Вы находитесь на странице: 1из 26

10

BAB IV

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Katarak
2.1.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta,
yang berarti air terjun.1 Katarak adalah segala bentuk kekeruhan pada lensa mata, baik sedikit,
maupun menyeluruh, namun secara klinis katarak digunakan untuk kekeruhan lensa yang
mempengaruhi ketajaman penglihatan.2

2.1.2 Etiologi
Etiologi tersering dari katarak adalah perubahan usia, sedangkan penyebab lainnya
termasuk trauma, inflamasi, gangguan nutrisi dan metabolic dan toksik obat-obatan seperti
kortikosteroid.2 Katarak juga dapat disebabkan oleh infeksi virus dimasa pertumbuhan janin,
konsumsi obat-obatan masa hamil, gangguan pertumbuhan, dan sekunder dari kelainan mata
lain.1
Berdasarkan etiologi, katarak dibagi menjadi:
1. Senilis
2. Trauma
3. Metabolik
4. Toksin
5. Komplikata
6. Infeksi maternal
7. Konsumsi obat oleh ibu pada masa gestasi
8. Katarak presenilis
9. Sindroma dengan katarak
10. Herediter
11. Katarak sekunder
11

2.1.3 Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, morfologi, dan stadium perkembangan
pada katarak senilis1,2,.

2.1.3.1 Berdasarkan Usia


Berdasarkan usia, katarak dibagi menjadi:
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun
2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senilis, katarak sesudah usia 50 tahun

2.1.3.2 Berdasarkan Morfologi


Berdasarkan morfologinya katarak dibagi menjadi:
1. Kapsular
- Kongenital (polaris anterior dan posterior)
- Didapat
2. Subkapsular
- Subkapsular posterior
- Subkapsular anterior
3. Nuklear
- Congenital
- Senilis
4. Kortikal
- Congenital
- Senilis
5. Lamelar atau zonular
6. Sutural
7. Lain-lain
- Blue dot
- Membranosa
- Pulveranta sentralis
- Reduplikasi.1,2,6
12

2.1.3.3 Berdasarkan Stadium Perkembangannya


Katarak berdasarkan stadium berkembangannya dibagi menjadi:
a. Stadium insipient
b. Stadium imatur
c. Stadium matur
d. Stadium hipermatur.1,2,6

2.1.4 Katarak Senilis


Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun2. Pada katarak senilis terjadi penurunan penglihatan secara bertahap dan lensa
mengalami penebalan secara progresif. Katarak senilis menjadi salah satu penybeab kebutaan di
dunia saat ini. Hal ini sangat disayangkan karena hal ini seharusnya dapat dicegah melalui
deteksi dini, dan intervensi bedah.7

2.1.4.1 Klasifikasi anatomis katarak senilis


Katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe utama:
1. Katarak Nuklear
2. Katarak Kortikal
3. Katarak Subkapsular Posterior
Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan nukleus lensa
menjadi berwarna kuning dan opak. Pada beberapa kasus menjadikan nukleus lensa tampak sangat
opak dan berwarna coklat. Katarak nuklear daoat memicu terjadinya miopi, terjadi perbaikan
dalam penglihatan untuk membaca untuk sementara yang disebut sebagai second sight
(penglihatan kedua), dan second sight ini akan menghilang seiring dengan meburuknya katarak.6,7
13

Pada katarak kortikal terjadi perunahan komposisi ion dari korteks lensa serta komposisi air
dari serat-serat pembentuk lensa. Terbentuk kekeruhan berbentuk baji yang menyebar dari pinggir
lensa ke tengah. Ketika kekeruhan mencapai tengah lensa maka akan mempengaruhi transmisi
cahaya yang dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala silau ataupun
ketidakmampuan untuk membedakan kontras yaitu untuk mengetahui perbedaan-perbedaan tipis
dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat.6,7

Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas pada bagian lensa belakang
secara perlahan. Pada tipe ini gejalnya antara lain penglihatan kabur dan silau. Tipe ini biasa
terjadi pada orang dengan penyakit diabetes mellitus, miopia berat, retinitis pigmentosa,
menggunakan steroid.6,7

