Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
kanker pada orang dewasa. Angka kejadian kanker pad anak adalah 2-4 %, sangat
kecil dibandingkan angka kejadian penyakit lainnya seperti infeksi dan alergi1.
Namun, dari data statistik menunjukkan kejadian penyakit kanker pada anak saat
lalu2. Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang
kira-kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 (empat)
leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai usia 10 tahun, meningkat
sedikit pada masa remaja3. Leukemia sisanya ialah bentuk kronis; leukemia
limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan dari
keseluruhan leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit putih dan 24,3 tiap juta
anak kulit hitam3. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian
kejadian LLA pada orang kulit hitam. Gambaran klinis yang umum dari leukemia
tulang. Tetapi, gambaran klinis dan laboratorium spesifik berbeda dan ada
beragam, ditandai oleh pertumbuhan secara tak normal atau transformasi maligna
1
dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid5. Sel-sel
normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel
abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau
sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.4 Kata leukemia berarti darah putih,
karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel
darah putih berasal dari sel stem di sumsum tulang. Leukemia terjadi jika proses
pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan
menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Sel darah putih yang tampak banyak
merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LLA dan LMA. Tidak ada laporan
tekstil (rhodamin) digunakan mewarnai jelly dan minuman agar menarik minat
glutamat, perasa yang berbahan kimia. Obat untuk kemoterapi Bahan bakar
2
(misalnya sindroma d own dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap
leukemia, 4. Virus, Virus HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yang
penyakitnya yaitu akut dan kronis. Leukemia akut ditandai dengan suatu
perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila tidak
diobati segera, maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga
hari. Leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat
sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun
bahkan ada yang mencapai 5 tahun, 2. Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid
dan myeloid. Leukimia diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada
sediaan darah tepi. Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid,
Jumlah leukosit dalam darah. Prevalensi empat tipe utama, Leukemia leukemik,
bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal, terdapat sel-sel abnormal,
Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal,
terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama
telah berumur 65 tahun atau lebih. 2. Leukemia mieloblastik akut (LMA) lebih
3
sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak, tipe ini dahulunya disebut
oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga
diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak. 4. Leukemia
mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada
anak-anak, namun sangat sedikit Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
sel myeloid. Bila tidak diobati,penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara
cepat dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis 1. Di Negara
maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia.
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak (15%) 2.
Insidens LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa dewasa
sejalan dengan meningkatnya usia. LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah
0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedang pada orang yang berusia di
atas 65 tahun adalah sebesar 13,7%4. Secara tidak umum tidak didapatkan adanya
variasi antar etnik tentang insidensi LMA, meskipun pernah dilaporkan adanya
insidens LMA tipe M3 yang terjadi 2,9 hingga 5,8 kali lebih besar pada ras
2.2. ETIOLOGI
LMA pada populasi tertentu. Benzene merupakan zat leukomogenik untuk LMA.
Selain itu, radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA. Terdapat
penelitian pada orang-orang yang selamat dari serangan bom atom Hiroshima dan
5
Nagasaki pada tahun 1945 5. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut
mulai tampak sejak 1.5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncak 6 atau 7
tahun sesudah pengeboman5. Faktor lain yang merupakan predisposisi untuk LMA
Down6. Pasien sindrom Down mempunyai risiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi
untuk menderita leukemia, khususnya LMA tipe M76. Selain itu beberapa sindrom
genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga diketahui mempunyai
risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA
6
. Faktor lain yang memicu terjadinya LMA adalah pengobatan dengan
kemoterapi sitotoksik pada pasien tumor.6 LMA akibat terapi adalah komplikasi
jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, mieloma multipel, kanker
payudara, kanker ovarium dan kanker testis7. Jenis kemoterapi yang paling sering
dikelompokkan tersendiri8.
