Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Erupsi Gunung Api

Pegunungan adalah (gunung berapi) yang tinggi dan mengerucut yang terdiri atas
lava dan abu vulkanik yang mengeras. (Pangestu,2010)

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah suatu sistem saluran fluida
panas (bantuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar
10 km dibawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil
akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. (Wikipedia A, 2010)

Erupsi gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma
di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma
adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat
tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1000 0C. Cairan magma yang keluar dari dalam
bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1200 0C. Letusan
gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius
18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.
Tidak semua gunung merapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus
disebut gunung berapi aktif. (Wikipedia C, 2010)

2.2 Etiologi Erupsi Gunung Api

1. Peningkatan kegempaan vulkanik


2. Suhu kawah meningkat secara signifikan
3. Terjadinya deformasi badan gunung
4. Lempeng bumi berdesakan akibat tekanan yang sangat tinggi

2.3 Klasifikasi Erupsi Gunung Api

Erupsi gunung api diklasifikasikan ke dalam empat sumber erupsi, yaitu :

1. Erupsi pusat, erupsi yang keluar melalui kawah utama.


2. Erupsi samping, erupsi yang keluar dari lereng tubuhnya.
3. Erupsi celah, erupsi yang muncul dari retakan/sesar dapat memanjang sampai
beberapa kilometer.
4. Erupsi eksentrik, erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari
kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur
magma melalui kepundan tersendiri.

2.4 Manifestasi Erupsi Gunung Api

Gunung berapi yang meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain :

1. Suhu di sekitar gunung naik.


2. Mata air menjadi kering.
3. Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa)
4. Tumbuhan di sekitar gunung layu e. Binatang di sekitar gunung bermigrasi.

2.5 Proses Terjadinya Erupsi Gunung Api

Ada beberapa tahap proses terjadinya gunung meletus antara lain sebagai berikut :

1. Terdapat endapan magma di perut bumi

Proses terjadinya gunung meletus diawali dengan adanya magma di dalam


perut bumi atau inti Bumi. Magma sendiri merupakan batuan cair yang berada
di perut Bumi. Magma dapat terbentuk akibat panasnya suhu di dalam interior
Bumi.

2. Terdapat gas yang bertekanan tinggi

Suhu panas yang ada di dalam Bumi mampu melelehkan batuan penyusun
lapisan bumi. Ketika batuan- batuan tersebut meleleh maka dihasilkan gas
yang kemudian bercampur dengan magma. Magma ini terbentuk di
kedalaman 60 hingga 160 km di bawah permukaan Bumi.

3. Magma didorong gas yang memiliki tekanan tinggi

Magma yang mengandung gas kemudian akan terdorong sedikit demi sedikit
ke permukaan Bumi karena memiliki massa yang lebih ringan daripada batuan
padat yang ada di sekelilingnya. Magma yang mengandung gas berada dalam
kondisi dibawah tekanan bauan- batuan berat yang berada di sekitarnya.
Tekanan inilah yang menyebabkan magma meletus atau yang disebut dengan
erupsi gunung berapi atau gunung meletus.
2.6 Kesiapsiagaan Bencana Erupsi Gunung Api

A. Pra Bencana
 Perhatikan arahan dari PVMBG dan perkembangan aktivitas
gunungapi.
 Siapkan masker dan kacamata pelindung untuk mengatasi debu
vulkanik.
 Mengetahui jalur evakuasi dan shelter.
 Menyiapkan skenario evakuasi lain jika dampak letusan meluas
di luar prediksi ahli.
 Siapkan dukungan logistik.

B. Intra Bencana
 Tidak berada di lokasi bahaya
 Tidak berada di lembah atau daerah aliran sungai.
 Hindari tempat terbuka. Lindungi diri dari abu letusan
gunungapi.
 Gunakan kacamata pelindung
 Jangan memakai lensa kontak
 Gunakan masker
 Kenakan pakaian tertutup yang melindungi tubuh

C. Post Bencana
 Kurangi terpaparnya abu vulkanik
 Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu
vulkanik sebab bisa merusak mesin kendaraan.
 Bersihkan atap dari timbunan debu vulkanik karena beratnya
bisa merobohkan dan merusak atap rumah atau bangunan.
 Waspadai wilayah aliran sungai yang berpotensi terlanda
bahaya lahar pada musim hujan.
2.7 Peran Perawat Dalam Kebencanaan Erupsi Gunung Api

Berbagai upaya penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada setiap tahap
dalam siklus bencana antara lain :

1. Pencegahan dan mitigasi adalah upaya ini bertujuan menghindari terjadinya


bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Upaya-upaya yang dilakukan
antara lain:

a) Penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar

b) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan

c) Pembuatan brosur/leaflet/poster

d) Analisis risiko bencana pembentukan tim penanggulangan bencana

e) Pelatihan dasar kebencanaan; dan f) Membangun sistem penanggulangan


krisis kesehatan berbasis masyarakat.

2. Kesiapsiagaan adalah upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi


kemungkinan terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat
bencana mulai teridentifikasi akan terjadi.Upaya-upaya yang dapat dilakukan
antara lain:

a) Penyusunan rencana kontinjensi

b) Simulasi/gladi/pelatihan siaga

c) Penyiapan dukungan sumber daya

d) Penyiapan sisteminformasi dan komunikasi.