Berdasarkan kekeruhan lensa yang terjadi, katarak senilis dibagi menjadi atas stadium
insipien, intumesen, imatur, matur, dan hipermatur.
14

Perbedaan stadium katarak senile adalah sebagai berikut. 2,3


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

Katarak Insipien
Pada stadium ini akan terlihat kekeruhan dimulai dari tepi ekuator berbentuk gerigi
menuju korteks anterior dan posterior (katarak Kortikal).1,2,7

Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa diserta pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.
Masuknya air mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan akan mendorong iris sehingga bilik
mata depan akan menjadi dangkal dibandingkan dengan keadaan normal. Pencembungan lensa
ini akan memberikan penyulit glaukoma. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga
lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah sehingga menyebabkan miopisasi.1,2,7

Katarak Imatur
Katarak belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur akan terjadi
penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degenerative.1,2,7
15

Katarak Matur
Pada katarak ini kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan terjadi akibat
deposisi ion Ca yang menyeluruh.2,3,9

Katarak Hipermatur
Katarak yang mengalami proses lebih lanjut akan menjadi keras atau lembek dan
mencair. Masa lensa yang berdegenrasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa mengecil. 2

2.1.4.2 Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Diduga
adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya katarak senilis dan
belum sepenuhnya diketahui. Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan
kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya,
sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia tua akan terjadi
pembentukan lappisan kortikal yang baru pada lensa’ yang mengakibatkan nukleus lensa
terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu
terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks
16

refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa, perubahan
kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa.7
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna putih
dan abu-abu./ Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti
korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang sama sekali.7

2.1.4.3 Tanda dan Gejala


Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain.
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole.

2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tingkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar belakang
yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang
berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali
muncul pada penderita katarak kortikal.

3. Sensitifitas terhadap kontras


Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat.
Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus
daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun
uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.
17

4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien
presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear.
Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang
tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.

5. Variasi Diurnal Penglihatan


Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada
siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya penderita katarak
kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding
pada sinar redup.

6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau
bergelombang.

7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling
sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaukoma.

8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang
keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binokular dengan
cover test dan pin hole.
18

9. Perubahan persepsi warna


Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna
sebenarnya.

10. Bintik hitam


Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering
bergerak-gerak.1,2,6,7

2.1.4.4 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal berikut ini:
1. Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan, baik
untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat lebih sering menurun jika
dibandingkan dengan ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya
konstriksi pupil yang kuat.2,7
Peneglihatan menurun tergantung pada derajat katarak. Katarak imatur dari sekitar 6/9-
1/60; pada katarak matur hanya 1/300-1/~.2

2. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien
presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman
ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan
miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat
dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.2,7
19

2.1.4.6 Komplikasi Katarak


1. Glaukoma
Glaukoma merupakan komplikasi katarak yang tersering. Glaukoma dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. 6,7
 Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan keluar yang
akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi
substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma.
 Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli
anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan
produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul
glaukoma
 Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri
(auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan
menjadi glaukoma.
2. Uveitis
3. Subluksasi atau Dislokasi Lensa

2.1.4.7 Penatalaksanaan Katarak


Beberapa pendekatan nonoperasi hanya bertahan sementara saja dalam perbaikan fungsi
penglihatan penderita katarak. Pengobatan medis katarak telah berkembang dengan pesat.
Walaupun telah ditemukan perkembangan yang cukup maju, namun tetap saja belum ada
pengobatan yang mampu mencegah atau mengurangi penurunan pembentukan katarak pada
manusia.1,2,7
20

Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:


1. Indikasi Optik
Jika penurunan tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan
sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan. Tidak ada batas khusus visus sebagai indikasi
operasi dan penentuan waktu operasi lebih tergantung pada keperluan penglihatan pasien. Pada
penurunan visus yang yang masih ringan, harus dijelaskan mengenai kemungkinan kehilangan
daya akomodasi lensa akibat operasi katarak.

