Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alam yang indah dan lestari merupakan jaminan bagi kelangsungan
hidup manusia dan segala lapisan kehidupan yang ada didalamnya. Untuk
menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan agar
tetap memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan
menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan
hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap dalam memandang
dan memperlakukan alam sebagai hal, bukan sebagai sumber kekayaan yang
siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.
Disamping itu, dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah
lepas dari hal-hal yang berhubungan dengan tempat dimana ia tinggal dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi manusia, kebutuhan akan tempat tinggal
merupakan kebutuhan dasar disamping kebutuhan pangan dan sandang. Oleh
karena itu dibutuhkan pengembangan dalam permukiman. Pengembangan
permukiman merupakan pekerjaan rumah bersama, yang tentunya
membutuhkan kesatuan kinerja dari semua pihak sehingga dapat saling
mendukung.
Namun, dalam prosesnya, pengembangan permukiman ini tentu dapat
membuat kehidupan lingkungan menjadi terganggu. Oleh karena itu, makalah
ini akan membahas bagaimana sikap manusia yang seharusnya dalam
memperlakukan alam, seiring dengan pengembangan permukiman.

B. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Etika Lingkungan Hidup
2. Mengetahui Pengembangan Permukiman

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Lingkungan Hidup


Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh
bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memilki
pandangan tertentu terhadap alam, dimana pandangan itu telah menjadi
landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Pandangan
tersebut dibagi dalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai Shallow
Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep
Environmental Ethics. Ketiga teori ini dikenal juga sebagai
Antroposentrisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme.1
Antroposentrisme
Dinamakan berdasar kata antropos = manusia, adalah suatu
pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam
semesta. Karena pusat pemikiran adalah manusia, maka kebijakan terhadap
alam harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia. Alam
dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan
manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya
sendiri. Alam dipandang dan diperlakukan hanya sebagai alat bagi
pencapaian tujuan manusia.
Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam,
pandangan ini juga peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan
hidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki
kewajiban memeliharan dan melestarikan alam lingkungannya. Kalaupun
manusia bersifat peduli terhadap alam, hal itu dilakukan semata-mata demi
menjamin kebutuhan dan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas
pertimbangan bahwa alam mempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori ini
jelas bersifat egoistis, karena hanya mengutamakan kepentingan manusia.
1
Endy Marlina, dkk. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. (Yogyakarta: ANDI.
2005)h.66

2
Itulah sebabnya teori ini dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang
dangkal dan sempit (Shallow Environmental Ethics).
1. Biosentrisme
Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang
mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia.
Dengan demikian, biosentrisme menolak teori antroposentrisme yang
menyatakan bahwa hanya manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya
sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan
hanya manusia saja.
Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat
perhatian. Maka, kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai,
sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Biosentrisme melihat alam
dan seluruh isinya memilki harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam
memiliki nilai justru karena ada kehidupan yang terkandung didalamnya.
Manusia hanya dilihat sebagai salah satu bagian saja dari seluruh
kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukanlah merupakan pusat dari
seluruh alam semesta. Maka secara biologis, manusia tidak ada bedanya
dengan makhluk hidup lainnya.
2. Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis,
baik makhluk hidup maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama
lain. Air disungai, yang termasuk abiotik, sangat menentukan bagi
kehidupan yang ada didalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk
makhluk hidup, namun sangat menentukan bagi kelangsungan seluruh
makhluk hidup. Jadi, ekosentrisme selain sejalan dengan biosentrisme
(dimana kedua-duanya sama-sama menentang teori antroposentrisme) juga
mencakup komunitas yang lebih luas, yakni komunitas ekologis
seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep
ecology menganut prinsip biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan
bahwa seluruh organisme dan makhluk hidup adalah anggota yang sama

3
statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait. Sehingga mempunyai suatu
martabat yang sama. Ini menyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk
hidup dan berkembang untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-
hayati) adalah sebuah hak universal yang tidak bisa diabaikan.

B. Pengembangan Permukiman
Menurut UU No. 4 Tahun 1992, permukiman mengandung pengertian
sebagai bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
Apabila dikaji dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan
kata human settelments yang mengandung pengertian suatu proses bermukim.
Dengan demikian terlihat jelas bahwa kata permukiman mengandung unsur
dimensi waktu dalam prosesnya. Melalui kajian tersebut terlihat bahwa
pengertian permukiman dan pemukiman berbeda. Kata pemukiman
mempunyai makna yang lebih menunjuk kepada objek, yang dalam hal ini
hanya merupakan unit tempat tinggal (hunian), contohnya seperti: rumah
susun, apartemen, dan perumahan.
Sebelum membahas mengenai pengembangan permukiman, ada baiknya
kita mengetahui tingkatan kebutuhan manusia terhadap hunian yang
dikategorikan sebagai berikut (Maslow, 1970):
1. Survival Needs
Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk
menunjang keselamatan hidup manusia.
2. Safety and Security Needs
Kebutuhan terhadap keselmatan dan keamanan yang ada pada tingkat
berikutnya ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan
anggota badan, serta hak milik.
3. Affilitation Needs

