimu sendiri di hari-harimu yang masih tersisa? Siapa yang kematian
mencarinya, kubur sebagai rumahnya, tanah sebagai kasurnya, ulat sebagai
temannya, di samping itu ia sedang menunggu kejutan terbesar,
bagaimanakah keadaannya?' Kemudian ia menangis sehingga jatuh pingsan.
At-Taimi rahimahullah berkata, 'Dua perkara yang memutuskan
kenikmatan dunia dariku: Mengingat mati dan mengingat posisi saat berada di
hadapan Allah SWT.' Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah
mengumpulkan para ulama, maka mereka saling mengingatkan mati, hari
kiamat dan akhirat, lalu mereka menangis sehingga seolah-olah di hadapan
mereka ada jenazah.
Abu Nu'aim rahimahullah berkata: Apabila Sufyan ats-Tsauri
rahimahullah diingatkan mati, tidak bisa diambil manfaat dengannya selama
beberapa hari (maksudnya: ia tidak bisa mengajar). Jika ia ditanya tentang
suatu masalah, ia berkata: Aku tidak tahu, aku tidak tahu.' Asbath
rahimahullah berkata: Seorang laki-laki dipuji-puji di hadapan Nabi , maka
Rasulullah SAW bertanya: "Bagaimana ingatnya terhadap mati?' Maka hal itu
tidak disebutkan darinya. Maka beliau bersabda: 'Dia tidak seperti yang kamu
katakan."
Ad-Daqqaq rahimahullah berkata: Barangsiapa yang benyak mengingat
mati, ia diberi kemuliaan dengan tiga perkara: Segera bertaubat, hati bersifat
qana'ah, dan rajin dalam beribadah. Dan barangsiapa yang lupa terhadap
mati, ia disiksa dengan tiga perkara: menunda-nunda taubat, tidak ridha
dengan menahan diri dari meminta, dan malas dalam ibadah. Maka
pikirkanlah -wahai yang terperdaya- tentang mati dan saat sakaratul maut,
berat dan pahitnya. Wahai kematian, sebuah janji yang pasti benar dan hakim
yang sangat adil. Cukuplah kematian yang melukai hati, membuat mata
menangis, memisahkan kelompok, menghancurkan kenikmatan, dan
memutuskan angan-angan. Apakah engkau sudah memikirkan wahai
keturunan Adam di hari kematianmu, berpindahmu dari tempatmu. Dan
apabila engkau telah dipindah dari tempat yang luas ke tempat yang sempit,
sahabat dan rekanmu mengkhianatimu, saudara dan temanmu
meninggalkanmu, dan mereka menutupimu dengan tanah setelah sebelumnya
engkau diselimuti kain yang lembut. Wahai yang mengumpulkan harta dan
bersungguh-sungguh dalam bangunan, tidak ada sesuatu pun untukmu
selain kain kafan. Bahkan demi Allah hanya untuk kehancuran dan sirna, dan
tubuhmu untuk tanah dan tempat kembali. Maka di manakah harta yang
engkau kumpulkan? Apakah bisa menyelamatkan engkau dari huru hara?
Sama sekali tidak, bahwa engkau meninggalkannya kepada orang yang tidak
memujimu, engkau memberikan dengan dosa-dosamu kepada orang yang
tidak memaafkanmu.
Alangkah indahnya orang yang berkata dalam firman Allah SAW:

‫َّار اآلخرة‬ َ َ ‫َوا ْبت َ ِغ فِي َمآ َءات‬


َ ‫اك هللاُ الد‬
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, (QS. al-Qashash:77)
Maksudnya Wallahu A'lam-: carilah di dalam dunia yang diberikan Allah SWT
kepadamu untuk negeri akhirat, yaitu surga. Maka sesungguhnya hak seorang
mukmin bahwa ia memalingkan dunia untuk yang berguna di akhirat, bukan
pada tanah, air, tindakan sombong dan zalim. Seolah-olah mereka berkata:
Jangan lupa bahwa engkau akan meninggalkan semua hartamu kecuali untuk
kafan yang menjadi jatahmu. Dan seperti inilah ungkapan seorang penyair:
Jatahmu dari semua yang engkau kumpulkan
Dua selendang yang dilipat dan pengawet
Dan yang lain berkata:
Ia adalah sifat qana'ah yang engkau tidak perlu mencari gantinya
Mengandung kenikmatan dan ketenangan badan
Perhatikanlah kepada orang yang memiliki semua dunia
Apakah ia merasakan ketenangan darinya selain dengan kapas dan kafan?
Syaddad bin Aus RA berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:

