Вы находитесь на странице: 1из 6

Anestesi pada Neonatus

Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari,
dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupadidalam rahim menjadi
diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua
system.Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama.
Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi
adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar.

SISTEM PERNAFASAN
Jalan Nafas :
 Otot leher bayi masih lembek, leher lebih pendek, sulit menyangga atau
memposisikan kepala dengan tulang occipital yang menonjol.
 Lidah besar, epiglottis berbentuk “U” dengan proyeksi lebih ke posterior dengan
sudut ± 450, relative lebih panjang dan keras, letaknya tinggi, bahkan menempel pada
palatum molle sehingga cenderung bernafas melalui hidung. Akibat perbedaan
anatomis epiglottis tersebut, saat intubasi diperlukan pengangkatan epiglottis untuk
visualisasi.
 Lubang hidung, glottis, pipa tracheobronkial relative sempit, meningkatkan
resistensi jalan nafas, mudah sekali tersumbat oleh lender dan edema.
 Trachea pendek, berbentuk seperti corong dengan diameter tersempit pada
bagian cricoid. (Cote CJ,2000)
Pernafasan :
 Sangkar dada lemah dan kecil dengan iga horizontal. Diafragma terdorong
keatas oleh isi perut yang besar. Dengan demikian kemampuan dalam memelihara
tekanan negative intrathorak dan volume paru rendah sehingga memudahkan
terjadinya kolaps alveolus serta menyebabkan neonatus bernafas secara
diafragmatis.
 Kadang-kadang tekanan negative dapat timbul dalam lambung pada waktu
proses inspirasi, sehingga udara atau gas anestesi mudah terhirup ke dalam lambung.
Pada bayi yang mendapat kesulitan bernafas dan perutnya kembung dipertimbangkan
pemasangan pipa lambung.
 Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong
diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat sedikitnya
elemen elastis paru, maka akan menurunkan FRC (Functional Residual Capacity)
sementara volume tidalnya relative tetap. Untuk meningkatkan ventilasi alveolar
dicapai dengan cara menaikkan frekuensi nafas, karena itu neonatus mudah sekali
gagal nafas.
 Peningkatan frekuensi nafas juga dapat akibat dari tingkat metabolisme pada
neonatus yang relative tinggi, sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua kali dari
kebutuhan orang dewasa dan ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari dewasa
hingga dua kalinya. Tingginya konsumsi oksigen dapat menerangkan mengapa
desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih mudah atau cepat, terlebih pada premature, adanya
stress dingin maupun sumbatan jalan nafas.
SISTEM SIRKULASI DAN HEMATOLOGI
 Pada neonatus reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga
keadaan kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang
ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan dengan secermat dan
seteliti mungkin. Tekanan sistolik merupakan indicator yang baik untuk menilai
sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat terhadap
penggantian volume.
 Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap terpelihara normal
pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg.
 Frekuensi nadi bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar
80/60 mmHg.
SISTEM EKSKRESI DAN ELEKTROLIT
 Akibat belum matangnya ginjal neonatus, filtrasi glomerulus hanya sekitar 30%
disbanding orang dewasa. Fungsi tubulus belum matang, resorbsi terhadap natrium,
glukosa, fosfat organic, asam amibo dan bikarbonas juga rendah.
 Bayi baru lahir sukar memekatkan air kemih, tetapi kemampuan mengencerkan
urine seperti orang dewasa.
 Kematangan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus mendekati lengkap sekitar
umur 20 minggu dan kematangannya sedah lengkap setelah 2 tahun.. (Cote CJ,2000)
 Karena rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-obatan
juga menjadi diperpanjang.
 Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk menahan air dan garam, penguapan
air, kehilangan abnormal atau pemberian air tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh
pada dehidrasi berat dan ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia.
(Warih,1992)
 Pemberian cairan dan perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi
diperlukan kecermatan lebih disbanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal
pemberian elektrolit, yang biasa disertakan pada setiap pemberian cairan.
FUNGSI HATI
 Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang
rendah pula yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis metabolic.
 Hipotermia dapat pula menyebabkan hipoglikemia.
 Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru lahir
adalah 50-60%. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg%) sukar diketahui tanda-
tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnoe atau terjadi kejang.
 Sintesis vitamin K belum sempurna. Pada pemberian cairan rumatan
dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin untuk bedah bayi
baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg i.m.
 Hati-hati penggunaan opiate dan barbiturate, karena kedua obat tersebut
dioksidasi dalam hati.
SISTEM SYARAF
 Waktu perkembangan system syaraf, sambungan syaraf, struktur otak dan
myelinisasi akan berkembang pada trimester tiga (myelinisasi pada neonatus belum
sempurna, baru matang dan lengkap pada usia 3-4 tahun), sedangkan berat otak
sampai 80% akan dicapai pada umur 2 tahun. Waktu-waktu ini otak sangat sensitive
terhadap keadaan-keadaan hipoksia.
 Persepsi tentang rasa nyeri telah mulai ada, namun neonates belum dapat
melokalisasinya dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar. Sebenarnya anak
