Вы находитесь на странице: 1из 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases)
terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik,
sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah
kesehatan masyarakat utama. gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) yang dulu disebut Acute Renal
Failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi
filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum
atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN (Blood Urea Nitrogen). Setelah cedera
ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan
adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-90%. Kematian di
dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3 mg/dL kreatinin serum
merupakan prognostik penting yang signifikan. Peningkatan kadar kreatinin juga bisa
disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dan trimehoprim) yang menghambat
sekresi tubular ginjal. Peningkatan nilai BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan
ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan steroid,
pemasukan protein. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang hati-hati dalam
menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak
Upaya untuk mengurangi gagal ginal akut dalam penanganan masalah tergantung
pada kerja sama yang baik anatara perawat, pasien, dan keluarga. Maka perawatan pada
penderita yang dapat di berikan secara komorehensif yaitu membatasi aktifitas selain itu
tindakan yang lain dapat pengatruan pola makan, mempertahankan cairan tubuh,dengan
menerapkan pola kehidupan yang sehat, dan olahraga sebagai penunjang pemeliharaan
kesehatan.

Askep ARF 1
B. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari kasus kegawatan pada sistem perkemihan yakni ARF (Acute
Renal Failure), diharapkan mahasiswa/i mampu menjelaskan konsep kegawatan pada
pasien ARF.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan asuhan keperawatan ini, kelompok mengunakan metode literatur dan
studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan mempelajari sumber buku dan jurnal
sebagai sumber yang berkaitan dengan masalah Acute Renal Failure

D. Sistematika Penulisan
Penulisan asuhan keperawatan ini dibuat secara sistematik yang tediri dari bab I
pendahuluan, bab II konsep dasar, bab 3 penutup dan daftar pustaka.

Askep ARF 2
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa hari)
yang menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. (Lorraine M. Wilson)
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap
akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular. (Keperawatan
Medikal Bedah Vol. 2)
Gagal ginjal akut mengacu pada kehilangan fungsi ginjal yang tiba-tiba (beberapa jam
sampai beberapa hari) yang ditandai dengan peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan
kreatinin serum. (Keperawatan Kritis edisi 8)
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi produk-
produk limbah metabolism. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat
azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan aliguria
dimana haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam. (Tambayong, jan 2000).
Menurut levinsky dan Alexander (1976), gagal ginjal akut terjadi akibat penyebab-
penyebab yang berbeda. Ternyata 43% dari 2200 kasus gagal ginjal akut berhubungan
dengan trauma atau tindakan bedah 26% dengan berbagai kondisi medic 13%, pada
kehamilan dan 9% disebabkan nefrotoksin penyebab GGA dibagi dalam katagori renal,
renal dan pasca renal
Gagal ginjal akut dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah sekumpulan
gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. (M. Nursalam 2006).

B. Etiologi/Predisposisi
Menurut The Series For Clinical Execellence Nursing, penyebab dari gagal ginjal
akut ini terbagi menjadi 3 penyebab:

