Вы находитесь на странице: 1из 12

Pemilu 1971 – 1997 (Masa Orde Baru)

1. Pemilu 1971
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa Indonesia.
Pemi¬lu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru, tepatnya 5 tahun setelah
pemerin¬tahan ini berkuasa. Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini
diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR.
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD,
berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan su-aranya kepada
Organisasi Peserta Pemilu.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia
(LUBER).
1. Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati nura-ninya,
tanpa perantara, dan tanpa tingkatan.
2. Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal dalam usia,
mempunyai hak memilih dan dipilih.
3. Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut hati nura-
ninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun.
4. Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan diketahui oleh
siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya.
c. Dasar Hukum
1.TAP MPRS No. XI/MPRS/1966
2.TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966
3.UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Per-
musyawaratan / Perwakilan Rakyat
4.UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun
1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang keanggotaannya terdiri atas Dewan
Pimpinan, Dewan Pertimbangan, Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan
Perhubungan.
Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), di
provinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I (PPD I), di kabupaten/kotamadya disebut
Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II, di kecamatan disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS)
dan di desa/kelurahan disebut Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih). Untuk melaksanakan
pemungutan dan penghitungan suara dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS). Bagi warga negara RI di luar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri
(PPLN), Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri (PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat sementara (ad¬hoc).
e. Peserta Pemilu

Peserta Pemilu 1971 terdiri atas :


a. Partai Nahdlatul Ulama
b. Partai Muslim Indonesia
c. Partai Serikat Islam Indonesia
d. Persatuan Tarbiyah Islamiiah
e. Partai Nasionalis Indonesia
f. Partai Kristen Indonesia
g. Partai Katholik
h. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
i. Partai Murba
j. Sekber Golongan Karya
2. PEMILU 1977
a. Sistem Pemilu
Pemilu kedua pada pemerintahan orde baru ini diselenggarakan pada tanggal 2 Mei
1977. Sama halnya dengan Pemilu 1971, pada Pemilu 1977 juga menggunakan sistem
per¬wakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1977 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum
1. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Bi¬dang
Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri.
2. Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.
3. Undang-undang Nomor 3/1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
4. Undang-undang Nomor 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah.
5. Undang-undang Nomor 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
6. Undang-undang Nomor 5/1979 tentang Pemerintahan Desa.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Pemilu 1977 diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Pemilu yang memiliki struk¬tur
yang sama dengan penyelenggaraan pada tahun 1971, yaitu PPI ditingkat pusat, PPD I di
provinsi, PPD II di kabupaten/kotamadya, PPS di kecamatan, Pantarlih di desa/kelu¬rahan,
dan KPPS. Bagi warga negara Indonesia di luar negeri dibentuk PPLN, PPSLN, dan
KPPSLN yang bersifat sementara (adhoc).
e. Peserta Pemilu
Pada Pemilu 1977, ada fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971 se-hingga
Pemilu 1977 diikuti 3 (tiga) peserta Pemilu, yaitu :
1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi/penggabungan dari: NU,
Parmusi, Perti, dan PSII.
2.Golongan Karya (GOLKAR).
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan fusi/penggabungan dari: PNI, Parkindo,
Partai Katolik, Partai IPKI, dan Partai Murba.
3. PEMILU 1982
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1982 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada pemerintahan Orde
Baru. Pemilu ini diselenggarakan pada tanggal 4 Mei 1982. Sistem Pemilu 1982 tidak
berbeda dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1971 dan Pemilu 1977, yaitu
masih menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional).
b. Asas Pemilu
Pemilu 1982 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia.
c. Dasar Hukum
1.Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara dan
Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1978 Tentang Pemilu.
2.Undang-undang Nomor 2 Tahun 1980 tentang Pemilihan Umum.
3.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerin¬tah
Nomor 1 Tahun 1976.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu1982 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1977, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih, dan KPPS
serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu

Peserta Pemilu 1982 terdiri atas :


1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
2.Golongan Karya (Golkar).
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
4. PEMILU 1987
a. Sistem Pemilu
Pemilu keempat pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 23 April
1987. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1987 masih sama dengan sistem
yang di¬gunakan dalam Pemilu 1982, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum
1.Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/
MPR/1983 tentang Pemilihan Umum.
2.UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969 se-
bagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Tahun 1980.
3.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerin¬tah
Nomor 1 Tahun 1976.
d. Badan Penyelenggara Pemilu.
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1982, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS,
serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu 1987

