Вы находитесь на странице: 1из 17

CEREBAL PALSY QUADRIPLEGI

Disusun Oleh:
Kelompok 4

1. Afifah Dienillah K (P27226016002)


2. Citra Octia I (P27226016011)
3. Darmawan Rizki F (P27226016012)
4. Inadya OAW (P27226016029)
5. Nailatus Sakdiyah (P27226016038)
6. Widya Rahma C (P27226016047)

PRODI D-III FISIOTERAPI

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


2018
A. Definisi Cerebal Palsy

Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak
mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif
pada lesi satu atau banyak lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al,
2001 dalam Jan S, 2008).
Cerebral palsy adalah masalah-masalah pada sistem saraf pusat yang
berakibat tidak berkembangnya sistem saraf pusat atau mempengaruhi otak
atau tulang belakang (Pamela, 1993).
Cerebral palsy mencakup kelompok dari kondisi yang mempengaruhi
anak sehingga memiliki kekurangan dalam kontrol pergerakan. Cerebral palsy
adalah sebuah gangguan dari perkembangan dan postur dikarenakan sebuah
kerusakan atau lesi dari otak yang belum berkembang (Bax, 1964). Biasanya
yang dijadikan acuan onset kejadiannya sebelum 3 tahun. Lesi saraf pada
cerebral palsy tidak progresif, walaupun menjadi perubahan dan variasi dalam
perjalanannya tergantung kelainan yang terlihat dan perkembangan pada tiap
anak. Perubahan ini terjadi tergantung dari beberapa faktor yakni maturasi
otak, pertumbuhan tubuh, keseimbangan otot, dan gerakan anak dan
kecenderungan postur (Pamela, 1993).
Faktor terjadinya cerebal palsy antara lain saat pre natal, natal dan post
natal:

1. Riwayat Prenatal

a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan


kromosom.
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.

c. Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak


Jerman, Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis
d. Radiasi saat masih dalam kandungan

e. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia


maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan
lain – lain).
f. Keracunan saat kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok
dan alkohol.
g. Induksi konsepsi.

h. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat


melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan
kelainan morotik, retardasi mental atau sensory deficit).
i. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan
yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang
kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–
kejangataukonvulsi dan koma). Patogenetik hubungan antara toksemia
pada kehamilan dengan kejadian cerebral palsy masih belum jelas.
Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan
kerusakan otak pada janin.
j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal
pada salah satu bayi kembar
2. Riwayat Natal

a. Anoksia/hipoksia
b. Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa natal ialah cidera otak. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada
keadaan presentasi bayi abnormal, partus lama, plasenta previa, infeksi
plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio
sesar
c. Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar


membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi
anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan
menyebabkan penyumbatan CSS atau cairan serebrospinalis sehingga
mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat
menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
d. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan


otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena
pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih
belum sempurna.Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan
menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi
cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah
dan lain-lain masih belum sempurna.
e. Postmaturitas

f. Ikterus neonatorum

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus
dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya
kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan (Tjipta, 1994 dalam Arif Mansjoer, 2008). Ikterus pada
masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal
akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
g. Kelahiran sungsang

h. Bayi kembar

3. Riwayat Postnatal

a. Trauma kepala

b. Meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan

c. Racun berupa logam berat, CO.

d. Luka parut pada otak paska bedah.


a. Anatomi Fisiologi Otak

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)

a. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral
Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan
manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan
intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus, antara lain:
 Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar.
Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,
kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
 Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang
ditangkap oleh retina mata.
b. Cerebellum (Otak Kecil)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher
bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur
sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.
Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan
mengunci pintu dan sebagainya.

Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak
mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.

c. Brainstem (Batang Otak)


Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian
otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia
yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
 Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi
dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
 Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi
otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
 Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama
dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
d. Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang


otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti
kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia
sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik
antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah
bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang
lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl
Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif,
yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya.
LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia,
tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.

b. Cerebal Palsy Spastic Quadriplegi

Dalam makalah ini, kelompok kami kami mengambil kasus mengenai

Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi.

1. Pengertian Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi yaitu kerusakan pada sistem saraf pusat
yang berdampak tidak berkembangnya sistem saraf tersebut ditandai tonus otot
yang meninggi serta semua badan terasa kaku terutama pada lengan sehingga
mengalami gangguan pada bagian motorik dan terlambatnya perkembangan anak.
Quadriplegi dibeberapa klinik disebut juga sebagai double hemiplegi yaitu dua
sisi tubuh terutama dilengan lebih kaku dibanding kaki. (Pamela, 1993).
Definisi spastikmenurut kamus kedokteran (Dorlan, 2005) adalah
bersifat dan ditandai dengan spasme. Hipertonik, dengan demikian otot-otot dan
gerakan kaku. Quadriplegia adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.
2. Manifestasi klinis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Menurut Sherrill, 1984, ciri fisik yang sering ditemui adalah sebagai berikut:
1.) Pada kasus ini Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex atau
ATNR yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan, masih ada.
2.) Kepala dan leher cenderung ke arah fleksi, hal ini dapat disebabkan
oleh gangguan visual.
3.) Persendian bahu atau shoulder cederung ke arah abduksi disebabkan
adanya hipertonus.
4.) Lengan bawah atau forearm akan cendurung ke arah pronasi.

