Вы находитесь на странице: 1из 9

LI. 1 M.

M PH

1.1 Definisi : PH didefinisikan sebagai negative logaritma konsentrasi molar pOH sebagai
negative logaritma konsentrasi molar ion OH min (mudah dan aktif belajar kimia google
books)
PH= -log [H+] = log pH = 1/[H+]
1.2 pH asam basa :
-Skala pH mempunyai rentang dari 0 sampai 14, pH 7 adalah netral, pH kurang dari 7
adalah asam, pH lebih dari 7 adalah basa (http://chemistry.elmhurst.edu)
- PH H2O murni adalah 7,0 yang dianggap secara kimiawi sebagai larutan netral. Larutan
dengan PH kurang dari 7 mengandung H+ lebih tinggi dari H2O murni dan dianggap
asam. Larutan dengan nilai pH lebih besar dari 7 memiliki konsentrasi H+ yang lebih
rendah dan dianggap basa atau alkali (Fisiologi Manusia Edisi 8 Lauralee Sherwood Hal-
599)

1.3 Keseimbangan As. Kuat, lemah Basa Kuat, lemah :

Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan dalam air dan
menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin. Contoh HCL, HNO3, H2, SO4, HCLO4

Basa kuat adalh senyawa yang terurai secara keseluruhan saat dilarutkan dalam air dan
bereaksi dengan asam. Contoh NaOH, KOH, Ba(OH)

Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air, kurang
bereaksi kuat dengan asam. Contoh H3PO4, H2SO4, HNO2, CH3COOH

Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air. Contoh
NaHCO3, NH4OH

(Sukmariah M, Karmiati A (1990) Kimia Kedokteran edisi 2, Binarupa Aksara, Jakarta)

LI. 2 M.M Aspek Fisiologis dan Biokima asam & basa dalam tubuh

Fisiologis : Asam adalah kelompok khusus bahan yang mengandung hydrogen yang
terdisosiasi, atau terurai, ketika berada dalam larutan untuk membebaskan H+ bebas dan
anion

Basa adalah suatu bahan yang dapat berikatan dengan H+ bebas dan karenanya
menyingkirkannya dari larutan.

Biokimia : PH H2O murni adalah 7,0 yang dianggap secara kimiawi sebagai larutan netral.
Larutan dengan PH kurang dari 7 mengandung H+ lebih tinggi dari H2O murni dan dianggap
asam. Larutan dengan nilai pH lebih besar dari 7 memiliki konsentrasi H+ yang lebih rendah
dan dianggap basa atau alkali

(Fisiologi Manusia Edisi 8 Lauralee Sherwood Hal 598-599)

LI. 3 M.M Gangguan Keseimbangan asam dan basa pada tubuh


3.1 definisi : Terganggunya homeostasis dari kadar ion hydrogen (H+) pada cairan tubuh
(Price dan Wilson, 2006)

3.2 Jenis jenis :

1. Asidosis Metabolik : keasaman darah yang berlebihan, bila peningkatan keasaman


melampaui system penyangga pH, darah akan benar benar menjadi asam. Seiring dengan
menurunnya pH darah, pernafasan menjadi dalam dan cepat

2. Asidosis Respiratorik : keasaman darah yang berlebihan karena


penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk
atau pernafasan yang lambat.
Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah.
(medicastore.com)

3. Alkalosis Respiratorik : Suatu keadaan dimana pH darah menjadi basa karena pernafasan
yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi
rendah (medicastore.com)

4. Alkalosis Metabolik : Suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya
kadar bikarbonat (medicastore.com)

3.3 Faktor factor penyebab :

Faktor penyebab asidosis metabolic :

Dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok utama

 mengonsumsi asam atau bahan yang diubah menjadi asam, misalnya methanol atau
etilen glikol, overdosis aspirin juga dapat menyebabkan asidosis metabolic.
 Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan akibat beberapa penyakit, misalnya
diabetes mellitus. Jiika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah
lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton
 Ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya.

