Вы находитесь на странице: 1из 8

Keracunan Makanan Clostridium perfringens

Terdapat dua tipe: haemolitik dan non-haemolitik yang peka terhadap panas
- Lama inkubasi 8-22 jam
- Spora dari strain tertentu tahan temperatur masak, tergantung pada jumlah kalor yang mencapai sel
dan lama pemaparan.
- Pembawa utama C. perfringens adalah daging dan ayam
- Keberadaan: tanah, feses manusia dan beberapa jenis makaan
- Gejala: kejang perut yang disebabkan oleh enterotoksin, diare berakhir 12-24 jam

BAB I
PENDAHULUAN
KASUS
Suara Merdeka, 13 Februari 2013
Di Brebes, 11 warga Desa Karangmalang Kecamatan Ketanggungan dilarikan ke
Puskesmas dan PKU Muhammadiyah setempat untuk mendapatkan perawatan karena berisi
daging ayam keracunan nasi bungkus. Gejala dan tanda keracunan makanan yang dialami oleh
mereka adalah kram perut, mual, muntah, diare dan demam atau pusing (sakit kepala). Yang
memerlukan perawatan di Puskesmas maupun Rumah sakit, biasanya karena dehidrasi
(kekurangan cairan) akibat muntah dan diare yang terus menerus.
Keluhan kram perut, mual, muntah dan pusing terjadi selang waktu satu jam setelah
mengkonsumsi makanan tersebut. Sedangkan gejala diare (berak-berak dengan frekuensi lebih
5x, konsitensi feses lembek, kadang hanya air yang keluar, kadang campur lendir dan darah)
baru akan timbul 3 jam setelah mengonsumsi makanan tersebut.
A. BAKTERI PADA MAKANAN
Penyakit asal makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan disebarkan melalui makanan
menurut dua mekanisme berikut :
1. Mikroorganisme yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang sehingga menyebabkan
penyakit asal makanan.
2. Mikroorganisme mengeluarkan eksotoksin (produk toksik bakteri yang disintesis dan
disekresikan oleh bakteri hidup) dalam makanan dan menyebabkan keracunan makanan bagi
yang memakannya.

B. BAKTERI PENYEBAB KERACUNAN MAKANAN


1. Salmonella sp(Salmonellosis)
Infeksi oleh bakteri genus Salmonella yang disebutSalmonellosis menyerang saluran
gastrointestinal yang mencangkup perut, usus halus, dan usus besar.
Setelah mengonsumsi makanan yang tercemar denganSalmonella sp akan timbul rasa
sakit perut yang mendadak dengan diare encer atau berair, kadang-kadang dengan lendir atau
darah. Seringkali mual dan muntah, demam dengan suhu 38-39 derajat celcius umum terjadi.
Gejala ini ada hubungannya dengan endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella.
Beberapa spesies Salmonella dapat menyebabkan infeksi makanan. Termasuk di
dalamnya adalah Salmonella enteritidisvartyphimurium dan varietas-varietas lain
serta Salmonella choleraesuis.Bakteri ini adalah Gram negatif batang, memiliki flagel, dan tidak
membentuk spora. Dapat memfermentasi glukosa tetapi tidak memfermentasi laktosa atau
sukrosa.
EPIDEMIOLOGI
Terinfeksinya manusia oleh Salmonella hampir selalu disebabkan karena mengonsumsi
makanan atau minuman yang tercemar. Makanan yang biasanya tercemar meliputi kue-kue yang
mengandung saus susu, daging cincang, sosis unggas, dan telur. Walaupun penularan dari orang
sakit dapat mencemari makan dan minuman, sumber Salmonellosis merupakan hewan tingkat
rendah. Banyak spesies Salmonella terdapat secara alamiah pada ayam, bebek, binatang
pengerat, kucing, anjing, kura-kura, dan banyak lagi hewan lainnya. Unggas peliharaan
seringkali menjadi sumber bagi infeksi pada manusia.
DIAGNOSIS
Diagnosis laboratorium yang pasti bagi penyakit ini bergantung pada terisolasinya bakteri
penyebabnya dari feses. Bakteri ini harus sama dengan yang diisolasi dari makanan yang
dicurigai. Penggunaan media selektif seperti Mac Conkey merupakan prosedur rutin. Identifikasi
mikrobanya kemudian dilakukan dengan uji biokimia.

