Вы находитесь на странице: 1из 16

Low Density Lipoprotein (LDL) sebagai Faktor

Predisposisi pada Coroner Heart Disease (CHD)

REFERAT

Oleh

Anisa Hanif Rizki Ainia

132011101063

Pembimbing

dr. Dandy Hari Hartono, Sp.JP FIHA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER

SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM

RSD dr. SOEBANDI JEMBER

2017
Low Density Lipoprotein (LDL) sebagai Faktor
Predisposisi pada Coroner Heart Disease (CHD)

REFERAT

disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

SMF/Lab. Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember

Oleh

Anisa Hanif Rizki Ainia

132011101063

Pembimbing

dr. Dandy Hari Hartono, Sp.JP FIHA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER

SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM

RSD dr. SOEBANDI JEMBER

2017
BAB 1. PENDAHULUAN

Coroner Heart Failure (CHF) atau yang disebut Penyakit Jantung Koroner
(PJK) merupakam penyebab kematian utama di Indonesia seperti juga diberbagai
negara lain ( Priyana, 2008). Menurut WHO (2013) penyakit kardiovaskular
merupakan penyebab nomor satu untuk kematian global. Berdasarkan penelitian
AHA (2013) di Asia dan kepulauan Pasifik sekitar 16.419 jumlah kematian pada
tahun 2009 disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, 7.752 diantaranya
disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan 2.462 karena infarkmiokard.
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang dikarakteristikan dengan
obstruksi arteri koroner (aterosklerosis). Aterosklerosis merupakan penyebab
dasar PJK (Priyana, 2008). Aterosklerosis sebenarnya normal terjadi pada semua
orang seiring dengan bertambahnya usia, hanya saja bagaimana kecepatan
penyempitan pembuluh darah koroner tersebut berbeda-beda. Kolesterol
merupakan jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan
dengan aterogenesis ( Brown, 2006 ).
Aterogenesis bermula dari adanya disfungsi endotel. Disfungsi endotel
akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas Low Density Lipoprotein (LDL)
untuk masuk ke intima dan akan berakumulasi di subendotel. LDL yang
terperangkap dalam pembuluh darah akan termodifikasi dan berperan penting
dalam perkembangan lesi aterosklerosis (Leonard, 2007). Kadar kolesterol yang
tinggi merupakan 56% faktor yang berkontribusi besar dalam penyebab terjadinya
PJK (Mackay, 2004). Konsekuensi hiperlipidemia yang paling penting adalah
peningkatan kolesterol serum, terutama peningkatan LDL yang merupakan
predisposisi terjadinya aterosklerosis serta meningkatnya risiko terjadinya PJK (
Fathoni, 2011).
Pertanda faktor kebahayaan PJK antara lain jumlah (total) kolesterol, LDL,
dan HDL. Dengan demikian untuk menentukan pemberian obat didasari oleh
kadar HDL, LDL dan trigliserida. Jika ditemukan pertanda kebahayaan PJK di
pemeriksaan, telah dikembangkan upaya untuk mendiagnosis dini, sehingga
pengobatan dapat dilakukan lebih cepat dan tepat. Dislipidemia merupakan faktor
mayor dari terjadinya perkembangan aterosklerosis. Dislipidemia adalah kelainan
metabolisme lipoprotein, yang bermanifestasi pada peningkatan kadar total
kolesterol, triglisireda dan LDL, serta penurunan kadar HDL. Peningkatan kadar
LDL berkorelasi dengan peningkatan insidensi dari penyakit jantung koroner.
Kombinasi dari penurunan kadar LDL dan peningkatan HDL mungkin dapat
mereduksi kandungan lipid pada plak aterosklerosis.
\
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jantung