Peserta Pemilu 1987 terdiri atas :


1.Partai Persatuan Pembangunan.
2.Golongan Karya
3.Partai Demokrasi Indonesia.
5. PEMILU 1992
a. Sistem Pemilu
Pemilu kelima pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1992.
Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1992 masih sama dengan sistim yang
digunakan dalam Pemilu 1987, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum.
1.Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/
MPR/1988 tentang Pemilu.
2.UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969 sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Tahun 1980.
3.Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985.
4.Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1985
5.Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1990
d. Badan Penyelenggara Pemilu.
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1987, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS,
serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu.

Peserta Pemilu 1992 terdiri atas :


1.Partai Persatuan Pembangunan.
2.Golongan Karya.
3.Partai Demokrasi Indonesia.
6. PEMILU 1997
a. Sistem Pemilu.
Pemilu keenam pada pemerintahan Orde Baru ini dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1997.
Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1997 masih sama dengan sistem yang di¬gunakan
dalam Pemilu 1992, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
stelsel daftar.
b. Asas Pemilu.
Pemilu 1997 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum.
1.Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/
MPR/1993 tentang Pemilu.
2.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pemilihan Umum.
3.Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaima¬na telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985
d. Badan Penyelenggara Pemilu.
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1997 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1992, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS,
serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu.

Peserta Pemilu 1997 terdiri atas :