2. Staphylococcus
Keracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh
galur-galur toksigenik. Staphylococcusadalah organisme yang umumnya terdapat di berbagai
bagian tubuh manusia termasuk hidung, tenggorokan, dan kulit. Oleh karena itu mudah untuk
memasuki makanan. Organisme ini dapat berasal dari orang yang mengolah makanan yang
merupakan penular atau yang menderita infeksi patogenik. Karena merupakan tipe peracunan
makanan yang paling umum, dan untungnya lamanya sakit hanya sebentar (8-48 jam).
Gejala akan segera terlihat setelah mengonsumsi makanan yang tercemar. Jumlah
enterotoksin yang termakan menentukan waktu timbulnya gejala serta parah tidaknya infeksi
tersebut. Pada umumnya akan terdapat gejala mual, pusing, muntah, hilangnya nafsu makan,
kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan.dan diare muncul 2-6 jam setelah
mengonsumsi makanan tercemar itu.Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala,
kram otot, dan perubahan tekanadarah.
Hanya galur-galur tertentu dari Staphylococcus aureusmenghasilkan enterotoksin. Pada
umumnya galur ini adalah koagulase positif yaitu mempunyai kemampuan mengkoagulasi
plasma darah yang diberi sitrat atau oksalat. Enterotoksin yang dihasilkan panas, tidak berubah
walau didihkan selama 30 menit. Dibiarkannya makanan yang tercemar pada suhu kamar selama
8-10 jam, cukup untuk menghasilkan toksin dalam jumlah yang memadai untuk menyebabkan
keracunan pada makanan. Walaupun makanan ini disimpan selama berbulan-bulan di almari es,
toksinnya tidak akan termusnahkan. Jika dimasak kembali, tidak akan mengurangi toksin
tersebut.
EPIDEMIOLOGI
Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus yang menghasilkan enterotoksin.
Pada perjangkitan peracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya dapat ditunjukkan bahwa
galurStaphylococcus di dalam makanan yang tercemar itu sama dengan yang ada pada tangan
orang yang menangani makanan tersebut. Makanan yang dapat menunjang
pertumbuhan Staphylococcusdengan baik merupakan penyebab penyakit tersebut. Makanan yang
pada umumnya ada kaitannya dengan penyakit itu ialah kue-kue yang diisi saus dari telur dan
susu, daging olahan seperti ham dan lain-lain. Makanan yang mengandung enterotoksin dalam
jumlah yang banyak, biasanya mempunyai penampilan bau dan rasa yang normal.
DIAGNOSA
Diagnosis dapat diperkuat oleh hasil pemeriksaan laboratorium di bawah mikroskop
dengan ditemukannya Gram positif coccus dalam jumlah banyak pada preparat pengecatan Gram
yang disiapkan dari makanan yang dicurigai. Dapat juga dibuat biakan dari makanan tersebut
untuk melihat ada tidaknya Staphylococcus.Metode untuk menguji enterotoksin didasarkan pada
reaksi serologis, seperti teknik difusi gel dan antibodi fluoresens.