ِ‫علَى هللا‬ ِ ‫ت َو ْال َع‬


َ ‫اج ُز َم ْن أَتْبَ َع ْن ْفسهُ ه ََواهَا َوتَ َمنَّى‬ ِ ‫ع ِم َل ِل َما َب ْعدَ ْال َم ْو‬ َ ‫س َم ْن دَانَ نَ ْف‬
َ ‫سهُ َو‬ ُ ‫اَل َك ِي‬
"Orang yang cerdas adalah yang menghitung dirinya dan beramal untuk
masa setelah mati, dan orang yang lemah adalah yang jiwanya mengikuti hawa
nafsunya dan berangan-angan kepada Allah SWT."v[v]
Abu Ubaid rahimahullah berkata, 'Maksudnya: menghinakannya dan
memperbudaknya, maka ia menghinakan dirinya dalam beribadah kepada
Allah SWT, sebagai amal ibadah yang dipersiapkannya setelah mati dan untuk
bertemu Allah SWT. Dia juga menghisab dirinya terhadap amal perbuatannya
di masa lalu, menggantikannya dengan amal shalihnya sebagai penebus
kesalahannya yang telah berlalu. Dia berzikir kepada Allah SWT dan taat
kepada-Nya di segala tingkah lakunya. Inilah bekal sebenarnya untuk hari
kembali. Dan orang yang lemah adalah orang kekurangan dalam semua
perkara. Di samping kekurangannya dalam ibadah kepada Rabb-nya dan
mengikuti hawa nafsunya, dia masih berangan-angan kepada Allah SWT agar
mengampuninya. Inilah orang yang terperdaya. Sesungguhnya Allah SWT
menyuruh dan melarangnya.
Al-Hasan al-Bashari berkata: Sesungguhnya suatu kaum dilalaikan oleh
angan-angan, sehingga ia keluar dari dunia tanpa mempunyai amal kebaikan.
Salah seorang dari mereka berkata: Sesungguhnya aku berbaik sangka kepada
Rabb-ku. Dia bohong, jika ia benar-benar berbaik sangka (husnuzh-zhann)
tentu ia memperbaiki amal perbuatan, dan ia membaca firman Allah SWT:

َ‫صبَ ْحتُم ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬


ْ َ ‫ظنَنتُم ِب َربِ ُك ْم أ َ ْردَا ُك ْم فَأ‬
َ ‫ظنُّ ُك ُم الَّذِي‬
َ ‫َوذَ ِل ُك ْم‬
Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka
terhadap Rabbmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah
kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Fuhshilat:23)
Sa'id bin Jubair rahimahullah berkata: Terperdaya dengan Allah SWT
bahwa seseorang terus menerus melakukan maksiat dan berangan-angan
mendapat ampunan Allah SWT.
Baqiyyah bin al-Walid rahimahullah berkata: Abu 'Umair rahimahullah
menulis kepada sebagian saudara-saudaranya: 'Amma ba'du, sesungguhnya
engkau menjadi berharap banyak kepada dunia dengan panjangnya usiamu
dan berangan-angan kepada Allah SWT dengan buruknya perbuatanmu.
Sesungguhnya engkau hanyalah memukul besi yang dingin. Wassalam.'
Wallahu A'lam.

Dikutip dari kitab:

‫ القاهرة تحقيق‬- ‫ دار الحديث‬، ‫ التذكرة في أحوال الموتى وأمور اآلخرة لإلمام القرطبي‬:‫المرجع‬
‫هـ‬1424- 1 ‫ ط‬،‫عصام الدين الصبابطي‬
at-Tadzkiran fi ahwalil mauta wa umuril akhirah (Peringatan tentang kondisi
orang-orang yang mati dan keadaan akhirat), bab: Dzikrul maut wal isti'dad
lahu (mengingat mati dan menyiapkan diri untuknya).
i[i] Ali 'Imran 185.

ii[ii] HR. an-Nasa`i 4/4, at-Tirmidzi 2307, Ibnu Hibban 2992, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh al-
Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah (3434).

iii[iii] HR. Ibnu Majah (4259) dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani.

iv[iv] Penguasa Persia di masa itu, yaitu negera Iran di masa sekarang. Hurmuz ini mempunyai kekayaan
yang tidak terhingga pada masa itu.

v[v] HR. at-Tirmidzi (2459) dan ia menyatakan hadits hasan. Dan ia berkata: maksud sabda beliau:
menghitung dirinya: yaitu menghitung/menghisab dirinya semasa di dunia sebelum dihisab di hari
qiyamat. Sebagaimana juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah (4260) dan didha'ifkan oleh Syaikh al-Albani
Pentingnya belajar ilmu Agama
Urgensi Belajar Ilmu Agama – Tuntunan zaman dan semakin canggihnya teknologi menuntut
generasi muda untuk bisa melek akan hal itu. Sehingga orang tua pun berlomba-lomba
bagaimana bisa menjadikan anaknya pintar komputer dan lancar bercuap-cuap ngomong English.

Namun sayangnya karena porsi yang berlebih terhadap ilmu dunia sampai-sampai karena mesti
anak belajar di tempat les sore hari, kegiatan belajar Al Qur’an pun dilalaikan. Lihatlah tidak
sedikit dari generasi muda saat ini yang tidak bisa baca Qur’an, bahkan ada yang sampai buku
Iqro’ pun tidak tahu.