mempunyai batas ambang rasa nyeri yang lebih rendah disbanding orang dewasa.
 Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular junction dapat
mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat pelumpuh otot non
depolarizing.
 Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga parasimpatis lebih
dominant yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya refleks vagal
(mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama kalau bayi dalam
keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah nasofaring.
 Sirkulasi bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam.
 Belum sempurnanya mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier
akan menyebabkan akumulasiobat-obatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana
mengakibatkan aksi yang lama dan depresi pada periode pasca anestesi.
 Sisa dari blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi IV dapat
menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan, depresi pernafasan dan apnoe pada
periode pasca anestesi.
 Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan hipoksia
dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak menolong baru
dipertimbangkan pemberian sulfas atropine.
PENGATURAN TEMPERATUR
 Pusat pengaturan suhu di hypothalamus belum berkembang, walaupun sudah
aktif.
 Kelenjar keringat belum berfungsi normal, mudah kehilangan panas tubuh
(perbandingan luas permukaan dan berat badan lebih besar, tipisnya lemak subkutan,
kulit lebih permeable terhadap air), sehingga neonatus sulit mengatur suhu tubuh dan
sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan (bersifat poikilotermik).
 Produksi panas mengandalkan pada proses non-shivering thermogenesis
yang dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang terletak diantara scapula, axila,
mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia mencegah produksi panas dari lemak coklat
(Morgan HAH,1993)
 Hipotermia dapat dicegah dengan suhu sekitar yang panas, selimut atau kain
penutup yang tebal dan pemberian obat penahan keringat (misal: atropin,
skopolamin).
 Adapun hipotermia bisa disebabkan oleh suhu lingkungan yang rendah,
permukaan tubuh terbuka, pemberian cairan infuse/ tranfusi darah dingin, iriga- si oleh
cairan dingin, pengaruh obat anestesi umum (yang menekan pusat regulasi suhu)
maupun obat vasodilator.
 Temperature lingkungan yang direkomendasikan untuk neonatus adalah
0
27 C. Paparan dibawah suhu ini akan mengandung resiko diantaranya: cadangan
energi protein akan berkurang, adanya pengeluaran katekolamin yang dapat
menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan vaskuler paru dan perifer, lebih jauh lagi
dapat menyebabkan lethargi, shunting kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis metabolic.
 Untuk mencegah hipotermia bias ditempuh dengan : memantau suhu tubuh,
mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian selimut hangat, lampu
penghangat, incubator, cairan intra vena hangat, begitu pula gas anestesi, cairan
irigasi maupun cairan antiseptic yang digunakan yang hangat.
FARMAKOLOGI
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada neonatus
berbeda dibanding dengan dewasa karena pada neonatus :
1. Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan
ekstravaskuler berbeda dengan orang dewasa.
2. Laju filtrasi glomerulus masih rendah
3. Laju metabolisme yang tinggi
4. Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
5. Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses
biotransformasi obat.
6. Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung,
liver dan ginjal)
7. Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi system pernafasan :
ventilasi alveolar tinggi, Minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya MAC dan
koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi obat, mempercepat
induksi dan mempersingkat pulih sadarnya. Tekanan darah cenderung lebih
peka terhadap zat anestesi inhalsi mungkin karena mekanisme kompensasi
yang belum sempurna dan depresi miokard hebat.
 Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya sangat toksisk
pada neonatus dibanding dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat tersebut sangat
mudah menembus sawar darah otak, kemampuan metabolisme masih rendah atau
kepekaan pusat nafas sangat tinggi.
 Sebaliknya neonatus tampaknya lebih tahan terhadap efek ketamin.
 Bayi umumnya membutuhkan dosis suksisnil cholin relative lebih tinggi
disbanding dewasa karena ruang extraselulernya relative lebih besar.
 Respon terhadap pelumpuh otot non deplarisasi cukup bervariasi.
PERSIAPAN ANESTESI
 Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi, elektrolit,
asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau mendekati normal.
 Sebagian pembedahan bayi baru lahir merupakan kasus gawat darurat.
 Proses transisi sirkulasi neonatus, penurunan PVR (Pulmonary Vascular
Resistance) berpengaruh pada status asam-basanya.
 Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah sedapat mungkin
menggunakan incubator yang telah dihangatkan. Sebelum bayi masuk kamar bedah
hangatkan kamar dengan mematikan AC misalnya.
 Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas
harus rendah, anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan.
 Untuk anestesi yang lama, kalau mungkin gas-gas anestetik dihangatkan,
dilembabkan dengan pelembab listrik.
 Biasanya digunakan system anestesi semi-open modifikasi system pipa T dari
Ayre yaitu peralatan dari Jackson-Rees.
Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa yang
dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan berilah air gula 2 jam sebelum anestesi. (Abdul
Latief,1991)