2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina

3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus, namun
kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien muda, maka
operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.3,6,7

2.1.4.8 Teknik-teknik pembedahan katarak


Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa melalui tindakan bedah.
Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Intra
Kapsular (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Ekstra Kapsular
(ECCE). Di bawah ini adalah metode yang umum digunakan pada operasi katarak, yaitu ICCE,
ECCE dan fakoemulsifikasi.1,2
21

A. Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE)


Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisi limbus superior
140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang digunakan. Masih dapat dilakukan pada
zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus. Keuntungannya adalah tidak
akan terjadi katarak sekunder. 2,6,7
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post operasi yang
mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar 160-180º dihubungkan
dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih lambat, angka
kejadian astigmatisma yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan lepasnya luka operasi. Edema
kornea juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif dan komplikasi dini.6,7

B. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (ECCE)


Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior,
sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode ini adalah karena kapsul posterior
untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke dalam kamera posterior serta insiden
komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema makula sistoid) lebih kecil jika dibandingkan
metode intrakapsular. Penyulit yang dapat terjadi yaitu dapat timbul katarak sekunder.2,6

C. Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama menyisakan kapsul
bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari lubang
insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran ultrasonik yang
22

mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian dilakukan aspirasi. Teknik
ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Namun
kurang efektif untuk katarak senilis yang padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:
 Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit karena akan
menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya astigmatisma, dan rasa
adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal ini juga akan mencegah
peningkatan tekanan intraokuli selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko
perdarahan.
 Cepat menyembuh.
 Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur mata. 2,6

2.1.4.9 Lensa Intraokular (IOL)


Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena kahilangan
kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian dengan lensa buatan (berupa lensa
yang ditanam dalam mata, lensa kontak maupun kacamata). IOL dapat terbuat dari bahan plastik,
silikon maupun akrilik. Untuk metode fakoemulsifikasi digunakan bahan yang elastis sehingga
dapat dilipat ketika akan dimasukan melalui lubang insisi yang kecil.1,2
23

2.2 Retinopati Diabetikum


2.2.1 Definisi
Retinopati diabetikum adalah kelainan retina pada penyakit diabetes yang disebabkan
karena adanya mikroangiopati pada pembuluh darah retina. Semakin lama seseorang menderita
diabetes melitus, semakin besar kemungkinan seseorang menderita retinopati diabetikum.
Kelainan ini dapat terjadi pada penderita Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) ataupun
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). 3,4

2.2.2 Epidemiologi
Retinopati diabetikum merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia
dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes melitus memiliki risiko 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Di Amerika Utara, 3,6% pasien IDDM dan 1,6%
pasien NIDDM mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes
tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.8
Retinopati diabetikum biasanya timbul setelah menderita diabetes melitus selama 5-15
tahun. Predisposisi terbanyak pada wanita dibanding laki-laki, umumnya berusia 50-55 tahun.
Retinopati diabetikum sendiri merupakan penyulit yang penting pada penyakit diabetes, dengan
frekuensi 40-50%. Onset retinopati diabetikum pada penderita diabetes melitus juvenile lebih
lambat dibandingkan dengan penderita diabetes melitus dengan usia yang lebih tua (>40 tahun).3

2.2.3 Faktor Resiko


Faktor resiko retinopati diabetikum antara lain:
2.2.3.1 Lamanya Penyakit Diabetes.
Pada pasien yang terdiagnosa IDDM, tidak ada gejala klinis yang dapat dilihat pada 5
tahun setelah diagnosis awal. Setelah 10-15 tahun, 25-50% pasien menunjukkan tanda-tanda
retinopati. Prevalensi ini meningkat hingga 75-95% setelah 15 tahun dan mencapai 100% setelah
30 tahun sebelum usia 30 tahun, insidensi terkena retinopati diabetikum setelah 10 tahun adalah
50%.
Pada pasien NIDDM, insidensi retinopati diabetikum meningkat dengan lamanya
penyakit. Pasien NIDDM, 23% memiliki Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)
24

setelah 11-13 tahun, 41% memiliki NPDR setelah 14-16 tahun dan 60% memiliki NPDR setelah
16 tahun.1,9

