Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
molekul CH2 yang lain, tetapi sejajar dengan molekul CH3. Karet gutta percha ini
umumnya lebih kuat dan kurang elastis, digunakan untuk pembungkus kabel
listrik dan sebagai bahan baku untuk bola golf. Karet merupakan politerpena yang
disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat.
Sesungguhnya isoprena merupakan produk degradasi utama karet, yang
diidentifikasi sebagaimana pada awal 1860-an. Rumus empiris karet adalah
C10H16 dan ini adalah polimer yang tinggi.
Produktivitas karet di Indonesia hanya 1,0 ton/ha, lebih rendah daripada
Malaysia (1,3 ton/ha) dan Thailand (1,9 ton/ha). Produksi karet di Indonesia,
Thailand, dan Malaysia berkontribusi 85% dari total produksi dunia (Kemenperin,
2012). Pada tahun 2012 luas area perkebunan karet di Indonesia mencapai 3,462
juta hektar dengan komposisi perkebunan rakyat sebanyak 2,937 juta hektar,
perkebunan besar milik Negara sebanyak 0,242 juta hektar, dan perkebunan besar
swasta sebanyak 0,283 juta hektar (Ditjenbun 2012).
2.2 Fungsi Bahan
2.2.1 Asam Format
Asam formiat atau asam metanoat yang juga dikenal sebagai asam semut
adalah senyawa organik yang mengandung gugus karboksil (-CO2H) dan
merupakan bagian dari senyawa asam karboksilat. Asam formiat ini pertama kali
diperoleh oleh ahli kimia pada abad pertengahan melalui proses penyulingan
semut merah dengan rumus molekul HCOOH. Sifat dari asam formiat ini adalah
mudah terbakar, tidak berwarna, berbau tajam/menusuk dan mempunyai sifat
korosif yang cukup tinggi. Asam formiat ini mudah larut dalam air dan beberapa
pelarut organik, tetapi sedikit larut dalam benzene, karbon tetraklorida dan
toluene, serta tidak larut dalam dalam karbon alifatik. Asam formiat mempunyai
bobot molekul 46,03 g/mol dan merupakan asam paling kuat dari deretan gugus
asam karboksilat serta berfungsi sebagai reduktor. Asam formiat dalam keadaan
murninya mempunyai titik leleh 8°C, titik didih 101°C, dan rapatan sebesar 1,2
g/ml pada suhu 20°C, secara ideal struktur karbonil senyawa asam formiat
mencerminkan ikatan hydrogen yang kuat antara molekul-molekul asam
karboksilat (kira-kira 10 kkal/mol untuk 2 ikatan hydrogen), maka asam
karboksilat ini sering dijumpai dalam bentuk dimer asam karboksilat / bahkan
dalam fasa uap (Setiawan, 2007).
Kata formiat berasal dari nama sejenis semut merah “formica rufa” yang
dapat mengeluarkan asam dan terbentuk sebagai asam bebas. Asam ini banyak
dijumpai pada beberapa jenis tumbuhan, pada bulu-bulu jelatang dan hasil
dari fermentasi bakteri pada karbohidrat. Beberapa ilmuwan melakukan
penelitian yang berhubungan dengan Asam formiat dari semut tersebut. Brunfles
pada permulaan abad ke-16 menyelidiki uap dari semut gunung penyebab warna
merah dari tumbuh-tumbuhan. Et-Muller pada tahun 1684 telah mendistilasi
sejumlah semut gunung yang menghasilkan suatu “acid spirit” yang dapat
merusak besi. Fisher mendistilasi sejumlah semut dengan air dan ditemukan pada
larutan distilatnya suatu asam menyerupai “spirit of vinegar”. Pada umumnya,
Asam formiat yang dijual dipasaran mempunyai kadar 85% dan 90% sedangkan
dalam bentuk anhidrat tersedia dalam jumlah bebas. Asam formiat banyak
digunakan untuk koagulan karet, conditioner pada pencelupan tekstil, industri
kulit serta sintesa bahan-bahan farmasi dan bahan kimia lain.
Di alam, asam format ditemukan pada sengatan dan gigitan banyak dari misalnya
lebah dan semut. Asam format juga merupakan hasil pembakaran yang signifikan
dari yaitu pembakaran yang tercampur air), jika dicampurkan dengan asam
format berasal dari kata yang berarti semut. Pada awalnya, senyawa ini
di melalui semut. Senyawa kimia turunan asam format, misalnya
kelompok dan format memiliki rumus kimia HCOO−. Pemakaian asam formiat
didalam negeri terutama untuk :
1. Koagulasi karet alam
Sebagai koagulan aid yang akan menghasilkan kualitas karet yang lebih baik.