1.Partai Persatuan Pembangunan.
2.Golongan Karya.
3.Partai Demokrasi Indonesia.
sedangkan pemilu era Orde Baru bisa dibilang semu dan kurang demokratis karena
pemenang Pemilu sudah dapat ditebak hasilnya.[2] Pemuli 1999 adalah tonggak kedua
demokrasi yang lebih terbuka karena adanaya kebebasan berpartai yang dapat dilihat dari
banyaknya partai peserta pemilu dan banyak pengamat politik yang berpendapat bahwa
Pemilu 1999 berlangsung secara LUBER dan Jurdil.
Dapat dikatakan bahwa Pemilu 1999 berjalan dengan sukses sebagai Pemilu paling
demokratis semenjak Orde Baru berkuasa di Indonesia. Meskipun masa persiapan tergolong
singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal,
yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak
sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai tanpa ada kekacauan yang
signifikan, seperti banyak pakar meramalkan. Meskipun disana-sini masih terdapat
kecurangan dan penyimpangan, namun, kekurangan-kekurangan tersebut relatif dapat
dianggap wajar karena masa persiapan pemilu yang amat singkat.[3]
Alasan diadakannya pemilu 7 Juni 1999 tersebut adalah untuk memperoleh
pengakuan dan kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintah dan
lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemuli 1997 sudah dianggap tidak dipercaya.
Hal ini kemudian dilanjurkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR 1999 untuk
memilih presiden dan wakil presiden yang baru. Dengan pemilu dipercepat, yang terjadi
bukan hanya akan digantinya keanggotaan DPR/MPR sebelum selesai masa kerjanya tetapi
Presiden Habibie sendiri, bagi yang memandangnya konstitusional, memanmgkas masa
jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003.[4]
Yang paling mendasar dalam Pemilu 1999 adalah dibukanya kran aspirasi politik
masyarakat untuk bebas mendirikan partai politik. Seperti kita tahu, Orde Baru adalah rezim
yang paling sensitif dengan keberadaan partai politik. Kebijakan fusi partai tahun 1970an
dianggap sebagai awal mula kematian kebebasan berpolitik di Indonesia. Oleh karena itu,
pada pemilu-pemilu dimasa Orde Baru, dapat dikatakan hanya sebagai pemanis belaka.
Pemilu dilakukan oleh tiga konstestan yang semuanya pro pemerintah. Dan yang
menggelikan, hasil pemilu sudah dapat ditebak jauh sebelum pemilu digelar.[5]
Partai Golkar seperti diramalkan sebelumnya mengalami kekalahan yang tidak saja
telak, jika dibandingkan dengan pengalaman pemilu ditahun-tahun sebelumnya, melainkan
juga harus rela kehilangan jutaan pemilih di beberapa daerah strategis di Jawa dimana PDI-P
dan PKB lebih banyak mendominasi perolehan suara. Suara golkar sendiri banyak
dikumpulkan dari daerah luar Jawa. Sementara PDI-P meskipun tidak menang mutlak, namun
cukup signifikan untuk menciptakan konstelasi politik baru. Dilura itu, partai-partai yang
benar-benar baru yang dibangun dalam kerangka keagamaan seperti Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), cukup membuat
partai lama seperti Partai Persatuan Pembanguan (PPP) harus rela kehilangan beberapa
suaranya, meskipun PPP sendiri masih bercongkol di urutan ke-3 perolehan suara secara
nasional. Pada intinya, Pemilu 1999 setidaknya telah mampu menciptakan pergeseran peta
politik baru.[6]
Pemilu 1999, yang dilaksanakan pada 7 Juni 1999, menjadi awal mula pemilu di
Indonesia yang dilaksanakan dengan perubahan-perubahan fundamental. Kebebasan
mendirikan partai politik secara signifikan telah mematikan kekuatan paket undang-undang
politik yang telah menjadi senjata ampuh Orba. Dibawah ini beberapa perbedaan antara
pemilu 1999 dengan pemilu sebelumnya.
1. Pemilu tidak lagi diselenggarakan secara monopolistik oleh pemerintah, tetapi oleh
wakil pemerintah bersama-sama dengan wakil partai politik peserta pemilu dalam posisi yang
setara dan suara yang berimbang mulai dari Pusat sampai Tempat Pemungutan Suara (TPS).
2. Mulai adanya kenetralan di pemilu 1999. Kendati pasal tentang netralitas pegaiwai
negri dikeuarkan dari UU Kepartaian, netralitas pegawai negeri tetap dijamin dengan
Peratutran Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 12
Tahun 1999. Dengan tidak menjadi anggota atau pengurus suatu partai politik, pegawai
negeri dituntut untuk bertindak netral dan tidak memihak.
3. UU Pemilu dan UU Kepartaian telah mengatur siapa saja yang dapat member
sumbangan, beberapa jumlah minimal yang harus dilaporkan, berapa jmlah maksimal, dan
bagaimana mekanisme audit dan pertangungjawaban sehingga hal itu dianggap dapat
mengendalikan politik uang.
4. Kalau dimasa lalu pengawasan hanya dilakukan oleh Panitia pelaksana, maka dalam
Pemilu 1999 tidak hanya keanggotaan Panitia Pelaksana, tetapi pengawasan juga dilakukan
oleh kalangan masyarakat domestik dan internasional.
Bebrapa kelebihan Pemilu 1999 dibandingkan pemilu sebelumnya diatas pada
prinsipnya memang menguntungkan proses politik kea rah yang lebih demokratis. Namun
demikian di lapangan, banyak sekali terjadi persoalan yang menghambat pemilu pertama
setelah Orde Baru tersebut. Misalnya, politik uang yang tidak terelakan, kecurangan
penghitungan suara dan anggaran partai yang kurang transparan.
Dalam Pemilu 1999, tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan dengan
lancer, pada tahapan penghitungan suara dan pembagian kursi hasil Pemilu 1999 sempat
mengalami beberapa kendala. Pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak
menandatangani berita acara perhitungan suara dengan alas an Pemilu belum jujur dan adil.
Hal ini dipicu karena pembagian kursi dalam pemerintahan dianggap tidak merata.[7]
Dalam pemilihan umum 1999, partai politik yang ikut serta berjumlah 48 partai
politik, diantaranya;
1. Partai Indonesia Baru
2. Partai Kristen Nasional Indonesia
3. Partai Nasional Indonesia
4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
6. Partai Ummat Islam
7. Partai Kebangkitan Umat
8. Partai Masyumi Baru
9. Partai Persatuan Pembanguanan
10. Partai Syarikat Islam Indonesia
11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
12. Partai Abul Yatama
13. Partai Kebangkitan Merdeka
14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15. Partai Amanat Nasional
16. Partai Rakyat Demokratik
17. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18. Partai Katolik Demokrat
19. Partai Pilihan Rakyat
20. Partai Rakyat Indonesia
21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
22. Partai Bulan Bintang
23. Partai Solidaritas Seluruh Indonesia
24. Partai Keadilan
25. Partai Nahdlatul Ummat
26. Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis
27. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28. Partai Republik
29. Partai Islam Demokrat
30. Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen
31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak
32. Partai Demokrasi Indonesia
33. Partai Golongan Karya
34. Partai Persatuan
35. Partai Kebangkitan Bangsa
36. Partai Uni Demokrasi Indonesia
37. Partai Buruh Nasional
38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
39. Partai Daulat Rakyat
40. Partai Cinta Damai
41. Partai Keadilan dan Persatuan
42.Partai Silidaritas Pekerja
43.Partai Nasional Bangsa Indonesia
44.Partai Bhineka Tunggal Ika Indonesia
45.Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46.Partai Nasional Demokrat
47.Partai Ummat Muslimin Indonesia
48.Partai Pekerja Indonesia.[8]
Partai Pemenang 5 Besar dilihar dari Jumlah Kursi di DPR
NO NAMA PARTAI Suara Nasional Prosentase Jmlh Kursi
1 Partai Demokrasi Indonesia 35.689.073 33,74 % 153
Perjuangan
2 Partai Golongan Karya 23.741.749 22,44 % 120
5 Partai Persatuan Pembanguanan 11.329.905 10,71 % 58
4 Partai Kebangkitan Bangsa 13.336.982 12,61 % 51
5 Partai Amanat Naional 7.528.956 7,12 34