3. Clostridium botulinum (Botulism)


Botulism adalah penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan oleh bakteri.
Organisme penyebabnya adalah Clostridium botulinum, yang menghasilkan neurotoksin yang
tidak tahan panas. Penyakit ini terjadi karena makan toksin Clostridium botulinum yang terdapat
dalam makanan yang diawetkan dengan cara yang kurang sempurna seperti yang dijumpai pada
makanan kaleng. Gejala penyakit ini biasanya timbul sekitar 12-48 jam setelah makan makanan
yang tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, biji mata melebar, pengelihatan
ganda, mulut terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan.
Clostridium botulinum merupakan Gram positif batang yang menghasilkan spora tahan
panas. Sporanya membentuk telur, letaknya sub terminal, dan sedikit membengkok sehingga
memberikan bentuk menggelembung pada sel. Clostridium botulinum dapat bergerak dengan
flagel peritrik dan tidak membentuk kapsul. Yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah
tipe A, B, E, dan F.
EPIDEMIOLOGI
Makanan yang dikaitkan dengan Botulism biasanya adalah makanan yang telah
mengalami proses pengolahan untuk tujuan pengawetan seperti pengalengan, pembuatan acar
dan pengasapan.
DIAGNOSA
Cara utama untuk memperkuat diagnosis Botulism di laboratorium ialah menunjukkan
adanya toksin Clostridium botulinumdalam serum atau feses penderita atau makanan yang
dimakan. Suntikan intraperitoneal akan mengakibatkan hewan mencit mati karena mencit sangat
peka dengan toksin tersebut.

4. Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan penyebab keracunan makanan. Penyakit ini
disebabkan karena makanan yang tercemari organisme tersebut dan dibiarkan pada temperatur
yang menunjang perkecambahan spora dan pertumbuhan vegetatif. Gejala keracunan dapat
terjadi sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemarbentuk vegetatif bakteri
dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akanmenghasilkan enterotoksin yang
tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual,
dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjutselama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih
berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu(terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
. Clostridium perfringens dibagi menjadi 6 tipe, tipe A sampai tipe F. Berdasarkan pada
toksinnya yang secara antigenik berbeda dengan yang dihasilkan setiap galur. Tipe A adalah
galur yang menyebabkan peracunan makanan oleh Clostridium perfringens. Organisme ini
berbentuk Gram positif batang membentuk spora anaerobik. Peracunan makanan disebabkan
oleh sel vegetatif pada waktu membentuk spora si rongga usus.
DIAGNOSA
Hasil pemeriksaan klinis dan epidemiologis akan ditunjang oleh diagnosis laboratorium
bila ditemukan sejumlah besarClostridium perfringens dalam biakan aerobik makanan yang
tercemar. Berhasil diisolasinya organisme yang sama dari makanan yang dicurigai dan dari feses
penderita merupakan bukti lain yang disimpan sebelum dikonsumsi.

5. Vibrio parahemolyticus
Vibrio parahemolyticusadalah suatu bakteri anaerobik fakultatif Gram negatif dan
halofilik (suka garam). Merupakan penyebab gastroenteritis akibat mengonsumsi makanan laut.
Masa inkubasi peracunan makanan ini adalah 2-48 jam. Gejala utamanya adalah sakit perut,
diare, mual, dan muntah. Seringkali disertai sedikit demam dan kedinginan.
DIGNOSA
Diagnosis laboratoris ditunjukkan terhadap isolasi Vibrio parahemolyticusdari feses atau muntah
penderita dari makanan yang dicurigai. Pada umumnya cara pencegahan terbaik adalah
penyimpanan makanan dalam lemari es serta pemasakan makanan laut dengan semestinya.
6. Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-
positif,bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang
menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di
dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkandiare dan
toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
 Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, makagejala yang
timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual,nyeri perut seperti kram,
diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsipangan.
 Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah, gejala yang
timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas,
berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelahmengkonsumsi pangan yang tercemar.
EPIDEMIOLOGI
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras,
kentangtumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri
penghasiltoksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.

7. Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan
berdarahpanas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk
spora,kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang
mempunyaikapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa.
Kebanyakanstrain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap
manusia,seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC).Escherichia coli O157:H7
merupakantipe EHEC yang terpenting dan berbahaya terkait dengan kesehatan
masyarakat.Escherichia colidapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi
pangan yangtercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu
mentah, dancemaran fekal pada air dan pangan.
GEJALA KERACUNAN
Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa
kasusdapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8
hari,sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.
C. PENGENDALIAN MIKROORGANISME DALAM BAHAN PANGAN
Sebagian bahan pangan akan segera dirombak atau dirusak oleh mikroorganisme, kecuali
bila diawetkan. Metode modern pengawetan bahan makanan menggunakan proses konvensional
yang sudah diperbaiki, seperti pengasinan, pengeringan, dan pengasapan. Metode pengawetan
bahan pangan dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Penanganan Aseptik
Usaha untuk menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan,
dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan makanan, dan memperkecil
kemungkinan adanya bakteri patogen. Pengepakan kemasan makanan, pengalengan makanan
yang telah diolah, dan pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani
bahan makanan merupakan contoh penanganan aseptik.

2. Penyingkiran Mikroorganisme
Cairan yang dipaksa lewat dengan tekaanan positif atau negatif melalui saringan “tipe
bakteri” yang steril dapat digunakan untuk menjernihkan zat alir serta menyingkirkan
mikroorganisme.
3. Suhu Tinggi
Pemanfaatan suhu tinggi merupakan salah satu metode pengawetan pangan yang paling
aman dan paling diandalkan. Panas digunakan secara luas untuk memusnahkan mikroorganisme
yang ada dalam produk pangan dalam kaleng, botol untuk membatasi masuknya
mikroorganisme.
a. Pengalengan
Pengalengan merupakan metode dasar bagi sterilisasi bahan makanan.
b. Uap Bertekanan
uap bertekanan merupakan metode pengawetan makanan yang paling efektif karena dapat
mematikan semua sel vegetatif dan spora. Pengawetan pangan dengan memanfaatkan panas
membutuhkan pengetahuan tentang banyak faktor terutama resistensi mikroorganisme dan spora
terhadap panas.
c. Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan istilah proses pemanasan setiap partikel susu atau bahan olahan dari susu
sampai suhu kira-kira 62,80Celcius dan mempertahankannya secara terus menerus di atas suhu
ini kira-kira 30 menit, atau sampai pada suhu kira-kira 71,70Celcius.
4. Suhu Rendah
Suhu 00 C atau lebih rendah dapat menghambat pertumbuhan dan kegiatan metabolik
mikroorganisme untuk jangka waktu lama. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu ditingkatkan
studi mengenai mikroorganisme pada suhu rendah untuk dapat mengerti dengan lebih baik
mengenai kemampuannya bertahan hidup, pertumbuhan, serta kegiatan metaboliknya.
5. Dehidrasi
Dehidrasi adalah peniadaan air. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
misalnya sinar matahari, pemanasan, atau penggunaan gula atau garam berkonsentrasi tinggi.
Dehidrasi dapat digunakan untuk mengawetkan bahan makanan terutama untuk
menghambat pertumbuhan, mikroorganismenya sendiri tidak selalu terbunuh. Pertumbuhannya
dapat dicegah dengan cara mengurangi kelembapan lingkungannya sampai di bawah titik kritis.
6. Bahan Kimia
Secara hukum hanya beberapa zat kimia yang boleh digunakan untuk pengawet makanan.
Diantara yang paling efektif adalah asam benzoat, sorbat, asetat, laktat, dan propionat.
7. Radiasi
Sterilisasi dengan radiasi merupakan suatu usaha pengawetan bahan makanan. Cara ini
dapat membawa perubahan radikal dalam metode industri untuk pengolahan pangan. Sinar
ultraviolet telah digunakan untuk mengurangi dan menginaktifkan mikroorganisme.

D. PENCEGAHAN KERACUNAN PANGAN


Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan akibat
bakteripatogen adalah:
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
b. Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
c. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan
setelahdigunakan.
d. Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya.
e. Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah
untukmencegah terjadinya kontaminasi silang.
f. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang
kalengnyatelah rusak atau menggembung.
g. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
h. Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk mencegahterjadinya
keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.
i. Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
j. Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh.
Prosespemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman
(>700C) selama minimal 20 menit.
k. Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya
suhupenyimpanan di bawah 50C).

