Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB IV
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Katarak
2.1.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta,
yang berarti air terjun.1 Katarak adalah segala bentuk kekeruhan pada lensa mata, baik sedikit,
maupun menyeluruh, namun secara klinis katarak digunakan untuk kekeruhan lensa yang
mempengaruhi ketajaman penglihatan.2
2.1.2 Etiologi
Etiologi tersering dari katarak adalah perubahan usia, sedangkan penyebab lainnya
termasuk trauma, inflamasi, gangguan nutrisi dan metabolic dan toksik obat-obatan seperti
kortikosteroid.2 Katarak juga dapat disebabkan oleh infeksi virus dimasa pertumbuhan janin,
konsumsi obat-obatan masa hamil, gangguan pertumbuhan, dan sekunder dari kelainan mata
lain.1
Berdasarkan etiologi, katarak dibagi menjadi:
1. Senilis
2. Trauma
3. Metabolik
4. Toksin
5. Komplikata
6. Infeksi maternal
7. Konsumsi obat oleh ibu pada masa gestasi
8. Katarak presenilis
9. Sindroma dengan katarak
10. Herediter
11. Katarak sekunder
11
2.1.3 Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, morfologi, dan stadium perkembangan
pada katarak senilis1,2,.
Pada katarak kortikal terjadi perunahan komposisi ion dari korteks lensa serta komposisi air
dari serat-serat pembentuk lensa. Terbentuk kekeruhan berbentuk baji yang menyebar dari pinggir
lensa ke tengah. Ketika kekeruhan mencapai tengah lensa maka akan mempengaruhi transmisi
cahaya yang dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala silau ataupun
ketidakmampuan untuk membedakan kontras yaitu untuk mengetahui perbedaan-perbedaan tipis
dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat.6,7
Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas pada bagian lensa belakang
secara perlahan. Pada tipe ini gejalnya antara lain penglihatan kabur dan silau. Tipe ini biasa
terjadi pada orang dengan penyakit diabetes mellitus, miopia berat, retinitis pigmentosa,
menggunakan steroid.6,7
Berdasarkan kekeruhan lensa yang terjadi, katarak senilis dibagi menjadi atas stadium
insipien, intumesen, imatur, matur, dan hipermatur.
14
Katarak Insipien
Pada stadium ini akan terlihat kekeruhan dimulai dari tepi ekuator berbentuk gerigi
menuju korteks anterior dan posterior (katarak Kortikal).1,2,7
Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa diserta pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.
Masuknya air mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan akan mendorong iris sehingga bilik
mata depan akan menjadi dangkal dibandingkan dengan keadaan normal. Pencembungan lensa
ini akan memberikan penyulit glaukoma. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga
lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah sehingga menyebabkan miopisasi.1,2,7
Katarak Imatur
Katarak belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur akan terjadi
penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degenerative.1,2,7
15
Katarak Matur
Pada katarak ini kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan terjadi akibat
deposisi ion Ca yang menyeluruh.2,3,9
Katarak Hipermatur
Katarak yang mengalami proses lebih lanjut akan menjadi keras atau lembek dan
mencair. Masa lensa yang berdegenrasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa mengecil. 2
2.1.4.2 Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Diduga
adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya katarak senilis dan
belum sepenuhnya diketahui. Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan
kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya,
sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia tua akan terjadi
pembentukan lappisan kortikal yang baru pada lensa’ yang mengakibatkan nukleus lensa
terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu
terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks
16
refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa, perubahan
kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa.7
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna putih
dan abu-abu./ Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti
korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang sama sekali.7
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tingkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar belakang
yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang
berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali
muncul pada penderita katarak kortikal.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien
presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear.
Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang
tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau
bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling
sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaukoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang
keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binokular dengan
cover test dan pin hole.