Hasil Pemilu 1999 memperlihatkan Kekalahan Golkar yang selalu menjadi kekuatan
mayoritas mutlak selama pemilu-pemilu di bawah rezim Orde Baru. Pada Pemilu 1999
Golkar hanya meraih suara sekitar 22%, padahal dalam pemilu terakhir Orde Baru (1997),
partai berlambang pohon beringi ini meraih suara sekitar 76 persen. Kemerosotan terbesar
Golkar terjadi terutama di daerah-daerah pemilihan di Jawa dan Bali. Hasil utama Pemilu
1999 itulah yang menunjukan adanya perubahan komposisi politik yang cukup fundamental
kepolitikan Indonesia pasca reformasi, terutama dengan memunculkan partai produk
reformasi seperti PDIP.
Walaupun begitu, Pemilu 1999 tidak menghasilkan kekuatan politik mayoritas di
parlemen. PDIP sebagai pemenang dalam Pemilu 1999 hanya berhasil mengumpulkan 33,8
persen suara. Adapun di MPR, peta kekuatan politik justru terpolarisasi lagi karena masih
ditambah dengan 135 orang utusan daerah hasil pilihan DPRD disetiap provinsi dan 65 orang
utusan golongan yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum. Hal-hal demikianlah yang
turut mempengaruhi proses berikutnya yang cukup menentukan, yakni pemilihan presiden.[9]
B. Pemilihan Presiden 1999
Setelah PDIP, Partai Golkar, PKB, PAN, PPP mengukuhkan dirinya sebagai lima
besar pemenang Pemilu 1999, babak berikutnya yang cukup menegangkan adalah pemilihan
presiden yang dilakukan di Gedung Senayan. Yang menarik justru peristiwa-peristiwa yang
terjadi sebelum pemilihan presiden digelar, ataupun isu-isu yang berkembang di seputar
pencalonan seorang kandidat.[10]
Ketika nama Habibie tersingkir dari bursa pencalonan, yang terjadi justru menguatnya
kontroversi maneuver Gus Dur dalam bursa pencalonan. Sebelumnya cucu pendiri NU ini
sering menyatakan diberbagai forum bahwa dirinya mendukung Megawati sebagai presiden,
dan tidak mempersoalkan kepemimpinan wanita, berikutnya Gus Dur justru meyakinkan
public dirinya mau berkompetisi dengan Megawati untuk berebut kursi kepresidenan. Dan
inilah babak baru perebutan kursi RI-1 yang paling menegangkan setelah dalam pemilu-
pemilu sebelumnya hanya disuguhi sandiwara saja.[11]
Dengan kemenangan partainya, Megawati mengira akan memenangkan pemilihan
presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDIP tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga
membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli 1999, Amien Rais membentuk Poros Tengah,
yaitu koalisi partai-partai Muslim. Poros tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai
kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDIP mulai berubah.
Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie sebagai
Presiden RI ketiga. Kemudian Habibie mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat
kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu
menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 oktober 1999, MPR kembali
berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdulrahaman Wahid (Gus Dur) kemudian
terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, ungluk di atas Megawati dengan
perolehan 313 suara.
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung
Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil
presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil
presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan
Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan
wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.[12] Dengan begini Pemuli 1999
menghasilkan Abdulrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden RI terpilih dan Megawati
sebagai wakilnya.
Hanya sayangnya , Gus Dur yang terpilih sebagai Presiden RI mengantikan B.J
Habibie pada Oktober 1999 melalui kekuatan Poros Tengah tidak mampu memelihara
dukungan Poros Tengah tersebut. Poros Tengah kecewa dengan kepemimpinan Gus Dur yang