Jantung adalah organ yang berfungsi untuk memompa darah ke suluruh tubuh.
Jantung memiliki ukuran panjang 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm. Pada pria
berat jantung sekitar 300 gram, sedangkan pada wanita adalah 250 gram.Jantung
terletak di diafragma, di garis tengah dari rongga thoraks, dengan dua pertiga
bagiannya terletak disebelah kiri garis tengah. Jantung memiilki bagian apeks,
yaitu bagian yang meruncing, serta base yaitu bagian yang tumpul. Selain itu,
terdapat 4 ruang di dalam jantung yaitu atrium kanan , atrium kiri, ventrikel
kanan, serta ventrikel kiri (13).
Pada jantung terdapat katup atrioventrikular kanan yang mengalirkan darah dari
atrium kanan ke ventrikel kanan, katup atrioventrikular kiri yang mengalirkan
darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri., katup pulmoner yang mengalirkan darah
dari ventrikel kanan ke trunkus pulmoner, serta katup aorta yang mengalirkan
darah dari ventrikel kiri ke aorta untuk selanjutnya dialirkan keseluruh tubuh (13)

Gambar 1. Anatomi Jantung


2.2 Penyakit Jantung Koroner
2.2.1 Definisi
Penyakit jantung koroner adalah suatu konndisi terbentuknya plak didalam arteri
koroner. Ketika plak terbentuk diarteri, kondisi ini disebut aterosklerosis. Plak
mempersempit arteri dan mengurangi aliran darah ke otot jantung, mempermudah
terbentuknya bekuan dalam arteri. Gumpalan darah dapat sebagian atau
seluruhnya menutup aliran darah (National Heart Lung and Blood Institute
(NHLB), 2012).

2.2.2 Faktor Resiko

Faktor risiko penyakit jantung koroner terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi serta faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi yaitu usia, jenis kelamin, serta riwayat penyakit jantung
koroner dalam keluarga. Risiko penyakit jantung koroner meningkat dengan
pertambahan usia. Pada banyak penelitian epidemiologi, usia merupakan salah
satu faktor predisposisi yang paling kuat dalam menyebabkan penyakit jantung
koroner (Black). Laki – laki lebih berisiko menderita penyakit jantung koroner
dibandingkan perempuan kemungkinan karena hormon estrogen yang
berperan sebagai agen protektif tidak dimiliki oleh pria, namun risiko penyakit
jantung koroner akan meningkat pada wanita yang telah menopause (Black).
Risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner meningkat pada anggota
keluarga yang memiliki riwayat penyakit jantung coroner (WHO).
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu dislipidemia, merokok, hipertensi,
diabetes mellitus, dan kurangnya aktivitas fisik. Dislipidemia adalah kelainan
metabolisme lipoprotein, yang bermanifestasi pada peningkatan kadar total
kolesterol, trigliserida, dan LDL, serta penurunan kadar HDL. Kadar abnormal
dari lipid yang bersirkulasi dalam darah merupakan faktor risiko utama dalam
perkembangan aterosklerosis ( Leonard, 2012).
Peningkatan partikel LDL berkorelasi dengan peningkatan insidensi
aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Hal ini disebabkan karena LDL
dapat berakumulasi di ruang subendotel dan melakukan modifikasi kimia yang
selanjutnya merusak intima dan memperparah perkembangan lesi aterosklerosis
(Leonard, 2012).
Peningkatan kadar HDL tampak sebagai proteksi melawan aterosklerosis
karena kemampuanya dalam mentranspor kolesterol dari jaringan perifer kembali
ke liver serta karena sifat antioksidatifnya. Kadar kolesterol total yang lebih dari
200 mg/dL akan meningkatkan risiko menjadi 2 kali lebih besar (Leonard, 2012).

