Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
UNTUK MENGHADAPINYA
َ أ َ ْح
سنُ ُه ْم ُخلُقًا
'Yang paling baik akhlaknya.'
Ia bertanya lagi, 'Mukmin seperti apakah yang paling cerdas? Beliau
menjawab:
القاهرة تحقيق- دار الحديث، التذكرة في أحوال الموتى وأمور اآلخرة لإلمام القرطبي:المرجع
هـ1424- 1 ط،عصام الدين الصبابطي
at-Tadzkiran fi ahwalil mauta wa umuril akhirah (Peringatan tentang kondisi
orang-orang yang mati dan keadaan akhirat), bab: Dzikrul maut wal isti'dad
lahu (mengingat mati dan menyiapkan diri untuknya).
i[i] Ali 'Imran 185.
ii[ii] HR. an-Nasa`i 4/4, at-Tirmidzi 2307, Ibnu Hibban 2992, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh al-
Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah (3434).
iii[iii] HR. Ibnu Majah (4259) dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani.
iv[iv] Penguasa Persia di masa itu, yaitu negera Iran di masa sekarang. Hurmuz ini mempunyai kekayaan
yang tidak terhingga pada masa itu.
v[v] HR. at-Tirmidzi (2459) dan ia menyatakan hadits hasan. Dan ia berkata: maksud sabda beliau:
menghitung dirinya: yaitu menghitung/menghisab dirinya semasa di dunia sebelum dihisab di hari
qiyamat. Sebagaimana juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah (4260) dan didha'ifkan oleh Syaikh al-Albani
Pentingnya belajar ilmu Agama
Urgensi Belajar Ilmu Agama – Tuntunan zaman dan semakin canggihnya teknologi menuntut
generasi muda untuk bisa melek akan hal itu. Sehingga orang tua pun berlomba-lomba
bagaimana bisa menjadikan anaknya pintar komputer dan lancar bercuap-cuap ngomong English.
Namun sayangnya karena porsi yang berlebih terhadap ilmu dunia sampai-sampai karena mesti
anak belajar di tempat les sore hari, kegiatan belajar Al Qur’an pun dilalaikan. Lihatlah tidak
sedikit dari generasi muda saat ini yang tidak bisa baca Qur’an, bahkan ada yang sampai buku
Iqro’ pun tidak tahu.
Merenungkan Ayat
Ayat ini yang patut jadi renungan yaitu firman Allah Ta’ala,
Ath Thobari rahimahullah menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menerangkan
mengenai maksud ayat di atas. Yang dimaksud dalam ayat itu adalah orang-orang kafir. Mereka
benar-benar mengetahui berbagai seluk beluk dunia. Namun terhadap urusan agama, mereka
benar-benar jahil (bodoh). (Tafsir Ath Thobari, 18/462)
Fakhruddin Ar Rozi rahimahullah menjelaskan maksud ayat di atas, “Ilmu mereka hanyalah
terbatas pada dunia saja. Namun mereka tidak mengetahui dunia dengan sebenarnya. Mereka
hanya mengetahui dunia secara lahiriyah saja yaitu mengetahui kesenangan dan permainannya
yang ada.
Mereka tidak mengetahui dunia secara batin, yaitu mereka tidak tahu bahaya dunia dan tidak
tahu kalau dunia itu terlaknat. Mereka memang hanya mengetahui dunia secara lahir, namun
tidak mengetahui kalau dunia itu akan fana.” (Mafatihul Ghoib, 12/206)
Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi hafizhohullah menjelaskan ayat di atas, “Mereka mengetahui
kehidupan dunia secara lahiriah saja seperti mengetahui bagaimana cara mengais rizki dari
pertanian, perindustrian dan perdagangan. Di saat itu, mereka benar-benar lalai dari akhirat.
Mereka sungguh lalai terhadap hal yang wajib mereka tunaikan dan harus mereka hindari, di
mana penunaian ini akan mengantarkan mereka selamat dari siksa neraka dan akan menetapi
surga Ar Rahman.” (Aysarut Tafasir, 4/124-125)
Lalu Syaikh Abu Bakr Al Jazairi mengambil faedah dari ayat tersebut, “Kebanyakan manusia
tidak mengetahui hal-hal yang akan membahagiakan mereka di akhirat. Mereka pun tidak
mengetahui aqidah yang benar, syari’at yang membawa rahmat. Padahal Islam seseorang tidak
akan sempurna dan tidak akan mencapai bahagia kecuali dengan mengetahui hal-hal tersebut.