2.2.3.2 Kontrol Glukosa.


Walaupun penyebab retinopati diabetikum sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
tetapi keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dapat dianggap sebagai faktor resiko utama.
The Diabetic Control and Complications Trial (DCCT) memperlihatkan bahwa kontrol glukosa
yang intensif dapat mengurangi insidensi dan progresi retinopati diabetikum pada pasien
IDDM.3,10

2.2.3.3 Penyakit Ginjal


Bila penyakitnya berat akan memperparah retinopati diabetikum. Tetapi pengobatan
terhadap penyakit ginjal seperti transplantasi ginjal, dapat dihubungkan dengan perkembangan
penyakit retinopati diabetikum.3,10

2.2.3.4 Hipertensi Sistemik


Bila tidak terkontrol dengan baik maka akan memperparah diabetik retinopati dan akan
mempercepat terjadinya proliferatif.3,10

2.2.3.5 Merokok, kegemukan dan hiperlipidemia


2.2.3.6 Kehamilan.
Kehamilan dihubungkan dengan kemajuan yang pesat untuk terjadinya diabetik
retinopati. Resiko berkembang menjadi NPDR pada kehamilan yaitu sebesar 10%.3,4

2.2.4 Etiopatogenesis Retinopati Diabetikum


Terdapat 3 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia yang diduga berkaitan
dengan timbulnya retinopati diabetikum yaitu:
1. Jalur Poliol.
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alcohol, dalam jaringan termasuk di
lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapt melewati
25

membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Senyawa
poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi
maupun fungsional sel.10

2. Glikasi Nonenzimatik.
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi
selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang
terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.
Penggunaan aminoguanidin, yaitu suatu bahan yang menghambat pembentukan advanced
glycation end product (AGE), pada tikus diabetes dilaporkan dapat mengurangi pengaruh
diabetes terhadap aliran darah retina, permeabilitas dan parameter mikrovaskular yang lain.
Aminoguanidin juga dilaporkan dapat menghambat produksi senyawa vasoaktif oksida
nitrat.10,11

3. Pembentukan Protein Kinase C.


Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaru terhadap permeabilitas vaskuler,
kontraktilitas, sintesis membran basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis
de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa. Diasilgliserol terbukti
diproduksi dalam jumlah banyak di retina mata dari anjing dengan galaktosemia yang disertai
retinopati.10,11

2.2.5 Patofisiologi Retinopati Diabetikum


Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari foto reseptor dan sel saraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler rerina.
Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu
daerah yang disebut fovea. Dinding kapiler retina terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu
sel perisit, membran basalis dan sel endotel. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati
diabetikum terletak pada kapiler retina tersebut. Perubahan histopatologi kapiler retina pada
retinopati diabetikum dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi
26

endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat
mencapai 1 : 10.10
Patofisiologi retinopati diabetikum melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu: 1) pembentukan aneurisma, 2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
3) penyumbatan pembuluh darah, 4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan
fibrosa di retina, 5) kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan
dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat
terjadi pada semua komponen darah.10
Kebutaan akibat retinopati diabetikum dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut:
1) edema makula atau nonperfusi kapiler, 2) pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati
diabetikum proliferatif dan kontraksi jaringan fibrosis menyeabkan ablasi retina
(retina detachment), 3) pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus, 4) pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma.10
Perdarahan adalah bagian dari stadium retinopati diabetikum proliferatif dan mnerupakan
penyebab utama kebutaan permanen. Selain itu, kontraksi dari jaringan fibrovaskular yang
menyebabkan ablasio retina (terlepasnya lapisan retina) juga merupakan salah satu penyebab
kebutaan pada retinopati diabetikum proliferatif.10
Selain pengaruh hiperglikemia melalui berbagai jalur metabolisme, sejumlah faktor lain
yang terkait dengan diabetes melitus seperti peningkatan agregasi trombosit, peningkatan
agregasi eritrosit, viskositas darah, hipertensi, peningkatan lemak darah dan faktor pertumbuhan,
diduga dapat juga berperan dalam timbulnya retinopati diabetikum walaupun sampai saat ini
masih belum dapat dijelaskan mekanisme pasti terjadinya retinopati akibat dari diabetes.
Beberapa teori telah dipostulasikan untuk menjelaskan perjalanan dan penangan retinopati
diabetikun, antara lain:1,10