2. Conditioner Pada Proses Pencelupan Tekstil
Digunakan sebagai bahan kimia pembantu dalam proses pencelupan atau
pewarnaan anti kusut dan anti ciut.
3. Conditioner Pada Proses Penyamakan Kulit
Digunakan dalam proses pembersihan, penghilangan zat kapur dan pewarnaan
kulit.
4. Silase
Untuk pencampuran pada makanan ternak.
2.2.2 Asam Asetat
Nama asam asetat berasal dari kata Latin asetum, “vinegar”. Asam asetat,
asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang
merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan, industri, dan
laboraturium dan dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus kimia CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.
Bentuk murni dari asam asetat ialah asam asetat glacial. Asam asetat glasial
mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku 17°C dan titik
didih 118°C) dengan bau menyengat, dapat bercampur dengan air dan banyak
pelarut organik. Dalam bentuk cair atau uap, asam asetat glacial sangat korosif
terhadap kulit dan jaringan lain suatu molekul asam asetat mengandung gugus –
OH dan dengan sendirinya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Karena
adanya ikatan hidrogen ini, maka asam asetat yang mengandung atom karbon satu
sampai empat dan dapat bercampur dengan air (Hewitt, 2003). Asam asetat
merupakan asam lemah yang terionisasi sebagian dalam air, walaupun demikian,
keasaman asam asetat tetap lebih tinggi dibanding dengan keasaman air (Kohar,
2004).
2.2.3 Amoniak
Amonia merupakan salah satu pengemulsi yang paling banyak digunakan
karena desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri, bersifat basa sehingga
dapat mempertahankan atau menaikkan pH lateks pekat, dan mengurangi
konsentrasi logam. Selain sebagai zan antikoagulan, amonia berfungsi sebagai
desinfektan. Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks
kebun. Mengurangi konsentrasi logam. Untuk lateks yang akan diolah menjadi
crepe tidak boleh diberi amonia secara berlebihan karena akan berpengaruh
terhadap warna crepe. Dosis: 5 – 10 ml larutan amonia 2,5% untuk setiap liter
lateks.
Amonia adalah gas tajam yang tidak berwarna dengan ttik didih -33,5 0C.
Cairannya mempunyai panas penguapan yang bebas yaitu 1,37 kJ/g pada titik
didihnya dan dapat ditangani dengan peralatan laboratorium yang biasa. Cairan
NH3 mirip air dalam perilaku fisikanya, bergabung dengan sangat kuat melalui
ikatan hidrogen. Tetapan dielektriknya ~22 pada -34 0C kira-kira 81 untuk H2O
pada 25 0cukup tinggi untuk membuatnya sebagai pelarut pengion yang baik
(Cotton dan Wilkinson, 1989)
2.2.4 CMC
Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai
dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang
terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai
pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik
(Winarno, 1997).
Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang
tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik
sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang
bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau
bahan lain yang bersifat non polar (Suryani et al., 2002). Karboksi metil selulosa
memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membentuk larutan koloid.
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki
penampakkan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC
mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur
gel yang dibentuk oleh CMC.
d. Pengeringan
Lembaran crepe yang diletakkan secara tegak akan dikeringkan dengan
bantuan angina (Safitri, 2010). Rumah pengeringan asap memiliki bentuk
dan konstruksi yang berbeda dengan rumah asap. Lembaran crepe tidak
diasap dan memiliki lembaran-lembaran yang panjang. Ukuran rumah
pengeringan kreb panjangnya 15 meter dengn lebar 7,5 meter serta tingginya
dari lantai ke atap 10 meter. Pada bagian dalam rumah pengeringan terdapat
bilah-bilah penggantungan yang dibuat dari bahan kayu jati. Tebal bilah
adalah 4-5 cm. Bilah-bilah yang terbuat dari kayu jati penggunaannya akan
tahan lama dan memiliki kekuatan apabila diinjak oleh pekerja yang akan
menggantung-gantungkan kreb yang akan dikeringan. Bagian atas bilah
penggantungan ini dibulatkan untuk menjaga agar permukaan kreb menjadi
rata. Kerapatan bilah-bilah diruangan pengeringan dengan panas buatan
adalah 8-12 cm, sedangkan pada rumah-rumah pengeringan alami (dengan
udara biasa) lebih jarang yaitu sekitar 15-20 cm. Pengeringan kreb bisa
dilakukan dengan dua acara yaitu menggunakan panas udara biasa
(pengeringan alami) dan dengan udara yang dipanaskan (pemanasan
buatan).Setiap pengeringan memiliki kelemahan.Pada pengeringan secara
alami, waktu yang digunakan cukup lama yaitu sekitar saru bulan tergantung
cuaca atau iklim. Pada pengeringan dengan panas buatan suhu udara dalam
ruangan pengeringan yang dibutuhkan adalah sekitar 33-34°C. Pengeringan
pada lembaran crepe dilakukan untuk memperoleh tingkat kadar air yang
diinginkan pada lembaran crepe. Tanda-tanda kreb yang tengah kering
adalah tidak terdapat bintik-bintik keputih-putihan dan bila dites kadar airnya
telah mencapai rata-rata 0,6% (0,35-1,00%) (Setyamidjaja, 1993).