Askep ARF 3
1. Gagal ginjal akut prarenal
GA prarenal atau azotemia prarenal atau di sebut juga sebagai GGA fungsional, di
sebabkan oleh Perfusi glomerulus yang abnormal sehingga menurunkan LFG.
Biasanya disebabkan karena:
a. Hipovolemia, yang di sebabkan oleh
1) Kehilangan darah /plasma : perdarahan, luka bakar.
2) Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit
ginjal lain), pernafasan, pembedahan.
3) Redistribusi dari intravaskuler ke ekstravaskuler (hipoalbuminemia, sindrom
kompartemen ketiga, pankreatitis, peritonitis, kerusakan otot yang luas,
sindrom distres pernafasan).
4) Kekurangan asupan cairan.
b. Vasodilatasi sistemik
1) Sepsis
2) Sirosis hati
3) Anestesi/blokade ganglion
4) Reaksi anafilaksis
5) Vasodilatasi oleh obat
c. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
1) Renjatan kardiogenik,infark jantung
2) Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katup jantung)
3) Tamponade jantung
4) Distrimia
5) Emboli paru
d. Kegagalan autoregulasi
1) Vasokontriksi praglomerulus oleh karena sepsis, hiperkalsemia, sindrom
hepatorenal, obat-obat seperti inflamasi non steroid (AINS), adrenalin,
noradrenalin, siklosporin, dan ampoterisin B
2) Vasodilatasi pascaglomerulus: di sebabkan oleh obat-obat penghambat
angiotensinconverting enzyme (ACE), dan antagonis reseptor AT1
angiotensin.
2. Gagal Ginjal Akut Renal
Banyak penyebab gagal ginjal akut renal yang di sebabkan karena berkurangnya
aliran darah ginjal ke seluruh bagian atau sebagian ginjal. Biasanya karena terjadi
Askep ARF 4
penyempitan atau stenosis arteri renalis sehingga mengurangi aliran darah ke
seluruh ginjal. Penyakit yang biasanya menyebabkan GGA renal:
a. Nekrosis tubular akut
1) Pasca iskemik: syok, sepsis, bedah jantung terbuka, bedah aorta
2) Nefrotoksik: Nefrotoksin eksogen: Antibiotik seperti aminoglikosida,
amfoterisin B; Media kontrasteriodinasi; logam berat seperti sisplatin,
biklorida merkuri, arsen; siklosporin seperti takrolimus; pelarut seperti karbon
tetraklorida, etilene glikol, methanol. Nefrotoksin endogen : pigmen
intratubular seperti hemoglobin, mioglobin; protein intratubular seperti
mieloma multiple; kristal intratubular seperti asam urat.
b. Penyakit vascular atau glomerulus ginjal primer
1) Glomerulonefritis progresif cepat atau pascastreptokokus akut
2) Hipertensi maligna
3) Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait-pembatasan garam atau air
c. Nefritis tubulointerstisial akut
1) Alergi beta laktam
2) Infeksi
3. Gagal Ginjal Akut Pascarenal
GGA pascarenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat. Obstruksi aliran ini akan mengakibatkan
kegagalan filtrasi glomerulus dan transfor tubulus sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi. Begitu terjadi
hambatan aliran urin, terjadi kenaikan yang cepat tekanan hidrolik tubulus proksimal,
yang kemudian di kompensasi dengan vasodilatasi arteriol eferen ginjal yang di
mediasi oleh produksi prostaglandin, prostaksiklin dan prostaglandin E2.
Biasanya karena penyakit:
a. Obstruksi uretra: katup uretra, striktur uretra
b. Obstruksi aliran keluar kandung kemih: hipertrofi prostat, karsinoma
c. Obstruksi ureter bilateral/unilateral: intraureter (batu, bekuan darah), ekstraureter
(fibrosis retroperitoneal, neoplasma kandung kemih, prostat, atau serviks, cedera).
d. Kandung kemih neurogenik