a) Growth Hormone
Growth hormone tampaknya memiliki peran dalam pembentukan dan perjalanan dari
retinopati diabetes. Pada wanita yang menderita nekrosis hemoragik post-partum kelenjar
pituari (Sheehan syndrome) ditemukan perbaikan dari retinopati diabetes yang dideritanya.
Hal ini mengakibatkan timbulnya praktik-praktik kontroversial pada tahun 1950-an untuk
mengobati dan mencegah retinopati diabetes dengan cara mengablasi kelenjari pituari.
27

Tetapi teknik ini telah ditinggalkan akibat dari banyaknya komplikasi sistemik yang terjadi
dan telah ditemukan pengobatan laser yang terbukti lebih efektif.1

b) Platelet dan Viskositas Darah


Variasi kelainan darah yang ditemukan pada diabetes, seperti peningkatan agregasi
eritrosit, penurunan deformabilitas sel darah merah, peningkatan agregasi platelet dan adhesi,
merupakan suatu predisposisi terjadinya perlambatan sirkulasi, kerusakan endotelial dan
oklusi fokal kapiler. Semua ini menyebabkan iskemia pada retina, yang selanjutnya
mengarah kepada terjadinya retinopati diabetes.1

c) Aldose Reduktase dan Faktor-faktor Vasoproliferatif


Pada dasarnya DM menyebabkan metabolisme glukosa yang abnormal, akibat dari
penurunan aktivitas insulin. Peningkatan kadar gula darah diperkirakan memiliki efek
struktural dan fisiologis pada kapiler-kapiler retina, menjadikan mereka inkompeten secara
fungsional dan anatomis.
Peningkatan kadar gula darah yang persisten mengakibatkan perpindahan glukosa
yang berlebihan ke jalur aldose reduktase, yang mengubah gula menjadi alkohol (contohnya,
glukosa menjadi sorbitol, galaktosa menjadi dulsitol), pada jaringan-jaringan tertentu. Perisit
intramural pada kapiler-kapiler retina tampaknya dipengaruhi oleh peningkatan kadar
sorbitol tersebut, yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan pada fungsi-fungsi
primernya (antara lain, autoregulasi kapiler-kapiler retina).1
Penurunan fungsi retina menyebabkan kelemahan dan pembentukan kantung-kantung
sakular daripada dinding-dinding kapiler (miroaneuriasma). Mikroanerisma merupakan
gejala awal yang dapat dideteksi pada retinopati diabetes. Ruptur dari mikroanerisma
mengakibatkan perdarahan retina, baik superfisial (perdarahan yang berbentuk flame)
maupun pada lapisan dalam dari retina (perdarahan berbentuk titik). Peningkatan
permeabilitas pada pembuluh-pembuluh tersebut menyebabkan kebocoran cairan dan
material kaya protein, yang secara klinis tampak seperti penebalan retina dan adanya eksudat.
Apabila pembengkakan dan eksudasi terjadi pada makula, dapat terjadi penurunan pada
penglihatan sentral. Edema makula merupakan sebab yang paling sering mengakibatkan
28

penurunan penglihatan pada pasien-pasien dengan retinopati diabetes non-proliferatif. Tetapi,