Rasio LDL : HDL menjadi indikator dari risiko penyakit jantung koroner sebab
rasio tersebut menggambarkan jumlah kolesterol yang disimpan di jaringan dan
jumlah kolesterol yang dipecah atau dibuang dari tubuh.
Rokok dapat menimbulkan aterosklerosis dengan beberapa cara, yaitu dengan
meningkatkan modifikasi oksidatif LDL, menurunkan sirkulasi HDL, disfungsi
endotel karena hipoksia dan meningkatkan stress oksidan, meningkatkan adhesi
platelet, meningkatkan ekspresi dari molekul adhesi leukosit, serta penggatian
oksigen dengan karbon monoksida (Leonard, 2012).
Tekanan darah yang tinggi dapat mempercepat aterosklerosis dengan cara
merusak endotel vaskular dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
terhadap lipoprotein. Selain itu, terjadi juga stress hemodinamik yang
menyebabkan peningkatan jumlah SR pada makrofag, dan selanjutnya akan
meningkatkan pembentukan foam cells (Leonard, 2012).
Predisposisi pasien diabetes terhadap pembentukan aterosklerosis berhubungan
dengan glikosilasi nonenzimatik dari lipoprotein yang akan meningkatkan
pengambilan kolesterol oleh SR, atau akibat kecenderungan dari protrombotik
serta antifibrinolitik. Selain itu, fungsi endotel pada pasien diabetes terganggu,
yang menyebabkan penurunan dari ketersediaan NO serta peningkatan adhesi
leukosit. Kurangnya aktivitas fisik dapat menurunkan sensitivitas insulin serta
penurunan produksi NO (Leonard, 2012).