4
Pada tingkatan ini, hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagai
anggota dalam golongan tertentu. Hunian disini berperan sebagai identitas
seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat.
4. Esteem Needs
Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia butuh
dihargai dan diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini, hunian merupakan
sarana untuk mendpatkan pengakuan atas jati dirinya dri masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.
5. Cognitive and Aesthetic Needs
Pada tingkatan ini, produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan
tetapi juga dapat memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara
visual) pada lingkungan sekitarnya.
Dilihat dari tingkatan tersebut, tuntutan masyarakat kota terhadap hunian
berada pada tingkatan 3, 4 , dan 5. Berbeda dengan tuntutan masyarakat desa
terhadap hunian yang masih berada pada tingkatan 1, 2, dan 3. Oleh karena itu,
dilakukan program untuk memenuhi kebutuhan hunian dengan dilakukannya
pengembangan dalam permukiman.
Pada dasarnya, pengembangan pemukiman berupa strategi
pembangunan baik di kota maupun di desa. Berikut program-program
pembangunan tersebut:

C. Program Pengembangan Permukiman Kota


1. Program Pengadaan Perumahan Baru
Pembangunan perumahan baru harus dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :2
a. Penyediaan infrastruktur, seperti jaringan jalan, saluran sanitasi dan
drainase, jaringan air bersih, dan jaringan listrik.
b. Penyediaan fasilitas pendukung, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan,
sosial masyarakat, serta fasilitas umum lainnya.
2
Otto, Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.( Jakarta:
Djambatan. 1985),h.33

5
c. Ketersediaan ruang terbuka sebagai fasilitas pendukung bagi kegiatan
penghuninya, serta sebagai strategi mempertahankan ketersediaan air
bersih dalam jangka panjang.
Program pembangunan perumahan baru dapat dilaksanakan baik oleh
pemerintah (PERUMNAS) maupun pihak swasta.
2. Program Perbaikan Kampung
Berdasarkan strukturnya, kampung merupakan salah satu elemen
pembentuk kota. Secara fisik, kondisi kampung dikota-kota besar saat ini
pada umumnya sangat buruk. Hal ini terutama dipicu karena masalah
kepadatan. Tingginya angka kepadatan penduduk dikampung-kampung
diperkotaan membawa berbagai dampak negatif bagi kondisi kampung
tersebut, yaitu:
a. Kehidupan sosial yang tidak teratur
b. Tingkat ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial sangat rendah
c. Kurangnya infrastruktur
d. Tata guna lahan yang tidak teratur
e. Kondisi rumah yang kurang sehat
3. Program Peremajaan Kota
Pada program ini, dilakukan pengaturan kembali struktur kota yang
tidak sesuai. Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki, meningkatkan
potensi yang telah ada dan untuk menumbuhkan potensi yang baru,
khususnya yang terkait dengan aspek ekonomi.
Sasaran kegiatan ini adalah peremajaan sarana prasarana yang bersifat
strategis yang biasanya berupa:
a. Sarana dan prasarana dengan kualitas yang sangat rendah
b. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan suatu wilayah
c. Sarana dan prasarana dikawasan yang sering mengalami bencana
4. Program Rumah Sewa
Program ini merupakan solusi terbaik untuk mengatasi masalah hunian
pada suatu wilayah perkotaan yang tingkat kepadatannya sudah sangat
tinggi serta sulit untuk mendapatkan lahan yang kosong karena terbatasnya

6
wilayah perkotaan tersebut. Rumah sewa disini, dapat berupa apartemen,
ruman susun, maupun kontrakan.
Program Pengembangan Permukiman Desa
1. Program Perbaikan Desa
Program ini merupakan Program Perbaikan Lingkungan Desa Terpadu
(P2LDT). Tujuan P2LDT adalah menciptakan kondisi masyarakat desa yang
memiliki kesadaran, kemampuan, dan keterampilan untuk memperbaiki
rumah dan lingkungan desanya.
2. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Kecil
Adapun sasaran program pengembangan pusat pertumbuhan kecil ini
adalah sebagai berikut:
a. Memberikan infrastruktur desa dengan cara yang paling efisien untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi desa
b. Menciptakan keterkaitan secara efektif antara ekonomi desa dan kota
c. Mempergunakan sumber daya manusia dan alan yang tersedia didaerah
secara maksimal
d. Memberikan kualitas pelayanan ekonomi dan sosial yang tinggi untuk
masyarakat desa

D. Pembangunan Berwawasan Lingkungan Dalam Pengembangan


Permukiman
Untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan lingkungan
permukiman yang berkesinambungan, maka diperlukan adanya perhatian dan
penanganan khusus bagi pengembangan lingkungan tersebut. Hal ini juga
tersirat dalam hasil konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm
pada tahun 1972. Pada kesempatan itu disepakati bahwa tanggal 5 Juni
merupakan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia. Selain itu, masalah yang
berkaitan dengan lingkungan hidup juga dijadikan topic utama didalam KTT
Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro (Brazilia). Berbekal kajian dari hasil
referensi tersebut, maka bisa disebutkan bahwa pengembangan permukiman

