Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. Pemilu 1971
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa Indonesia.
Pemi¬lu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru, tepatnya 5 tahun setelah
pemerin¬tahan ini berkuasa. Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini
diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR.
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD,
berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan su-aranya kepada
Organisasi Peserta Pemilu.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia
(LUBER).
1. Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati nura-ninya,
tanpa perantara, dan tanpa tingkatan.
2. Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal dalam usia,
mempunyai hak memilih dan dipilih.
3. Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut hati nura-
ninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun.
4. Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan diketahui oleh
siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya.
c. Dasar Hukum
1.TAP MPRS No. XI/MPRS/1966
2.TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966
3.UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Per-
musyawaratan / Perwakilan Rakyat
4.UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun
1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang keanggotaannya terdiri atas Dewan
Pimpinan, Dewan Pertimbangan, Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan
Perhubungan.
Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), di
provinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I (PPD I), di kabupaten/kotamadya disebut
Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II, di kecamatan disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS)
dan di desa/kelurahan disebut Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih). Untuk melaksanakan
pemungutan dan penghitungan suara dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS). Bagi warga negara RI di luar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri
(PPLN), Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri (PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat sementara (ad¬hoc).
e. Peserta Pemilu
Hasil Pemilu 1999 memperlihatkan Kekalahan Golkar yang selalu menjadi kekuatan
mayoritas mutlak selama pemilu-pemilu di bawah rezim Orde Baru. Pada Pemilu 1999
Golkar hanya meraih suara sekitar 22%, padahal dalam pemilu terakhir Orde Baru (1997),
partai berlambang pohon beringi ini meraih suara sekitar 76 persen. Kemerosotan terbesar
Golkar terjadi terutama di daerah-daerah pemilihan di Jawa dan Bali. Hasil utama Pemilu
1999 itulah yang menunjukan adanya perubahan komposisi politik yang cukup fundamental
kepolitikan Indonesia pasca reformasi, terutama dengan memunculkan partai produk
reformasi seperti PDIP.
Walaupun begitu, Pemilu 1999 tidak menghasilkan kekuatan politik mayoritas di
parlemen. PDIP sebagai pemenang dalam Pemilu 1999 hanya berhasil mengumpulkan 33,8
persen suara. Adapun di MPR, peta kekuatan politik justru terpolarisasi lagi karena masih
ditambah dengan 135 orang utusan daerah hasil pilihan DPRD disetiap provinsi dan 65 orang
utusan golongan yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum. Hal-hal demikianlah yang
turut mempengaruhi proses berikutnya yang cukup menentukan, yakni pemilihan presiden.[9]
B. Pemilihan Presiden 1999
Setelah PDIP, Partai Golkar, PKB, PAN, PPP mengukuhkan dirinya sebagai lima
besar pemenang Pemilu 1999, babak berikutnya yang cukup menegangkan adalah pemilihan
presiden yang dilakukan di Gedung Senayan. Yang menarik justru peristiwa-peristiwa yang
terjadi sebelum pemilihan presiden digelar, ataupun isu-isu yang berkembang di seputar
pencalonan seorang kandidat.[10]
Ketika nama Habibie tersingkir dari bursa pencalonan, yang terjadi justru menguatnya
kontroversi maneuver Gus Dur dalam bursa pencalonan. Sebelumnya cucu pendiri NU ini
sering menyatakan diberbagai forum bahwa dirinya mendukung Megawati sebagai presiden,
dan tidak mempersoalkan kepemimpinan wanita, berikutnya Gus Dur justru meyakinkan
public dirinya mau berkompetisi dengan Megawati untuk berebut kursi kepresidenan. Dan
inilah babak baru perebutan kursi RI-1 yang paling menegangkan setelah dalam pemilu-
pemilu sebelumnya hanya disuguhi sandiwara saja.[11]
Dengan kemenangan partainya, Megawati mengira akan memenangkan pemilihan
presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDIP tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga
membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli 1999, Amien Rais membentuk Poros Tengah,
yaitu koalisi partai-partai Muslim. Poros tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai
kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDIP mulai berubah.
Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie sebagai
Presiden RI ketiga. Kemudian Habibie mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat
kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu
menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 oktober 1999, MPR kembali
berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdulrahaman Wahid (Gus Dur) kemudian
terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, ungluk di atas Megawati dengan
perolehan 313 suara.