BAB II
PEMBAHASAN
Dari kasus di atas, 11 warga diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi nasi
bungkus yang berisi daging ayam. Gejala yang dialami oleh mereka adalah kram perut, mual,
muntah, diare dan demam atau pusing (sakit kepala).Keluhan kram perut, mual, muntah dan
pusing terjadi selang waktu satu jam setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Sedangkan gejala
diare (berak-berak dengan frekuensi lebih 5x, konsitensi feses lembek, kadang hanya air yang
keluar, kadang campur lendir dan darah) baru akan timbul 3 jam setelah mengonsumsi makanan
tersebut.

A. PEMERIKSAAN BAHAN MAKANAN SECARA MIKROBIOLOGIS


Prosedur mikrobiologis untuk pemeriksaan bahan makanan memenfaatkan teknik
mikroskopis dan metode pembiakan. Bermacam-macam media selektif dan differential
digunakan secara ekstensif untuk memudahkan isolasi dan perhitungan tipe mikroorganisme
tertentu. Macam pemeriksaan yang dilakukan ditentukan oleh tipe produk pangan yang akan
diperiksa dan tujuan pemeriksaan.
B. PERLAKUAN SAMPEL
1. Sampel Makanan
Dari sampel makanan dapat diperiksa menggunakan metode serial dilusi (pengenceran)
setelah itu dilakukan perhitungan koloni pada hitung cawan (NA plate). Pada perhitungan
dengan cawan diperlukan pengenceran agar koloni yang dihitung sesuai dengan standar, yaitu
30-300 koloni.
Prosedur serial dilusi :
Sampel di timbang (10 g) + NaCl 0,9 % 90 ml  blender (haluskan). Kemudian dilakukan
perhitungan koloni pada cawan untuk mengetahui jumlah koloni/gram sampel. Dari kasus di atas
diperkirakan jumlah koloni/gram sampel melebihi batas maksimum yang diperbolehkan dari
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI tentang Jenis dan Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan Nomor HK.00.06.1.52.4011 tanggal 28 Oktober
2009 yang menyangkut tentang pangan olahan lainnya menyebutkan bahwa standar makanan
jumlah bakteri/gram sampel adalah 1x104 koloni/gram. Sehingga makanan tersebut tidak sehat
dan tidak layak untuk dikonsumsi.
2. Sampel Muntahan dan feses
Sampel muntahan dan feses dapat diperiksa dengan kultur kemudian di tanam /di
inokulasi pada media universal dan diidentifikasi untuk menentukan jenis bakteri yang ada pada
muntahan dan feses dengan menggunakan media uji biokimia..

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan kasus di atas dilakukan pemeriksaan hitung jumlah koloni dengan metode
serial dilusi untuk mengetahui kelayakan makanan yang dikonsumsi, apakah penyebab
keracunan berasal dari bakteri atau berasal dari bahan kimia. Apabila disebabkan oleh bakteri
maka dilakukan identifikasi dari muntahan atau feses penderita untuk mengetahui jenis
bakterinya.
Jika dilihat dari gejala-gejala yang ditimbulkan dari keracunan pada kasus tersebut dapat
diperkirakan bahwa bakteri yang ada pada makanan tersebut adalah Vibrio parahemolyticus,
Bacillus cereus, Escherichia coli dan Salmonella sp. Namun, lebih spesifik pada
infeksi Salmonella sp.

DAFTAR PUSTAKA
Drs.Koes Irianto.2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2.
Bandung: YRAMA WIDYA.
Petunjuk Dasar Praktikum Mikrobiologi.2008.Purwokerto: Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Sudirman
Andi Muh.Arfah. 2011. Pemeriksaan Bakteriologi Sampel Nasi Kuning di
Warung Sahabat. Makasar : Universitas Hasanuddin
Dr Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Kirimkan Ini lewat Email

Вам также может понравиться