5.) Pergelangan tangan atau wrist seringkali dalam posisi fleksi,


sedangkan jari-jari tangan dalam posisi mengepal.
6.) Sendi panggul atau hip cenderung dalam posisi adduksi, yang
menyebabkan tungkai dan kaki dalam posisi menggunting dan
menyebabkan terjadinya dislokasi hip. Dislokasi ini terjadi karena
adanya gaya yang berlebih yang menyebabkan sendi melampaui
batas normal anatominya.
7.) Sendi lutut atau knee akan cenderung dalam posisi semifleksi.

8.) Ankle joint akan cenderung dalam posisi plantar fleksi, karena
terjadi ketengan dari tendong achilles.
9.) Masalah keseimbangan, terjadi karenan adanya kerusakan pada
cerebellum. Anak dengan pola jalan menggunting akan rawan untuk
jatuh ke depan.
10.) Spastik sering berpengaruh pada otot-otot pernafasan.
11.) Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.

12.) Pada kebanyakan kasusCerebral Plasy Spastic Quadriplegia, anak


berguling dan keduduk denganflexipatrondan tanpa rotasi trunk.
3. Prognosis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Prognosis pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dipengaruhi beberapa


faktor antara lain:
- Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien.

Menurut tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegisecara


umum diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu:
1. Mild

Pasien dengan Mild Quadriplegi dapat berjalan tanpa


menggunakan alat bantu seperti billateral crutches atau walker, dan
dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal
seusianya pasien.
2. Moderate

Pasien dengan Moderate Quadriplegi mampu untuk berjalan


saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih
membutuhkan alat bantu seperti billateral crutches atau walker.
Namun demikian untuk perjalanan jauh atau berjalan dalam waktu
yang relatif lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih
memerkulan bantuan kursi roda.
3. Severe

Sedangkan pasien dengan Severe Quadriplegi sangat


tergantung pada alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk
berjalan meskipun hanya untuk mencapai jarak yang dekat,
misalnya untuk berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain
dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung pada kursi roda atau
orang lain untuk melakukan aktifitas.

B. Patofisiologis
Penyebab cerebral palsy spastik quadriplegia yaitu pada waktu kehamilan antara
minggu ke 26 sampai dengan minggu ke 34 masa kehamilan, area periventricular white
matter yang mendekati dengan lateral ventricles sangat rentan terhadap cidera. Apabila
area ini membawa fiber yang bertanggung jawab terhadap control motorik dan tonus
otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastic diplegi. Saat lesi yang lebih besar
menyebar sebelum area fiber berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat melibatkan
centrum semiovale dan corona radiate, yang dapat menyebabkan spastic quadriplegia.

C. Pemeriksaan Dan Pengukuran


a. Pemeriksaan umum

1) Cara Datang antara lain digendong, normal.

2) Kesadaran , antara lain koperatif atau tidak. Kesadaran dibedakan menjadi :

a. Compos Mentis atau conscious, yaitu kesadaran normal, sadar


sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi berupa orang, tempat, waktu,
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen atau Obtundasi, Letargi, yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang atau mudah dibangunkan tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
e. Stupor atau soporo koma, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
f. Coma atau comatos, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun atau tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya.

3) Tensi

85/15 mmHg
- Bayi usia di bawah 1 bulan :
- Usia 1 – 6 bulan : 90/60 mmHg

- Usia 6 – 12 bulan : 96/65 mmHg


- Usia 1 – 4 tahun : 99/65 mmHg

- Usia 4 – 6 tahun : 160/60 mmHg


- Usia 6 – 8 tahun : 185/60 mmHg

- Usia 8 – 10 tahun : 110/60 mmHg

4) Lingkar kepala
5) Nadi
Usia Denyut Nadi
1 minggu 100 – 140 kali/menit
2 – 8 minggu 90 – 130 kali/menit
3 – 12 bulan 90 – 130 kali/menit
1 – 6 tahun 75 – 115 kali/menit
7 – 12 tahun 70 – 80 kali/menit

6) RR (respirasi rate)
Usia Pernapasan
1 minggu 30 – 60 kali/menit
2 – 8 minggu 30 – 40 kali/menit
3 – 12 bulan 20 – 30 kali/menit
1 – 6 tahun 19 – 29 kali/menit
7 – 12 tahun 15 – 20 kali/menit

7) Status Gizi

Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit, konjungtiva mata, dan
proporsi tubuh. Namun, untuk lebih meyakinkannya lagi, dapat dihitung dari
rumus:

Panjang badan = 80 + 5n Berat


badan = 8 + 2n

Dimana n adalah umur dalam tahun.