Merenungkan Ayat

Ayat ini yang patut jadi renungan yaitu firman Allah Ta’ala,

َ ‫ظا ِه ًرا ِمنَ ْال َحيَاةِ الدُّ ْنيَا َو ُه ْم‬


َ‫ع ِن ا ْْلَ ِخ َرةِ ُه ْم غَافِلُون‬ َ َ‫يَ ْعلَ ُمون‬
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang
(kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar Ruum: 7)

Ath Thobari rahimahullah menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menerangkan
mengenai maksud ayat di atas. Yang dimaksud dalam ayat itu adalah orang-orang kafir. Mereka
benar-benar mengetahui berbagai seluk beluk dunia. Namun terhadap urusan agama, mereka
benar-benar jahil (bodoh). (Tafsir Ath Thobari, 18/462)

Fakhruddin Ar Rozi rahimahullah menjelaskan maksud ayat di atas, “Ilmu mereka hanyalah
terbatas pada dunia saja. Namun mereka tidak mengetahui dunia dengan sebenarnya. Mereka
hanya mengetahui dunia secara lahiriyah saja yaitu mengetahui kesenangan dan permainannya
yang ada.

Mereka tidak mengetahui dunia secara batin, yaitu mereka tidak tahu bahaya dunia dan tidak
tahu kalau dunia itu terlaknat. Mereka memang hanya mengetahui dunia secara lahir, namun
tidak mengetahui kalau dunia itu akan fana.” (Mafatihul Ghoib, 12/206)

Penulis Al Jalalain rahimahumallah menafsirkan, “Mereka mengetahui yang zhohir (yang


nampak saja dari kehidupan dunia), yaitu mereka mengetahui bagaimana mencari penghidupan
mereka melalui perdagangan, pertanian, pembangunan, bercocok tanam, dan selain itu.
Sedangkan mereka terhadap akhirat benar-benar lalai.” (Tafsir Al Jalalain, hal. 416)

Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi hafizhohullah menjelaskan ayat di atas, “Mereka mengetahui
kehidupan dunia secara lahiriah saja seperti mengetahui bagaimana cara mengais rizki dari
pertanian, perindustrian dan perdagangan. Di saat itu, mereka benar-benar lalai dari akhirat.
Mereka sungguh lalai terhadap hal yang wajib mereka tunaikan dan harus mereka hindari, di
mana penunaian ini akan mengantarkan mereka selamat dari siksa neraka dan akan menetapi
surga Ar Rahman.” (Aysarut Tafasir, 4/124-125)

Lalu Syaikh Abu Bakr Al Jazairi mengambil faedah dari ayat tersebut, “Kebanyakan manusia
tidak mengetahui hal-hal yang akan membahagiakan mereka di akhirat. Mereka pun tidak
mengetahui aqidah yang benar, syari’at yang membawa rahmat. Padahal Islam seseorang tidak
akan sempurna dan tidak akan mencapai bahagia kecuali dengan mengetahui hal-hal tersebut.

Kebanyakan manusia mengetahui dunia secara lahiriyah seperti mencari penghidupan dari
bercocok tanam, industri dan perdagangan. Namun bagaimanakah pengetahuan mereka terhadap
dunia yang batin atau tidak tampak, mereka tidak mengetahui. Sebagaimana pula mereka benar-
benar lalai dari kehidupan akhirat.

Mereka tidak membahas apa saja yang dapat membahagiakan dan mencelakakan mereka kelak di
akhirat. Kita berlindung pada Allah dari kelalaian semacam ini yang membuat kita lupa akan
negeri yang kekal abadi di mana di sana ditentukan siapakah yang bahagia dan akan sengsara.”
(Aysarut Tafasir, 4/125)

Itulah gambaran dalam ayat yang awalnya menerangkan mengenai kondisi orang kafir. Namun
keadaan semacam ini pun menjangkiti kaum muslimin. Mereka lebih memberi porsi besar pada
ilmu dunia, sedangkan kewajiban menuntut ilmu agama menjadi yang terbelakang.

Lihatlah kenyataan di sekitar kita, orang tua lebih senang anaknya pintar komputer daripada
pandai membaca Iqro’ dan Al Qur’an. Sebagian anak ada yang tidak tahu wudhu dan shalat
karena terlalu diberi porsi lebih pada ilmu dunia sehingga lalai akan agamanya. Sungguh
keadaan yang menyedihkan.

Bahaya Jahil akan Ilmu Agama

Kalau seorang dokter salah memberi obat karena kebodohannya, maka tentu saja akan membawa
bahaya bagi pasiennya. Begitu pula jika seseorang jahil atau tidak paham akan ilmu agama, tentu
itu akan berdampak pada dirinya sendiri dan orang lain yang mencontoh dirinya.