7
merupakan satu pasang dengan pembinaan lingkungan untuk mengatasi
masalah lingkungan.
Aktifitas pembangunan, dalam proses pengembangan permukiman, secara
umum dapat menimbulkan dampak pada lingkungan. Dampak ini bisa positif
ataupun negative. Dampak positif akan menguntungkan pembangunan,
sementara dampak negative, menimbulkan resiko bagi lingkungan. Oleh
karena itu dibutuhkanlah pembangunan yang berwawasan pada lingkungan.
Kunci pembangunan berwawasan lingkungan adalah AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL mempunyai maksud
sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan
lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas
pembangunan yang sedang direncanakan. Di Indonesia, AMDAL tertera
dalam Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
nomor 27 tahun 1999. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa setiap rencana
usaha dan/atau kegiatan (pembangunan) yang memungkinkan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan sekaligus sebagai syarat yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Dengan dasar tersebut yang akan bertanggung jawab penuh terhadap
kerusakan yang mungkin terjadi akibat suatu proses pembangunan adalah
pemilik atau pemrakarsa proyek pembangunan yang bersangkutan dengan
sepenuhnya membiayai dan menyelenggarakan AMDAL.Pentingnya
melibatkan peran serta masyarakat yang berdasarkan pula pada unsur-unsur
nilai lingkungan sosio-budayanya sudah disyarakatkan pula dalam Bab VI
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. Menurut peraturan ini, rencana usaha atau kegiatan wajib
AMDAL harus diumumkan kepada masyarakat sebelum pemrakarsa
menyusun AMDAL, dan warga masyarakat yang berkepentingan berhak
mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan tentang rencana usaha atau

8
kegiatan tersebut. Pada tahun 2000 Pemerintah RI pernah mengeluarkan Surat
Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan
Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL yang
mengatur proses keterlibatan masyarakat secara lebih rinci. Masyarakat
berhak tahu tentang perubahan lingkungannya, karena masyarakat terdiri dari
berbagai orang yang memiliki beragam informasi, data, dan pengetahuan.
Masyarakat harus sadar bahwa mereka memiliki pengetahuan yang jauh lebih
baik tentang wilayahnya daripada sekumpulan tenaga ahli yang akan
menggarap wilayahnya.
Dalam hal ini, yang dapat dilakukan dalam proses pengembangan
permukiman antara lain sebagai berikut :
1. Penggunaan teknologi bersih yang berwawasan lingkungan dengan
segala perencanaan yang baik dan layak. Jadi disini, baik alat maupun
bahan yang dipergunakan untuk mengembangkan permukiman haruslah
yang ramah lingkungan.
2. Pemanfaatan lahan, bahan ataupun energy yang digunakan untuk
pengembangan permukiman haruslah sehemat mungkin.
3. Diperlukan adanya pengawasan dan pemantauan terhadap jalannya
pembangunan, sehingga sesuai dengan rencana dan tujuannya.
4. Penerapan etika-etika lingkungan dalam pengembangan permukiman.
5. Diperlukan adanya kesadaran instansi yang mengelola proyek-proyek
untuk tetap memenuhi kewajibannya melaksanakan AMDAL
6. Peran serta masyarakat dalam mensukseskan pengembangan
permukiman yang berwawasan lingkungan.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kehidupan ini manusia sepatutnya menjaga lingkungan agar tetap
lestari guna tetap memilki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik
dan menyenangkan. Oleh karena itu dibuat prinsip etika-etika yang harus
diperbuat manusia dalam memperlakukan makhluk hidup. Prinsip-prinsip itu
antara lain : bersikap hormat terhadap alam, prinsip tanggung jawab, prinsip
solidaritas, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, prinsip no
harm, serta prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.
Disamping itu, dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah
lepas dari hal-hal yang berhubungan dengan tempat dimana ia tinggal dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi manusia, kebutuhan akan tempat tinggal
merupakan kebutuhan dasar disamping kebutuhan pangan dan sandang. Oleh
karena itu dibutuhkan pengembangan dalam permukiman. Dalam proses
pengembangan permukiman tersebut dibutuhkan adanya pembangunan yang
berwawasan lingkungan disamping menjadikan prinsip-prinsip dalam etika
lingkungan hidup sebagai pedoman.

B. Saran
Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang
diharapkan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang
baik dan menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk menjamin
kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap dalam
memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber
kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.

10
DAFTAR PUTAKA

Budiharjo, Eko. 1992. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: Alumni.


Marlina, Endy dkk. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan.
Yogyakarta: ANDI.
Soemarwoto, Otto. 1985. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
.

11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................


DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..................................................................................
B. Rumusan Masalah ............................................................................
C. Tujuan Masalah ................................................................................
BAB II PEMBAHASA
A. Etika Lingkungan Hidup ...............................................................
B. Pengembangan Permukiman .........................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................
B. Saran .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii 12
13

Вам также может понравиться