hal tersebut juga dapat menyulitkan pada kasus-kasus retinopati diabetes proliferatif.1
Teori lain yang berusaha menjelaskan terjadinya edema makula berhubungan dengan
peningkatan kadar diasilgliserol (DAG) dari proses pengurangan glukosa yang berlebihan.
Hal ini diperkirakan akan mengaktivasi protein kinase C (PKC), yang selanjutnya
mempengaruhi dinamika perdarahan retina terutama permeabilitas dan arus yang mengarah
pada kebocoran cairan dan penebalan retina.
Selama penyakit tersebut berjalan, kadang terjadi penutupan dari kapiler-kapiler
retina yang berlanjut ke hipoksia. Infark dari lapisan serabut saraf menimbulkan
pembentukan cotton-wool spots akibat stasis pada arus aksoplasma.
Hipoksia retina yang terus bertambah mengaktifkan mekanisma kompensasi pada
mata untuk menyediakan oksigen yang cukup ke jaringan. Abnormalitas kaliber vena, seperti
perdarahan vena, loops dan dilatasi vena, menguatkan dugaan peningkatan hipoksia dan
hampir selalu tampak pada perbatasan kapiler non-perfusi. Abnormalitas mikrovaskular
intraretina dapat terdiri dari pertumbuhan pembuluh-pembuluh baru atau remodeling dari
pembuluh-pembuluh yang masih ada pada jaringan retina, yang bermanfaat sebagai shunt ke
daerah yang tidak ada perfusi.
Peningkatan yang berkelanjutan dari iskemia retina mengaktifkan produksi dari
faktor-faktor proliferasi, yang menstimulasi pembentukan pembuluh-pembuluh baru.
Pertama, matriks ekstraselular dirusak oleh protease, kemudian pembuluh-pembuluh baru
muncul dari venula pada rtina menembus internal limiting membrane dan membentuk
jaringan kapiler antara permukaan dalam dari retina dengan permukaan posterior hialoid.1
Neovaskularisasi umumnya dapat diamati pada perbatasan antara retina yang
diperfusi dan yang tidak diperfusi, dan umumnya terjadi sepanjang vascular arcades dan
pada kepala nervus optikus. Pembuluh-pembuluh tersebut menembus dan tumbuh pada
permukaan retina dan pada lipatan dari permukaan posterior hialoid. Secara almiah
pembuluh-pembuluh ini jarang menyebabkan gangguan penglihatan. Tetapi mereka sangat
rapuh dan sangat permeabel. Pembuluh-pembuluh ini sangat mudah terpengaruh oleh traksi
dari vitreus, yang mengibatkan terjadinya perdarahan pada ruang vitreus atau ruang
preretina.1
29

Pembentukan-pembentukan pembuluh baru tersebut berhubungan dengan sejumlah


kecil pembentukan jaringan fibroglial. Tampaknya peningkatan jumlah dari neovaskularisasi
dibarengi juga oleh pembentukan jaringan fibrosa. Pada tahap yang lebih lanjut, pembuluh-
pembuluh tersebut beregresi, yang pada akhirnya hanya akan meninggalkan jaringan fibrosa
avaskular yang melekat pada retina juga pada permukaan posterior hialoid. Saat vitreus
berkontraksi, akan menambah daya traksi pada retina melalui jaringan-jaringan fibroglial
tersebut. Traksi dapat mengakibatkan edema retina, heterotropi retina dan pelepasan retina
oleh traksi atau pembentukan sobekan retina yang berlanjut pada pelepasan retina.1

2.2.6 Tanda Retinopati Diabetikum


Retinopati diabetikum biasanya ditemukan bilateral, simetris, dan progresif, dengan tiga
bentuk, yaitu :3,4
1. Back ground : miroaneurisma, perdarahan bercak dan titik, serta edema sirsinata.
2. Makulopati : edema retina dan gangguan fungsi mukosa.
3. Proliferasi : vaskularisasi retina dan badan kaca.
Kelainan dini retinopati yang diakibatkan diabetes melitus disebut sebagai “background
retinopathy”, yang tidak memberikan rasa sakit ataupun gangguan pada penglihatan. Kelainan
retina pada retinopati diabetikum dapat berbentuk:
1. Mikroaneurismata, merupakan pelebaran pembuluh darah vena, yang pada pemeriksaan
funduskopi akan terlihat berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurismata merupakan kelainan diabetes melitus dini pada
mata.
2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurismata di polus posterior dan besarnya sebanding dengan buruknya penyakit..
Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurismata sehingga aneurisma
pecah atau karena pecahnya kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah terutama vena dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok, bentuk
ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi
akibat kelainan sirkulasi dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
4. Hard exudates (waxy exudate/fatty eksudat) merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina
(penimbunan protein, lemak dan air). Gambarannya khusus yaitu ireguler, kekuning-
30