2.2.3 Patogenesis Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
sumbatan diarteri koroner akibat adanya plak aterosklerosis. Patogenesis penyakit
jantung koroner diawali dengan inisiasi aterosklerosis yang selanjutnya diikuti
dengan evolusi dari plak aterosklerosis (Peter et al, 2008)
Inisiasi aterosklerosis dimulai dari adanya akumulasi lipid ekstraseluler yang
terdiri dari kolesterol, lemak jenuh dan partikel lipoprotein kecil berakumulasi di
tunika intima. Partikel lipoprotein berinteraksi dengan proteoglikan ditunika
intima, dan beragregasi. Pengikatan lipoprotein dan proteoglikan ditunika intima
akan menangkap serta menahan partikel lipoprotein sehingga waktu singgahnya
lebih lama dan meningkatkan kerentanannya untuk teroksidasi (Peter et al, 2008).
Setelah kolesterol , lemak jenuh dan partikel lipoprotein kecil berakumulasi di
intima, tahap selanjutnya adalah rekruitmen leukosit. Inisiasi dari
hiperkolesterolemia mengakibatkan leukosit melekat ke endotel, kemudian terjadi
diapedesis antara penghubung sel endotel, selanjutnya leukosit masuk ke intima,
mulai mengakumulasi lipid dan akhirnya menjadi foam cell (Peter et a;, 2008).
Lokasi tempat predileksi lesi aterosklerosis adalah dibagian proksimal arteri
setelah percabangan. Arteri tanpa banyak cenderung tidak terjadi perkembangan
aterosklerosis karena aliran laminar mengekspresikan gen yang memproduksi
enzim yang melawan aterosklerosis, yaitu superoksida dismutase dan nitrit
oksidase dismutase (NO Dismutase). Superoksida dismutase menurunkan stress
oksidatif dengan mengkatabolis anion superoksida yang bersifat mengakibatkan
injuri serta reaktif, sedangkan NO Dismutase menahan aktivasi fungsi inflamasi
dari endotel (Peter et al, 2008).
Setelah monosit masuk ke arterial intima, monosit dapat menelan lipid dan
akhirnya terbentuk foam cell. Monosit atau makrofag memiliki Scavenger
Receptors (SR). SR memediasi pengambilan lipid yang berlebih dalam
pembentukan foam cell. SR ini mengikat lipoprotein yang termodifikasi. Ketika
makrofag berada di intima dan menjadi foam cell, makrofag tidak sering
bereplikasi. Akan tetapi, ada faktor yang dapat merangsang pembelahan sel
makrofag pada plak aterosklerosis, yaitu Macrophlage Colony Stimulating Factor
(M-CSF). Terbentuklah Fatty Streak (Peter et al, 2008)
Setelah terbentuk plak aterosklerosis, tahap selanjutnya dari patogenesis penyakit
jantung koroner adalah evolusi dari plak ateroma. Evolusi plak ateroma diawali
oleh mekanisme inflamasi dari aterogenosis. Proses ini disebabkan karena sel
dendritik dan sel fagosit mononuklear di lesi aterosklerosis bisa
mempresentasikan antigen ke sel limfosit T. Antigennya adalah lipoprotein
termodifikasi, beta – 2 – glycoproptein – 1b, dan agen infeksius. Ketika antigen
yang dipresentasikan telah berinteraksi dengan sel limfosit T, maka sel limfosit T
akan aktif dan mensekresikan banyak sitokin yang memodulasi aterogenensis
(Peter et al, 2008).
Sel T Helper 1 mengeluarkan sitokin, yaitu interferon gamma, lymphotoxins,
CD40 ligand dan tumor necrotizing factor beta (TNF beta), yang mengaktifkan
dinding sel vaskular dan mengakibatkan perubahan sifat plak, sehingga terjadi
destabilisasi plak dan meningkatkan trombogenisitas plak, sedangkan sel T
Helper 2 mengeluarkan interleukin 10 (IL-10) yang berfungsi sebagai inhibitor
inflamasi dalam aterogenesis. Sel T sitotoksik mengekspresikan Fas ligand yang
akan meningkatkan sitolisis dan apoptosis sel target. Sel targetnya adalah sel otot
polos, sel endotel, dan makrofag. Apoptosis yang terjadi akan berpengaruh pada
progesi dan komplikasi plak. Sel T di intima akan mengekspresikan Fas ligand
yang akan berikatan dengan Fas di permukaan sel otot polos, sehingga
menyebabkan kematian sel otot polos. Sel otot polos yang mengalami
kematian menyebabkan penurunan sintesis kolagen untuk mempertahankan
fibrous cap, sehingga plak cenderung lemah dan dapat terjadi ruptur plak
aterosklerosis (Peter et al, 2008).
Setelah mekanisme inflamasi dari plak aterosklerosis, proses selanjutnya adalah
migrasi sel otot polos. Aterosklerosis akan meningkatkan sekresi
chemoattractant sel otot polos potensial oleh makrofag yang aktif.
Chemoattractant tersebut adalah Platelet Derived Growth Factor (PDGF).
Rangsangan PDGF menyebabkan migrasi sel otot polos ke tunika intima yang
telah terjadi aterosklerosis. Di tunika intima, sel otot polos akan bermultiplikasi
dengan pembelahan sel (Peter et al, 2008).
Foam cell mensekresikan sitokin dan Growth Factor (TNF alfa, IL-1, TGF beta)
yang meningkatkan proliferasi dan sintesis matriks ekstraselular. Pada plak
aterosklerosis yang berevolusi, matriks ekstraselular lebih banyak menyusun
volume plak. Matriks ekstraselularnya adalah kolagen interstitial, yaitu kolagen
tipe I dan III, proteoglikan, dan serat elastin. Matriks ekstraselular ini diproduksi
oleh sel otot polos yang dirangsang oleh PDGF dan TGF beta (Peter et al, 2008).
Awalnya pertumbuhan plak itu berlawanan dengan arah lumen sebagai proses
remodeling positif vaskular atau pembesaran kompensatorius. Luminal stenosis
terjadi setelah plak lebih dari 40% diameter arteri (Peter et al, 2008).
Sel otot polos yang berproliferasi dan bermigrasi disertai dengan migrasi endotel
serta replikasinya, seperti terjadi pada perkembangan plak mikrosirkulasi.
Terdapat faktor angiogenesis yang membentuk microvessel pada plak
aterosklerosis. Faktor angiogenensis tersebut adalah acidic & basic fibroblast
growth factor, vascular endothelial growth factor (VEGF) dan oncostatin M
(Peter et al, 2008). Fungsi microvessels ini adalah untuk meningkatkan area
permukaan untuk leukosit, menampakkan lebih banyak VCAM-1, dan
untuk pertumbuhan plak. Microvessel ini rapuh dan rentan untuk ruptur
(Peter et al, 2008).
Beberapa subpopulasi sel otot polos mensekresikan sitokin, yaitu Bone
morphogenic protein, homologous transforming growth factor beta, yang dapat
menyebabkan kalsifikasi. Selain itu, plak ateromatosa juga mengandung protein
dengan gamma carboxylated glutamic acid residues yang mengendapkan
kalsium dan meningkatkan mineralisasi (Peter et al, 2008).
Gambar 2. Pembentukan Plak Aterosklerosis