2.3. PATOGENESIS
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda
6
trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan
pada kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan
flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel
blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang
dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan
7
2.4. TANDA DAN GEJALA
kasus LMA, sedangkan 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan
blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85% kasus
LMA2. Oleh karena itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan
perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali
pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC ini paling sering dijumpai di
Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (>100 ribu/mm3),
aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis, yaitu terjadinya
gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri.
sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan
8
terjadi akibat sel-sel leukosit yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang
besar.2 Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari sampel darah yang
hipoglikemia tersebut hanya terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada tubuh pasien.2
menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan
tanpa rasa sakit,3 sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan
Meskipun jarang, pada LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah
2.5. DIAGNOSIS
Massa lokal dari sel leukemia (kloroma), mungkin timbul di tempat manapun,
tetapi daerah retro orbital dan epidural paling sering. Kloroma dapat mendahului
infiltrasi sel leukemia sumsum tulang. Hitung darah biasanya abnormal. Anemia
atau normal. Blas leukemia mungkin nyata pada preparat apus darah.
9
LMA mungkin timbul pada anak yang mula-mula hanya menunjukkan
anemia, leokopenia atau trombositopenia saja. Keadaan ini, yang lebih sering
persentase sel blas yang lebih rendah dan mempunyai gambaran displasia yang
waktu diperiksa dan hanya anemia dan leukopenia yang mendorong mereka untuk
darah dan sumsum tulang8. Perjalanan alamiah sindrom mielodisplasia pada anak
tidak begitu jelas, tetapi dapat timbul pada anak yang mendapat terapi keganasan
sebelumnya.
morfologi sel dan pewarnaan sitokimia. Sejak sekitar dua dekade tahun yang lalu
klasifikasi LMA terdiri dari 8 subtipe (M0 sampai M7).Klasifikasi ini dikenal
dengan nama klasifikasi FAB (French American British). Klasifikasi FAB saat ini
masih menjadi dasar LMA. Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien LMA
sitokimia tersebut akan memberikan hasil positif pada pasien LMA tipe M1, M2,
10
LMA-M1 : leukemia mieloblasti akut : tanpa maturasi
LMA-M6 : Eritroleukemia
Di antara anak, jumlah kasus dengan subtipe M0, M1, dan M2 kira-kira
sama dengan jumlah penderita dengan M4 dan M5, tipe FAB ini bertanggung
jawab atas 80% dari LMA masa kanak-kanak. Subtipe M3 dan M7 lebih jarang,
kemudian) dapat terjadi pada semua kelompok FAB, penderita dengan leukemia
promielositik akut (M3) yang terutama beriksiko. Penemuan yang hampir selalu
tetap pada subtipe ini adalah translokasi materi genetik antara kromosom 15 dan
17, ini menghasilkan kelainan gen yang menjadi reseptor asam retinoat-α. Asam
retinoat dapat secara efektif menginduksi remisi pada penderita ini. Translokasi
antara kromosom 8 dan 21, khas terdapat pada M2, berkaitan erat dengan
11
kloroma. Inversi material genetik di kromosom 16 dapat dijumpai pada M4, di
leukemia (CML)) tipe dewasa, tetapi mempunyai gambaran yang serupa dengan
pada JCML. Gejala dan tanda nonspesifik meliputi demam, lesu, pembesaran hati
dan limpa, dan adenopati. Erupsi kulit makulopapular desquamatif kronis sering
merupakan temuan yang mencolok. JCML jarang ditemukan pada umur lebih dari
5 tahun dan mungkin lebih sering pada anak dengan neurofibromatosis tipe 1,
12
LMA dengan t (8;21) (q22;q22),AML 1 (CBFα)/ETO APL dengan
sindrom myelodisplasia
III. LMA dan sindrom myelodisplastik yang berkaitan dengan terapi akibat
13
Gambar 2. Hapusan Darah Kronik Mieloid