dinilai penuh inkonsistensi dan akrobat politik. Akibatnya, terjadi upaya pelengseran terhadap
posisi Gus Dur sebagai presiden RI pada Juni 2001, untuk kemudian digantikan Megawati
Sokarnoputri yang sebelumnya menempati posisi sebagai Wakil Presiden, menyusul dua kali
nota peringatan (memorandum) DPR tidak diindahkan oleh Gus Dur.
Kepemimpinan Presiden Megawati hanya melanjutkan era Gus Dur (1999-2004).
Dengan demikian, ketika Megawati ingin mendapatkan legitimasi kekuasaan yang besar dan
langsung dari rakyat, maka kemudian disiapkan Pemilu 2004 yang didasarkan UU No. 12
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.[13]
C. Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan momentum sejarah baru dalam kehidupan politik bangsa
Indonesia. Untuk pertama kalinya diselengarakan tiga kali pemilu dalam tiga waktu yang
terpisah untuk dua lembaga politik yang berbeda pula. Pertama, pemilu untuk memilih
anggota badan-badan legislatif di tingkat pusat (DPR) dan DPD) dan tingkat daerah(DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota). Kedua, pemilu untuk memilih presiden dan wakil
presiden putaran pertama. Ketiga, pemilu presiden dan wakil presiden putaran kedua. Pemilu
2004 ditandai pula dengan munculnya lembaga politk baru, yaitu DPD (Dewan Perwakilan
Daerah) yang semula diharapkan menjadi salah satu “kamar” dari system parlemen dua
Kamar (bicameral).[14]
Pemilu 2004 memperkenalkan tiga system pemilu baru Indonesia, yakni ; (1) system
proporsional dengan daftar calon terbuka untuk pemilu DPR dan DPRD; (2) system pemilu
untuk anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah); dan (3) system pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden secara langsung. Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan DPD telah
dilaksanakan pada 5 april 2004. Sedangkan pemilihan Presiden dan Wakilnya secara
langsung dilakukan dua putaran pada tanggal 5 Juli 2004 dan 20 September 2004.[15]
Pemilu 2004 yang diikuti 24 partai politik berhasil mengantarkan 16 partai politik ke
parlemen. DPR diisi kekuatan politik yang terfragmentasi dalam 16 partai politik. Perolehan
suara maksimal yang dicapai Partai Golkar sebagai pemenang pemilu hanya 21,58 % suara,
disusul PDIP 18,53 persen, PKB 10,57 persen, PPP 8,15 persen, Partai Demokrat 7,45
persen, PKS 7,34 persen, dan PAN 6,44 persen.[16] Sementara partai-partai yang lainnya
mendapatkan prosentase suara dibawah 3%.
Dari 16 partai politik yang terbagi 550 kursi DPR, tujuh partai terbesar menguasai
DPR. Ketujuh partai itu adalah Golkar (23% kursi), PDIP (19,8% kursi), Demokrat (10%,4
kursi), PKB (9,5% kursi), PAN (9,5% Kursi), dan PKS (8,2% kursi).[17] Dibawah ini adalah
tabel lengkap daftar pemenang pemilu beserta prosentase kursi yang didapat di parlemen.
NO Nama Partai J.Suara % Kursi % Keterangan
1 Golkar 24.480.757 21,58% 128 23,27% Lolos
2 PDIP 21.026.629 18,53 109 19,82% Lolos
3 PKB 11.989.564 10,57% 52 9,45% Lolos
4 PPP 9.248.764 8,15% 58 10,55% Lolos
5 Demokrat 8.455.225 7,45% 55 10,00% Lolos
6 PKS 8.325020 7,34% 45 8,18% Lolos
7 PAN 7.303.324 6,44% 53 9,64% Lolos
8 PBB 2.970.487 2,62% 11 2,00% Lolos
9 PBR 2.764.998 2,44% 14 2,55% Lolos
10 PDS 2.414.254 2,13% 13 2,36% Lolos
11 PKPB 2.399.290 2,11% 2 0,36 Lolos
12 PKPI 1.424.240 1,26% 1 0,18 Lolos
13 PPDK 1.131.654 1,16% 4 0,73 Lolos
14 PNBK 1.230.455 1,08% 0 0,00 TDK Lolos
15 Partai Patriot 1.073.139 0,95% 0 0,00% TDK Lolos
16 PNI Marhaenisme 923.159 0,81% 1 0,18% Lolos
17 PPNU 895.610 0,79% 0 0,00% TDK Lolos
18 Partai Pelopor 878.932 0,77% 3 0,55% Lolos
19 PPDI 855.811 0,75% 1 0,18% Lolos
20 Partai Medeka 842.541 0,74% 0 0,00% TDK Lolos
21 PSI 679.296 0,60% 0 0,00% TDK Lolos
22 PPIB 672.952 0,59% 0 0,00% TDK Lolos
23 PPD 657.916 0,58% 0 0,00% TDK Lolos
24 Partai Buruh 636.397 0,56% 0 0,00% TDK Lolos
Jumlah 113.462.414 100% 550 100%