kuningan. Pada permulaan eksudat puntata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat
muncul dan menghilang dalam beberapa minggu. Kelainan ini terutama terdiri atas
bahan-bahan lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia. Pada
angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin di luar pembuluh darah.
5. Soft exudate (cotton wool patches/becak wol-katun) merupakan tanda iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskop akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih, tidak berbatas tegas. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.
6. Edema retina yang ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan pasien.
7. Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina dan badan kaca, biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah,
tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang merupakan tanda awal dari
penyakit yang berat. Mula-mula terletak dalam jaringan retina (intraretinal) terutama di dekap
papil atau sepanjang vena retina, kemudian menembus membran limitans interna dan
berkembang ke daerah preretinal dan badan kaca (intravitreal). Pecahnya neovaskularisasi
pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid
(preretinal) maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal biasanya diikuti proliferasi
jaringan glia. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetikum.
8. Obstruksi kapiler, menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina dan dapat
menyebaban terbentuknya Shunt arteri-vena.
9. Vena melebar, lumen tidak teratur, berkelok-kelok, terjadi akibat kelainan sirkulasi serta
dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
10. Hiperlipidemia, keadaan yang sangat jarang. Tanda ini akan hilang bila segera diberikan
pengobatan.
31

Gambar 4.1. Penglihatan normal (kiri) dan penglihatan pada retinopati diabetikum
(kanan).

2.2.7 Klasifikasi
Retinopati Diabetikum diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2.7.1 Retinopati nonproliferatif.
Retinopati diabetikum nonproliferatif merupakan stadium awal dari proses penyakit
retinopati diabetikum. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh
darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut
(mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina.
Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool”
berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang
keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan
kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada
pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat
penglihatan seseorang.9,12
32

Gambar 4.2. Penemuan klinis pada Retinopati diabetic nonproliferative termasuk


mikroaneurisma, perdarahan intraretina, dan eksudat lemak.

2.2.7.2 Retinopati proliferatif.


Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium
yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetic dan sering ditemukan ppasien diabetes yang
sukar dikontrol. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari
pembuluh darah (neovaskularisasi) yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang
abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga
menghalangi penglihatan. Pada retinopati proliferatif juga akan terbentuk jaringan parut yang
dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati
proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bagian-bagian lain dari mata sehingga
mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.9
33

Gambar 3.3. Cotton wool spots umum terlihat pada pasien diabetic retinopathy. Gambaran
Ini terlihat akibat adanya miroinfark pada lapisan serat saraf.

Retinopati Diabetikum dibagi menjadi beberapa stadium. Diabawah ini adalah pembagian
stadium Retinopati Diabetikum menurut Daniel Vaughan.
Tabel 3.2. Pembagian Stadium Retinopati Diabetikum menurut Daniel Vaughan DKK12
Stadium I
- Mikroaneurisma, yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan bulat kecil di
daerah papil dan makula.
- Vena sedikit melebar.
- Histologis: didapatkan mkroaneurisma di kapiler bagian vena di daerah nuclear luar.
Stadium II
- Vena melebar.
- Eksudat kecil-kecil, tampak keras seperti lilin, tersebar atau terkumpul seperti bunga
(circinar) yang histologis terletak di daerah lapisan plexiform luar.
Stadium III
Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriola terminal. Diduga
bahwa terdapat cotton wool patches, bila disertai retinopati hipertensi atau arterisklerosis.
Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai sheating pembuluh darah.
Perdarahan besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina, dapat juga di preretina.
Stadium V
Perdarahan besar di retina dan preretina serta di dalam badan kaca. Kemudian disusul dengan
34

terjadinya retinitis proliferans, akibat jaringan fibrotik yang disertai dengan neovaskularisasi.
Retinitis proliferans ini melekat pada retina, bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina,
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.