Kebanyakan manusia mengetahui dunia secara lahiriyah seperti mencari penghidupan dari
bercocok tanam, industri dan perdagangan. Namun bagaimanakah pengetahuan mereka terhadap
dunia yang batin atau tidak tampak, mereka tidak mengetahui. Sebagaimana pula mereka benar-
benar lalai dari kehidupan akhirat.
Mereka tidak membahas apa saja yang dapat membahagiakan dan mencelakakan mereka kelak di
akhirat. Kita berlindung pada Allah dari kelalaian semacam ini yang membuat kita lupa akan
negeri yang kekal abadi di mana di sana ditentukan siapakah yang bahagia dan akan sengsara.”
(Aysarut Tafasir, 4/125)
Itulah gambaran dalam ayat yang awalnya menerangkan mengenai kondisi orang kafir. Namun
keadaan semacam ini pun menjangkiti kaum muslimin. Mereka lebih memberi porsi besar pada
ilmu dunia, sedangkan kewajiban menuntut ilmu agama menjadi yang terbelakang.
Lihatlah kenyataan di sekitar kita, orang tua lebih senang anaknya pintar komputer daripada
pandai membaca Iqro’ dan Al Qur’an. Sebagian anak ada yang tidak tahu wudhu dan shalat
karena terlalu diberi porsi lebih pada ilmu dunia sehingga lalai akan agamanya. Sungguh
keadaan yang menyedihkan.
Kalau seorang dokter salah memberi obat karena kebodohannya, maka tentu saja akan membawa
bahaya bagi pasiennya. Begitu pula jika seseorang jahil atau tidak paham akan ilmu agama, tentu
itu akan berdampak pada dirinya sendiri dan orang lain yang mencontoh dirinya.
Allah telah memerintahkan kepada kita untuk mengawali amalan dengan mengetahui ilmunya
terlebih dahulu. Ingin melaksanakan shalat, harus dengan ilmu. Ingin puasa, harus dengan ilmu.
Ingin terjun dalam dunia bisnis, harus tahu betul seluk beluk hukum dagang. Begitu pula jika
ingin beraqidah yang benar harus dengan ilmu. Allah Ta’ala berfirman,
“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah
dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19). Dalam ayat ini, Allah memulai
dengan ‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah
perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan. Ini
pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan.
Sufyan bin ‘Uyainah berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan keutamaan ilmu. Hal ini
sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah ketika menjelaskan biografi Sufyan
dari jalur Ar Robi’ bin Nafi’ darinya, bahwa Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan,
“Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ‘ilmuilah’,
kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108)
Al Muhallab rahimahullah mengatakan, “Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih
dahulu didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-
harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan (karena tidak
didahului dengan ilmu, pen). Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang
gila yang pena diangkat dari dirinya.“ (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 1/144)
Gara-gara tidak memiliki ilmu, jadinya seseorang akan membuat-buat ibadah tanpa tuntunan atau
amalannya jadi tidak sah. Jika seseorang tidak paham shalat, lalu ia mengarang-ngarang tata cara
ibadahnya, tentu ibadahnya jadi sia-sia.
Begitu pula mengarang-ngarang bahwa di malam Jumat Kliwon dianjurkan baca surat Yasin,
padahal nyatanya tidak ada dasar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka amalan tersebut
juga sia-sia belaka.
Begitu pula jika seseorang berdagang tanpa mau mempelajari fiqih berdagang terlebih dahulu. Ia
pun mengutangkan kepada pembeli lalu utangan tersebut diminta diganti lebih (alias ada bunga).
Karena kejahilan dirinya dan malas belajar agama, ia tidak tahu kalau telah terjerumus dalam
transaksi riba. Maka berilmulah terlebih dahulu sebelum beramal. Mu’adz bin Jabal berkata,
Beramal tanpa ilmu membawa akibat amalan tersebut jauh dari tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam, akhirnya amalan itu jadi sia-sia dan tertolak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
Kerusakanlah yang ujung-ujungnya terjadi bukan maslahat yang akan dihasilkan. ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz berkata,
ع َبدَ هللاَ بِغَي ِْر ِع ْل ٍم َكانَ َما يُ ْف ِسدُ أَ ْكث َ َر
َ ص ِل ُح َم ْن
ْ ُِم َّما ي
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak
kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.” (Al Amru bil Ma’ruf, hal. 15)
Bukan berarti kita tidak boleh mempelajari ilmu dunia. Dalam satu kondisi mempelajari ilmu
dunia bisa menjadi wajib jika memang belum mencukupi orang yang capable dalam ilmu
tersebut.
Misalnya di suatu desa belum ada dokter padahal sangat urgent sehingga masyarakat bisa mudah
berobat. Maka masih ada kewajiban bagi sebagian orang di desa tersebut untuk mempelajari ilmu
kedokteran sehingga terpenuhilah kebutuhan masyarakat.