Gambar 1. Hapusan Darah Tepi Akut
Leukemia
Leukemia Lymphoblastic
2.6. TERAPI
mempunyai peluang besar untuk mencapai tujuan kuratif adalah mereka yang
berusia <60 tahun, tanpa komorbiditas yang berat serta mempunyai profil
sangat penting untuk melakukan skrining awal dengan teliti sebelum pengobatan
penderita yang mempunyai angka leukosit pra-terapi yang sangat tinggi (>100
menghindari leukostaisi dan sindrom tumor lisis akibat terapi induksi, sangat
14
penting untuk mengingatkan agar terapi LMA sebaiknya dilakukan di rumah sakit
mikrobiologi yang memadai, akses untuk transfusi darah yang lengkap serta ruang
Untuk mencapai hasil pengobatan yang baik harus dilakukan eradikasi sel-
Survival jangka panjang hanya didapatkan pada pasien yang mencapai remisi
komplit. Dosis kemoterapi tidak perlu diturunkan karena alasan adanya sitopenia,
karena dosis yang diturunkan ini tetap akan menimbulkan efek samping berat
berupa supresi sumsum tulang, tanpa punya efek yang cukup untuk mengeradikasi
pengobatan yang baik. Umumnya regimen kemoterapi untuk pasien LMA terdiri
dari dua fase9: fase induksi dan fase konsolidasi. Kemoterapi fase induksi adalah
leukemik secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit. Istilah remisi komplit
digunakan bila jumlah sel-sel darah di peredaran darah tepi kembali normal serta
pulihnya populasi sel di sumsum tulang termasuk tercapainya jumlah sel-sel blast
<5%.10 Perlu ditekankan disini, meskipun terjadi remisi komplit tidak berarti sel-
sel klonal leukemik telah tereradikasi seluruhnya, karena sel-sel leukemik akan
terdeteksi secara klinik bila jumlahnya lebih dari 109 log sel. Jadi pada kasus
remisi komplit, masih tersisa sejumlah signifikan sel-sel leukemik di dalam tubuh
pasien tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi
15
menyebabkan kekambuhan di masa-masa yang akan datang. Oleh karena itu,
meskipun pasien telah mencapai remisi komplit perlu ditindak lanjuti dengan
obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan
pada fase induksi. Pengobatan eradikasi sel-sel tumor ini sebenarnya dapat
sumsum tulang, sehingga pasien LMA akan mengalami periode apalsia pasca
terapi induksi. Pada saat tersebut pasien sangat rentan terhadap infeksi dan
perdarahan. Pada kasus yang berat kedua komplikasi ini dapat berakibat fatal.
Oleh karena itu terapi suportif berupa penggunaan antibiotika dan transfusi
komponen darah (khususnya sel darah merah dan trombosit) sangat penting untuk
terapi untuk LMA pada umumnya dan terapi khusus untuk leukemia promielositik
akut (LPA)
Sekitar 30-40% pasien mengalami remisi komplit dengan terapi sitarabin dan
sebagai kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60% pasien. Bila
16
terdapat residual disease pada hari ke-28 perlu dipertimbangkan adanya gagal
terapi primer dan perlu dimulai terapi alternatif dengan regimen lain.9
merupakan kontra indikasi terutama bila terdapat riwayat miokard infark dan
fraksi ejeksi kurang dari 50%. Pilihan terapi pada kondisi ini adalah high dose
sitarabin 2-3 g/m2 infus iv selama 1-2 jam tiap 12 jam selama 12 dosis atau
sitarabin 2-3 g/m2 selama 2 jam setiap 12 jam pada hari 1,3 dan 5.8
otolog, atau HSCT alogenik. Jenis terapi pada pasca remisi ditentukan
pasien usia muda memberikan respons yang lebih baik dibanding pasien usia tua.10
Bila terjadi relaps dapat diberikan lagi kemoterapi intensif dan/atau HSCT
namun lebih dipengaruhi oleh durasi remisi komplit pertama, usia, dan ada
kurang dari 6 bulan bila tanpa HSCT dengan disease-free survival kurang dari 10
2.7. PROGNOSIS
17
Dengan terapi agresif, 40-50% penderita yang mencapai remisi akan hidup
18
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Gusi Berdarah
19
28 Maret 2018 untuk menjalani kemoterapi. Setelah kemoterapi pasien
mengalami demam dan edema pada keempat ekstremitas. Pasien kemudian
dipulangkan pada tanggal 15 Maret 2018 setelah bebas demam selama tiga hari,
namun demam kembali dirasakan pada malam hari. Tidak ada hal spesifik yang
memperberat keluhan pasien. Keluhan lain seperti sesak, batuk, pilek dan diare
disangkal oleh pasien.
Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Pasien tinggal
dirumah bersama ayah, ibu, kakak serta kakek dan nenek pasien. Keempat saudara
pasien dikatakan normal. Pasien sehari-hari dikatakan dirawat oleh kedua orang
tuanya dan menghabiskan waktu bersama mereka dirumah. Pasien dikatakan
sukar untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.
20
Riwayat Pengobatan
Pasien menjalani chemotherapy berupa vincristin , cyclophospamide ,
MTX IT , adriamycin , didapatkan selama pasien dirawat pada tanggal 16
Februari 2018 sampai dengan 15 Maret 2018.
Riwayat Persalinan
Selama kehamilan dikatakan ibu pasien tidak pernah menderita penyakit
maupun menggunakan obat-obatan. Pasien lahir secara normal, ditolong oleh
bidan, dikatakan ketika lahir segera menangis, dengan berat badan lahir 2800
gram, panjang badan lahir 40 cm dan lingkar kepala dikatakan 45 cm.
Riwayat Imunisasi
Orang tua pasien mengaku sudah dilakukan pemberian imunisasi lengkap
sesuai usia pasien di puskesmas pada pasien, yaitu imunisasi :
BCG : 1 kali
Polio : 3 kali
Hepatitis B : 3 kali
DPT : 3 kali
Campak : 1 kali
Kesan imunisasi pada pasien belum lengkap.
Riwayat Nutrisi
- ASI : pada pasien sudah diberikan ASI eksklusif sejak
lahir hingga usia 2 tahun dengan frekuensi on
demand
- Susu formula : sejak usia 7 bulan 2-3 kali sehari
- Bubur susu : sejak usia 6 bulan 2-3 kali sehari
- Nasi tim : sejak usia 8 bulan 2-3 kali sehari
21
Membalik badan : 4 bulan
Duduk : 10 bulan
Merangkak : 12 bulan
Berdiri : 15 bulan
Berjalan : 18 bulan
Bicara : 18 bulan
Kesan : delay membaik
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan.
Status generalis:
Kepala : Normosefali, ubun-ubun besar tertutup, tidak
terdapat tanda – tanda perdarahan (hematom)
Rambut : Hitam, tipis dan jarang
Wajah : mongoloid face (+), Nampak old man face
Mata : Konjungtiva pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil
bulat 2 mm/ 2mm, refleks pupil (+/+) isokor,
tidak cowong, edema (-)
22
THT
Telinga : Bentuk normal, sekret (-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), deviasi septum (-),
sekret (-) sianosis (-), mukosa hiperemi (-),
epistaksis (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil tidak membesar dan
hiperemis (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa mulut dan lidah normal, gusi
berdarah (+), petechie palatum (+), celah palatum
(-), petechiae pada palatum durum dan mukosa
mulut (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis
angularis (-), glositis (-)
Leher
Inspeksi : Benjolan (-), bendungan vena jugularis tidak ada
Palpasi : Pembesaran kelenjar getah bening (-) konsistensi
kenyal, permukaan rata, mobile, tidak teraba
hangat, nyeri tekan (-)
Thorak
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tampak, precordial bulging (-)
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV midklavikula line
sinistra, LV lift (-), thrill (-)
Auskultasi : S1 S2 regular normal, murmur (-),
Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris saat diam dan bergerak,
retraksi (-)
Palpasi : Gerakan dada teraba simetris