Askep ARF 5
C. Patofisiologi
Menurut Keperawatan Medikal Bedah vol 2 Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi
ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau
disfungsi tubular dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau
volume urin normal. Anuria (kurang dari 50 ml urin per hari) dan normal haluaran urin
tidak seperti oliguria. Oliguria (urin kurang dari 400 ml per hari) adalah situasi klinis
yang umum dijumpai pada gagal ginjal akut.
Disamping volume urin yang diekskresikan, pasien gagal ginjal akut mengalami
peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum dan retensi produk
sampah metabolik lain yang normalnya diekskresikan oleh ginjal.
Tiga kategori utama kandisi penyebab gagal ginjal akut adalah prarenal (hipoperfusi
ginjal), intrarenal (kerusakan aktual jaringan ginjal), pascarenal (obstruksi aliran urin)
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnua
laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume
(hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis
atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jangtung (infark miokardium, gagal jantung
kongestif, atau syok kardiogenik)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan
infeksi serta agens nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan
berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan
hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika terjadi cedera),
sehingga terjadi toksik renal, iskemia atau keduanya. Reaksi transfusi yang parah juga
menyebabkan gagal intrarenal; hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis
melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor
pencetus terbentuknya hemoglobin. Faktor penyebab lain adalah pemakaian obat-obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini
mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
Pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di
bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat; akhitnya laju filtrasi glomerulus
meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oliguri belum diketahui, namun
terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa faktor mungkin reversibel
Askep ARF 6
jika diidentifikasi dan ditangani dengan tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa
kondisi berikut menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal:
hipovolemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi
ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau batu ginjal dan
obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Kondisi ini ditangani dan diperbaiki sebelum
ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria, dan tanda-tanda lain yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat dikurangi.
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode oliguria,
periode diuresis, dan periode perbaikan. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri
dengan terjadinya oliguria. Periode oliguria, (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam)
disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya
diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, dan kation intraseluler – kalium dan
magnesium). Jumlah urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah
normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap in gejala uremik untuk pertamakalinya muncul,
dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan
retensi nitrogen, namun pasien masih mengekskresikan urin sebanyak 2 liter atau lebih
setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama
setelah antibiotik nefrotoksik deberikan kepada pasien; dapat juga terjadi pada kondisi
terbakar, cedera traumatik, dan penggunaan anastesi halogen.
Pada tahap ke tiga, periode diuresis, pasien menunjukan peningkatan jumlah urin
secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium berhenti
meningkat dan akhirnya menurun, meskipun haluaran urin mencapai kadar normal atau
meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada,
sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien harus
dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini; jika terjadi dehidrasi, tanda
uremik biasanya meningkat.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung
selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat
reduksi laju filtrasi glomerulus permanen sekitar 1% sampai 3%, tetapi hal ini secara
klinis tidak signifikan

Askep ARF 7
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada ARF seperti : pucat (anemia), oliguria, edema, hipertensi,
muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jangtung kongestif atau edema paru,
aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis dengan atau tanpa melena akibat
gastritis atau tukak lambung, kejang, kesadaran menurun sampai koma.
Fase gagal ginjal akut :
1. Fase oliguria atau anuria : jumlah urine berkurang sampai 10-30 ml/ hari,
dapat berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala
uremia nyata seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, haus, nafas
kussmaul, kejang dan lainnya. Ditemukan hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, hiponatremia dan asidosis metabolik.
2. Fase diuretik : poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu.
3. Fase penyembuhan atau pascadiuretik : poliuria dan gejala uremia berkurang.
Faal glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih
ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi
urine. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria
tetap ditemukan.

E. Pengkajian Primer
1. Kaji A, B, C
a. Airway
1) Penilaian tentang kesadaran, dengan cara menyentuh, menggoyangkan dan
memanggil namanya, misalnya bapak atau ibu
2) Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera, lihat adakah
partikel-partikel benda asing seperti darah, muntahab, permen karet, gigi palsu
atau tulang
3) Posisi pasien diatur agar mudah untuk bernapas
4) Peningkatan sekresi pernapasan
5) Adanya benda asing pada saluran pernapasan
6) Adanya bunyi napas yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas
b. Breathing
1) Auskultasi bunyi napas dan evaluasi ekspansi dada, usaha respirasi dan adanya
bukti trauma dinding dada atau abnormalitas fisik

Askep ARF 8
2) Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan, dan observasi pernapasan
ekspansi bilateral dada
3) Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan pernapasan, pasien
diberikan alat oksigenisasi yanga dekuat.
4) Pola dan frekuensi pernapasan
5) Pengembangan dada simitri atau tidak
6) Penggunaan otot bantu pernapasan
7) Adanya retraksi interkosta
c. Circulation
1) Cek nadi dan iramanya serta ritmenya
2) Kaji tekanan darah
3) Kaji warna kulit (adanya sianosis)
4) Kaji adanya bukti perdarahan
5) Kirimkan sampel darah untuk melakukan cek labolatorium
6) Capilary refill (3-4 detik)
7) Adakah tanda tanda syok
d. Disability
1. Menilai kesadaran dengan cepat
2. Respon terhadap nyeri
3. Ukuran dan reaksi pupil
4. Tanda-tanda lateralisasi
e. Exposure
1. Semua pakaian klien dibuka untuk pemeriksaan lebih lanjut.
2. Berikan selimut untuk mencegah pasien hipotermi