Allah telah memerintahkan kepada kita untuk mengawali amalan dengan mengetahui ilmunya
terlebih dahulu. Ingin melaksanakan shalat, harus dengan ilmu. Ingin puasa, harus dengan ilmu.
Ingin terjun dalam dunia bisnis, harus tahu betul seluk beluk hukum dagang. Begitu pula jika
ingin beraqidah yang benar harus dengan ilmu. Allah Ta’ala berfirman,

َّ ‫فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ ََل ِإلَهَ ِإ ََّل‬


َ‫َّللاُ َوا ْست َ ْغ ِف ْر ِلذَ ْنبِك‬

“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah
dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19). Dalam ayat ini, Allah memulai
dengan ‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah
perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan. Ini
pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan.

Sufyan bin ‘Uyainah berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan keutamaan ilmu. Hal ini
sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah ketika menjelaskan biografi Sufyan
dari jalur Ar Robi’ bin Nafi’ darinya, bahwa Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan,
“Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ‘ilmuilah’,
kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108)

Al Muhallab rahimahullah mengatakan, “Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih
dahulu didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-
harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan (karena tidak
didahului dengan ilmu, pen). Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang
gila yang pena diangkat dari dirinya.“ (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 1/144)

Gara-gara tidak memiliki ilmu, jadinya seseorang akan membuat-buat ibadah tanpa tuntunan atau
amalannya jadi tidak sah. Jika seseorang tidak paham shalat, lalu ia mengarang-ngarang tata cara
ibadahnya, tentu ibadahnya jadi sia-sia.

Begitu pula mengarang-ngarang bahwa di malam Jumat Kliwon dianjurkan baca surat Yasin,
padahal nyatanya tidak ada dasar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka amalan tersebut
juga sia-sia belaka.

Begitu pula jika seseorang berdagang tanpa mau mempelajari fiqih berdagang terlebih dahulu. Ia
pun mengutangkan kepada pembeli lalu utangan tersebut diminta diganti lebih (alias ada bunga).
Karena kejahilan dirinya dan malas belajar agama, ia tidak tahu kalau telah terjerumus dalam
transaksi riba. Maka berilmulah terlebih dahulu sebelum beramal. Mu’adz bin Jabal berkata,

ُ‫ال ِع ْل ُم إِ َما ُم ال َع َم ِل َوال َع َم ُل تَا ِبعُه‬


“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru
bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15)

Beramal tanpa ilmu membawa akibat amalan tersebut jauh dari tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam, akhirnya amalan itu jadi sia-sia dan tertolak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫علَ ْي ِه أ َ ْم ُرنَا فَ ُه َو َرد‬ َ ‫ع َمالً لَي‬


َ ‫ْس‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫ع ِم َل‬
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”
(HR. Muslim no. 1718)

Kerusakanlah yang ujung-ujungnya terjadi bukan maslahat yang akan dihasilkan. ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz berkata,
‫ع َبدَ هللاَ بِغَي ِْر ِع ْل ٍم َكانَ َما يُ ْف ِسدُ أَ ْكث َ َر‬
َ ‫ص ِل ُح َم ْن‬
ْ ُ‫ِم َّما ي‬
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak
kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.” (Al Amru bil Ma’ruf, hal. 15)

Beri Porsi yang Adil

Bukan berarti kita tidak boleh mempelajari ilmu dunia. Dalam satu kondisi mempelajari ilmu
dunia bisa menjadi wajib jika memang belum mencukupi orang yang capable dalam ilmu
tersebut.

Misalnya di suatu desa belum ada dokter padahal sangat urgent sehingga masyarakat bisa mudah
berobat. Maka masih ada kewajiban bagi sebagian orang di desa tersebut untuk mempelajari ilmu
kedokteran sehingga terpenuhilah kebutuhan masyarakat.

Namun yang perlu diperhatikan di sini bahwa sebagian orang tua hanya memperhatikan sisi
dunia saja apalagi jika melihat anaknya memiliki kecerdasan dan kejeniusan. Orang tua lebih
senang menyekolahkan anaknya sampai jenjang S2 dan S3, menjadi pakar polimer, dokter, dan
bidan, namun sisi agama anaknya tidak ortu perhatikan.

Mereka lebih pakar menghitung, namun bagaimanakah mengerti masalah ibadah yang akan
mereka jalani sehari-hari, mereka tidak paham. Untuk mengerti bahwa menggantungkan jimat
dalam rangka melariskan dagangan atau menghindarkan rumah dari bahaya, mereka tidak tahu
kalau itu syirik. Inilah yang sangat disayangkan.

Ada porsi wajib yang harus seorang anak tahu karena jika ia tidak mengetahuinya, ia bisa
meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram. Inilah yang dinamakan dengan ilmu wajib
yang harus dipelajari setiap muslim.

Walaupun anak itu menjadi seorang dokter atau seorang insinyur, ia harus paham bagaimanakah
mentauhidkan Allah, bagaimana tata cara wudhu, tata cara shalat yang mesti ia jalani dalam
kehidupan sehari-hari.

Tidak mesti setiap anak kelak menjadi ustadz. Jika memang anak itu cerdas dan tertarik
mempelajari seluk beluk fiqih Islam, sangat baik baik sekali jika ortu mengerahkan si anak ke
sana.