8) Suhu

b. Pemeriksaan khusus
1) Pengamatan Posisi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan ekstremitas
abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal. Pengamatan posisi
dilakukan pada saat terlentang, berguling, telungkup, merayap, ke duduk, duduk,
merangkak, ke berdiri, berdiri, dan berjalan. Pengamatan posisi anak dilakukan
sesuai dengan kemampuan anak.
2) Spastisitas

Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan


gerakan. Merupakan gambaran lesi pada Upper Motor Neuron. Membentuk
ekstrimitas pada posisi ekstensi.Pengukuran spastisitas dilakukan apabila ada
kecurigaan kecenderungan posisi. Skala pengukuran dapat menggunakan
ashworth.
Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH)

0 : Tidak terdapat peningkatan tonus postural.

1 : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal


di akhir Lingkup Gerak Sendi.
1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari

½ Lingkup Gerak Sendi.

2 : Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh


Lingkup Gerak Sendi, namun masih bisa digerakkan
3 : Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif
sulit dilakuakan.
4 : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam
satu posisi.
3) Ankle Clonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini disebut klonus. Jika
kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua atau tiga kali
gerakan sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit
Sistem Saraf Pusat terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana
tendon menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi berulang-ulang.

4) Tightness

a. Pemeriksaan tightness pada m. hamstring


Posisi os : terlentang
Tatalaksana : fleksikan salah satu hip. Positif jika hip
pada sisi kontralateral terangkat.

b. Pemeriksaan tightness pada m. illiopsoas


Posisi os : telungkup
Tatalaksana : fleksikan kedua knee. Positif jika hip fleksi.

c. Pemeriksaan tightness tendon achilles


Posisi os : terlentang
Tatalaksana : dorsi fleksikan ankle. Positif jika ankle sulit
didosi fleksikan.

5) Pemeriksaan 7 refleks
Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan. Pemeriksaan 7
refleks dilakukan mulai usia 1 tahun hingga usia kurang dari 7 tahun.
Pemeriksaan 7 refleks meliputi :
a. ATNR atau Asymetrical Tonic Reflex
b. STNR atau Symetrical Tonic Neck Reflex
c. Neck righting
d. Extensor Thrust
e. Moro
f. Parachute
g. Foot placement
Penilaian 7 refleks:

ATNR (-) : 0
STNR (-) : 0
Neck righting ( - ) : 0
Extensor thrust ( - ) : 0
Moro (-) : 0
Paracute (+) : 0
Foot placement ( + ) : 0
Keterangan:

Jika skor 0, maka anak bisa berjalan.

Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat bantu.

6) Pemeriksaan Fungsi Bermain

Anak kecil mempunyai organ memori yang belum banyak terisi. Melalui
bermain anak akan mengeksplorasi dan memanipulasi benda-benda di
sekitarnya. Setelah mengenali dan mempelajari, selanjutnya anak akan
menyimpannya di dalam sel-sel memori atau otak. Semakin banyak sel
memorinya terisi oleh data-data tertentu yang diperolehnya melalui permainan,
maka akan semakin meningkatkan kemampuan kognitifnya. Fungsi bermain
anak berbeda-beda sesuai dengan usianya.
Pemeriksaan denver II adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk
screening perkembangan anak dari lahir sampai usia 6 tahun, yang meliputi 4
aspek penilaian yaitu personal sosial, motorik kasar, bahasa, dan motorik halus.

D. Problematika Fisioterapi
a. Impairment: Adanya spastisitas pada kedua lengan (AGA) dan kedua
tungkai (AGB) serta kontraktur pada kedua tendon archiles.
b. Functional Limitation: Keterbatasan fungsional ini diakibatkan oleh adanya
gerakan- gerakan yang tidak terkontrol (involunter) dan keseimbangan gerak
yang kurang baik maka akan mengganggu aktifitas fungsional sehari-hari
diantaranya pasien tidak mampu duduk sendiri, merangkan, jongkok, berdiri,
dan berjalan.
c. Disability: Pasien belum dapat mandiri dalam self care dan pasien tidak
dapat bermain dengan teman-teman sebayanya.

E. Tujuan

a. Tujuan Jangka Pendek


1. Berguling
2. Persiapan duduk di kursi roda
3. Maintenance :
 Memelihara lingkup gerak sendi
 Memelihara fleksibelitas otot
 Memelihara kapasitas fungsional paru
 Memelihara kepadatan tulang dan mencegah osteoporosis
b. Tujuan Jangka Panjang
1. Duduk di kursi roda dengan fiksasi di badan
2. Maintenance :
 Memelihara lingkup gerak sendi
 Memelihara fleksibelitas otot
 Memelihara kapasitas fungsional paru
 Memelihara kepadatan tulang dan mencegah osteoporosi

Вам также может понравиться