F. Pengkajian Sekunder
1. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakan penurunan jumlah urine output tersebut
ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca-perdarahan setelah
melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah
mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau

Askep ARF 9
pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan transfusi darah, serta adanya
riwayat trauma langsung pada ginjal.
2. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi presisposisi penyebab pasca-renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
3. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga
4. Lakukan permeriksaan fisik
a. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat, aritmia jantung, anemia
b. Pernafasan
Gangguan pola nafas (kusmaul), asidosis metabolik, klien bernafas dengan bau
urine (fetor uremik), suara nafas friction rub
c. Integritas Ego
Gelisah, distress, ketakutan
c. Eliminasi
Penurunan frekuensi dan urine output <400 ml/hari pada fase oliguri, perubahan
warna urine menjadi lebih pekat atau gelap, edema, poliuri pada fase diuretik
d. Makanan/cairan
Mual, muntah, anoreksis
e. Neurosensori
Penurunan tingkat kesadaran, pusing, kejang, penglihatan kabur
f. Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat adanya kelemahan fisik, edema.
g. Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh sesak.
5. Riwayat AMPLE
- A (Alergy) : Riwayat alergi atau tidak, baik makanan ataupun obat-obatan
- M (Medication) : Adakah riwayat obat-obatan yang diminum sebelumnya
- P (Past Ilness) : Riwayat penyakit sebelumnya atau penyakit penyerta
- L (Last Meal) : Riwayat makanan yang dimakan sebelumnya
Askep ARF 10
- E (Environment) : Riwayat lingkungan pasien
6. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil uji darah yang mengindikasikan gagal ginjal akut intrinsik meliputi kenaikan
kadar nitrogen urea, kreatinin, dan kalium; kadar bikarbonat dan hemoglobin (Hb)
rendah; dan pH hematrokit (HTC) rendah.
b. Spesimen urin menunjukan warna tambahan, debris seluler, gravitasi spesifik
menurun, dan dalam penyakit glomerular menunjukan proteinuria dan osmolitas
urin yang mendekati osmolalitas serum kadar kalium urin kurang dari 20 mEq/L
jika oliguria disebabkan oleh berkurangnya perfusi dan lebih dari 40 mEq/L jika
disebabkan oleh masalah intrinsik.
c. Studi lainya meliputi ultrasonografi renal, radiografi ginjal-ureter-kandung kemih,
urografi ekskretori, scan renal, pielografi retrograd, computed temography, dan
nefrotomografi
d. Pencitraan radionuklida: dapat menunjukan kaliketaksis, hidronefrosis,
penyempitan, dan lambatnya pengisisan dan pengosongan sebagai akibat dari
GGA
e. Pielogram retrogard: menunjukan abnormalitas perlvis ginjal dan ureter
f. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskularitas dan massa
g. Sistouretrogram berkemih: menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam
ureter, retensi
h. CT scan: gambaran bagian menyilang dari ginjal dan saluran perkemihan
mendeteksi adanya/luasnya penyakit
i. MRI: memberi informasi tentang jaringan lunak

G. Penatalaksanaan Kegawatan
1. Penatalaksanaan untuk penurunan curah jantung
Deuretik sering di gunakan untuk meningkatkan eksresi natrium agen ini
secara langsung menghambat reabsorsi natrium didalam tubulus ginjal. Kedua
deuretik yang paling potensi sekarang adalah furosemit (lasix) dan asam etakrinik.
Agen ini menghambat reabsorsi natrium pada pars asenden ansahele dan pada tubulus
ginjal. Deuretik lain yang umum adalah spironolakton (aldacton) yang meningkatkan
natrium urine dengan menghambat efek aldosteron di tubulus ginjal.