18
2. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien
presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman
ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan
miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat
dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.2,7
19
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus, namun
kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien muda, maka
operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.3,6,7
C. Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama menyisakan kapsul
bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari lubang
insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran ultrasonik yang
22
mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian dilakukan aspirasi. Teknik
ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Namun
kurang efektif untuk katarak senilis yang padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:
Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit karena akan
menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya astigmatisma, dan rasa
adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal ini juga akan mencegah
peningkatan tekanan intraokuli selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko
perdarahan.
Cepat menyembuh.
Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur mata. 2,6
2.2.2 Epidemiologi
Retinopati diabetikum merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia
dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes melitus memiliki risiko 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Di Amerika Utara, 3,6% pasien IDDM dan 1,6%
pasien NIDDM mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes
tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.8
Retinopati diabetikum biasanya timbul setelah menderita diabetes melitus selama 5-15
tahun. Predisposisi terbanyak pada wanita dibanding laki-laki, umumnya berusia 50-55 tahun.
Retinopati diabetikum sendiri merupakan penyulit yang penting pada penyakit diabetes, dengan
frekuensi 40-50%. Onset retinopati diabetikum pada penderita diabetes melitus juvenile lebih
lambat dibandingkan dengan penderita diabetes melitus dengan usia yang lebih tua (>40 tahun).3
setelah 11-13 tahun, 41% memiliki NPDR setelah 14-16 tahun dan 60% memiliki NPDR setelah
16 tahun.1,9
membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Senyawa
poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi
maupun fungsional sel.10
2. Glikasi Nonenzimatik.
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi
selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang
terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.
Penggunaan aminoguanidin, yaitu suatu bahan yang menghambat pembentukan advanced
glycation end product (AGE), pada tikus diabetes dilaporkan dapat mengurangi pengaruh
diabetes terhadap aliran darah retina, permeabilitas dan parameter mikrovaskular yang lain.
Aminoguanidin juga dilaporkan dapat menghambat produksi senyawa vasoaktif oksida
nitrat.10,11
endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat
mencapai 1 : 10.10
Patofisiologi retinopati diabetikum melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu: 1) pembentukan aneurisma, 2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
3) penyumbatan pembuluh darah, 4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan
fibrosa di retina, 5) kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan
dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat
terjadi pada semua komponen darah.10
Kebutaan akibat retinopati diabetikum dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut:
1) edema makula atau nonperfusi kapiler, 2) pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati
diabetikum proliferatif dan kontraksi jaringan fibrosis menyeabkan ablasi retina
(retina detachment), 3) pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus, 4) pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma.10
Perdarahan adalah bagian dari stadium retinopati diabetikum proliferatif dan mnerupakan
penyebab utama kebutaan permanen. Selain itu, kontraksi dari jaringan fibrovaskular yang
menyebabkan ablasio retina (terlepasnya lapisan retina) juga merupakan salah satu penyebab
kebutaan pada retinopati diabetikum proliferatif.10
Selain pengaruh hiperglikemia melalui berbagai jalur metabolisme, sejumlah faktor lain
yang terkait dengan diabetes melitus seperti peningkatan agregasi trombosit, peningkatan
agregasi eritrosit, viskositas darah, hipertensi, peningkatan lemak darah dan faktor pertumbuhan,
diduga dapat juga berperan dalam timbulnya retinopati diabetikum walaupun sampai saat ini
masih belum dapat dijelaskan mekanisme pasti terjadinya retinopati akibat dari diabetes.
Beberapa teori telah dipostulasikan untuk menjelaskan perjalanan dan penangan retinopati
diabetikun, antara lain:1,10
a) Growth Hormone
Growth hormone tampaknya memiliki peran dalam pembentukan dan perjalanan dari
retinopati diabetes. Pada wanita yang menderita nekrosis hemoragik post-partum kelenjar
pituari (Sheehan syndrome) ditemukan perbaikan dari retinopati diabetes yang dideritanya.
Hal ini mengakibatkan timbulnya praktik-praktik kontroversial pada tahun 1950-an untuk
mengobati dan mencegah retinopati diabetes dengan cara mengablasi kelenjari pituari.