Namun yang perlu diperhatikan di sini bahwa sebagian orang tua hanya memperhatikan sisi
dunia saja apalagi jika melihat anaknya memiliki kecerdasan dan kejeniusan. Orang tua lebih
senang menyekolahkan anaknya sampai jenjang S2 dan S3, menjadi pakar polimer, dokter, dan
bidan, namun sisi agama anaknya tidak ortu perhatikan.
Mereka lebih pakar menghitung, namun bagaimanakah mengerti masalah ibadah yang akan
mereka jalani sehari-hari, mereka tidak paham. Untuk mengerti bahwa menggantungkan jimat
dalam rangka melariskan dagangan atau menghindarkan rumah dari bahaya, mereka tidak tahu
kalau itu syirik. Inilah yang sangat disayangkan.
Ada porsi wajib yang harus seorang anak tahu karena jika ia tidak mengetahuinya, ia bisa
meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram. Inilah yang dinamakan dengan ilmu wajib
yang harus dipelajari setiap muslim.
Walaupun anak itu menjadi seorang dokter atau seorang insinyur, ia harus paham bagaimanakah
mentauhidkan Allah, bagaimana tata cara wudhu, tata cara shalat yang mesti ia jalani dalam
kehidupan sehari-hari.
Tidak mesti setiap anak kelak menjadi ustadz. Jika memang anak itu cerdas dan tertarik
mempelajari seluk beluk fiqih Islam, sangat baik baik sekali jika ortu mengerahkan si anak ke
sana.
Karena mempelajari Islam juga butuh orang-orang yang ber-IQ tinggi dan cerdas sebagaimana
keadaan ulama dahulu seperti Imam Asy Syafi’i sehingga tidak salah dalam mengeluarkan fatwa
untuk umat. Namun jika memang si anak cenderung pada ilmu dunia, jangan sampai ia tidak
diajarkan ilmu agama yang wajib ia pelajari.
Dengan paham agama inilah seseorang akan dianugerahi Allah kebaikan, terserah dia adalah
dokter, engineer, pakar IT dan lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ َّللاُ بِ ِه َخي ًْرا يُفَ ِقِّ ْههُ ِفى ال ِد
ِّين َّ َم ْن يُ ِر ِد
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan
memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)
Ingatlah pula bahwa yang diwarisi oleh para Nabi bukanlah harta, namun ilmu diin. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َارا َوَلَ د ِْر َه ًما ِإنَّ َما َو َّرثُوا ْال ِع ْل َم فَ َم ْن أ َ َخذَ ِب ِه ً ِإ َّن األ َ ْن ِبيَا َء لَ ْم يُ َو ِ ِّرثُوا دِين
أ َ َخذَ ِب َحظٍ ِّ َوا ِف ٍر
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan
ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang
banyak.” (HR Abu Dawud no. 3641 dan Tirmidzi no. 2682, Shahih)
Semoga tulisan ini semakin mendorong diri kita untuk tidak melalaikan ilmu agama. Begitu pula
pada anak-anak kita, jangan lupa didikan ilmu agama yang wajib mereka pahami untuk bekal
amalan keseharian mereka. Wallahu waiyyut taufiq.
KEMULIAAN ORANG YANG MENUNTUT ILMU
Pentingnya belajar dan menuntut ilmu sudah sangat jelas diterangkan ALLAH SWT dan telah
dituangkan dalam Al-Quran surat Al Mujadalah sebagai berikut
ٍ يَ ْرفَعِ ا هللاُ لَّذِينَ َءا َمنُوا ِمن ُك ْم ْال ِع ْل َم أُوتُوا َوا َّلذِينَ َوهللاُ دَ َر َجا
ُ ت ِب َما ت َ ْع َملُونَ َخ ِب
ُُير
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11) Ayat tersebut menjelaskan bahwa
ALLAH SWT ridho dan senang dengan mereka yang berjihad dalam menuntut ilmu sehingga
ALLAH SWT akan mengangkat derajatnya. sehingga sudah jelaslah bahwa seorang muslim
yang ikhlas dalam menuntut ilmu akan mendapatkan manfaat dan keutamaan yang besar. ia akan
senantiasa hidup dengan cara cara yang islami dan sesuai dengan syariat Nabi Muhammad SAW.
Apa Saja Kemuliaan yang Bakal Diraih oleh Orang yang Belajar Ilmu Agama?
Masih banyak lagi keutamaan dari ilmu agama yang belum diungkapkan disini.