Karena mempelajari Islam juga butuh orang-orang yang ber-IQ tinggi dan cerdas sebagaimana
keadaan ulama dahulu seperti Imam Asy Syafi’i sehingga tidak salah dalam mengeluarkan fatwa
untuk umat. Namun jika memang si anak cenderung pada ilmu dunia, jangan sampai ia tidak
diajarkan ilmu agama yang wajib ia pelajari.

Dengan paham agama inilah seseorang akan dianugerahi Allah kebaikan, terserah dia adalah
dokter, engineer, pakar IT dan lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ ‫َّللاُ بِ ِه َخي ًْرا يُفَ ِقِّ ْههُ ِفى ال ِد‬
‫ِّين‬ َّ ‫َم ْن يُ ِر ِد‬
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan
memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Ingatlah pula bahwa yang diwarisi oleh para Nabi bukanlah harta, namun ilmu diin. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َارا َوَلَ د ِْر َه ًما ِإنَّ َما َو َّرثُوا ْال ِع ْل َم فَ َم ْن أ َ َخذَ ِب ِه‬ ً ‫ِإ َّن األ َ ْن ِبيَا َء لَ ْم يُ َو ِ ِّرثُوا دِين‬
‫أ َ َخذَ ِب َحظٍ ِّ َوا ِف ٍر‬
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan
ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang
banyak.” (HR Abu Dawud no. 3641 dan Tirmidzi no. 2682, Shahih)

Semoga tulisan ini semakin mendorong diri kita untuk tidak melalaikan ilmu agama. Begitu pula
pada anak-anak kita, jangan lupa didikan ilmu agama yang wajib mereka pahami untuk bekal
amalan keseharian mereka. Wallahu waiyyut taufiq.
KEMULIAAN ORANG YANG MENUNTUT ILMU
Pentingnya belajar dan menuntut ilmu sudah sangat jelas diterangkan ALLAH SWT dan telah
dituangkan dalam Al-Quran surat Al Mujadalah sebagai berikut

ٍ ‫يَ ْرفَعِ ا هللاُ لَّذِينَ َءا َمنُوا ِمن ُك ْم ْال ِع ْل َم أُوتُوا َوا َّلذِينَ َوهللاُ دَ َر َجا‬
ُ ‫ت ِب َما ت َ ْع َملُونَ َخ ِب‬
ُُ‫ير‬

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11) Ayat tersebut menjelaskan bahwa
ALLAH SWT ridho dan senang dengan mereka yang berjihad dalam menuntut ilmu sehingga
ALLAH SWT akan mengangkat derajatnya. sehingga sudah jelaslah bahwa seorang muslim
yang ikhlas dalam menuntut ilmu akan mendapatkan manfaat dan keutamaan yang besar. ia akan
senantiasa hidup dengan cara cara yang islami dan sesuai dengan syariat Nabi Muhammad SAW.

Apa Saja Kemuliaan yang Bakal Diraih oleh Orang yang Belajar Ilmu Agama?

1. Derajat Tinggi di Sisi Allah


Orang yang berilmu akan meraih ketinggian derajat tinggi yang hakiki. Sangat dianjurkan setiap
orang berlomba-lomba untuk meraihnya. Allah berfirman, “Allah akan meninggikan derajat
orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadah : 11).
Kata “meninggikan derajat” ini menunjukkan besarnya kurnia, yang berarti ketinggian secara
maknawi di dunia dengan tingginya kedudukan dan sanjungan yang baik padanya. Dan
ketinggian yang sebenarnya adalah di akhirat kelak. Ia mendapatkan tempat yang tinggi di
jannah. Demikian yang disampaikan di dalam kitab Fathul Bari.

2. Membuat Rasa Takut Pada Allah


Berbagai ilmu akan menghasilkan hasil-hasil yang akan diperoleh, dan ilmu agama yang nafi’
(bermanfaat) akan menghasilkan hasil yang banyak, di antara yang terpenting adalah rasa takut
kepada Allah yang Mahasuci. Orang yang sangat berilmu yaitu ulama, yakni orang yang paling
kuat rasa takutnya kepada Allah. Hal ini disebabkan mereka belajar ilmu yang menambah
pengetahuan mereka kepadaNya hingga iman mereka semakin mengakar di dalam hati. Allah
berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah
ulama.” (QS. Fathir : 28).
Rasa takut yang benar kepada Allah ini akan membuahkan beragam kebaikan yang begitu
melimpah. Seperti kuat dalam ketaatan kepada Allah, semangat dalam beramal kebajikan, dan
semangat dalam meninggalkan sekaligus memerangi kemaksiatan. Rasa takut kepada Allah akan
menghalangi seseorang dari berbuat dosa dan kemaksiatan. Namun rasa takut yang benar itu
tidak akan pernah muncul melainkan dari ilmu yang lurus.
3. Orang yang Baik
Apabila Allah menghendaki agar seorang hamba menjadi baik, maka Allah akan menjadikan
orang tersebut paham dengan agama. Sebagaimana hadits nabi, “Barangsiapa yang Allah
kehendaki menjadi baik, maka Dia akan membuat orang tesebut paham ilmu agama.” (Riwayat
Al-Bukhari).
Tentu saja, pemahaman ini bukan sesuatu yang datang begitu saja tanpa usaha dan perjuangan.
Namun pemahaman tersebut hanya bisa diperoleh dengan cara belajar alias menuntut ilmu.
Sehingga di dalam syari’at Islam, tidak dikenal adanya ilmu laduni yang menjadikan orang bisa
memahami sesuatu tanpa belajar dan menuntut ilmu. Jelas sudah, bahwa ilmu agamalah yang
menyebabkan seorang bisa orang baik.

