Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KEPERAWATAN GERONTIK
AKTIVITAS BERPINDAH”
OLEH :
ARYAZID KAMIL
SUCI LESTARI
BATUSANGKAR
TP: 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaiakan makalah ini yang berjudul “Askep Pada Klien Lansia
Dengan Gangguan Aktivitas Berpindah”.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan, agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi. Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin
banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan
lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal.
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi
seseorang. Walaupun jenis aktivitas berubah sepanjang kehidupan manusia, mobilitas
adalah pusat untuk berpartisipasi dalam menikmati kehidupan. Mempertahankan mobilitas
optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua lansia.
Imobilitas merupakan tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas optimal.
Diagnosa keperawatan yang dapat di ambil dalam keterbatasan mobilitas adalah hambatan
mobilitas fisik, potensial sindrom disuse, dan intoleransi aktivitas. Imobilitas, intoleransi
aktivitas, dan sindrom disuse sering terjadi pada lansia. Sekitar 43% lansia telah
diidentifikasi memiliki gaya hidup kurang gerak yang turut berperan terhadap gangguan
aktivitas.
Awitan imobilitas atau intoleransi aktivitas untuk sebagian besar orang tidak terjadi
secara tiba-tiba, bergerak dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik total atau
ketidakaktifan, tetapi lebih berkembang secara perlahan dan tanpa disadari. Intervensi yang
dapat dilakukan yaitu dengan diarahkan pada pencegahan ke arah konsekuensi-
konsekuensi imobolisasi dan ketidakaktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya.
Kecenderungan untuk perawatan diri dan kemandirian yang berkelanjutan akan menurun
jika penurunan imobilitas tidak di atasi atau tingkat aktivitas tidak dipertahankan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan aktivitas ?
2. Bagaimana prosedur latihan pada klien lansia dengan gangguan aktivitas ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan aktivitas.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian gangguan aktivitas pada lansia
b. Menjelaskan etiologi
c. Menjelaskan dampak masalah gangguan aktivitas pada lansia
d. Menjelaskan manifestasi klinis gangguan aktivitas pada lansia
e. Menjelaskan penatalaksanaan gangguan aktivitas pada lansia
f. Menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan aktivitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya
kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja.
Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan
muskuloskeletel.
Aktivitas sebagai salah satu tanda bahwa seseorang itu dalam keadaan sehat.
Seseorang dalam rentang sehat dilihat dari bagaimana kemampuannya dalam melakukan
berbagai aktivitas seperti misalnya berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas
seseorang itu tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan musculoskeletal.
Intoreransi aktivitas adalah penurunan kapasitas fisiologis seseorang untuk
mempertahankan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang diperlukan.
Sedangkan gangguan mobilisasi sendiri adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang.
Body mekanik merupakan penggunaan tubuh yang efisien, terkoordinir dan aman
untuk menghasilkan pergerakan dan mempertahankan keseimbangan selama aktivitas.
Mekanika tubuh dan ambulasi merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas manusia.
Body Mekanik meliputi 3 elemen dasar yaitu :
1. Body Aligement (Postur Tubuh)
Susunan geometrik bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan bagian tubuh
yang lain.
2. Balance / Keseimbangan
Keseimbangan tergantung pada interaksi antara pusat gravity, line gravity dan base of
support.
3. Koordinated Body Movement (Gerakan tubuh yang terkoordinir)
Dimana body mekanik berinteraksi dalam fungsi muskuloskeletal dan sistem syaraf.
B. Prinsip-prinsip Body Mekanik
Mekanika tubuh penting bagi perawat dan klien. Hal ini mempengaruhi tingkat
kesehatan mereka. Mekanika tubuh yang benar diperlukan untuk mendukung kesehatan
dan mencegah kecacatan.
Perawat menggunakan berbagai kelumpok otot untuk setiap aktivitas keperawatan,
seperti berjalan selama ronde keperawatan, memberikan obat, mengangkat dan
memindahkan klien, dan menggerakan objek. Gaya fisik dari berat dan friksi dapat
mempengaruhi pergerakan tubuh. Jika digunakan dengan benar, kekuatan ini dapat
meningkatkan efisiensi perawat. Penggunaan yang tidak benar dapat mengganggu
kemampuan perawat unuk mengangkat, memindahkan, dan mengubah posisi klien.
Perawat juga mengganbungkan pengetahuan tentang pengaruh fisiologis dan patologis
pada mobilisasi dan kesejajaran tubuh. Prinsip yang digunakan dalam mekanik tubuh
adalah sebagai berikut :
1. Gravitasi
Merupakan prinsip pertama yang harus diperhatikan dalam melakukann mekanika
tubuh dengan benar, yaitu memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh.
Terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam gravitasi:
a. Pusat gravitasi ( center of gravitasi ), titik yang berada dipertengahan tubuh
b. Garis gravitasi ( Line Of gravitasi ), merupakan garis imaginer vertikal melalui
pusat gravitasi.
c. Dasar tumpuan ( base of suport ), merupakan dasar tempat seseorang dalam
keadaan istirahat untuk menopang atau menahan tubuh
2. Keseimbangan
Keseimbangan dalam penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan cara
mempertahankan posisi garis gravitasi diantara pusat gravitasi dan dasar tumpuan.
3. Berat
Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat dipehatikan adalah berat atau bobot
benda yang akan diangkat karena berat benda akan mempengaruhi mekanika tubuh.
C. Etiologi
Penyebab imobilitas bermacam-macam. Pada kenyataannya, terdapat banyak
penyebab imobilitas yang unik pada orang-orang yang di imobilisasi. Semua kondisi
penyakit dan rehabilitasi melibatkan beberapa derajat imobilitas. Ada bebetapa faktor yang
berhubungan dengan gangguan aktivitas pada lansia, yaitu:
1. Tirah baring dan imobilitas
2. Kelemahan secara umum
3. Gaya hidup yang kurang gerak
4. Ketidakseimbanag antara suplai oksigen dan kebutuhan
Berbagai penyebab dari imobilitasi fisik dapat dihubungkan dengan lingkungan
internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal yang dapat menyebabkan imobilitas atau gangguan aktivitas adalah:
a. Penurunan fungsi muskuloskeletal
1) Otot : adanya atrofi, distrofi, atau cedera
2) Tulang : adanya infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalaisa.
3) Sendi : adanya artritis dan tumor
b. Perubahan fungsi neurologis
Misalnya adanya infeksi atau ensefalitis, tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskuler
seperti stroke, penyakit demielinasi seperti sklerosis multiple, penyakit degeneratif,
terpajan produk racun, gangguan metabolik atau gangguan nutrisi.
c. Nyeri
Nyeri dengan penyebab yang multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan
trauma.
d. Defisit perceptual
e. Berkurangnya kemampuan kognitif
f. Jatuh
g. Perubahan fungsi social
h. Aspek psikologis
2. Faktor Eksternal
Banyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor tersebut adalah
program terapeutik, karakteristik tempat tinggal dan staf, sistem pemberian asuhan
keperawatan, hambatan-hambatan,dan kebijakan-kebijakan institusional.
a. Program terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan
kuantitas pergerakan pasien. Misalnya pada program pembatasan yang meliputi faktor-
faktor mekanis dan farmakologis, tirah baring, dan restrain.
Faktor-faktor mekanis dapat mencegah atau pergerakan tubuh atau bagian tubuh
dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi) atau alat-alat (misalnya
yang dihubungkan dengan pemberian cairan intravena, pengisapan gaster, kateter urine,
dan pemberian oksigen). Agens farmasetik seperti sedatif, analgesik, transquilizer, dan
anastesi yang digunakan untuk mengubah tingkat kesadaran pasien dapat mengurangi
pergerakan atau menghilangkannya secara keseluruhan.
Tirah baring dapat dianjurkan atau merupakan akibat dari penanganan penyakit cedera.
Sebagai intervensi yang dianjurkan, istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik,
kebutuhan oksigen, dan beban kerja jantung. Selain itu, istirahat dapat memberikan
kesempatan pada sistem muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri, mencegah
iritasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera, dan meminimalkan efek gravitasi. Tirah
baring dapat juga merupakan akibat dari faktor-faktor fisiologis atau psikologis lain.
Restrain fisik dan pengamanan tempat tidur biasanya digunakan pada lansia yang
diinstitusionalisasi. Alat-alat ini turut berperan secara langsung terhadap imobilitas dengan
membatasi pergerakan ditempat tidur dan secara tidak langsung terhadap peningkatan
resiko cedera ketika seseorang berusaha untuk memperoleh kebebasan dan mobilitasnya.
b. Karakteristik penghuni institusi
Tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok teman sebaya klien dapat
mempengaruhi pola mobilitas dan perilakunya. Dalam suatu studi tentang status mobilitas
pada penghuni panti jompo, mereka yang dapat berjalan dianjurkan untuk menggunakan
kursi roda karena anggapan para staf untuk penghuni yang pasif.
c. Karakteristik staf
Karakteristik dari staf keperawatan yang mempengaruhi pola mobilitas adalah
pengetahuan, komitmen, dan jumlah. Pengetahuan dan pemahaman tentang konsekuensi
fisiologis dari imobilitas dan tindakan-tindakan keperawatan untuk mencegah atau
melawan pengaruh imobilitas penting untuk mengimplementasikan perawatan untuk
memaksimalkan mobilitas. Jumlah anggota staf yang adekuat dengan suatu komitmen
untuk menolong lansia mempertahankan kemandiriannya harus tersedia untuk mencegah
komplikasi imobilitas.
d. Sistem pemberian asuhan keperawatan
Jenis sitem pemberian asuhan keperawatan yang digunakan dalam institusi dapat
mempengaruhi status mobilitas penghuninya. Alokasi praktik fungsional atau tugas telah
menunjukkan dapat meningkatkan ketergantungan dan komplikasi dari imobilitas.
e. Hambatan-hambatan
Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu mobilitas. Hambatan fisik termasuk
kurangnya alat bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam menggunakan alat
bantu mobilitas tidak adekuat, lantai yang licin, dan tidak adekuatnya sandaran untuk kaki.