Penyebab utama asidosis metabolic :

 Kelainan ginjal, misalnya gagal ginjal


 Ketoasidosis diabetikum
 Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
 Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, methanol, paraldehid,
asetazolamid atau ammonium klorida
 Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare,
ileostomy atau kolostomi

3.4 Patofisiologi :
Mempertahankan pH arteri sistemik antara 7.35 – 7.45 dibutuhkan fungsi sel yang
normal, walaupun fluktuasi sedikit dari konsentrasi H+ mempunyai efek yang penting dalam
aktivitas enzim selular. Hal ini dicapai oleh buffer ekstrasel dan intrasel, bersamaan dengan
mekanisme regulasi respiratori dan renal. kontrol kedua pCO2 dan HCO3 menstabilkan pH
arteri
dengan ekskresi atau retensi dari asam atau basa. pCO2 diregulasi oleh ventilasi alveolar.
Hiperventilasi meningkatkankan ekskresi CO2 dan menurunkan pCO2.4
Untuk menjaga keseimbangan asam-basa normal, setiap hari tubulus ginjal harus absorpsi
HCO3 yang difiltrasi (~ 4.500 mmol) dan mensintesis HCO3 yang cukup untuk menetralisir
beban asam endogen.2 Mekanismenya adalah gangguan pembentukan bikarbonat ginjal
dengan
dan tanpa penurunan absorpsi bikarbonat yang terjadi bersamaan dan retensi ion H+. Total
ekskresi amonium (NH4
+) mulai menurun ketika GFR < 40 sampai 50 mL/min. Penyakit ginjal
dikaitkan dengan kerusakan tubulointerstitial yang parah dapat disertai dengan asidosis yang
lebih berat pada tahap awal gagal ginjal.1
Ginjal menyerap kembali semua HCO3
- yang terfiltrasi dan menghasilkan HCO3 baru -
dalam collecting duct. Reabsorpsi HCO3
- yang terfiltrasi terjadi di tubulus proksimal (85-90%),
dalam ascending loop of Henle tebal (10%) dan sisanya di nefron distal. Reabsorpsi HCO3
- yang
terfiltrasi sangat penting untuk pemeliharaan keseimbangan asam-basa, mengingat bahwa
hilangnya HCO3
- dalam urin setara dengan retensi H+ (baik H+ dan HCO3
- yang berasal dari
disosiasi H2CO3).4 Diet normal menghasilkan H+ sebanyak 50–100 mEq per hari sebagai
asam
sulfur non-volatile dari katabolisme asam amino, asam organic yang tidak termetabolisme,
dan
fosfor dan asam-asam lainnya. Ion H+ ini diseimbangkan oleh HCO3
- dan selular dan buffer
tulang untuk meminimalisasi turunnya pH ekstrasel.4
Asidosis metabolik berkembang karena berkurangnya massa ginjal dan ketidakmampuan
dari nefron yang tersisa untuk mengeluarkan beban asam harian melalui ammoniagenesis.
produksi NH3 di tubulus ginjal dirangsang oleh asidosis intraseluler. Ketika beban asam
sistemik
meningkat sedikit, keseimbangan dijaga oleh peningkatan produksi dan ekskresi dari NH4
+.
Kegagalan untuk mengeluarkan NH4
+ sehingga menyebabkan retensi ion H+ dan menyebabkan
metabolik asidosis. ketidakmampuan untuk mengeluarkan NH4
+ (Proksimal tubulus) atau ion H+
(tubulus distal), akan diterjemahkan menjadi asidosis tubular melalui mekanisme dependen
pH.
Hiperkalemia, di sisi lain, dapat menginduksi intraseluler alkalosis dan juga bersaing dengan
kalium dalam pompa Na+/K+/2Cl yang terletak di loop henle ascending tebal, mengurangi
NH4
+
Page 6
di collecting tubulus.1 Seperti yang dinyatakan sebelumnya meningkatnya ammoniagenesis
dari
nefron meningkat sebagai kompensasi atas penurunan fungsi dari nefron itu sendiri.1
Kadar NH3 pada vaskular dan kortikal meningkat ketika diproduksi secara maksimal oleh
tubulus ginjal. Faktor yang mempengaruhi produksi NH3 di ginjal adalah angiotensin II,
kalium
dan aldosteron, yang kadarnya meningkat seperti pada hipertensi renovaskular. Peningkatan
konsentrasi angiotensin II merangsang ammoniagenesis sama seperti glukoneogenesis.
Deplesi
kalium dan pemberian aldosteron juga dapat meningkatkan ammoniagenesis.