2.2.4 Tanda dan Gejala PJK


Tanda dan gejala yang ditimbulkan utamanya adalah nyeri dada, selain itu dapat
terjadi juga efek simpatis dan parasimpatis. Nyeri dada terjadi di daerah
retrosternal, seringkali nyerinya menjalar ke bagian bahu atau punggung sebelah
kiri. Sensasi nyeri yang dirasakan pasien digambarkan seperti diremas, rasa
terhimpit, berat, tertumbuk, ataupun rasa terbakar (Peter et al, 2008; Leonard,
2012). Efek simpatis yang ditimbulkan berupa berkeringat, kulit yang lembab
dan dingin. Efek parasimpatis yang ditimbulkan berupa mual, muntah, serta
lemah (Leonard, 2012).

2.2.5 Diagnosis PJK


Diagnosis ditegakan berdasar riwayat nyeri angina pada dada, adanya perubahan
pada gambaran EKG berupa depresi segmen ST, elevasi segmen ST, munculnya
gelombang Q, dan adanya perubahan penanda kardiak serum seperti Creatinine
Kinase (CK-MB), Aspartate transaminase (AST), Lactate Dehydrogenase
(LDH), dan troponin (Leonard, 2012).

2.2.6 Penanganan PJK


Penanganan komprehensif dari penyakit jantung koroner meliputi 5 aspek, yaitu
identifikasi dan pengobatan penyakit yang dapat mencetuskan atau memperparah
angina, reduksi faktor risiko dari atherosklerosis arteri koroner, pengaplikasian
metode umum dan nonfarmakologis yang utamanya memperhatikan pendekatan
gaya hidup, manajemen farmakologi, dan aspek yang terakhir adalah
revaskularisasi dengan teknik kateter perkutaneus atau dengan operasi bypass
arteri koroner (Peter et al, 2008).
.
2.2.7 Komplikasi PJK
Plak aterosklerosis pada penyakit jantung koroner dapat menyebabkan
penurunan suplai oksigen ke miokardium jantung sehingga mengakibatkan
sindrom koroner akut. Selain itu dapat bertambah parah dan berkembang
menjadi infark miokardiak akut apabila aliran suplai oksigen sangat terhambat
karena adanya plak, disertai trombus, dan agregasi platelet. Ketika terjadi infark
miokardiak akut, maka akan menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung dan
nekrosis jaringan sehingga dapat terjadi gagal jantung kongestif (Leonard, 2012).