Sering kali, rancangan arsitektur rumah sakit atau panti jompo tidak memfasilitasi atau
memotivasi klien untuk aktif dan tetap dapat bergerak.
f. Kebijakan-kebijakan institusi
Faktor lingkungan lain yang penting untuk lansia adalah kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur institusi. Praktik pengaturan yang formal dan informal ini
mengendalikan keseimbangan antara perintah institusional dan kebebasan individu.
Semakin ketat kebijakan, semakin besar efeknya pada mobilitas.
E. Manifestasi Klinis
Dampak fisik dari imobilitas dan ketidakaktifan sangat banyak dan bermacam-
macam. Masalah-masalah yang berhubungan dapat mempengaruhi semua sistem pada
tubuh.
Tabel 2.1 Dampak Fisiologis dari imobilitas dan ketidakaktifan
NO EFEK HASIL
F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan dan
episodik. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan
aktivitas tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal.
Sebagai suatu proses episodik pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-
masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
1) Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-
teman dan keluarga telah meninggal.
2) Perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk)
3) Depresi gangguan tidur
4) Kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan.
5) Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan
kondisi iklim yang tidak mendukung.
6) Sikap budaya
7) Gender juga dianggap sebagai hambatan karena aktivitas fisik diterima sebagai
sesuatu yang lebih penting bagi kaum pria daripada wanita.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami
peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk
mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi
santai yang dapat memberikan efek latihan.
Aktivitas atau latihan harus disesuaikan dengan kapasitas klien. Sebelum seorang
lansia memulai program latihan, dianjurkan untuk melakukan pengkajian sebelum latihan,
yang meliputi sedikitnya riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh
dokter atau praktisi keperawatan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang faktor-
faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan
meningkatkan pengalaman, yaitu:
1) Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah
aktivitas diberikan).
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus).
3) Kesulitan yang dirasakan.
4) Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan.
5) Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan
berhasil)
c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi
tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-
tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas
yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau
dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu
pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap
imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi
dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawatan dihubungkan dengan pencegahan
sekunder adalah gangguan mobilitas fisik.
3. Penatalaksanaan terapeutik
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data demografi
- Usia
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Status perkawinan
- Pekerjaan
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama : yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan aktivitas dan latihan
adalah rasa nyeri, lemas, pusing, mengeluh sakit kepala berat, badan terasa lelah,
muntah tidak ada, mual ada, bab belum lancar terdapat warna kehitaman dan merah
segar hari belum bab, urine keruh kemerahan, parese pada ekstermitas kanan ataupun
fraktur.
1) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari nyeri/fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya nyeri/fraktur tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya nyeri bisa diketahui nyeri yang lain.
2) Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami hipertensi apakah
sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti saat ini.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Perlu dikaji penyakit riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
atau tidak. Penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
2. Pola Fungsi Kesehatan (GORDON)
a. Persepsi terhadap kesehatan
1) Tingkat pengetahuan kesehatan / penyakit meliputi sebelum sakit dan selam sakit
2) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan meliputi sebelum sakit dan selam
sakit
3) Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
b. Pola Aktivitas Dan Latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi, mobilisaasi
di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga, serta berikan keterangan skala dari 0–4
yaitu :
0 : Mandiri
1 : Di bantu sebagian
2 : Di bantu orang lain
3 : Di bantu orang dan peralatan
4 : Ketergantungan / tidak mampu
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulansi √
Naik tangga √
A. Kesimpulan
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya
kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja.
Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan
muskuloskeletel.
Intoreransi aktivitas adalah penurunan kapasitas fisiologis seseorang untuk
mempertahankan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang diperlukan.
Sedangkan gangguan mobilisasi sendiri adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang.
Penyebab imobilitas bermacam-macam. Pada kenyataannya, terdapat banyak
penyebab imobilitas yang unik pada orang-orang yang di imobilisasi. Semua kondisi
penyakit dan rehabilitasi melibatkan beberapa derajat imobilitas.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas.
Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi
predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis,
tubuh bereaksi terjhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama
dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan pada lansia
dengan gangguan aktivitas sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia yang ada di
masyarakat.
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang asuhan keperawatan pada lansia
dengan gangguan aktivitas untuk meningkatkan mutu kesehatan lansia yang ada di
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta : EGC
http://satyaexcel.blogspot.com/2012/07/laporan-pendahuluan-kebutuhan-aktivitas.html.