3.5 Gejala :

Gejala Neurologi6
- Kelumpuhan saraf kranial dapat terjadi pada keracunan etilena glikol.
- Edema retina dapat dilihat pada keracunan metanol.
- Kelesuan, pingsan, dan koma dapat terjadi pada asidosis metabolik yang berat, terutama
jika dikaitkan dengan konsumsi zat beracun.
Gejala Kardiovaskular6
Asidemia berat (yaitu, pH <7.10) dapat mempengaruhi pasien untuk terjadinya aritmia
ventrikel yang fatal, dan dapat mengurangi kontraktilitas jantung dan respon inotropik
katekolamin, mengakibatkan hipotensi dan gagal jantung kongestif.

Page 8
Gejala Pulmonal6
Pasien dengan asidosis metabolik akut menunjukkan takipnea dan hiperpnea (pernapasan
kussmaul) sebagai tanda-tanda fisik yang menonjol. Hiperventilasi, tanpa adanya penyakit
paru-
paru yang jelas, dokter harus waspada untuk kemungkinan adanya asidosis metabolik yang
mendasari.
Gejala Gastrointestinal5
Mual, muntah, sakit perut, dan diare (terutama dalam ketoasidosis diabetik dan uremik
asidosis)

3.5 Pemeriksaan

a. Pemeriksaan fisik :

composmentis, tampak sakit. Mata: cekung. Bibir; kering. Kulit : turgor kurang , suhu tubuh
38oC, frekuensi napas 40 kali permenit (cepat dan dalam), capillary refill time > 3 detik. BB
10 Kg.

b. Pemeriksaan Laboratorium :

Analisis Gas Darah Arteri6,9


Analisis gas darah arteri digunakan untuk evaluasi gangguan keseimbangan asam-basa
dan oksigenasi. Awalnya, ketahui pH untuk menentukan apakah darah masih dalam batas
normal, alkalosis atau asidosis. Jika diatas 7.45 dikatakan alkalosis, dan jika dibawah 7.35
disebut asidosis. Setelah mengetahui apakah darah alkalosis atau asidosis, selanjutnya
tentukan
penyebab primer berasal dari masalah respiratori atau metabolic. Ukur PaCO2, jika berada
arah
yang berlawanan dengan pH maka masalah respiratori yang utama. Dan ukur kadar HCO3
-, jika
berada disisi yang sama dengan pH maka masalah metabolik yang utama.
Kadar HCO3 yang rendah sering menjadi petunjuk pertama adanya asidosis metabolik,
namun tidak bisa menjadi satu-satunya pertimbangan dalam mendiagnosis asidosis
metabolik.
Kadar HCO3 yang rendah dapat disebabkan oleh asidosis metabolik, kompensasi metabolik
dari
alkalosis respiratori, atau kesalahan laboratorium.
Kadar HCO3 yang dihitung oleh mesin gas darah arteri, yang menggunakan persamaan
Henderson-Hasselbalch, merupakan ukuran yang lebih akurat. Pengukuran pH dan
PCO2 pada