Sebenarnya, dari berbagai ayat dan hadits yang ada, jelas sekali menerangkan tentang keutamaan
ilmu agama, bukan ilmu yang lain. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu syari’at yang mengajarkan
apa saja yang harus dilakukan oleh seorang mukallaf tentang urusan agamanya, baik berupa
ibadah maupun muamalah. Ilmu tersebut meliputi ilmu tentang Allah, sifat-sifatNya, dan apa
saja yang harus kita lakukan untukNya dan yang kita hindari untuk mensucikanNya. Bila
demikian, ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama yang berkisar pada ilmu tafsir, hadits, dan
fiqih.
Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan bahwa salah satu di antara hal yang
menunjukkan keutamaan ilmu dan kewajiban untuk selalu menambahnya adalah firman Allah
kepada Rasul-Nya, “Dan katakanlah : Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”
(QS. Thaha : 114).
Allah tidak memerintahkan NabiNya agar minta tambah atas sesuatu pun selain ilmu. Dan
maksud dari ilmu di sini adalah ilmu syar’i yang membuat seorang hamba mengenal RabbNya
Yang Mahasuci, dan mengetahui apa yang diwajibkanNya kepada para hamba dalam beragama,
baik dalam masalah ibadah maupun muamalah.
Demikianlah, ilmu yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits adalah ilmu agama. Tentu saja
hal ini tidak berarti meniadakan kemanfaatan ilmu-ilmu umum, cuma saja, yang disebutkan
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk menguatkan pentingnya ilmu dunia bisa saja menjadi
sesuatu yang wajib pula dituntut oleh sebagian kaum muslimin. Di antaranya, ketika ilmu
duniawi tersebut bermanfaat dan menambah kekuatan kaun muslimin. Wallahu a’lam.
Keutamaan Sedekah
Orang-orang yang bersedekah akan dilipat gandakan pahalanya oleh Allah SWT.
Dalam sebuah hadits Qudsi dikatakan yang artinya “Barang siapa berniat untuk bersedekah,
kecepatan Allah membalasnya lebih dari gerakan sedekahnya“.
“Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api“.(HR. At-Tirmidzi).
Akan tetapi, bukan berarti dosa-dosa akan terhapuskan begitu saja tanpa disertai dengan
taubat dan perbuatan yang baik. Seperti halnya orang-orang yang mendapatkan hartanya dari
jalan yang salah atau diharamkan (tidak halal), harta yang diperoleh dari hasil riba ataupun
perbuatan ma’siat. Tentu tidak akan dapat menghapuskan dosa-dosa yang dimiliki.
Bersedekah itu tidak hanya harta, jika memiliki makanan, pakaian, atau hal apapun yang bisa
bermanfaat untuk orang lain juga termasuk sedekah.
Nabi bersabda: “Jauhkan dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan (sedekah) sebutir
kurma“. (Muttafaqun ‘alaih)
Salah satu jenis manusia yang akan mendapatkan naungan pada hari akhir yakni orang yang
gemar bersedekah. Namun ia menyembunyikannya dari tangan kirinya. Nabi SAW bersabda:
“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, maka ia menyembunyikan amalnya itu
sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya“. (HR.
Bukhari)
Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya sedekah itu benar-benar akan dapat memadamkan
panasnya alam kubur bagi penghuninya, dan orang mukmin akan bernaung dibawah bayang-
bayang sedekahnya“. (HR. At-Thabrani)
Sedekah merupakan salah satu amal yang tidak putus sampai mati
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda: “Apabila anak cucu Adam itu
mati, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara yaitu: Shodaqoh jariyah, anak
yang sholeh yang memohonkan ampunan untuknya (Ibu dan bapaknya) dan ilmu yang berguna
setelahnya“.
Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat menambah umurnya,
dapat mencegah kematian yang buruk (su’ul khotimah), Allah akan menghilangkan darinya
sifat sombong, kefakiran dan sifat bangga pada diri sendiri“. (HR. Thabrani).
Jangan takut berkurang rezekinya karena bersedekah. Karena sedekah itu akan meluaskan ,
melapangkan dan membuka pintu rezeki. Nabi bersabda: “Tidak akan berkurang rezeki orang
yang bersedekah, kecuali bertambah, bertambah dan bertambah“.
Allah SWT berfirman dalam QS. Saba ayat 39: “Apapun harta yang kalian infakkan maka Allah
pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rezeki“.
Dengan bersedekah InsyaaAllah dapat menyembuhkan berbagai penyakit hati. Karena sedekah
itu dapat membersihkan hati dan pikiran, dan atas seizinNya Allah akan ringankan dan
menyembuhkan penyakit-penyakit orang-orang yang gemar bersedekah. Rasulullah
SAW bersabda: “Obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan bersedekah“.