Infus
 Dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti cairan
yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll.
 Untuk pemeliharaan digunakan preparat D5%-10% dalam cairan elektrolit.
 Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi akibat
puasa lama atu sulit minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal, evaporasi
(Insensible water loss), tranduksi atau sekuestrasi cairan ke dalam lumen usus atau
kompartemen tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia sangat mudah terjadi karena luas
permukaan tubuh dan kompartemen atau volume cairan ekstra seluler relative lebih
besar serta fingsi ginjal belum matang.
 Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3 jam,
jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%.
 Kecukupan hidrasi dapat dipantau melalui produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam),
berat jenis urin (<1,010), ataupun dengan pemasangan CVP (Central Venous
Pressure).
Premedikasi
Sulfas Atropine
 Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran,
Isofluran, suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal 0,1 mg dan
maksimal 0,5 mg. lebih digemari secara intravena dengan pengenceran.
 Hati-hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan umumnya jelek.
Penenang
Tidak dianjurkan, karena susunan syaraf pusat belum berkembang, mudah terjadi
depresi, kecuali pasca anestesi dirawat diruang perawatan intensif. (Abdul
Latief,1993)

MASA ANESTESI
Induksi
Pada waktu induksi sebaiknya ada yang membantu. Usahakan agar berjalan dengan
trauma sekecil mungkin. Umumnya induksi inhalasi dengan Halotan-O2 atau Halotan-
O2/N2O.

Intubasi
 Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis
tinggi dengan bentuk “U”. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal
kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-
lebar dengan lampu di ujungnya.
 Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid.
 Waktu intubasi perlu pembantu guna memegang kepala. Intubasi biasanya
dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada keadaan gawat atau
diperkirakan akan dijumpai kesulitan.
 Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah
usia 10-14 hari atau pada bayi premature. Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur
atas pertimbangan dapat ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan
menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot.
 Pelumpuh otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg secara iv atau
im.
 Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan
tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada bayi
aterm 2,5-3,5 mm. Idealnya menggunakan pipa trachea yang paling besar yang dapat
masuk tetapi masih sedikit longgar sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O
masih sedikit bocor. (Adipradja K, 1998)
Pemeliharaan Anestesi
 Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali.
 Pada umunya menggunakan gas anestesi N2O/O2 dengan kombinasi halotan,
enfluran, isofluran ataupun sevofluran.
 Pelumpuh otot golongan non depol sangat sensitive sehingga harus
diencerkan dan pemberiannya secara sedikit demi sedikit.
Pemantauan
1. Pernafasan : Stetoskop prekordial, Pada nafas spontan ( gerak dada
dan bag reservoir),Warna ekstremitas
2. Sirkulasi : Stetoskop perikordial, Perabaan nadi, EKG dan CVP
3. Suhu : Rektal
4. Perdarahan : Isi dalam botol suction, Beda berat kassa sebelum dan
sesudah kena darah, Periksa Hb dan Ht secara serial
5. Air Kemih : Isi dalam kantong air kemih
PENGAKHIRAN ANESTESIA
 Pembersihan lender dalam rongga hidung dan mulut dilakukan secara hati-hati.
Pemberian O2 100% selama 5-15 menit setelah agent dihentikan.
 Bila masih ada pengaruh obat pelumpuh obat non-depol, dapat dilakukan
penetralan dengan neostigmin (0,04 mg/kg) bersama atropin (0,02 mg/kg).
 Kemudian dilakukan ekstubasi.
KESIMPULAN
 Anestesi pada neonatus merupakan hal yang lain dari biasanya.
 Karena mereka bukanlah merupakan miniatur orang dewasa sehingga dalam
melakukan tindakan anestesi diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus dan
teliti dalam manajemennya.
 Perhatian khusus sangat diperlukan mengingat perbedaan anatomi, fisiologi
dan farmakologi pada neonatus.
 Jadi sebelum dilakukan tindakan anestesi haruslah dipertimbangkan faktor
sistem pernafasan, sirkulasi, ginjal, dan heparnya.

Вам также может понравиться