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rales (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), tampak pelebaran pembuluh darah
vena
Auskultasi : Bising usus (+) normal
23
Palpasi : Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costae, 3 cm di
bawah procesus xyphoideus, tepi tajam,
konsistensi kenyal, permukaan rata, nyeri tekan
(-), lien teraba schuffer I
Perkusi : Timpani, tidak terdapat tanda pekak beralih,
asites (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema -|- , CRT 1 detik, tidak
didapatkan kuku sendok, single palmar crease (+)
Kulit : Teraba hangat, pucat (-), tidak tampak icterus,
tidak ada petekie, tidak terdapat hematoma
Genitalia : Laki-Laki , (+) normal
24
WBC : 28,58 103/µL (6,0 – 14,0) Tinggi
NE : 10,08 % (18,30 - 47,10) Rendah
MO : 65,82% (0,0 – 7,10) Tinggi
LY : 22,01% (30,0 – 64,30) Rendah
EO : 0,04 % (0,0 – 5,0)
BA : 2,05 % (0,0 – 0,70) Tinggi
PLT : 12,26 103/µL (140 - 440) Rendah
HGB : 9,47 g/dL (12,0 – 16,0) Rendah
HCT : 28,56 % (36,0 – 49,0) Rendah
MCV : 85,56 fL (78,0 – 102,0)
MCHC : 33,15 g/dL (31 – 36)
MCH : 28,36 pg (25,0 – 35,0)
RBC : 3,34 106/µL (4,10 – 5,3) Rendah
MPV : 10,38 fL (6,80 – 10,0) Tinggi
25
Gizi Kurang Kebutuhan cairan
900ml/hari
Monitor
Observasi tanda – tanda vital, reaksi transfusi
Subyektif, Obyektif,
Tanggal Terapi dan Planning Diagnosis
Assesment
22/3/2018 S: Gusi berdarah (+) mulai Terapi:
06.00 berkurang setelah di tampon Kebutuhan Cairan 900 ml/hari,
Hemato- dengan adrenalin tapi masih mampu minum ± 400 ml/ hari
onkologi merembes sedikit-sedikit,
demam (-) bebas demam 2 Hidrasi dengan D5 NS 9
hari, mual dan muntah (-) tetes makro per menit 500 ml/
hari
O: Status Present
Transfusi TC 3 kantong dengan
Keadaan umum : sakit sedang
pre medikasi dipenhidramin 10
Kesadaran : Compos Mentis
mg IV, dexamethasone 5 mg IV
(E4M4V5)
Nadi : 100x/menit, reguler, isi
cukup
Laju napas : 24 x/menit dengan
udara ruangan
Suhu aksila : 37,1 C
Status Generalis
Mata : konjungtiva pucat (-/-),
ikterus (-/-), refleks pupil
(+/+) isokor, cowong (-)
Mulut : gusi berdarah (+)
Leher : pembesaran kelenjar
getah bening (-)
THT : kesan tenang
Thorak: simetris, retraksi
subcostae (+)
Jantung: S1S2 normal
reguler, murmur
(-)
Paru: vesikuler (+/+), rales
(-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: distensi (-), soufle,
bising usus (+)
Hepar: teraba 3 cm bawah
arcus costa dan 3 cm
26
bawah procesus
xypoideus, kenyal,
permukaan rata, tepi
tajam, batas tegas, tidak
nyeri
Lien: Schuffner I
Massa: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat (+),
edema (+/+)
pretibial dorso
pedis, CRT < 2
detik
A:
Gum bleeding ec
Trombositopenia
AML minggu ke 6 Fase
Induksi
Down Syndrome
Gizi Kurang
P: Diagnostik
Cek DL Post Transfusi
Terapi
Transfusi
Tatalaksana gizi kurang
Monitor
Tanda vital, perdarahan,
reaksi transfusi
23/3/2018 S: Gusi berdarah (+) mulai Terapi:
06.00 berkurang setelah di tampon Kebutuhan
Hemato- dengan adrenalin tapi masih Cairan 900 ml/hari, mampu
onkologi merembes sedikit-sedikit, minum ± 400 ml/ hari
demam (-) bebas demam 3 Hidrasi dengan
hari, mual dan muntah (-),
BAB dan BAK dikatakan D5 NS 9 tetes makro per
normal.