Page 9
pasien dengan kadar HCO3 rendah memungkinkan untuk membedakan kompensasi
metabolik
dari alkalosis respiratori dari asidosis metabolik primer.
Oksigenasi tidak mempengaruhi status asam-basa pasien kecuali hipoksia yang parah
sehingga menyebabkan iskemia. Dalam hal ini, pengukuran PO2 dapat mengidentifikasi
hipoksia
berat sebagai endapan asidosis laktat.
AGDA juga mengukur base excess/base defisit (BE/BD), yang merupakan indikator
terbaik untuk menentukan asidosis/alkalosis

c. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap6
Meningkatnya leukosit merupakan penemuan yang nonspesifik, tetapi harus
dipertimbangkan adanya septikemia, yang menyebabkan asidosis laktat. Anemia berat
dengan
berkurangnya delivery O2 dapat menyebabkan asidosis laktat.
Urinalisa6
Pengukuran pH urine dengan adanya hipobikarbonatemia sering digunakan untuk menilai
asidifikasi ginjal.2 pH urine biasanya asam < 5.0. Dalam asidemia, urine biasanya menjadi
lebih
asam. Jika pH urine di atas 5,5 pada kondisi asidemia, temuan ini merupakan tipe I RTA.
Urin
yang alkali khas pada keracunan salisilat. Toksisitas terhadap Ethylene glycol dapat
ditemukan
kristal kalsium oksalat, yang muncul berbentuk jarum, dalam urin.
Serum Kimia6
Kadar natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat yang digunakan dalam perhitungan serum
anion gap (SIG). Fosfat, magnesium, serta kadar serum albumin juga digunakan untuk
menghitung SIG.
Hiperkalemia sering mempersulit asidosis metabolik. Ini biasanya terlihat pada asidosis
anorganik (yaitu, non - AG). Diabetik ketoasidosis (DKA) sering terjadi hiperkalemia yang
merupakan akibat dari defisiensi insulin dan efek hiperosmolalitas. Asidosis laktat dan bentuk
lain dari asidosis organik umumnya tidak muncul dengan pergeseran kalium secara
signifikan.

Page 10
Kadar glukosa umumnya meningkat pada DKA, dan mungkin rendah, normal, atau sedikit
meningkat pada alkohol ketoasidosis. BUN dan kadar kreatinin meningkat pada asidosis
uremik.
Serum Anion Gap (AG)2,4,6
Perhitungan AG sering membantu dalam diagnosis diferensial asidosis metabolik. AG
adalah perbedaan antara konsentrasi plasma dari kation plasma yang diukur (yaitu, Na+) dan
anion yang diukur (yaitu, klorida [Cl-], HCO3
-).
Perhitungan : AG = (Na +) - ([Cl-] + [HCO3-])
AG yang normal adalah 8 - 16 mEq/L, dengan nilai rata-rata 12. Beberapa penulis
menambahkan K+ pada pengukuran kation, dengan nilai normal AG adalah 12 - 20 mEq/L.
Asidosis metabolik dengan AG yang tinggi dikaitkan dengan penambahan asam endogen
atau eksogen yang dihasilkan. Asidosis metabolik dengan AG normal dihubungkan dengan
hilangnya HCO3 atau kegagalan untuk mengeluarkan H+ dari tubuh.
Kesalahan laboratorium juga dapat mempengaruhi AG. Hiperproteinemia,
hiperlipidemia, dan hiperglikemia mengakibatkan penghitungan kadar natrium serum palsu
sehingga dapat menekan AG.6 Beberapa faktor yang dapat mengubah gap serum anion.
Parameter ini dikurangi dengan ~ 2,3 mmol/l untuk setiap 10 g/l penurunan konsentrasi
albumin
serum.2
Osmolal gap adalah osmolalitas plasma yang diukur dikurangi osmolalitas plasma yang
dihitung. Serum osmolalitas terdiri dari semua zat osmotik aktif termasuk zat ionik dan non-
ionik
seperti ion serum, glukosa, dan BUN. Zat lain seperti alkohol, serum lipid dan protein yang
berlebihan, dan manitol semua berkontribusi terhadap osmolalitas serum. Osmolalitas yang
dihitung adalah 2 X plasma [Na +] + [glukosa] / 18 + BUN/2.8.
Osmolal gap normal adalah 10 - 15. Asidosis metabolik dengan gap osmolal tinggi
menunjukkan keracunan metanol dan etilena glikol.6
Tidak adanya kenaikan pada
serum osmolalitas tidak mengeksklusikan keracunan alkohol. Kenaikan osmolal gap juga
dapat
dilihat pada ketoasidosis, asidosis laktat, dan gagal ginjal kronis.2