2.2.8 Pencegahan PJK


Pencegahan penyakit jantung koroner terbagi dalam 3 kelas intervensi (Peter et
al, 2008). Intervensi kelas 1 merupakan intervensi yang telah jelas ada
hubungannya dengan penyebab penyakit jantung koroner. Merokok,
hiperkolesterolemia, dan hipertensi adalah penyebab yang berhubungan dengan
penyakit jantung koroner dan intervensinya berupa penghentian merokok,
penurunan kolesterol, serta manajemen tekanan darah merupakan intervensi yang
efektif (Peter et al, 2008).
Penghentian merokok yang dilakukan dengan perubahan perilaku maupun
intervensi farmakologi akan menurunkan risiko penyakit jantung koroner
sebesar 60% dalam 3 tahun (Peter et al, 2008). Penurunan kolesterol dilakukan
dengan perubahan kebiasaan makan dan pemakaian obat-obatan yang
menurunkan kolesterol. Kolesterol yang turun sebesar 10% akan mengurangi
kematian karena penyakit jantung coroner sebanyak 10%, sedangkan kejadian
penyakit jantung koroner berkurang sebanyak 18%. Manajemen tekanan darah
dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, penurunan berat badan, olahraga
aerobik, dan konsumsi obat-obatan antihipertensi. Penurunan 5–6 mm Hg
tekanan darah mengurangi risiko penyakit jantung koroner sebanyak 16% (Peter
et al, 2008).
Intervensi kelas 2 merupakan intervensi terhadap faktor risiko yang menurut data
penilitian sangat kuat berhubungan dalam menyebabkan penyakit jantung
koroner dan intervensi yang dilakukan kemungkinan akan mengurangi insidensi
kejadian penyakit jantung koroner. Faktor risiko yang termasuk dalam kategori
intervensi kelas 2 adalah diabetes, kadar HDL kolesterol yang rendah dan
kadar trigliserida yang tinggi, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan menopause
(Peter et al, 2008).
Penderita diabetes diberikan intervensi untuk mempertahankan kadar glukosa
darahnya dengan perubahan pola makan, olahraga, dan penggunaan obat –
obatan serta insulin. Kadar HDL yang rendah dan trigliserida yang tinggi
diberikan intervensi dengan cara perubahan pola makan, olahraga, dan terapi
penurunan lipid. Obesitas dan kurangnya aktivitas fisik diberikan intervensi
dengan cara perubahan pola makan, olahraga, dan program manajemen berat
badan. Mempertahankan berat badan yang ideal dan gaya hidup yang selalu
berolahraga akan mengurangi risiko infark miokardiak sebanyak 50% (Peter et
al, 2008).
Intervensi kelas 3 merupakan intervensi yang masih dalam penelitian sampai saat
ini, faktor risiko yang termasuk dalam kategori ini merupakan faktor risiko
independen, seperti faktor genetic (Peter et al, 2008). Bentuk intervensi kelas 3
adalah modifikasi pola makan, dengan cara konsumsi buah dan sayuran, makan
makanan yang mengandung antioksidan, ikan, minyak ikan, dan lain
sebagainya. Selain itu juga dengan mengkonsumsi suplemen seperti
multivitamin, suplemen antioksidan, folat, vitamin B12, B6, minyak ikan, dan lain
sebagainya (Peter et al, 2008).
Perubahan gaya hidup dalam pencegahan penyakit jantung koroner berupa
perubahan pola makan, pengontrolan berat badan, olahraga, serta penghentian
merokok (Peter et al, 2008; Holt, 2012). Perubahan pola makan adalah dengan
lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayuran, seperti apel. Jangan terlalu
banyak makan daging merah, makan makanan yang mengandung omega 3 dan
omega 6, serta kurangi makanan dengan lemak jenuh. Olahraga yang baik
untuk pencegahan penyakit jantung koroner adalah olahraga aerobic (Peter et al,
2008; Holt, 2012). Bentuk olahraga yang dilakukan adalah jalan cepat, jogging,
bersepeda, dan berenang. Lakukan olahraga minimal 30 menit setiap hari (Holt,
2012)..

2.3 Low Density Lipoprotein


LDL merupakan hasil dari modifikasi Very Low Density Lipoprotein (VLDL).
LDL mengandung lebih sedikit triacylglycerol,serta memiliki konsentrasi yang
tinggi dari kolesterol dan kolesteril ester. Fungsi utama dari LDL adalah untuk
mentranspor kolesterol ke jaringan perifer. Makrofag memiliki kadar aktivitas
SR yang tinggi terhadap LDL. Modifikasi kimia yang mengubah LDL menjadi
ligan, dapat dikenali oleh scavenger recerptors class A (SR-A), selain ligan,
oksidasi komponen lipid dan apolipoprotein B juga dapat dikenali oleh SR-A.
SR makrofag tidak menurunkan kadar kolesterol, melainkan dapat
mengakumulasi kolesteril ester di dalam makrofag, dan menyebabkan
perubahannya menjadi foam cell, yang berpartisipasi dalam pembetukan
plak aterosklerosis (Champe, 2005).