27
Tetapi teknik ini telah ditinggalkan akibat dari banyaknya komplikasi sistemik yang terjadi
dan telah ditemukan pengobatan laser yang terbukti lebih efektif.1
kuningan. Pada permulaan eksudat puntata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat
muncul dan menghilang dalam beberapa minggu. Kelainan ini terutama terdiri atas
bahan-bahan lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia. Pada
angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin di luar pembuluh darah.
5. Soft exudate (cotton wool patches/becak wol-katun) merupakan tanda iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskop akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih, tidak berbatas tegas. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.
6. Edema retina yang ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan pasien.
7. Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina dan badan kaca, biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah,
tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang merupakan tanda awal dari
penyakit yang berat. Mula-mula terletak dalam jaringan retina (intraretinal) terutama di dekap
papil atau sepanjang vena retina, kemudian menembus membran limitans interna dan
berkembang ke daerah preretinal dan badan kaca (intravitreal). Pecahnya neovaskularisasi
pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid
(preretinal) maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal biasanya diikuti proliferasi
jaringan glia. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetikum.
8. Obstruksi kapiler, menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina dan dapat
menyebaban terbentuknya Shunt arteri-vena.
9. Vena melebar, lumen tidak teratur, berkelok-kelok, terjadi akibat kelainan sirkulasi serta
dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
10. Hiperlipidemia, keadaan yang sangat jarang. Tanda ini akan hilang bila segera diberikan
pengobatan.
31
Gambar 4.1. Penglihatan normal (kiri) dan penglihatan pada retinopati diabetikum
(kanan).
2.2.7 Klasifikasi
Retinopati Diabetikum diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2.7.1 Retinopati nonproliferatif.
Retinopati diabetikum nonproliferatif merupakan stadium awal dari proses penyakit
retinopati diabetikum. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh
darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut
(mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina.
Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool”
berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang
keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan
kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada
pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat
penglihatan seseorang.9,12
32
Gambar 3.3. Cotton wool spots umum terlihat pada pasien diabetic retinopathy. Gambaran
Ini terlihat akibat adanya miroinfark pada lapisan serat saraf.
Retinopati Diabetikum dibagi menjadi beberapa stadium. Diabawah ini adalah pembagian
stadium Retinopati Diabetikum menurut Daniel Vaughan.
Tabel 3.2. Pembagian Stadium Retinopati Diabetikum menurut Daniel Vaughan DKK12
Stadium I
- Mikroaneurisma, yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan bulat kecil di
daerah papil dan makula.
- Vena sedikit melebar.
- Histologis: didapatkan mkroaneurisma di kapiler bagian vena di daerah nuclear luar.
Stadium II
- Vena melebar.
- Eksudat kecil-kecil, tampak keras seperti lilin, tersebar atau terkumpul seperti bunga
(circinar) yang histologis terletak di daerah lapisan plexiform luar.
Stadium III
Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriola terminal. Diduga
bahwa terdapat cotton wool patches, bila disertai retinopati hipertensi atau arterisklerosis.
Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai sheating pembuluh darah.
Perdarahan besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina, dapat juga di preretina.
Stadium V
Perdarahan besar di retina dan preretina serta di dalam badan kaca. Kemudian disusul dengan
34
terjadinya retinitis proliferans, akibat jaringan fibrotik yang disertai dengan neovaskularisasi.
Retinitis proliferans ini melekat pada retina, bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina,
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.
Derajat retinopati berhubunghan erat dengan lamanya diabetes melitus yang diderita.
Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetikum yang hebat dalam 20 tahun
walaupun dikontrol dengan baik dan retinopati dimulai dengan stadium IV melaju ke stadium V.
Pada penderita diabetes tua, retinopati mulai pada stadium I dan jarang melaju sampai stadium
III. Degenerasi makula dapat menurunkan visus sentral pada stadium yang lebih lanjut.12