Page 11
Kadar Keton6
Peningkatan keton menunjukkan diabetes, alkohol, dan ketoasidosis starvation.
Tes nitroprusside digunakan untuk mendeteksi keberadaan asamketo dalam darah dan
urin.6 Tes ini hanya mengukur acetoacetate dan aseton, karena itu, mungkin tidak bisa
mengukur
kadar ketonemia dan ketonuria karena tidak dapat mendeteksi keberadaan beta-
hidroksibutirat
(BOH).2,6 Keterbatasan tes ini dapat sangat bermasalah pada pasien dengan ketoasidosis
yang
tidak dapat mengkonversi BOH menjadi asetoasetat karena syok berat atau gagal hati.
Assay untuk BOH tidak tersedia di beberapa rumah sakit. Sebuah metode tidak langsung
untuk menghindari masalah ini adalah dengan menambahkan beberapa tetes hidrogen
peroksida
untuk spesimen urin. Secara enzimatis akan mengkonversi BOH menjadi asetoasetat, yang
akan
terdeteksi oleh tes nitroprusside.
Kadar serum laktat6
Konsentrasi laktat plasma normal adalah 0,5 - 1,5 mEq/L. Asidosis laktat dapat
dipertimbangkan jika kadar laktat plasma melebihi 4 - 5 mEq/L pada pasien asidemia.
(

3.6 Diagnosis :
Sebuah pendekatan terhadap asidosis metabolik termasuk anamnesis rinci, pemeriksaan
fisik dan analisis gas darah arteri, serum gap anion dan, dalam beberapa keadaan, serum
osmolar
gap [didefinisikan sebagai perbedaan antara serum osmolalitas yang terukur dan yang
dihitung
Diagnosis banding :
Penyebab atau etiologi asidosis metabolik dapat diprediksi melalui penghitungan AG.
Bila terjadi peningkatan uncountable anion atau AG meningkat, etiologi yang mungkin
adalah
asidosis laktat, ketoasidosis (diabetes mellitus, starvasi, alkohol), intoksikasi methanol,
intoksikasi etilen glikol, dan intoksikasi salisilat. Bila terjadi pengurangan HCO3
- atau AG
normal, etiologi yang mungkin adalah enteritis, RTA tipe 2, pasca pengobatan ketoasidosis,
dan
pemakaian penghambat karbonik anhidrase. Bila terjadi retensi H+ di ginjal dengan AG
meningkat, etiologi yang mungkin adalah penyakit ginjal kronik.

3.7 Tatalaksana :
Asidosis metabolik akut
Sebagai perubahan pH ekstraseluler dan intraseluler sebagai efek samping yang
mendasari dari asidosis metabolik akut, pemberian basa - terutama dalam bentuk natrium
bikarbonat - telah menjadi terapi andalan. Namun, studi mengenai asidosis laktat dan studi
acak-
terkontrol dari ketoasidosis, penyebab yang paling sering dari asidosis metabolik akut,
dengan