Hasil pemilu menunjukan bahwa Golkar memenangkan jumlah kursi terbanyak.


Golkar menerima lebih banyak suara daripada partai lainnya di dua puluh enam provinsi. Hal
tersebut terjadi karena berkurangnya popularitas PDI-P. Dukungan terhadap Golkar
diSulawesi berkurang karena munculnya partai menengah dan kecil di wilayah tersebut.
Meskipun memenangkan jumlah suara terbesar di Bali, performa PDI-P di wilayah tersebut
merupakan yang terburuk karena terjadinya bom Bali 2002. Performa PKB di Jawa
Timurtetap berlangsung baik meskipun kehilangan suara.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat mencapai peringkat pertama
dan kedua di Jakarta (yang dianggap sebagai "barometer politik Indonesia". Jika digabung,
jumlah suara kedua partai di ibukota mencapai 42.5%. Pola pemilihan berdasarkan agama
terlihat sangat jelas di provinsi-provinsi timur. Partai Damai Sejahtera (PDS) yang
berbasisKristen mendapat 14.8 suara di Sulawesi Utara dan 13 kursi di seluruh DPR. Muslim
di wilayah bekas konflik religius cenderung memilih PKS yang berbasis Islam.[18]
D. Pemilihan Presiden 2004
1. Senjakala Partai Demokrat
Partai Demokrat adalah fenomena. Terbentuk pada 9 September 2001 dan di ulang
tahunnya yang ketiga, pada 9 September 2004, sudah merayakan dua pesta “kemenangan”.
Pertama, meraih sekitar 8 juta (7,8 %) pemilih atau 56 (10,18%) kursi Dewan Perwakilan
Rakyat dalam pemilu Legislatif 5 April 2004. Kedua, mengantar Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) sebagai kandidat Presiden yang mereka usung bersama kandidat Wakil
Presiden Muhammad Jusuf Kalla, ke posisi nomor 1 diatas Megawati Sukarno Putrid an
Hasyim Muzadi dalam putaran pertama Pemilu Presiden 5 Juli 2004.
Tak usai disitu. SBY-Kalla akhirnya meraih kursi Presiden-Wakil Presiden dengan
kemenangan telak atas Megawati-Muzadi dalam putaran kedua pemilihan Presiden (20
September 2004) yang untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Indonesia merdeka diadakan
secara langsung.[19]
2. Peraturan dalam Pendaftaran Calon Presiden
Pasangan calon Presiden dan Wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum legislatif. Untuk dapat mengusulkan, partai politik atau
gabungan partai politik harus memperoleh sekurang-kurangnya 5% suara, suara secara
nasional atau 3% kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum
dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50%
jumlahprovinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil presiden. Apabila tidak ada
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara
langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden
dan Wakil presiden.
3. Pendaftaran Calon Presiden & Wakilnya
Sebanyak 6 pasangan calon mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum
1. K. H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai
Kebangkitan Bangsa)
2. Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh
Partai Amanat Nasional)
3. Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (dicalonkan oleh Partai Persatuan
Pembangunan)
4. Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan)
5. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh
Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)
6. H. Wiranto, SH. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya)
Dari keenam pasangan calon tersebut, pasangan K. H. Abdurrahman Wahid dan Marwah
Daud Ibrahim tidak lolos karena berdasarkan tes kesehatan, Abdurrahman Wahid dinilai tidak
memenuhi kesehatan.
4. Pemilihan Presiden Putaran I
NO Pasangan Calon Jmlh Suara Persentase
1 H. Wiranto, SH. 26.286.788 22,15%
Ir. H. Salahuddin Wahid
2 Hj. Megawati Soekarnoputri 31.569.104 26,61%
H. Hasyim Muzadi
3 Prof. Dr. HM. Amien Rais 17.392.931 14,66%
Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo
4 H. Susilo Bambang Yudhoyono 39.838.184 33.57%
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
5 Dr. H. Hamzah Haz 3.569.861 3,01%
H. Agum Gumelar, M.Sc.

Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka
diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang
memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.
Pemilihan umum putaran kedua.
5. Pemilihan Presiden Putaran II
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dan diikuti oleh 2
pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 4
Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%)
menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan
sah, dengan rincian sebagai berikut:
NO Pasangan Calon Jmlh Suara Persentase
1 Hj. Megawati Soekarnoputri 44.990.704 39,38%
H. Hasyim Muzadi
2 H. Susilo Bambang Yudhoyono 69.266.350 60,62%
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla

6. Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih


Berdasarkan hasil pemilihan umum, pasangan calon Susilo Bambang
Yudhoyono danMuhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia terpilih. Pelantikannya diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 2004 dalam
Sidang ParipurnaMajelis Permusyawaratan Rakyat, yang juga dihadiri sejumlah pemimpin
negara sahabat, yaitu: PM Australia John Howard, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM
Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, PM Timor Timur Mari Alkatiri, dan Sultan Brunei
Darussalam Hassanal Bolkiah, serta 5 utusan-utusan negara lainnya. Mantan
Presiden Megawati Soekarnoputritidak menghadiri acara pelantikan tersebut. Pada malam
hari yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan anggota kabinet yang
baru, yaitu Kabinet Indonesia Bersatu.[20]
E. Pemilu 2009
Pemilu 2009 untuk memilih anggota DPR diikuti oleh 38 partai politik. Pada awalnya,
7 Juli 2008. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan daftar 34 parpol yang
dinyatakan lolos verifikasi faktual untuk mengikuti pemilu 2009, dimana 18 partai
diantaranya parpol yang baru pertama kali mengikuti pemilu ataupun baru mengganti
namanya. Sementara 16 partai lainnya merupakan peserta pemilu 2004 yang berhasil
mendapatkan kursi di DPR periode 2004-2009, sehingga langsung berhak menjadi peserta
pemilu 2009. Dalam perkembangnnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa seluruh
parpol peserta pemilu 2004 berhak menjadi peserta pemilu 2009, sehingga berdasarkan
putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta No. 104/VI/ 2008/PTUN.JKT,
KPU menetapkan empat parpol lagi sebagai peserta pemilu 2009 (sumber KPU dikutip dari
Wikipedia, diakses 5 April 2011). Selanjutnya 38 parpol tersebut masih ditambah dengan 6
parpol lokal di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), sehingga peserta pemilu 2009
berjumlah 44 parpol.
Adapun dari 38 parpol yangberlaga pada pemilu 2009 secara nasional, urutan ranking
yang memperoleh parliament elementary treeshold ada sebanyak 9 parpol, sebagai berikut:
Perolehan 9 parpol secara lengkap, adalah sbb:
1. Partai Demokrat 21.703.137 suara (20,85%) 150 kursi
2. Partai Golkar 15.037.757 suara (14,45%) 107 kursi
3. PDI P 14.600.091 suara (14,03%) 95 kursi
4. PKS 8. 206.955 suara (7,88%) 57 kursi
5. PAN 6.524.850 suara (6,01%) 43 kursi
6. PPP 5.533.214 suara (5,32%) 37 kursi
7. PKB 5.146.122 suara (4,94%) 27 kursi
8. Gerindra 4.646.406 suara (4,46%) 26 kursi
9. Hanura 3.922.870 suara (3,77%) 18 kursi