menit 500 ml/ hari
O: Status Present
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
(E4M4V5)
27
Nadi : 100x/menit, reguler, isi
cukup
Laju napas : 24 x/menit dengan
udara ruangan
Suhu aksila : 36,8 C
Status Generalis
Mata : konjungtiva pucat (-/-),
ikterus (-/-), refleks pupil
(+/+) isokor, cowong (-)
Mulut : gusi berdarah (+)
Leher : pembesaran kelenjar
getah bening (-)
THT : kesan tenang
Thorak: simetris, retraksi
subcostae (+)
Jantung: S1S2normal reguler,
murmur (-)
Paru: vesikuler (+/+), rales
(-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: distensi (-), soufle,
bising usus (+)
Hepar: teraba 3 cm bawah
arcus costa dan 3 cm
bawah procesus
xypoideus, kenyal,
permukaan rata, tepi
tajam, batas tegas, tidak
nyeri
Lien: Schuffner I
Massa: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat (+),
edema (+/+)
pretibial dorso
pedis, CRT < 2
detik
A:
Gum bleeding ec
Trombositopenia
AML minggu ke 6 Fase
Induksi
Down Syndrome
Gizi Kurang
P: Diagnostik
28
Cek DL Post Transfusi
Terapi
Rencana BMA, MIT IT
bila syarat memenuhi
Hidrasi
Transfusi
Tatalaksana gizi kurang
Monitor
Tanda vital, perdarahan ,
efek samping transfusi
24/3/2018 S: Gusi berdarah (+) mulai Terapi:
06.00 berkurang setelah di tampon Kebutuhan Cairan 900 ml/hari,
Hemato- dengan adrenalin tapi masih mampu minum ± 400 ml/ hari
onkologi merembes sedikit-sedikit,
demam (-) bebas demam 4 Hidrasi dengan D5 NS 9
hari, mual dan muntah (-), tetes makro per menit 500 ml/
BAB dan BAK dikatakan hari
normal.
Transfusi TC 3 kantong +
premedikasi diphenhidramin
O: Status Present
9mg dan dexamethasone 9mg
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
(E4M4V5)
Nadi : 100x/menit, reguler, isi
cukup
Laju napas : 24 x/menit dengan
udara ruangan
Suhu aksila : 36,8 C
Status Generalis
Mata : konjungtiva pucat (-/-),
ikterus (-/-), refleks pupil
(+/+) isokor, cowong (-)
Mulut : gusi berdarah (+)
Leher : pembesaran kelenjar
getah bening (-)
THT : kesan tenang
Thorak: simetris, retraksi
subcostae (+)
Jantung: S1S2 normal
reguler, murmur
(-)
Paru: vesikuler (+/+), rales
(-/-), wheezing (-/-)
29
Abdomen: distensi (-), soufle,
bising usus (+)
Hepar: teraba 3 cm bawah
arcus costa dan 3 cm
bawah procesus
xypoideus, kenyal,
permukaan rata, tepi
tajam, batas tegas, tidak
nyeri
Lien: Schuffner I
Massa: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat (+),
edema (+/+)
pretibial dorso
pedis, CRT < 2
detik
A:
Gum bleeding ec
Trombositopenia
AML minggu ke 6 Fase
Induksi
Down Syndrome
Gizi Kurang
P: Diagnostik
Cek DL Post Transfusi
Terapi
Rencana BMA, MIT IT
bila syarat memenuhi
Hidrasi
Transfusi
Tatalaksana gizi kurang
Monitor
Tanda vital, perdarahan ,
efek samping transfusi
25/3/2018 S: demam 1 kali pada pukul Terapi:
Hemato- 00.00 semalam suhu terukur Kebutuhan Cairan 900 ml/hari,
Onkologi 38,3oC, muak muntah tidak mampu minum ± 400 ml/ hari
ada, makan minum baik,
gusi berdarah sedikit, Hidrasi dengan D5 NS 9
sekarang sudah berhenti.