Askep ARF 11
2. Penggantian volume
Selama masa oliguria, volume urine biasanya kurang dari 300 ml perhari.
Kehilangan yang tidak terlihat rata-rata 800-1000 ml perhari dan sebenarnya bebas
elektrolit. Secara umum, pengantian cairan harus mendekati 500 ml perhari. Karena
pengguanaan protein dan lemak tubuh, pasien idealnya harus kehilangan 2,2 lb (1kg)
perhari untuk mempertahankan keseimbangan air. Bahaya kelebihan air dengan akibat
gagal jantung kongesti dan edema paru terdapat sepanjang periode
oliguria.sebaliknya, selama NTA fase diuretik, pemborosan natrium lebih jauh dapat
terjadi berkaitan dengan peningkatan volume urine. Itulah sebabnya perlu untuk
mempertahankan pencatatan asupan dan haluaran secara akurat dan penimbangan
berat badan tiap hari pada kedua fase. Hal ini teruama penting bila ada kesempatan
lain untuk kehilangan cairan dan elektrolit seperti muntah, diare, penghisapan
nasogastrik, dan drainase oleh dari fistula. Secara umum, kehilangan terjadi sebagai
akibat dari masalah-masalah ini harus di ganti penuh.
3. Terapi Nutrisi
Selain penggantian cairan dan elektrolit ,masukan di arahkan pada pensuplaian
pasien dengan kalori dalam bentuk karbohidrat dan lemak untuk menurunkan
pemecahan protein tubuh. Karena 1 gr urea dibentuk setiap 6 gr protein yang di
metabolisme, asupan protein biasanya dibatasi untuk mencegah peningkatan BUN
yang terlalu cepat. Dengan pengembangan tim nutrisi telah terjadi kecendrungan
untuk memberikan lebih banyak kalori dan protein dalam bentuk parenteral atau
hiperalimensasi enteral dalam upaya untuk meningkatkan kondisi umum pasien dan
untuk mempercepat pemulihan fungsi ginjal. Diit mengandung 2000 sampai 3000
kalori/hari dengan 40 sampai 60 gr protein atau asam amino esensial telah digunakan
dengan frekuensi yang meningkat. Diet ini mengandung lebih dari 500 ml cairan yang
di anjurkan sebelumnya.
4. Penatalaksanaan untuk mempertahankan haluaran urine
Pemberian manitol yaitu bentuk turunan dari gula 6 rantai karbon, manosa.
Manitol didistribusi dalam cairan ekstraseluler dan secara esensial tidak di
metabolisme. Manitol bebas tervilter pada gloumerolus dan tidak di reabsorsi oleh
tubulus. Karena ukuran molekul yang kecil , maniitol memberi efek osmotik yang
bermakna yang selanjutnya neningkatkan aliran urine. Pemeriksaan yang lazim adalah
0,2 g/kg diberikan secara IV sebagai larutan 25 % seelama 3-5 menit. Bila aliran urine
meningkat >40 ml/jam, pasien diaggap telah pulih dari gagal ginjal dan volume urine
Askep ARF 12
kemudian di pertahankan 100 ml/gr dengan tambahan manitol dan penggantian cairan
sesuai indikasi. Setelah perbaikan kekurangan volume, diberikan furosemid 200-1000
mg secara IV. Puncak deuresis biasanya terjadi setelah 2 jam pemberian. Bila
pemberian furosemid efektif dalam meningkatkan volume urine , pemerian ini di
ulang pada interval 4-6 jam untuk mempertahan laju aliran urine sejalan pemberian
cairan untuk mempertahankan urine
5. Kontrol asidosis
Asidosis metabolik dengan keparahan sedang biasanya terjadi pada pasien dengan
gagal ginjal .hal ini merupakan akibat dari ketidakmampuan ginjal untuk
mengekskresikan ikatan asam (H2PO4) yang dihasilkan dari proses metabolik normal.
Asidosis biasanya dapat dikontrol dengan mudah dengan memberi pasien natrium
bikarbonat 30 sampai 60 mEq setiap hari tetapi tidak memerlukan pengobatan kecuali
HCO3- turun dibawah 12 sampai 15 mEq/L.
6. Kontrol Hiperkalemia
Hiperkalemia umumnya terjadi pada pasien dengan NTA .ini merupakan
konsekuensi baik karena penurunan kemampuan ginjal mengekresi kalium dan
pelepasan kalium intraseluler karena asidosis dan kerusakan jaringan. Asidosis
mengakibatkan perpindahan ion hidrogen ke dalam sel, sehingga mengantikan kalium
ke dalam cairan intraselular. Keadaan ini mempertahankan netralitas elektron
tetapimeningkatkan keadaan hiperkalemia. Selain mekanisme untuk menyebabkan
hiperkalemia, sering di abaikan pada pasien sakit akut , adalah pembatasan kalori
,terutama pembatasan glukosa . perpindahan glukosa dan asam amino ke dalam sel sel
disertai dengan kalium .pada sakit akut, pasien katabolik, bila asupan diit di batasi
atau terapi cairan intravena dihentikan , kegagalan perpindahan kalium intraselular
dapat menunjang hiperkalemia. Karena proses ini membutuhkan insuline, maka
defisiensi insuline mempunyai konsekuensi sama, dan penderita diabetik dapat lebih
rentan untuk mengalami gangguan akut kesemimbangan kalium bila terjadi gagal
ginjal. Hiperkalemia selalu dapat dicegah dengan menghindari suplemen kalium,
pemberian teraapi kronik untuk asidosis , dan penggunaan natrium polistiren sulfonat
resin bila kalium serum agak sedikit meningkat