Derajat retinopati berhubunghan erat dengan lamanya diabetes melitus yang diderita.
Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetikum yang hebat dalam 20 tahun
walaupun dikontrol dengan baik dan retinopati dimulai dengan stadium IV melaju ke stadium V.
Pada penderita diabetes tua, retinopati mulai pada stadium I dan jarang melaju sampai stadium
III. Degenerasi makula dapat menurunkan visus sentral pada stadium yang lebih lanjut.12

2.2.8 Diagnosis Retinopati Diabetikum


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Pemeriksaan yang
biasa dilakukan untuk menilai keadaan retina adalah pemeriksaan dengan oftalmoskopi dan
fotografi retina. Diagnosis retinopati diabetikum didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang
paling terpercaya. Tetapi dalam klinik pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan
untuk skrining.9,10

2.2.9 Komplikasi dan Faktor yang Memperberat Retinopati Diabetikum


Komplikasi retinopati diabetikum antara lain: perdarahan vitreus dan ablasi retina traksi.
Jika telah terjadi retinopati diabetikum disertai ablasi retina maka pasien akan kehilangan
penglihatan dan sukar diatasi.1
Keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetikum antara lain:
1. Arteriosklerosis dan hipertensi arteri, serta proses menua (degenerasi) pembuluh darah, dapat
memperburuk prognosis, terutama pada pasien tua.
2. Hipoglikemia atau trauma, dapat menyebabkan timbulnya perdarahan mendadak.
3. Hiperlipoproteinemia, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga mempercepat progresifitas
penyakitnya.
4. Kehamilan pada penderita diabetes juvenilis yang tergantung pada insulin, dapat
menimbulkan perdarahan dan prolliferasi.12
35

2.2.10 Terapi dan Pencegahan Retinopati Diabetikum


Terapi retinopati diabetikum adalah:3,4,12
1. Kontrol diabetes melitus.
Kontrol diabetes melitus yang baik akan memperlambat pembentukan retinopati
diabetikum tetapi tidak menyebabkan perbaikan kerusakan yang telah terjadi.
2. Fotokoagulasi laser.
Fotokoagulasi preretina biasanya diindikasikan untuk retinopati diabetikum
nonproliferatif yang berat dan retinopati diabetikum proliferatif dini. Fotokoagulasi
dilakukan untuk pengobatan retinopati yang telah mengganggu ketajaman penglihatan atau
telah menimbulkan penyulit. Gangguan penglihatan akan menjadi lebih berat bila terjadi
neovaskularisasi pada retina ataupun badan kaca. Fotokoagulasi dapat menurunkan
kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan ablasi retina. Fotokoagulasi laser
dilakukan untuk menghancurkan pembuluh darah yang baru dan menyumbat pembuluh darah
yang bocor. Pada retinopati diabetikum proliferatif dilakukan panfotokolagulasi bila telah
memperlihatkan kelainan retina.
3. Vitrektomi.
Vitrektomi diindikasikan untuk retinopati diabetikum dengan komplikasi. Vitrektomi
(pembedahan untuk membuang darah dari humor vitreus) dilakukan jika terjadi perdarahan
hebat dari pembuluh darah yang telah mengalami kerusakan dan jika trdapat perdarahan ke
dalam badan kaca. Setelah vitrektomi, fungsi penglihatan akan menunjukkan perbaikan dan
secara bertahap mata akan membentuk humor vitreus baru.
4. Diet gizi seimbang.
5. Memperbaiki pola hidup dan berolah raga secara teratur.
Cara pencegahan yang terbaik adalah mengontrol diabetes dan tekanan darah tinggi.
Penderita diabetes sebaiknya menjalani pemeriksaan mata secara rutin (1 kali/tahun) setelah
terdiagnosis menderita diabetes.

Вам также может понравиться