Pada pemilu 2009 ini seluruh parpol islam mengalami penurunan yang drastis eperti PPP
dan PKB dan bahkan ada yang tidak lolos parlementary Threeshold, yaitu PBB dan PBR.
Adapun PKS yang dianggap potensial dan prospektif juga mengalami penurunan ratusan ribu
dan PAN mengalami penurunan satu juta lebih. Apakah penurunan tersebut karena berpindah
partai atau menentukan pilihan kepartai lain seperti munculnya partai-partai baru yang
potensial seperti Gerindra, Hanura atau ke partai Demokrat yang mengalami kenaikan yang
spektakuler hampir tiga ratus persen (300%) atau ada kemungkinan penurunan tersebut
karena para kader, konstituen dan simpatisa tidak mencoblos (golput) atau tidak masuk dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT)? Kemungkinan lain termasuk suara tidak sah, sebab jumlah yang
tidak sah sebesar 17 juta dan golput sebesar 49 juta orang. Kemudian perolehan kursi partai-
partai tersebut diatas yang lolos dari parlementary Threeshold, yaitu: PKS; 59, PAN 42, PPP
39, PKB 26 (Istanto, dalam Satuan Pemuda Lingkar Demokrasi (Sapulidi) foundation).
Yang menarik dari perolehan sementara suara pemilu 2009 tersebut adalah perolehan
suara Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) yang mengalami peningkatan dari pemilu
sebelumnya. Pada pemilu 2004 Partai Islam ini hanya berada pada posisi ke-6 dengan
perolehan susra nasional 8.325.020 (7,34%) dibawah perolehan Partai Islam lainnya seperti
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan 10,57% suara dan Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) meraih 9.248.764 suara (8,15%).
Perolehan suara PKS pada pemilu 2004 jauh lebih baik daripada pemilu pertama era
reformasi 1999. Pada 1999, PKS yang masih memiliki nama partai Keadilan hanya
memeperoleh 1,4 % suara sehingga pada pemilu berikutnya harus berganti nama menjadi
Partai Keadilan Sejahtera. Namun kini, partai yang dideklarasikan pada 9 Agustus 1998 itu
mulai menjadi kekuaatan baru politik di Indonesia yang sudah diperhitungkan
keberadaannya. Menjelang pemilu 2009, baik sebelum lebih-lebih sesudah perolehan
suaranya cukup signifikan, Partai Islam ini didekati atau mendekati parpol besar, seperti,
partai Golkar dan PDI-Perjuangan.[21]

Вам также может понравиться

  • Resep MASAKAN
    Resep MASAKAN
    Документ56 страниц
    Resep MASAKAN
    Logini
    Оценок пока нет
  • Susunan Panitia
    Susunan Panitia
    Документ1 страница
    Susunan Panitia
    Logini
    Оценок пока нет
  • Sistem Kerja Motor Starter
    Sistem Kerja Motor Starter
    Документ12 страниц
    Sistem Kerja Motor Starter
    Logini
    Оценок пока нет
  • Motif Batik 2
    Motif Batik 2
    Документ10 страниц
    Motif Batik 2
    Logini
    Оценок пока нет
  • CINTA PERTAMAKU
    CINTA PERTAMAKU
    Документ1 страница
    CINTA PERTAMAKU
    Moni
    Оценок пока нет
  • Legenda Dewi Sri
    Legenda Dewi Sri
    Документ3 страницы
    Legenda Dewi Sri
    Didah Sahidah
    Оценок пока нет
  • Makalah Pegadaian
    Makalah Pegadaian
    Документ14 страниц
    Makalah Pegadaian
    Agung Suprapto Putro
    Оценок пока нет
  • KARYASENIBUDINURLIS
    KARYASENIBUDINURLIS
    Документ2 страницы
    KARYASENIBUDINURLIS
    Logini
    Оценок пока нет
  • Cerpen Pena Pena Kecil
    Cerpen Pena Pena Kecil
    Документ2 страницы
    Cerpen Pena Pena Kecil
    Moni
    Оценок пока нет
  • Artikel
    Artikel
    Документ2 страницы
    Artikel
    Logini
    Оценок пока нет
  • Sejarah Indonesia
    Sejarah Indonesia
    Документ6 страниц
    Sejarah Indonesia
    IwanSetiawan
    Оценок пока нет
  • Bencana Alam...
    Bencana Alam...
    Документ3 страницы
    Bencana Alam...
    Logini
    Оценок пока нет