Page 12
pemberian bicnat tidak menunjukkan penurunan morbiditas atau mortalitas. Studi
selanjutnya,
pemberian natrium bikarbonat tidak terbukti meningkatkan disfungsi kardiovaskular pada
pasien
dengan asidosis laktat. Pemberian natrium bikarbonat juga telah menjadi faktor yang
mencetuskan edema serebral pada anak-anak dengan ketoacidosis.2
Efek samping pemberian bicnat termasuk eksaserbasi dari asidosis intraseluler yang
disebabkan oleh generasi dari CO2 gas permeable dalam proses buffering, hipertonisitas
cairan
ekstraselular ketika bicarbonat diberikan sebagai cairan hipertonik, kelebihan cairan,
alkalosis
metabolik, dan percepatan pertukaran Na+ - H+ menyebabkan peningkatan Na+ dan Ca2+ di
sel.2
Untuk menghindari beberapa komplikasi ini, basa alternatif telah dikembangkan dan
diuji. Trishydroxymethyl aminomethane (THAM), agen yang diperkenalkan pada akhir 1950-
an,
dapat meningkatkan pH ekstraseluler tanpa mengurangi pH intraseluler dan bahkan mungkin
meningkatkannya. Studi pada manusia telah menunjukkan bahwa THAM sama efektifnya
dengan bikarbonat dalam meningkatkan pH ekstraseluler.2 THAM lebih jarang digunakan
dibandingkan dengan bikarbonat, namun, karena kasus yang jarang toksisitas di hati telah
dilaporkan pada bayi baru lahir, hiperkalemia dan disfungsi paru telah dilaporkan, dan agen
ini
membutuhkan fungsi ginjal yang baik untuk memastikan ekskresi urin dan dengan demikian,
efektivitasnya.
Jika akan memberikan natrium bicarbonat, harus diberikan sebagai larutan isoosmotik
untuk mencegah hiperosmolar) dan dengan infus yang lebih lambat daripada bolus intravena
(untuk mengurangi pembentukan CO2).2 Sulit untuk menentukan target pH atau [H+]
dikaitkan
dengan hasil yang lebih baik, meskipun ada konsensus menyatakan bahwa pH > 7,20-7,25
lebih
baik.8 Surviving Sepsis Campaign hanya merekomendasikan pengobatan asidosis metabolik
akut
dengan natrium bikarbonat jika pH <7,1 pada keadaan sepsis berat dan pasien syok septik.9
Banyaknya bicarbonat dapat dihitung dengan persamaan :2
Bikarbonat = [HCO3-] yang diinginkan - [HCO3-] yang diukur × space HCO3-
THAM mungkin dapat menjadi pilihan pada beberapa pasien dengan asidosis metabolik
akut, terutama pasien dengan retensi CO2.2 THAM ini efektif untuk asidosis metabolik dan
respiratorik. Agen ini diekskresikan oleh ginjal dan tidak meningkatkan produksi
CO2.9 Terapi
selain pemberian basa mungkin diindikasikan pada pasien asidosis dengan anion gap tinggi.2
Sebagai contoh, pemberian fomepizole, inhibitor selektif dehidrogenase alkohol, akan
mengurangi pembentukan asam organik dari metabolisme metanol, etilen glikol, atau dietilen

glikol.2,8 Diuresis paksa alkali atau dialisis diindikasikan pada pasien dengan intoksikasi
salisilat
Metabolik Asidosis Kronik
Beberapa, tetapi tidak semua, studi pasien dengan metabolik asidosis kronis dengan dan
tanpa gangguan ginjal telah menunjukkan bahwa pemberian basa dapat meningkatkan atau
mengurangi perkembangan bone disease, menormalkan pertumbuhan, mengurangi degradasi
otot, meningkatkan sintesis albumin, dan menghambat perkembangan yang dari CKD. Saat
ini,
kebanyakan ahli merekomendasikan bahwa konsentrasi serum HCO3
- dinaikkan menjadi
setidaknya 22-23 mmol/l, meskipun normalisasi lengkap mungkin lebih menguntungkan.
Basa
dapat diberikan secara oral pada pasien dengan fungsi ginjal normal atau pasien dengan CKD
tidak dialisis.2
Pada pasien hemodialisis, penggunaan dialisat dengan konsentrasi HCO3 tinggi (~ 40
mmol/l) biasanya cukup untuk memperbaiki asidosis metabolik. Bagi pasien dengan
peritoneal
dialisis, dialisat dengan konsentrasi basa yang tinggi biasanya akan efektif.

(Abdurrahim Rasyid Lubis, Harun Rasyid Lubis, Ayu Nurul Zakiah Divisi Nefrologi -
Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara)

Вам также может понравиться