3. Tanggap darurat adalah upaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara
lain:

a) Penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment)

b) Pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan

c) Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan

d) Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan.


Menurut Pasal 48 Undang-Undang Penanggulangan Bencana menyebutkan
bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya; 2)
penentuan status keadaan darurat bencana; 3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat
terkena bencana; 4) pemenuhan kebutuhan dasar; 5) perlindungan terhadap kelompok
rentan; dan 6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Tabel 1 Data Demografi Aspek, Peran, dan Kepemimpinan

No. Aspek Peran

1. Pencarian dan penyelamatan  Melokalisasi korban.


 Memindahkan korban dari daerah
berbahaya ke tempat
pengumpulan/penampungan.
 Memeriksa status kesehatan korban
(triase di tempat kejadian).
 Memberi pertolongan pertama jika
diperlukan.
 Memindahkan korban ke pos medis
lapangan jika diperlukan

2. Triase  Identifikasi secara cepat korban


yang membutuhkan stabilisasi
segera (perawatan di lapangan).
 Identifikasi korban yang hanya
dapat diselamatkan dengan
pembedahan darurat (life saving
surgery).
 Pasien harus diidentifikasi dan
diletakkan secara cepat dan tepat,
mengelompokkan korban sesuai
dengan keparahan pada
masingmasing warna tag yaitu
kuning dan merah.
 Area tindakan harus ditentukan
sebelumnya dan diberi tanda.
 Penemuan, isolasi dan tindakan
pasien terkontaminasi/terinfeksi
harus diutamakan.

3. Pertolongan Pertama  Mengobati luka ringan secara efektif


dengan melakukan teknik
pertolongan pertama, seperti kontrol
perdarahan, mengobati shock dan
menstabilkan patah tulang.
 Melakukan pertolongan bantuan
hidup dasar seperti manajemen
perdarahan eksternal, mengamankan
pernafasan, dan melakukan teknik
yang sesuai dalam penanganan
cedera.
 Mempunyai keterampilan
Pertolongan pertama seperti
membersihkan jalan napas,
melakukan resusitasi dari mulut-
mulut, melakukan CPR/RJP,
mengobati shock, dan
mengendalikan perdarahan.

 Membuka saluran udara secepat


mungkin dan memeriksa obstruksi
saluran napas harus menjadi
tindakan pertama, jika perlu saluran
udara harus dibuka dengan metode
Head-Tilt/Chin-Lift.
 Mengalokasikan pertolongan
pertama pada korban dengan
perdarahan, maka perawat harus
mnghentikan perdarahan, karena
perdarahan yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan kelemahan dan
apabila akhirnya shock dapat
menyebabkan korban meninggal.

4. Proses Pemindahan Korban  Pemeriksaan kondisi dan stabilitas


pasien dengan memantau tandatanda
vital;
 Pemeriksaan peralatan yang melekat
pada tubuh pasien seperti infus, pipa
ventilator/oksigen, peralatan
immobilisasi dan lain-lain.

5. Perawatan di Rumah Sakit  Mengukur kapasitas perawatan


rumah sakit. Lokasi perawatan di
rumah sakit Hubungan dengan
perawatan di lapangan.
 Arus pasien ke RS harus langsung
dan terbuka. Arus pasien harus cepat
dan langsung menuju RS, harus
ditentukan, tempat tidur harus
tersedia di IGD, OK, ruangan dan
ICU.

6. RHA  Menilai kesehatan secara cepat


melalui pengumpulan informasi
cepat dengan analisis besaran
masalah sebagai dasar mengambil
keputusan akan kebutuhan untuk
tindakan penanggulangan segera.

7. Peran perawat di dalam posko  Memfasilitasi jadwal kunjungan


pengungsian dan posko konsultasi medis dan cek kesehatan
bencana sehari-hari.
 Tetap menyusun rencana prioritas
asuhan keperawatan harian.
 Merencanakan dan memfasilitasi
transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS.
Mengevaluasi kebutuhan kesehatan
harian.

 Memeriksa dan mengatur


persediaan obat, makanan, makanan
khusus bayi, peralatan kesehatan.
 Membantu penanganan dan
penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan
labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya berkoordinasi
dengan perawat jiwa.
 Mengidentifikasi reaksi psikologis
yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan
seringnya menangis dan mengisolasi
diri) maupun reaksi psikosomatik
(hilang nafsu makan, insomnia,
fatigue, mual muntah, dan
kelemahan otot).
 Membantu terapi kejiwaan korban
khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi
lingkungan misal dengan terapi
bermain.
 Memfasilitasi konseling dan terapi
kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater.
 Konsultasikan bersama supervisi
setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan
masyarakat yang tidak mengungsi.

8. Peran perawat dalam fase  Membantu masyarakat untuk


postimpact kembali pada kehidupan normal
melalui proses konsultasi atau
edukasi.
 Membantu memulihkan kondisi
fisik yang memerlukan
penyembuhan jangka waktu yang
lama untuk normal kembali bahkan
terdapat keadaan dimana kecacatan
terjadi.

Вам также может понравиться