4. Mudah Menuju Jannah


Jalan ke surga bukanlan sesuatu yang lempang dan mudah untuk ditempuh. Banyak sekali aral
melintang dan hambatan untuk menuju ke arahnya. Nah, dengan ilmu seseorang menjadi lebih
mudah untuk meraih surga. Yang demikian itu sangat jelas diterangkan oleh Rasulullah SAW
dalam sebuah haditsnya, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu, maka
Allah akan menunjukinya satu jalan di antara jalan ke jannah.” (Riwayat Abu Dawud dan At-
Tirmidzi).

Masih banyak lagi keutamaan dari ilmu agama yang belum diungkapkan disini.

Ilmu yang Mana?

Sebenarnya, dari berbagai ayat dan hadits yang ada, jelas sekali menerangkan tentang keutamaan
ilmu agama, bukan ilmu yang lain. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu syari’at yang mengajarkan
apa saja yang harus dilakukan oleh seorang mukallaf tentang urusan agamanya, baik berupa
ibadah maupun muamalah. Ilmu tersebut meliputi ilmu tentang Allah, sifat-sifatNya, dan apa
saja yang harus kita lakukan untukNya dan yang kita hindari untuk mensucikanNya. Bila
demikian, ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama yang berkisar pada ilmu tafsir, hadits, dan
fiqih.

Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan bahwa salah satu di antara hal yang
menunjukkan keutamaan ilmu dan kewajiban untuk selalu menambahnya adalah firman Allah
kepada Rasul-Nya, “Dan katakanlah : Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”
(QS. Thaha : 114).

Allah tidak memerintahkan NabiNya agar minta tambah atas sesuatu pun selain ilmu. Dan
maksud dari ilmu di sini adalah ilmu syar’i yang membuat seorang hamba mengenal RabbNya
Yang Mahasuci, dan mengetahui apa yang diwajibkanNya kepada para hamba dalam beragama,
baik dalam masalah ibadah maupun muamalah.

Demikianlah, ilmu yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits adalah ilmu agama. Tentu saja
hal ini tidak berarti meniadakan kemanfaatan ilmu-ilmu umum, cuma saja, yang disebutkan
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk menguatkan pentingnya ilmu dunia bisa saja menjadi
sesuatu yang wajib pula dituntut oleh sebagian kaum muslimin. Di antaranya, ketika ilmu
duniawi tersebut bermanfaat dan menambah kekuatan kaun muslimin. Wallahu a’lam.
Keutamaan Sedekah

Adapun keutamaan sedekah berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits diantaranya:

Orang-orang yang bersedekah akan dilipat gandakan pahalanya oleh Allah SWT.

Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan


meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan
(pahalanya) kepada mereka dan bagi mereka pahala yang banyak“. (QS. Al-Hadid: 18)

Dalam sebuah hadits Qudsi dikatakan yang artinya “Barang siapa berniat untuk bersedekah,
kecepatan Allah membalasnya lebih dari gerakan sedekahnya“.

Allah berfirman yang artinya: “Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (shodaqoh)


harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan
tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan)
kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrahNya) lagi Maha Mengetahui“.
(QS. Al-Baqoroh: 261)

Sedekah dapat menghapuskan dosa-dosa

Nabi SAW bersabda:

“Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api“.(HR. At-Tirmidzi).

Akan tetapi, bukan berarti dosa-dosa akan terhapuskan begitu saja tanpa disertai dengan
taubat dan perbuatan yang baik. Seperti halnya orang-orang yang mendapatkan hartanya dari
jalan yang salah atau diharamkan (tidak halal), harta yang diperoleh dari hasil riba ataupun
perbuatan ma’siat. Tentu tidak akan dapat menghapuskan dosa-dosa yang dimiliki.

Sedekah dapat memisahkan diri dari neraka

Nabi SAW bersabda:


“Bersedekahlah kamu sekalian, karena sesungguhnya sedekah itu pemisah dari neraka“.

Bersedekah itu tidak hanya harta, jika memiliki makanan, pakaian, atau hal apapun yang bisa
bermanfaat untuk orang lain juga termasuk sedekah.