2.4 Pengaruh kadar LDL terhadap PJK


Kadar LDL yang tinggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah
(Wenger, 2003). LDL berperan dalam proses penimbunan kolesterol dalam
makrofag, sel otot polos serta matriks ekstra seluler dalam pembuluh darah
sehingga bersifat aterogenik (Fathoni, 2011). Deposit kolesterol LDL
dislipidemia aterogenik pada dinding pembuluh darah arteri menjadi salah satu
penyebab terjadinya disfungsi endotel sebagai proses awal terbentuknya plak
aterosklerosis (12,13). LDL saat ini mulai banyak diteliti sebagai nilai prediksi
pada PJK, mengingat perannya dalam proses aterogenesis (14). Penelitian yang
dilakukan Imano et al (2011) menunjukan bahwa pada populasi di Jepang
terdapat hubungan yang kuat antara kadar LDL > 80 mg/dL dengan risiko PJK
(15). LDL belum berpotensi sebagai senyawa aterogenik sebelum dirubah
menjadi senyawa teroksidasi. Oksidasi inilah yang nantinya akan berpotensi
dalam pembentukan sel busa sebagai awal dari aterogenesis (Fathoni, 2011).
Penyakit kardiovaskular tidak secara otomatis terjadi hanya karena memilki
kadar lipid abnormal, tetapi fakta menunjukan bahwa semakin tinggi kadar LDL
dan semakin rendar kadar HDL, maka semakin tinggi risiko terkena penyakit
kardiovaskular. Kadar lipid yang abnormal meningkatkan risiko serangan
jantung dan angina yang merupakan dua hal yang paling sering terjadi pada PJK
(Bull,2007).
Daftar Pustaka

AHA. 2013. Statistical factsheet. Asian & Pasific Inslanders and cardiovascular
disease. (online). https://www.heart.org/idc/groups/heart-
public/@wcm/@sop/@smd/document/downloadable/mcm-319570.pdf
diaskes pada 31 Mei 2017.
Brown, C. T. 2012. Penyakit Aterosklerosis Koroner. Price S. A. Wilson L. M.
Volume I. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses penyakit Edisi 6.
Jakarta: ECG
Priyana, Adi. 2008. Petanda Kebahayaan (Risiko) Penyakit Jantung Koroner
teikat LDL. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory. Surabaya : Airlangga University
WHO. 2013. Cardiovascular Diseases. Fact Sheet No 317. Updated March.
(online). http://ww.who.int/medicentre/factsheets/F3317/en/. Diaskes
pada 31 Mei 2017.
Peter L; Bonow R. O; Douglass M; Douglass Z P; Eugene B. 2008.
Braundwand’s Heart Disease 8th edition. United States of America:
Elesevier INC. P995-1060
Leonard, LS. 2007. Pathophysiology of Heart Disese 4 th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. P70-90
Black, HR. Cardiovascular Risk Factor. [homepage on the internet]. Download
from: http;//www.med.yale.edu/library/heartbk/e.pdf p28-31
Holt Knut. How to Prevent Coronary Heart Disease and heart Attack. [website
on the internet]. Avaliabe from;
http;//healthguidance.org/entry/4683/I/How-to-Prevent-Coronary-Heart-
Disease-and-Heart-Attack.html
Champe PC; Harvey RA; Frrier DR. 2005. Lippincott’s Illustrated Review :
Biochemistry 3 rd edition. Lippincott William & Wilkins

Вам также может понравиться