e. Sortasi
Krep yang sudah dikeringan akan diangkut keruang sortasi. Lembaran krep
yang panjang digulun menggunakan bilah kayu agar mempermudah proses
sortasi. Ruangan sortasi harus kering dan bersih, penerangan atau keadaan
cahaya harus cukup, biasanya dengan cahaya baur yang dapat diperoleh
dengan melalui jendela-jendela kaca susu. Noda-noda kotoran yang terdapat
pada lembarang digunting dan bekas guntingan dirapatkan kembali.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sortasi krep yaitu warna, noda-
noda kotoran, tanda-tanda oksidasi, dan belang-belang serta bintik-bintik
atau garis-garis. Standar sortasi krep berdasarkan The International of
Quality and Packing for Natural Rubber Grades atau Green Book kualitas
krep digolongkan sebagai berikut:
1) No. 1-X : Superior Quality Thin Pale Latex Crepe
2) No. 1 : Standart Quality Thin Pale Latex Crepe
Jenis krep No. 1-X dann No. 1 harus memenuhi persyaratan warna
kuning pucat, tidak terdapat noda-noda, minyak, dan bahan lainnya.
3) No. 2 : Fair Average Quality Tin Palish Latex Crepe
Jenis ini boleh berwarna tidak kuning pucat, tetapi tidak boleh
mengadung bintik-bintik, minyak, kotoran, dan bahan-bahan lainnya.
f. Pembungkusan
Lembaran-lembaran akan dijadikan bandela-bandela (bal-bal) berbentuk
kubus 52cm x 52 cm x 52cm dengan berat 80 kg pada saat pembungkusan.
Pembungkusan harus dilakukan secara rapat dan dibalut menggunakan
lembaran-lembaran krep pembalut yang memiliki kualitas yang sama atau
sejenis. Pada bagian luar bal diberi warna dengan menggunakan larutan
coating talc (dilabur) kemudian diberi merk dan cap kiriman.
2.4 Mekanisme Penggumpalan Lateks
2.5 SNI Lateks
Lateks yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh
2. Tidak terdapat kotoran atau benda lain seperti daun atau kayu
3. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks
4. Warna putih dan berbau lateks segar
5. Lateks kebun bermutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks
kebun bermutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%
Menurut (Zuhra, 2006), persyaratan mutu lateks kebun setibanya di pabrik untuk
dapat diolah menjadi lateks adalah :
- Kadar karet kering (DRC) : maksimum 27,5%
- Jumlah padatan (TSC) : maksimum 25%
- Bilangan VFA : minimum 0,07
- Bilangan KOH : minimum 1,70
- Analisa amoniak : maksimum 0,35
Persyaratan mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.Spesifikasi Persyaratan Mutu
Persyaratan
No Parameter Satuan Lateks
Sit Slab Lump
Kebun
1 Karet Kering
(KK) (min) % 28 - - -
Mutu I % 20 - - -
Mutu II
2 Ketebalan (T)
Mutu I Mm - 3 < 50 50
Mutu II Mm - 5 51– 100 100
Mutu III Mm - 10 100-150 150
Mutu IV Mm - - >150 >150
3 Kebersihan - Tidak Tidak Tidak Tidak
(B) terdapat terdapat terdapat terdapat
kotoran kotoran kotoran kotoran
4 Jenis - Asam Asam Asam
Koagulan semut dan semut semut
bahan lain dan dan
- yang tidak bahan bahan
merusak lain lain
mutu karet yang yang
tidak tidak
merusak merusak
mutu mutu
karet karet
serta serta
penggu penggu
mpalan mpalan
alami alami
Sumber: SNI (2002)