Nabi bersabda: “Jauhkan dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan (sedekah) sebutir
kurma“. (Muttafaqun ‘alaih)

Orang yang bersedekah akan mendapat naungan pada hari akhir

Salah satu jenis manusia yang akan mendapatkan naungan pada hari akhir yakni orang yang
gemar bersedekah. Namun ia menyembunyikannya dari tangan kirinya. Nabi SAW bersabda:

“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, maka ia menyembunyikan amalnya itu
sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya“. (HR.
Bukhari)

Sedekah dapat memadamkan panasnya alam kubur

Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya sedekah itu benar-benar akan dapat memadamkan
panasnya alam kubur bagi penghuninya, dan orang mukmin akan bernaung dibawah bayang-
bayang sedekahnya“. (HR. At-Thabrani)

Sedekah merupakan salah satu amal yang tidak putus sampai mati

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda: “Apabila anak cucu Adam itu
mati, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara yaitu: Shodaqoh jariyah, anak
yang sholeh yang memohonkan ampunan untuknya (Ibu dan bapaknya) dan ilmu yang berguna
setelahnya“.

Sedekah dapat memanjangkan umur

Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat menambah umurnya,
dapat mencegah kematian yang buruk (su’ul khotimah), Allah akan menghilangkan darinya
sifat sombong, kefakiran dan sifat bangga pada diri sendiri“. (HR. Thabrani).

Dalam sebuah hadits dikatakan:


“ Sesungguhnya didalam sedekah-sedekah itu ada lima perkara:

1. Sedekah itu bisa menambah harta kekayaan mereka;


2. Menjadi obat penyakit;
3. Allah akan menghindarkan bahaya dari mereka;
4. Mereka akan melewati jembatan shiratal mustaqim seperti halilintar yang menyambar;
dan
5. Mereka akan masuk kedalam surga tanpa dihisab dan disiksa”.

Sedekah dapat menambah harta kekayaan

Jangan takut berkurang rezekinya karena bersedekah. Karena sedekah itu akan meluaskan ,
melapangkan dan membuka pintu rezeki. Nabi bersabda: “Tidak akan berkurang rezeki orang
yang bersedekah, kecuali bertambah, bertambah dan bertambah“.

Allah SWT berfirman dalam QS. Saba ayat 39: “Apapun harta yang kalian infakkan maka Allah
pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rezeki“.

Baca juga: Rajin Bersedekah, Lupa Nafkah Keluarga

Sedekah dapat mengobati penyakit

Dengan bersedekah InsyaaAllah dapat menyembuhkan berbagai penyakit hati. Karena sedekah
itu dapat membersihkan hati dan pikiran, dan atas seizinNya Allah akan ringankan dan
menyembuhkan penyakit-penyakit orang-orang yang gemar bersedekah. Rasulullah
SAW bersabda: “Obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan bersedekah“.

Sedekah dapat menghindarkan dari segala bala’ (marabahaya)

Sedekah itu merupakan penolak bala’, penyubur pahala, menahan musibah dan kejahatan serta
rezeki yang dilipat gandakan oleh Allah SWT. Rasulullah saw bersabda: “Bersegeralah untuk
bersedekah. Karena musibah dan bencana tidak bisa mendahului sedekah“.
Dari nabi SAW bersabda: “Asshodaqotu tasuddu sab’iina baaban minas suu-i” artinya:
“Shodaqoh itu menutup tujuh puluh pintu kejahatan“.

Orang yang bersedekah akan melewati jembatan shiratal mustaqim dengan cepat
Jembatan shiratal mustaqim itu bagaikan rambut terbelah menjadi tujuh yang tajamnya
melebihi silet, lebih tajam dari pedang, licin dan berduri. Jembatan ini berujung pada surga dan
dibawahnya adalah neraka. Tidak sedikit manusia yang bisa melewatinya hanya dengan kedipan
mata, seperti halilintar yang menyambar. Oleh karenanya, perbanyaklah bersedekah karena
sedekah merupakan salah satu perbuatan dan amalan yang dapat menyelamatkan manusia
pada hari akhir.

Orang yang bersedekah akan dimasukkan kedalam surga tanpa hisab dan siksa

Sedekah yang dimaksud adalah sedekah yang penuh keikhlasan, tidak diumbar-umbar dengan
sifat kesombongan dan niatnya hanya karena Allah ta’ala. InsyaaAllah, akan membukakan pintu
surga bagi orang-orang yang gemar bersedekah karna Allah. Ada empat macam pembalasan
sedekah, yaitu:

1. Sedekah yang dibalas dengan sepuluh kali lipat ialah sedekah yang diberikan kepada
para fakir miskin;
2. Sedekah yang dibalas dengan tujuh puluh kali lipas ialah sedekah yang diberikan kepada
sanak famili;
3. Sedekah yang dibalas dengan tujuh ratus kali lipat ialah sedekah yang diberikan kepada
teman-teman;
4. Sedekah yang dibalas dengan seribu kali lipat ialah sedekah yang diberikan kepada para
penuntut ilmu.