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung
Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil
presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil
presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan
Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan
wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.[12] Dengan begini Pemuli 1999
menghasilkan Abdulrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden RI terpilih dan Megawati
sebagai wakilnya.
Hanya sayangnya , Gus Dur yang terpilih sebagai Presiden RI mengantikan B.J
Habibie pada Oktober 1999 melalui kekuatan Poros Tengah tidak mampu memelihara
dukungan Poros Tengah tersebut. Poros Tengah kecewa dengan kepemimpinan Gus Dur yang
dinilai penuh inkonsistensi dan akrobat politik. Akibatnya, terjadi upaya pelengseran terhadap
posisi Gus Dur sebagai presiden RI pada Juni 2001, untuk kemudian digantikan Megawati
Sokarnoputri yang sebelumnya menempati posisi sebagai Wakil Presiden, menyusul dua kali
nota peringatan (memorandum) DPR tidak diindahkan oleh Gus Dur.
Kepemimpinan Presiden Megawati hanya melanjutkan era Gus Dur (1999-2004).
Dengan demikian, ketika Megawati ingin mendapatkan legitimasi kekuasaan yang besar dan
langsung dari rakyat, maka kemudian disiapkan Pemilu 2004 yang didasarkan UU No. 12
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.[13]
C. Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan momentum sejarah baru dalam kehidupan politik bangsa
Indonesia. Untuk pertama kalinya diselengarakan tiga kali pemilu dalam tiga waktu yang
terpisah untuk dua lembaga politik yang berbeda pula. Pertama, pemilu untuk memilih
anggota badan-badan legislatif di tingkat pusat (DPR) dan DPD) dan tingkat daerah(DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota). Kedua, pemilu untuk memilih presiden dan wakil
presiden putaran pertama. Ketiga, pemilu presiden dan wakil presiden putaran kedua. Pemilu
2004 ditandai pula dengan munculnya lembaga politk baru, yaitu DPD (Dewan Perwakilan
Daerah) yang semula diharapkan menjadi salah satu “kamar” dari system parlemen dua
Kamar (bicameral).[14]
Pemilu 2004 memperkenalkan tiga system pemilu baru Indonesia, yakni ; (1) system
proporsional dengan daftar calon terbuka untuk pemilu DPR dan DPRD; (2) system pemilu
untuk anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah); dan (3) system pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden secara langsung. Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan DPD telah
dilaksanakan pada 5 april 2004. Sedangkan pemilihan Presiden dan Wakilnya secara
langsung dilakukan dua putaran pada tanggal 5 Juli 2004 dan 20 September 2004.[15]
Pemilu 2004 yang diikuti 24 partai politik berhasil mengantarkan 16 partai politik ke
parlemen. DPR diisi kekuatan politik yang terfragmentasi dalam 16 partai politik. Perolehan
suara maksimal yang dicapai Partai Golkar sebagai pemenang pemilu hanya 21,58 % suara,
disusul PDIP 18,53 persen, PKB 10,57 persen, PPP 8,15 persen, Partai Demokrat 7,45
persen, PKS 7,34 persen, dan PAN 6,44 persen.[16] Sementara partai-partai yang lainnya
mendapatkan prosentase suara dibawah 3%.
Dari 16 partai politik yang terbagi 550 kursi DPR, tujuh partai terbesar menguasai
DPR. Ketujuh partai itu adalah Golkar (23% kursi), PDIP (19,8% kursi), Demokrat (10%,4
kursi), PKB (9,5% kursi), PAN (9,5% Kursi), dan PKS (8,2% kursi).[17] Dibawah ini adalah
tabel lengkap daftar pemenang pemilu beserta prosentase kursi yang didapat di parlemen.