Sedekah itu merupakan penolak bala’, penyubur pahala, menahan musibah dan kejahatan serta
rezeki yang dilipat gandakan oleh Allah SWT. Rasulullah saw bersabda: “Bersegeralah untuk
bersedekah. Karena musibah dan bencana tidak bisa mendahului sedekah“.
Dari nabi SAW bersabda: “Asshodaqotu tasuddu sab’iina baaban minas suu-i” artinya:
“Shodaqoh itu menutup tujuh puluh pintu kejahatan“.
Orang yang bersedekah akan melewati jembatan shiratal mustaqim dengan cepat
Jembatan shiratal mustaqim itu bagaikan rambut terbelah menjadi tujuh yang tajamnya
melebihi silet, lebih tajam dari pedang, licin dan berduri. Jembatan ini berujung pada surga dan
dibawahnya adalah neraka. Tidak sedikit manusia yang bisa melewatinya hanya dengan kedipan
mata, seperti halilintar yang menyambar. Oleh karenanya, perbanyaklah bersedekah karena
sedekah merupakan salah satu perbuatan dan amalan yang dapat menyelamatkan manusia
pada hari akhir.
Orang yang bersedekah akan dimasukkan kedalam surga tanpa hisab dan siksa
Sedekah yang dimaksud adalah sedekah yang penuh keikhlasan, tidak diumbar-umbar dengan
sifat kesombongan dan niatnya hanya karena Allah ta’ala. InsyaaAllah, akan membukakan pintu
surga bagi orang-orang yang gemar bersedekah karna Allah. Ada empat macam pembalasan
sedekah, yaitu:
1. Sedekah yang dibalas dengan sepuluh kali lipat ialah sedekah yang diberikan kepada
para fakir miskin;
2. Sedekah yang dibalas dengan tujuh puluh kali lipas ialah sedekah yang diberikan kepada
sanak famili;
3. Sedekah yang dibalas dengan tujuh ratus kali lipat ialah sedekah yang diberikan kepada
teman-teman;
4. Sedekah yang dibalas dengan seribu kali lipat ialah sedekah yang diberikan kepada para
penuntut ilmu.
jariyah tak akan pernah putus sampai kita mati. Sekian terimakasih
MUQODIMAH
,, ب ِ ِّ الر ِحي ِْم ا َ ْل َح ْمدُ هللِ َر َّ َسالَ ُم َما ِل ِك َي ْو ِم ال ِدِّي ِْن ا
َّ لر ْح َم ِن َّ ص َالة ُ َوال
َّ َوال
س ِيِّدِنا َ َو َم ْولَنَا ُم َح َم ٍد خَاتَ ِم َ ف اْلأل َ ْنبِيا َ ِء َو ْال ُم ْر
َ َس ِليْن ِ لى ا َ ْش َر
َ ع َ َال َعالَ ِميْن
اَ َّما, َص َحابَتِ ِه اَ ْج َم ِعيْن
َ الطا ِه ِريْنَ َو َّ لى اَ ِله َ ع َ َو, َس ِليْنَ النَّ ِب ِيِّيْنَ َواِ َم ِام اْل ُم ْر
ُبَ ْعد.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, arrahmanirrahim maliki yaumid din, wa shalatu wassalamu ‘ala
asyrafil anbiya’i wal mursalin sayyidina wa maulana Muhammadin khatamin Nabiyyina wa
imamil mursalin, wa ‘ala alihi thahiriina wa shahabatihi ajma’in, amma ba’du.
Alhamdulillahi ‘ala ni’matil islam wal iman wal hidayah, wa kafa biha ni’mah, allahumma shalli
wa sallim wa barik ‘ala sayyidina Muhammad dibni ‘abdillah, wa ‘ala alihi wa shahbihi wa
mawwalah, lahaula wala quwwata illa billah, amma ba’du.
Innalhamdalillahi nahmaduhu wanasta’iinuhu wanastaghfiruhu Wana’udzubiillah
minsyurruri ‘anfusinaa waminsayyi’ati ‘amaalinnaa Manyahdihillah falah mudhillalah
Wa man yudhlil falaa haadiyalah Wa asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa
syariikalah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh.
[Segala puji bagi Allah yang hanya kepadaNya kami memuji, memohon pertolongan, dan mohon
keampunan. Kami berlindung kepadaNya dari kekejian diri dan kejahatan amalan kami. Barang
siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkan, dan barang siapa
yang tersesat dari jalanNya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi
bahwa tiada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah saja, yang tiada sekutu bagiNya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya]