Вы находитесь на странице: 1из 10

KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM ORGANISASI

BAB 10 KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM ORGANISASI


Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak
boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau
kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan
dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi
pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan
Surbakti,1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja,
kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.
Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan
tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak
langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya
berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagau subjek
sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan)
tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari kekuasaan).
Legitimasi Kekuasaan
Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda: "kekuasaan" didefinisikan sebagai
"kemampuan untuk memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bila tidak
dilakukan", akan tetapi "kewenangan" ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan
hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi memiliki kekuatan untuk
menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa sebuah peradilan sedangkan orang-orang
yang beradab percaya pada aturan hukum dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa
hanya dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum yang dapat memiliki
kewenangan untuk memerintahkan sebuah hukuman mati.
Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan subjek penelitian
dalam berbagai empiris pengaturan, keluarga (kewenangan orangtua), kelompok-kelompok kecil
(kewenangan kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti sekolah, tentara, industri dan
birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan masyarakat luas atau organisasi inklusif,
mulai dari masyarakat yang paling primitif sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau
organisasi (kewenangan politik).
Jenis-Jenis Kekuasaan Berdasarkan Sumbernya
Sumber kekuasaan biasanya dibagi menjadi dua kelompok besar (Robbins dan Judge,
2007), yaitu:
1. Sumber kekuasaan antar individu (interpersonal sources of power).
a) Kekuasaan Formal (Formal Power) adalah kekuasaan yang didasarkan pada posisi individual
dalam suatu organisasi. Kekuasaan ini dapat berasal dari:
- Kemampuan untuk memaksa (coercive power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki kemampuan untuk memberikan
hukuman (akibat negatif) atau meniadakan kejadian yang positif terhadap orang lain. Pada suatu
organisasi, biasanya seseorang tunduk pada atasannya karena takut dipecat, atau diturunkan dari
jabatannya.
- Kemampuan untuk memberi imbalan (reward power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki kemampuan untuk
mengendalikan sumber-daya yang dapat mempengaruhi orang lain, misalnya:
ia dapat menaikkan jabatan, memberikan bonus, menaikkan gaji, atau hal-hal
positif lainnya.
- Kekuatan formal (legitimate power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki posisi sebagai pejabat pada struktur
organisasi formal. Orang ini memiliki kekuasaan resmi untuk mengendalikan dan menggunakan
sumber-daya yang ada dalam organisasi.
b) Kekuasaan Personal (Personal Power) adalah kekuasaan yang berasal dari karakteristik unik
yang dimiliki seorang individu. Kekuasaan ini dapat berasal dari:
- Kekuasaan karena dianggap ahli (Expert Power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki keahlian, ketrampilan atau
pengetahuan khusus dalam bidangnya.
- Kekuasaan karena dijadikan contoh (Referent Power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki sumber-daya, kepribadian yang
menarik, atau karisma tertentu.
Sifat Kekuasaan
Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar, atau dalam bahasa
Inggrisnya adalah Power tends to corrupct. Kekuasaan dapat dikatakan melekat pada jabatan
ataupun pada diri orang tersebut, penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Position Power, kekuasaan yang melekat pada posisi seseorang dalam sebuah organisasi.
2. Personal Power, kekuasaan yang berada pada pribadi orang tersebut sebagai hubungan sosialnya.
French& Raven mengatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan:
1. Kekuasaan memberi penghargaan.
2. Kekuasaan yang memaksa
3. Kekuasaan yang sah.
4. Kekuasaan memberi referensi.
5. Kekuasaan ahli Sumber kekuasaan bila dikaitkan dg kegunaan, maka sbb:
Militer& Angkatan bersenjata utk mengendalikan tanah, buruh, kekayaan Alam untuk
mengendalikan kekerasan dan kriminal.
Definisi Kekuasaan Dalam Organisasi
Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kemampuan individu untuk
mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan pada
penolakan mereka.” Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting dalam penggunaan
kekuasaan secara sistematik dengan menakankan bahwa kapasitas personal-lah yang membuat
pengguna kekuasaan bisa melakukan persaingan dengan orang lain.
Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik.
Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu
pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan,
menurut Fairholm adalah:
1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak;
2. Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai tujuan;
3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi
kemunculannya;
4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor kebergantungan-
ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan.
5. Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki;
6. Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita miliki;
7. Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu hubungan tertentu,
bukan seluruh hubungan; dan
8. Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka bisa
menggunakan kekuasaan-nya.
Esensi kekuasaan adalah kendali atas perilaku orang lain. Kekuasaan adalah kekuatan yang
kita gunakan agar sesuatu hal terjadi dengan cara disengaja, di mana influence (pengaruh) adalah
apa yang kita gunakan saat kita menggunakan kekuasaan. Seorang manajer membiakkan
kekuasaan dari aneka sumber, baik dari organisasi yang disebut sebagai “power position”
ataupun dari personalitasnya sendiri yang disebut “personal power.”
Sumber Kekuasaan
Dari manakah sumber-sumber kekuasaan? Para penulis berbeda pendapat – kendati punya
banyak kesamaan satu sama lain – seputar sumber kekuasaan di dalam organisasi. Ada baiknya
kita tinjau pendapat Gareth Morgan tentang sumber kekuasaan dalam organisasi, yang
menurutnya berasal dari:
1. Otoritas formal;
2. Kendali sumber daya langka;
3. Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi;
4. Kendali proses pembuatan keputusan;
5. Kendali pengetahuan dan informasi’
6. Kendali batasan (boundary) organisasi;
7. Kendali teknologi;
8. Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi informal”;
9. Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi);
10. Gender dan manajemen hubungan berbasis gender;
11. Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan; dan
12. Kekuasaan yang telah seorang miliki.
Kekuasaan Bersifat Positif
Definisinya sendiri adalah Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat memengaruhi dan mengubah pemikiran orang
lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan
dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun mental.
Kekuasaan Bersifat Negatif
Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta apatis
dalam memengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh
pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental. Biasanya
pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki kecerdasan intelektual dan
emosional yang baik,mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa
melakukan pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri
kadang-kadang tidak dapat menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada orang
atau kelompok yang berada di bawah kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi. dan
biasanya kekuasaan dengan karakter negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau
golongan di atas kekuasannya itu. karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun
selain kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif
tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan
sepenuhnya oleh rakyatnya.
Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan menuju
kekuasaan selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui jalur partai politik. Partai
partai politik berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu. Partai politik selanjutnya
mengirimkan calon anggota untuk mewakili partainya dalam lembaga legislatif. Dalam
pemilihan umum legislatif secara langsung seperti yang terjadi di Indonesia dalam Pemilu 2004
maka calon anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat.
POLITIK
Definisi Politik dan Politik Organisasi
Politik tidak sama dengan kekuasaan dan pengaruh (influence). Ketiganya adalah konsep
berbeda dan berdiri sendiri. Power atau kekuasaan mengekspresikan kapasitas individu untuk
secara sengaja menimbulkan dampak pada orang lain. Pengaruh (influence) adalah kemampuan
membuat orang menuruti kehendak pemberi pengaruh. Politik mendasarkan diri pada kekuasaan
(kekuasaan), dan kekuasaan ini tidak terdistribusi secara merata di dalam organisasi.
Sebab itu, siapa pun yang menggenggam kekuasaan di dalam organisasi akan
menggunakannya guna mempengaruhi (to influence) orang lain. Dengan kata lain, kekuasaan
adalah sumber daya sosial yang ditujukan demi melancarkan pengaruh, yaitu proses sosial, dan
keduanya merupakan unsur politik.
Politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan dimana individu atau kelompok terlibat
sedemikian rupa guna memperoleh dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai
kepentingannya sendiri. Kendati politik punya kans merusak, politik sesungguhnya tidaklah
buruk. Faktanya, kendatipun para manajer dan pekerja kerap menolak bahwa politik
mempengaruhi kegiatan organisasi, sebuah riset mengindikasikan bahwa politik kantor muncul
dan ia punya dampak terukur dalam perilaku organisasi.
Definisi politik diajukan oleh Richard L. Daft, yang menurutnya adalah “..penggunaan
kekuasaan guna mempengaruhi keputusan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan."
Penggunaan kekuasaan dan pengaruh membawa pada 2 cara mendefinisikan politik. Pertama,
selaku perilaku melayani diri sendiri. Kedua, sebagai proses pembuatan keputusan organisasi
yang sifatnya alamiah.
Dalam definisi kedua, politik dilihat sebagai proses organisasi yang alamiah demi
menyelesaikan perbedaan di antara kelompok kepentingan di dalam organisasi. Politik adalah
proses tawar-menawar dan negosiasi yang digunakan untuk mengatasi konflik dan perbedaan
pendapat. Dalam cara pandang ini, politik sama dengan pembangunan koalisi dalam proses-
proses pembuatan keputusan. Politik bersifat netral dan tidak perlu membahayakan organisasi.
Politik adalah penggunaan power (kekuasaan) agar sesuatu tercapai. Ketidakmenentuan dan
konflik adalah alamiah dan tidak terelakkan. Politik adalah mekanisme guna mencapai
persetujuan. Politik melibatkan diskusi-diskusi informal yang memungkinkan orang mencapai
kesepakatan dan membuat keputusan yang mungkin bisa menyelesaikan masalah ataupun tidak.
Organisasi Politik
Organisasi politik adalah organisasi atau kelompok yang bergerak atau berkepentingan atau
terlibat dalam proses politik dan dalam ilmu kenegaraan, secara aktif berperan dalam
menentukan nasib bangsa tersebut. Organisasi politik dapat mencakup berbagai jenis organisasi
seperti kelompok advokasi yang melobi perubahan kepada politisi, lembaga think tank yang
mengajukan alternatif kebijakan, partai politik yang mengajukan kandidat pada pemilihan umum,
dan kelompok teroris yang menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan politiknya. Dalam
pengertian yang lebih luas, suatu organisasi politik dapat pula dianggap sebagai suatu sistem
politik jika memiliki sistem pemerintahan yang lengkap. Organisasi politik merupakan bagian
dari suatu kesatuan yang berkepentingan dalam pembentukan tatanan sosial pada suatu wilayah
tertentu oleh pemerintahan yang sah. Organisasi ini juga dapat menciptakan suatu bentuk
struktur untuk diikuti.
Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam organisasi dalam
perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah perkembangan paling mutakhir dalam
studi-studi organisasi dan manajemen. Tokoh-tokoh seperti James March dan Jeffrey Pfeiffer
bertanggung jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di dalam organisasi.
Tulisan ini akan membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam organisasi, bukan kekuasaan
dan politik pada struktur kenegaraan yang biasa kita sebut “politik” sehari-hari. Mungkin saja
akan banyak konsep yang serupa karena pinjam-meminjam konsep antarbidang ilmu adalah
umum.
Politik Dalam Organisasi
Hingga saat ini, kita telah menjelajahi konsep kekuasaan (power) dalam organisasi. Tibalah
kini saatnya kita mengeksplorasi aspek politik di dalam organisasi. Politik dalam organisasi
adalah sesuatu yang sulit dihindarkan tatkala organisasi terdiri atas 2 orang atau lebih. Terdapat
banyak kepentingan di dalam organisasi, langkanya sumber daya, dan tarik-menarik gagasan.
Seluruhnya membuat politik dalam organisasi menjadi konsekuensi logis aktivitas organisasi.
Bagi Robert Morgan, organisasi serupa dengan sistem politik. Politik di dalam organisasi
(organizational politics) dengan memfokuskan perhatian pada tiga konsep yaitu interest
(kepentingan), konflik, dan kekuasaan (power). Interest (kepentingan) adalah kecenderungan
meraih sasaran, nilai, kehendak, harapan, dan kecenderungan lainnya.
Politik keorganisasian muncul tatkala orang berpikir secara berbeda dan bertindak
berbeda.Perbedaan ini menciptakan ketegangan (tension) yang harus diselesaikan lewat cara-cara
politik. Cara-cara politik tersebut adalah:
1. Autocratically (secara otokratik) – > “kita lakukan dengan cara ini.”
2. Bureaucratically (secara birokratis) – > “kita disarankan melakukan cara ini.”
3. Technocratically (secara teknokratis) – > “yang terbaik dengan cara ini.”
4. Democratically (secara demokratis) – > “bagaimana kita melakukannya.”
Perbedaan Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya. Leadership is the activity of influencing exercised to strives willingly
for group objective ( George R. Tery: 1977 ). Jadi dengan kata lain kepemimpinan merupakan
sebuah kemampuan yang dimiliki seseorang. Dapat dijabarkan bahwasannya perbedaan antara
Kepemimpinan Formal dan Kepemimpinan Non Formal.
1. Kepemimpinan Formal adalah jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi
proses mempengaruhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Dimana kepemimpinan Formal dalam jabatannya diperoleh suatu usaha tertentu dalam
pencapaiannya.
2. Kepemimpinan Non Formal adalah jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya
meliputi proses mempengaruhi orang lain dalam menentukan tujuan tertentu, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya. Dimana Kepemimpinan Non Formal dalam jabatannya diperoleh tanpa suatu usaha
tertentu dalam pencapaiannya.
Pemimpin Formal
Walgito ( 2003 : 93 ) mengungkapkan bahwa, dalam kepemimpinan ada pemimpin dan
kelompok yang dipimpin. Pada umumnya kelompok dapat dibedakan antara kelompok primer
dan kelompok sekunder. Disamping kelompok formal dan kelompok informal, kelompok formal
akan dipimpin oleh pemimpin formal yang mempunyai interaksi dalam kelompok sekunder,
yaitu lebih bersifat formal, lebih didasarkan atas pertimbangan rasio daripada pertimbangan
perasaan, karenanya lebih bersifat objektif.
Pemimpin formal pada umumnya berstatus resmi dan didukung oleh peraturan-peraturan
yang tertulis serta keberadaanyya melalui proses pemilihan dan pengangkatan secara resmi.
Pemimpin formal adalah orang yang menjadi pemimpin karena legalitasnya.
Anonim (2006), pemimpin formal adalah pemimpin yang secara resmi diberi wewenang/
kekuasaan untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu, dan dia mempertanggungjawabkan
kekuasaan/wewenangnya tersebut pada atasannya. Pemimpin formal pada umumnya berada pada
lembaga formal juga, dan keputusan pengangkatannya sebagai pemimpin berdasarkan surat
keputusan yang formal. Seorang pemimpin formal bisa saja hanyalah seorang kepala yang
memiliki wewenang sah berdasarkan ketentuan formal untuk mengelola anggotanya, atau jika
dalam organisasi memiliki wewenang untuk membawahi dan memberi perintah pada bawahan-
bawahannya.
Seorang kepala adalah juga seorang pemimpin apabila dia diterima secara ikhlas oleh para
anggotanya dan dia mampu mempengaruhi para anggota sehingga mereka dengan pengertian,
kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti dan mentaati pemimpin tersebut. Seorang
pemimpin formal biasanya dinilai oleh bawahannya/masyarakatnya berdasarkan hasil-hasil yang
dicapainya (prestasi). Dengan demikian pengakuan bagi seorang pemimpin formal oleh
bawahannya/ masyarakatnya disamping ditentukan oleh jiwa kepemimpinan (leadership) juga
oleh prestasi yang mana hal ini berkaitan dengan pengetahuannya tentang kebutuhan masyarakat
dimana-dia-ditempatkan.
Mardikanto (1991 : 205), pemimpin formal adalah pemimpin yang di samping
memperoleh pengakuan berdasarkan kedudukannya, juga memang memiliki kemampuan pribadi
untuk memimpin (kepemimpinan) yang andal. Selanjutnya Mardikanto (1991 : 206)
menambahkan bahwa, dari segi organisasi seorang pimpin formal lebih efektif mengarah kepada
kepemimpinan organisasi pamrih, yaitu organisasi yang bentuk keterlibatan anggotanya lebih
didasarkan pada pertimbangan kalkulatif (untung-rugi/manfaat-korbanan yang harus dikeluarkan
dan yang akan dapat-diterimanya).
Pemimpin Informal
Darmaputera (2004), pemimpin informal tidak menjadi pemimpin karena faktor legalitas,
tapi terutama karena faktor ”legitimitas”. Artinya, walaupun tak ada kongres atau muktamar
yang menetapkan demikian, tapi rakyat dan umat dengan spontan menerima dan memperlakukan
yang bersangkutan sebagai pemimpin mereka. pemimpin informal itu ditetapkan oleh umat
bukan dengan surat suara, tapi dengan kata hati. (suara batin). Ikatan antar mereka tidak diatur
secara resmi, tapi lahir secara spontan karena ada rasa hormat dan cinta yang tidak dipaksa-
paksa.
Anonim (2006), pemimpin informal adalah pemimpin yang tidak diangkat secara resmi
berdasarkan surat keputusan tertentu. Dia memperoleh kekuasaan / wewenang karena
pengaruhnya terhadap kelompok. Apabila pemimpin formal dapat memperoleh pengaruhnya
melalui prestasi, maka pemimpin informal memperoleh pengaruh berdasarkan ikatan-ikatan
psikologis. Tidak ada ukuran obyektif tentang bagaimana seorang pemimpin informal dijadikan
pemimpin.
Walgito (2003 : 93) menyatakan bahwa, pemimpin informal adalah pemimpin yang
mempunyai batas-batas tertentu dalam kepemimpinanya. Pemimpin informal adalah orang yang
memimpin kelompok informal yang statusnya tidak resmi, pada umumnya tidak didukung oleh
peraturan-pertaturan yang tertulis seperti pada kelompok formal.
Sarwono (2005 : 44 & 46), pemimpin informal dapat dikatakan sebagai ciri kepribadian
yang menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dari pemimpin dan merupakan
bakat/sifat/karismatik yang khas terdapat dalam diri pemimpin yang dapat diwujudkan dalam
perilakukepemimpinan.
Perbedaan Kepemimpinan dengan Kekuasaan
Konsep kepemimpinan dan kekuasaan mempunyai hubungan yang erat. Bahkan seringkali
orang menganggap bahwa kepemimpinan adalah identik dengan kekuasaan. Seorang pemimpin
dapat menggunakan kekuasaannya sebagai alat untuk mencapai tujuannya, namun pada dasarnya
kepemimpinan dan kekuasaan memiliki perbedaan. Perbedaannya terletak pada (Robbins dan
Judge, 2007):
1. Kesesuaian Tujuan
Kekuasaan tidak membutuhkan kesesuaian tujuan, hanya ketergantungan, sedangkan
kepemimpinan membutuhkan kesesuaian tujuan antara pemimpin dengan orang yang
dipimpinnya.
2. Arah Dari Pengaruh
Kepemimpinan berfokus pada pengaruh atasan/pemimpin terhadap bawahannya (downward
influence), dan meminimalkan pentingnya bentuk pengaruh ke samping dan ke atas (lateral and
upward influence). Sedangkan kekuasaan selain berfokus pada pengaruh terhadap bawahan, juga
berfokus pada pengaruh terhadap atasan maupun kepada sesama teman yang berada pada tingkat
yang sama.
3. Cara Implementasinya
Kepemimpinan lebih menekankan pada cara atau gaya kepemimpinan yang perlu dilakukan
untuk mencapai tujuan. Sedangkan kekuasaan, lebih memfokuskan diri pada taktik-taktik untuk
mendapatkan kesepakatan.
4. Pemilik Kekuasaan
Kepemimpinan lebih merupakan kekuasaan yang dimiliki secara individual, sedangkan
kekuasaan, bukan hanya dapat dimiliki oleh individu tertentu, namun juga dapat dimiliki oleh
beberapa atau sekelompok orang.

Вам также может понравиться