NO Nama Partai J.Suara % Kursi % Keterangan
1 Golkar 24.480.757 21,58% 128 23,27% Lolos
2 PDIP 21.026.629 18,53 109 19,82% Lolos
3 PKB 11.989.564 10,57% 52 9,45% Lolos
4 PPP 9.248.764 8,15% 58 10,55% Lolos
5 Demokrat 8.455.225 7,45% 55 10,00% Lolos
6 PKS 8.325020 7,34% 45 8,18% Lolos
7 PAN 7.303.324 6,44% 53 9,64% Lolos
8 PBB 2.970.487 2,62% 11 2,00% Lolos
9 PBR 2.764.998 2,44% 14 2,55% Lolos
10 PDS 2.414.254 2,13% 13 2,36% Lolos
11 PKPB 2.399.290 2,11% 2 0,36 Lolos
12 PKPI 1.424.240 1,26% 1 0,18 Lolos
13 PPDK 1.131.654 1,16% 4 0,73 Lolos
14 PNBK 1.230.455 1,08% 0 0,00 TDK Lolos
15 Partai Patriot 1.073.139 0,95% 0 0,00% TDK Lolos
16 PNI Marhaenisme 923.159 0,81% 1 0,18% Lolos
17 PPNU 895.610 0,79% 0 0,00% TDK Lolos
18 Partai Pelopor 878.932 0,77% 3 0,55% Lolos
19 PPDI 855.811 0,75% 1 0,18% Lolos
20 Partai Medeka 842.541 0,74% 0 0,00% TDK Lolos
21 PSI 679.296 0,60% 0 0,00% TDK Lolos
22 PPIB 672.952 0,59% 0 0,00% TDK Lolos
23 PPD 657.916 0,58% 0 0,00% TDK Lolos
24 Partai Buruh 636.397 0,56% 0 0,00% TDK Lolos
Jumlah 113.462.414 100% 550 100%
Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka
diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang
memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.
Pemilihan umum putaran kedua.
5. Pemilihan Presiden Putaran II
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dan diikuti oleh 2
pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 4
Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%)
menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan
sah, dengan rincian sebagai berikut:
NO Pasangan Calon Jmlh Suara Persentase
1 Hj. Megawati Soekarnoputri 44.990.704 39,38%
H. Hasyim Muzadi
2 H. Susilo Bambang Yudhoyono 69.266.350 60,62%
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
Pada pemilu 2009 ini seluruh parpol islam mengalami penurunan yang drastis eperti PPP
dan PKB dan bahkan ada yang tidak lolos parlementary Threeshold, yaitu PBB dan PBR.
Adapun PKS yang dianggap potensial dan prospektif juga mengalami penurunan ratusan ribu
dan PAN mengalami penurunan satu juta lebih. Apakah penurunan tersebut karena berpindah
partai atau menentukan pilihan kepartai lain seperti munculnya partai-partai baru yang
potensial seperti Gerindra, Hanura atau ke partai Demokrat yang mengalami kenaikan yang
spektakuler hampir tiga ratus persen (300%) atau ada kemungkinan penurunan tersebut
karena para kader, konstituen dan simpatisa tidak mencoblos (golput) atau tidak masuk dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT)? Kemungkinan lain termasuk suara tidak sah, sebab jumlah yang
tidak sah sebesar 17 juta dan golput sebesar 49 juta orang. Kemudian perolehan kursi partai-
partai tersebut diatas yang lolos dari parlementary Threeshold, yaitu: PKS; 59, PAN 42, PPP
39, PKB 26 (Istanto, dalam Satuan Pemuda Lingkar Demokrasi (Sapulidi) foundation).
Yang menarik dari perolehan sementara suara pemilu 2009 tersebut adalah perolehan
suara Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) yang mengalami peningkatan dari pemilu
sebelumnya. Pada pemilu 2004 Partai Islam ini hanya berada pada posisi ke-6 dengan
perolehan susra nasional 8.325.020 (7,34%) dibawah perolehan Partai Islam lainnya seperti
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan 10,57% suara dan Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) meraih 9.248.764 suara (8,15%).
Perolehan suara PKS pada pemilu 2004 jauh lebih baik daripada pemilu pertama era
reformasi 1999. Pada 1999, PKS yang masih memiliki nama partai Keadilan hanya
memeperoleh 1,4 % suara sehingga pada pemilu berikutnya harus berganti nama menjadi
Partai Keadilan Sejahtera. Namun kini, partai yang dideklarasikan pada 9 Agustus 1998 itu
mulai menjadi kekuaatan baru politik di Indonesia yang sudah diperhitungkan
keberadaannya. Menjelang pemilu 2009, baik sebelum lebih-lebih sesudah perolehan
suaranya cukup signifikan, Partai Islam ini didekati atau mendekati parpol besar, seperti,
partai Golkar dan PDI-Perjuangan.[21]