Askep ARF 13
Askep ARF 14
H. Pathways Keperawatan

Prerenal Intrarenal Postrenal

Hipovolemia Vasodilatasi kalkuli Hyperplasia


sistemik Kerusakan prostat
Perubahan Nefrotoksik
nerfon/
↓ curah Hipotensi & vaskuler Neoplasm
tubular
jantung hipoperfusi a

Obstruksi pada saluran


perkemihan
Aliran darah
ginjal terganggu Urin tdk dpat melewati obstruksi

Kongesti yg menyebabkan
tekanan retrogard melalui system
kolegentes dan nefron
Laju GFR↓

Jumlah cairan tubulus lebih lambat

 reabsorsi natrium dan air

Pembuangan dari interstisium Memperbesar reabsorsi  tonusitas Menekan dan


medulla renalis ↓ merusak nefron GGA
dari cairan tubular distal medular

Askep ARF 15
Gagal ginjal akut

Penurunan produksi
urine azotemia

Retensi cairan Diuresis Peningkatan Peningkatan


Ekskresi
interstisial ↑dan ginjal metabolic pada metabolic pada
kalium
PH ↓ menurun jaringan otot gastrointestinal

Kelebihan
Edema paru volume cairan Ketidak Peningkatan Bau ammonia
asidosis seimbangan kelelahan otot pada mulut, mual,
metabolik elektrolit kram otot ↑ muntah,
anoreksia
Penurunan PH
Gangguan pada cairan hiperkalemia Kelemahan fisik
respons nyeri Intake nutrisi
pertukaran gas serebro spinal
tidak adekuat

Perubahan
Resiko perfusi Kerusakan konduksi
jaringan Ketidakseimbangan
hantaran impuls elektrikal jantung
serebral tidak saraf
nutrisi kurang dari
efektif kebutuhan tubuh