Demikianlah pembahasan mengenai 12 Keutamaan Sedekah Berdasarkan Al-Qur’an dan


Hadits semoga dapat memberikan motivasi kepada kita para Muslim dan Muslimah untuk
gemar bersedekah walau hanya sedikit. Lakukanlah secara terus menerus karena shodaqoh

jariyah tak akan pernah putus sampai kita mati. Sekian terimakasih
MUQODIMAH

‫الس‬ ِ ِّ ‫لى اَ ْل َح ْمدُ هللِ َر‬


َّ ‫ب ال َعالَ ِميْنَ َوال‬
ِّ ‫صالَة ُ َو‬ َ ‫ع‬َ َُ‫ََل ُم‬
َ ‫علَى اَ ِل ِه َو‬
‫ص ْح ِب ِه‬ َ ‫س ِيِّدِنا َ َو َم ْولَنَا ُم َح َّم ٍد َو‬ َ ‫ف اْلأل َ ْنبِيا َ ِء َو ْال ُم ْر‬
َ َ‫س ِليْن‬ ِ ‫ِعيْنَ اَ ْش َر‬
‫اَ ْج َم‬,
ُ‫اَ َّما بَ ْعد‬

Bismillahirrahmanirrahim alhamdulillahi rabbil ‘alamin wa sholatu wassalamu ‘ala asyrafil


anbiya’i wal mursalin sayyidina wamaulana Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’iin,
amma ba’du.

,, ‫ب‬ ِ ِّ ‫الر ِحي ِْم ا َ ْل َح ْمدُ هللِ َر‬ َّ َ‫سالَ ُم َما ِل ِك َي ْو ِم ال ِدِّي ِْن ا‬
َّ ‫لر ْح َم ِن‬ َّ ‫ص َالة ُ َوال‬
َّ ‫َوال‬
‫س ِيِّدِنا َ َو َم ْولَنَا ُم َح َم ٍد خَاتَ ِم‬ َ ‫ف اْلأل َ ْنبِيا َ ِء َو ْال ُم ْر‬
َ َ‫س ِليْن‬ ِ ‫لى ا َ ْش َر‬
َ ‫ع‬ َ َ‫ال َعالَ ِميْن‬
‫ اَ َّما‬, َ‫ص َحابَتِ ِه اَ ْج َم ِعيْن‬
َ ‫الطا ِه ِريْنَ َو‬ َّ ‫لى اَ ِله‬ َ ‫ع‬ َ ‫ َو‬, َ‫س ِليْن‬َ ‫النَّ ِب ِيِّيْنَ َواِ َم ِام اْل ُم ْر‬
ُ‫بَ ْعد‬.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, arrahmanirrahim maliki yaumid din, wa shalatu wassalamu ‘ala
asyrafil anbiya’i wal mursalin sayyidina wa maulana Muhammadin khatamin Nabiyyina wa
imamil mursalin, wa ‘ala alihi thahiriina wa shahabatihi ajma’in, amma ba’du.

‫ان َوال ِهدَايَ ِة هللِ ا َ ْل َحم‬ ِ ‫اإل ْسالَ ِم َو‬


ِ ‫اإل ْي َم‬ ِ ‫دُُْنِ ْع َم ِة‬
, ‫لى‬َ ‫ع‬ َ ‫ع ْب ِدهللاِ اَلَّل ُه َّم‬
َ ,ٍ‫ص ِِّل َو َكفَى ِب َها نِ ْع َمة‬ َ ‫س ِيِّ ِدنَا ُم َح َّم ِد اب ِْن‬
َ ‫لى‬
َ ‫ع‬ ِ ‫س ِلِّ ْم َو َب‬
َ ‫ار ْك‬ َ ‫َو‬
, ‫ ََل َح ْو َل َوَلقُو‬,ُ‫من َو َاَله‬ َ ‫لى ا َ ِل ٍه َو‬
ْ ‫ص ْح ِب ِه َو‬ َ ‫ع‬ َ ِّ َُِ‫ةَ ا ََِّل ِبا هللا‬,
َ ‫ُو‬
ُ‫اَ َّما بَ ْعد‬.

Alhamdulillahi ‘ala ni’matil islam wal iman wal hidayah, wa kafa biha ni’mah, allahumma shalli
wa sallim wa barik ‘ala sayyidina Muhammad dibni ‘abdillah, wa ‘ala alihi wa shahbihi wa
mawwalah, lahaula wala quwwata illa billah, amma ba’du.
Innalhamdalillahi nahmaduhu wanasta’iinuhu wanastaghfiruhu Wana’udzubiillah
minsyurruri ‘anfusinaa waminsayyi’ati ‘amaalinnaa Manyahdihillah falah mudhillalah
Wa man yudhlil falaa haadiyalah Wa asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa
syariikalah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh.

[Segala puji bagi Allah yang hanya kepadaNya kami memuji, memohon pertolongan, dan mohon
keampunan. Kami berlindung kepadaNya dari kekejian diri dan kejahatan amalan kami. Barang
siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkan, dan barang siapa
yang tersesat dari jalanNya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi
bahwa tiada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah saja, yang tiada sekutu bagiNya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya]

Вам также может понравиться