30
O: Status Present tetes makro per menit 500 ml/
Keadaan umum : sakit sedang hari
Kesadaran : Compos Mentis Transfusi TC 3 kantong
(E4M4V5) Rencana BMA 26/3/2018,
Nadi : 100x/menit, reguler, isi konsul TS Anestesi dan PK
cukup
Laju napas : 24 x/menit dengan
udara ruangan
Suhu aksila : 36,8 C
Status Generalis
Mata : konjungtiva pucat (-/-),
ikterus (-/-), refleks pupil
(+/+) isokor, cowong (-)
Mulut : gusi berdarah (+)
Leher : pembesaran kelenjar
getah bening (-)
THT : kesan tenang
Thorak: simetris, retraksi
subcostae (+)
Jantung: S1S2 normal
reguler, murmur
(-)
Paru: vesikuler (+/+), rales
(-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: distensi (-), soufle,
bising usus (+)
Hepar: teraba 3 cm bawah
arcus costa dan 3 cm
bawah procesus
xypoideus, kenyal,
permukaan rata, tepi
tajam, batas tegas, tidak
nyeri
Lien: Schuffner I
Massa: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat (+),
edema (+/+)
pretibial dorso
pedis, CRT < 2
detik
A:
Gum bleeding ec
Trombositopenia
31
AML minggu ke 6 Fase
Induksi
Down Syndrome
Gizi Kurang
P: Diagnostik
8. Cek DL post transfusi
Terapi
9. Rencana BMA 26/3/18
10. Transfusi TC
Monitoring
Tanda vital
Keluhan
Reaksi transfusi
Status Generalis
Mata : konjungtiva pucat (-/-),
ikterus (-/-), refleks pupil
(+/+) isokor, cowong (-)
Mulut : gusi berdarah (+)
Leher : pembesaran kelenjar
getah bening (-)
THT : kesan tenang
Thorak: simetris, retraksi
subcostae (+)
Jantung: S1S2 normal
reguler, murmur
32
(-)
Paru: vesikuler (+/+), rales
(-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: distensi (-), soufle,
bising usus (+)
Hepar: teraba 3 cm bawah
arcus costa dan 3 cm
bawah procesus
xypoideus, kenyal,
permukaan rata, tepi
tajam, batas tegas, tidak
nyeri
Lien: Schuffner I
Massa: tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat (+),
edema (+/+)
pretibial dorso
pedis, CRT < 2
detik
A:
Anemia sedang
normokromik normositer
Gum bleeding ec
Trombositopenia
(membaik)
AML minggu ke 6 Fase
Induksi
Down Syndrome
Gizi Kurang
P: Diagnostik
Cek DL Post Transfusi
Terapi
Transfusi
Tatalaksana gizi kurang
Monitor
Tanda vital, perdarahan ,
efek samping transfusi
33
BAB IV
PEMBAHASAN
34
1.1. Penegakkan Diagnosis
1.1.1. Leukemia Mieloid Akut
Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor
dari sel myeloid. Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas
yang menyebabkan proses diferensiasisel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel
muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast disumsum tulang.
Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom
kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai
dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia dan trombositopenia). Adanya
anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat
sesak nafas, hepatosplenomegali cukup sering ditemukan, limfadenopati
mungkin ada. Hipertrofi gingiva atau pembengkakan kelenjar parotis jarang
tetapi merupakan temuan yang sugestif. Adanya trombositopenia akan
menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunistis dari
flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia.
Di Negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari
seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa
(85%) dari pada anak (15%). Gejala klinis yang sering muncul pada leukemia
diantaranya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan di atas. Perdarahan
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di
ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Selain
dengan gejala klinis, untuk penegakan diagnosis dari LMA juga dilakukan
pemeriksaan hapusan darah tepi dan pemeriksaan sumsum tulang.
Pada kasus, anak laki-laki usia 2 tahun 11 bulan, pada riwayat penyakit
dahulu pasien dikatakan sering demam dan sering merasa lelah, pasien juga
dikatakan mudah sakit sejak usia 6 bulan . pasien juga dikatakan sering mual
dan susah untuk makan. Pada pemeriksaaan fisik ditemukan adanya gusi
berdarah, hepatomegali, dan splenomegali. Jika dilihat dari gejala klinis, pasien
mengarah pada diagnosis LMA sesuai dengan teori yang disebutkan diatas.
Pasien saat ini datang dengan keluhan gusi berdarah dari pemeriksaan
35
penunjang didapatkan trombosit yang rendah , pasien mengarah pada diagnosis
Gum Bleeding et cause trombositopenia. Dari pemeriksaan Bone Marrow
Aspiration (BMA) ditemukan gambaran anemia, leukopenia, dan
trombositopenia yang merupakan tanda kegagalan sumsum tulang.
Pemeriksaan darah lengkap juga menunjukkan hasil leukositosis, anemia,
trombositopenia, dan eritrositopenia yang dapat terjadi pada kasus LMA. Dari
status antopometri didapatkan hasil perhitungan waterlow 89% atau gizi
kurang. Pada pasien memiliki wajah mongoloid dan single palmar crease
disertai adanya penurunan kemampuan dalam bersosialisasi sehingga
mengarah pada diagnosis sindroma down. Berdasarkan teori di atas, angka
kejadian LMA meningkat pada penderita sindroma down.
1.2. Penatalaksanaan
Pemberian terapi pada pasien ini berupa:
Kebutuhan Cairan 900 ml/hari, mampu minum ± 400 ml/ hari
Hidrasi dengan D5 NS 9 tetes makro per menit 500 ml/ hari
BMA
Transfusi PRC target Hb 8-10, 1x100ml
Transfusi TC 3 kantong dengan pre medikasi dipenhidramin 10 mg IV,
dexamethasone 5 mg IV
Sekitar 30-40% pasien mengalami remisi komplit dengan terapi sitarabin dan
sebagai kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60% pasien. Bila
terdapat residual disease pada hari ke-28 perlu dipertimbangkan adanya gagal
terapi primer dan perlu dimulai terapi alternatif dengan regimen lain.
36
BAB V
KESIMPULAN
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33%
75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 (empat) tahun.
37
dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai usia 10 tahun, meningkat sedikit
Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
cepat dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Tidak selalu
sedang15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35%
yang signifikan di darah tepi akanditemukan pada 85% kasus LMA. Oleh karena
itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenissel-sel leukosit di darah tepi
Dengan terapi agresif, 40-50% penderita yang mencapai remisi akan hidup lama
subtipe morfologi atau genetik LMA mempunyai prognosis yang semakin baik
LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Leukemia
jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di
bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, ada
juga yang mengatakan sekitar 4 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan
38
dalam sumsum tulang.Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di
rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada
respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang. Sebelum adanya pengobatan untuk
DAFTAR PUSTAKA
39
4. Bagemann, Rastetter J. Atlas of Acute Leukemia. In Clinical
6. Miller DR. Baehner RL, Mc Millan CW, Miller LP. Blood Disease of
Infancy and Childhood. 5th ed. St. Louis : Mosby Co., 1997 : 619.
7. Nathan DB, Oski FA. Hematology of Infancy and Childhood 2nd ed.
40
41