Curah
jantung ↓

Askep ARF 16
I. Intervensi
No Diagnosa NOC Kriteria Hasil NIC Intervensi
1 Kelebihan volume NOC : NIC :
cairan berhubungan  Fluid balance  Fluid Management
dengan diuresis ginjal Kriteria hasil :  Pertahankan intake dan
 Terbebas dari edema perifer, output yang akurat
efusi dan anasarka  Pasang urine kateter jika
 Bunyi nafas bersih, tidak ada diperlukan
dispnea,/ortopnea  Monitor status hemodinamik
 Terbebas dari distensi vena termasuk CVP, MAP, PAP
jugularis  Monitor vital sign
 Memelihara tekanan vena  Monitor indikasi retensi /
sentral, tekanan kapiler paru, kelebihan cairan (cracles,
output jantung dan vital sign CVP , edema, distensi vena
dalam batas normal leher, asites)
 Perfusi jaringan baik  Monitor status nutrisi
 Kadar elektrolit serum dalam  Kaji lokasi dan luas edema
batas normal  Kolaborasi pemberian
 Terlepas dari kelelahan, diuretik
kecemasan atau kebingungan
 Hematokrit dalam batas  Fluid Monitoring
normal (40-48%)  Tentukan riwayat jumlah dan
 Bunyi nafas bersih, tidak ada tipe intake cairan dan
dyspnea/ortopnea eliminasi
 Monitor berat badan, HR,
RR
 Monitor serum dan elektrolit
urine
 Monitor tekanan darah dan
perubahan irama jantung
 Catat secara akurat intake
dan output

Askep ARF 17
 Monitor adanya distensi
leher, ronchi, edema perifer,
dan penambahan BB.
 Monitor manifestasi dari
adanya ketidakseimbangan
elektrolit
2 Gangguan pertukaran NOC: NIC :
gas berhubungan  Respiratory Status : Gas  Manajemen Asam Basa
dengan edema paru exchange  Pertahankan kepatenan jalan
 Vital Sign Status nafas
Kriteria hasi:  Posisikan klien untuk
 Mendemonstrasikan mendapatkan ventilsi yang
peningkatan ventilasi dan adekuat
oksigenasi yang adekuat  Pertahankan kepatenan akses
 Memelihara kebersihan paru selang IV
dan bebas dari tanda-tanda  Pemeriksan berkala terhadap
distress pernafasan pH arteri dan plasma
 Mendemonstrasikan batuk elektrolit
efektif dan suara nafas yang  Monitor gas darah arteri ,
bersih, tidak ada sianosis dan level serum, urine elektrolit
dyspneu (mampu jika diperlukan
mengeluarkan sputum,  Monitor pola pernafasan
mampu bernafas dengan  Monitor adanya gejala
mudah, tidak ada pursed kegagalan pernafasan
lips)  Monitor status neurologi
 Tanda tanda vital dalam (mis. Tingkat kesadaran,
rentang normal kebingungan)
 AGD dalam batas normal  Monitor intake dan output
 Status neurologis dalam  Monitor status hemodinamik
batas normal (CVP, MAP, PAP)
 Sediakan dukungan
ventilator mekanik, jika
memang dibutuhkan

Askep ARF 18
 Berikan terapi oksigen
dengan tepat

 Respiratory Monitoring
 Monitor rata-rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi
 Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
 Monitor suara nafas, seperti
dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

Askep ARF 19
3 Penurunan curah NOC : NIC :
 Cardiac Pump  Cardiac Care
jantung berhubungan
effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
dengan perubahan
 Vital Sign Status  Catat adanya disritmia
konduksi
Kriteria hasil: jantung
kontraktilitas jantung
 Tanda Vital dalam rentang  Catat adanya tanda dan
normal (Tekanan darah, gejala penurunan cardiac
nadi, respirasi) putput
 Dapat mentoleransi aktivitas,  Monitor status pernafasan
tidak ada kelelahan yang menandakan gagal
 Tidak ada edema paru, jantung
perifer, dan tidak ada asites  Monitor balance cairan
 Tidak ada penurunan  Monitor respon pasien
kesadaran terhadap efek pengobatan
 AGD dalam batas normal antiaritmia
 Tidak ada distensi vena  Monitor adanya perubahan
 leher tekanan darah
 Warna kulit normal  Monitor toleransi aktivitas
pasien
 Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu

 Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,

Askep ARF 20
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi dan
irama jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad kanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Kelola pemberian obat anti
aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
4 Resiko NOC : NIC :
 Circulation status
ketidakefektifan  Manajemen Resiko
 Tissue Prefusion : cerebral
perfusi jaringan Jantung
Kriteria hasil:
serebral  Monitor TTV
 Mendemonstrasikan status
 Instruksikan pasien dan
sirkulasi yang ditandai
keluarga mengenai gejala
dengan tekanan sistol dan
jantung yang mulai
diastol dalam rentang yang
mengganggu
diharapkan
 Monitor tekanan darah
 Komunikasi jelas
 Monitor untuk pembatasan
 Menunjukkan konsentrasi
cairan
dan orientasi
 Prioritaskan hal-hal yang
 Pupil seimbang dan reaktif
mengurangi resiko jantung
 Bebas dari aktivitas kejang

Askep ARF 21
 Tidak mengalami nyeri bersama pasien dan keluarga
kepala
 Monitor Neurologi
 Pantau ukuran pupil, bentuk,
kesimetrisan dan reaktivitas
 Monitor Kesadaran
 Monitor tingkat orientasi
 Monitor TTV (suhu, tekanan
darah, denyut nadi, respirasi)
 Catat keluhan sakit kepala
5 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
 Nutritional Status : food
nutrisi kurang dari  Nutrition Management
and Fluid Intake
kebutuhan tubuh  Kaji adanya alergi makanan
Kriteria hasil :
berhubungan dengan  Kolaborasi dengan ahli gizi
 Adanya peningkatan berat
Ketidakmampuan untuk menentukan jumlah
badan sesuai dengan tujuan
untuk memasukkan kalori dan nutrisi yang
 BB ideal sesuai dengan
atau mencerna nutrisi dibutuhkan pasien
tinggi badan
 Yakinkan diet yang dimakan
 Mampu mengidentifikasi
mengandung tinggi serat
kebutuhan nutrisi
untuk mencegah konstipasi
 Tidak ada tanda-tanda
 Monitor jumlah nutrisi dan
malnutrisi
kandungan kalori
 Tidak terjadi penurunan
 Kaji kemampuan pasien
berat badan yang berarti
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

 Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya penurunan
berat badan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut

Askep ARF 22
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan

Askep ARF 23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
GGA (Gagal Ginjal Akut) merupakan kegawatan pada sistem perkemihan
yang tentunya akan mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Penyebab GGA dijabarkan menjadi etiologi prerenal, intrarenal dan postrenal.
Fase GGA terbagi atas fase oliguria, diuretik dan pemulihan. Intervensi kegawatan
yang harus dilakukan tentunya berdasarkan pada primary survey dan secondary
survey.

B. Kritik dan Saran


Kami mengucap syukur pada Tuhan YME dan terimakasih kepada dosen
pembimbing serta teman-teman kelompok dimana dapat terselesaikannya laporan
kegawatan sistem perkemihan yang terkait dengan GGA (Gagal Ginjal Akut).
Kami menyadari laporan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami memohon
kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Askep ARF 24
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hopfer Deglin, Judith & Hazard Vallerand, April. 2005. Pedoman Obat untuk Perawat (Edisi
4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kunz Howard, Patricia & A Steinmann, Rebecca. 2003. Sheehy’s Emergency Nursing
Principles and Practice (Sixth Edition). USA : Mosby Elsevier.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran (Edisi Ketiga, Jilid Kedua). Jakarta :
Media Aesculapius FK UI.
Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi 2015-2017
(10th ed.). Jakarta : EGC.
M. Hudak, Carolyn & M. Gallo, Barbara. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik
(Edisi VI, Volume II). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Askep ARF 25

Вам также может понравиться