Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2.1 Cavernoma
Pada tahun 1956, Crawford dan Russel pertama kali memperkenalkan terminologi
malformasi vaskuler "kripta" yang secara klinis merujuk kepada "lesi vaskuler latent"
yang kecil", yang mengakibatkan perdarahan serebral mendadak atau tanda-tanda
pertumbuhan lesi massa. Kebanyakan malformasi vaskuler ini bila diangiografi sering
tersembunyi.
Pada tahun 1976, Voight dan Yasargil memberikan ulasan pertama kali mengenai
wujud cavernoma intraserebri. Pada saat itu, malformasi ini diduga jarang. Sejak
kemudian, modalitas diagnostik telah berubah secara dramatis: tidak hanya telah
tersedianya Computed Tomography (CT), tetapi MRI telah terbukti alat diagnostik
yang paling sensitif terhadap cavernoma dan terimakasih kepada MRI, pengetahuan
kami yang berhubungan dengan cavernoma telah meningkat sejak tahun 1976;
Meskipun demikian, masih tersisa beberapa pertanyaan mengenai penanda disekitar
malformasi ini.
2.1.1 Pathologi
Malformasi vaskuler otak biasanya terbagi menjadi malformasi arteriovena,
talengektasis kapiler, malformasi vena dan malformasi cavernosa. Meskipun
demikian, sejak waktu yang lama, terminologi "malformasi vaskuler yang tidak
terlihat dengan angiografi" atau "kripta" (Choen et al 1982; Dillon 1997; Wilson
1992) telah digunakan untuk menjelaskan malformasi vaskuler yang tidak tampak
dengan angiografi, tetapi secara jelas mampu menyebabkan perdarahan intraserebral.
Cavernoma, juga disebut malformasi cavernosa serebral atau angioma cavernosa
(AC) ditandai dengan jejeran endotelium, cavitas sinusoidal darah tanpa diikuti
struktur normal pembuluh darah lainnya seperti otot atau lapisan adventisia (Gambar
2.1) (McCORMICK et al. 1968).
Diameter dari pembuluh darah memiliki rentang antara 30-50 µm. Tidak ada jaringan
otak yang terdapat diantara cavitas darah tersebut yang mana melekat pada jaringan
penghubung. Hal ini merupakan bentuk dari sebuah sudut pandang patologis dari
perbedaan mayor antara kavernoma dan telangiektasis kapiler, yang kemudian,
terdapat parenkim otak yang terlibat diantara saluran vaskuler.
Perdarahan
Masalah klinik utama pada pasien dengan cavernoma adalah sebuah pertanyaan
mengenai perdarahan. Pada ulasan pertama, hal ini seharusnya menjadi sebuah
pertanyaan mudah dengan jawaban yang sederhana. Meskipun demikian, kedua
asumsi tersebut salah. Masalah bermula dengan perdarahan pasti dan berakhir dengan
jawaban tiap individual untuk masing-masing pasien.
Pada satu sisi, perdarahan dapat didefinisikan secara klinis: Onset pertama atau
mendadak dari gejala neurologis pada pasien dengan kavernoma yang biasanya
berhubungan terhadap kejadian perdarahan yang baru. Tetapi lihat kedalam literatur,
anda akan menemukan perbedaan deskripsi dalam jumlah yang luar biasa dan
terminologi untuk mendeskripsikan perdarahan yang terkait: perdarahan terbuka,
perdarahan simptomatik, perdarahan masif, perdarahan mikro, Rembesan intralesi
atau perilesi atau diapedesis, perdarahan signifikan secara klinis,perdarahan subklinis
dan lainya (Aiba et al. 1995; Konziolka et al. 1995b; Robinson et al. 1991; Karlsson
et al. 1998). Alasan dari variasi deskripsi ini bahwa, kadang-kadang, keadaan klinis
sendiri digunakan untuk mendefinisikan perdarahan dan studi lain dengan modalitas
pencitraan yang berbeda (Terutama MR) memiliki pengaruh besar pada definisi dari
perdarahan. Pada bagian 2.1.3, Kami merekomendasikan penggunaan skema
klasifikasi yang diterbitkan oleh Zabramski dengan tujuan memungkinkan
perbandingan dari setiap kelompok pasien dan studi yang berbeda. Meskipun
demikian, masalah dalam mendefinisikan perdarahan merupakan alasan utama hal ini
masih diperdebatkan mengenai risiko perdarahan dan rata-rata perdarahan pada
pasien dengan kavernoma.
Kebanyakan perkiraan mengasumsikan bahwa kavernoma sudah didapat dari lahir
dan risiko dan rata-rata perdarahan kebanyakan berdasarkan asumpsi. Pada tahun
1991, Del Curling et al. dan Robinson et al. Merupakan yang pertama dalam
menghitung rata-rata perdarahan tahunan dan ditemukan antara 0,25% dan 0,7% per
pasien dan pertahun. Aiba et al (1195) menganalisa kelompok mereka berdasarkan
temuan awal. Bila perdarahan merupakan gejala awal, rerata perdarahan tahunan
adalah 22,9%; Bila kejang merupakan gejala pertama, rerata perdarahan dihitungs
sekitar 0,39% per pasien dan pertahun. Kondziolka et al (1995b) juga membuat
tingkatan pada kelompok pasien mereka kedalam mereka yang sebelumnya
mengalami perdarahan dan mereka yang belum. Pasien dengan satu perdarahan
sebelunya memiliki reratatahunan 4,5% risiko perdarahan, dimana mereka yang tanpa
perdarahan sebelumnya memiliki rerata risiko pertahunnya. Sebuah analisis terhadap
risiko perdarahan simpotomatik pada pasien yang tidak diobati yang telah mengalami
dua atau lebih perdaragan ditemukan reratanya sekitar 30% pertahun (Kondziolka et
al. 1995a). Penulis lain, biasanya tidak membedakan antara gejala awal, perdarahan
yang muncul memiliki rerata antara 1,1% dan 3,1% (Zambramski et al. 1994;
Moriarity et al. 1999). Porter et al melaporkan pada tahun 1999 bahwa cavernoma
batang otak kemungkinan memiliki peningkatan risiko akan perdarahan dan dihitung
angka kejadianya mencapai 5% per orang pertahun. Sebaliknya, Kupersmith dan
coworkes menemukan sebuah tingkat pedarahan sari 2,46% dengan cavernoma pada
batang otak. Meskipun demikian tingkat perdarahan ulang dan hal ini didukung data
lain yang cukup baik- kelihatannya lebih dari 5% dari cavernoma batang otak. Semua
studi menduga bahwa kejadian dari perdarahan ulang merupakan indikasi dari
kemungkinan perdarahan yang lebih tinggi yang diakibatkan kavernoma. Risiko dari
sebuah berdarahan berulang setidaknya harus dilakukan duplo dengan
pembandingnya adalah sebuahh cavernoma asimptomatik (Kupersmith et al 2001).
Temuan ini seharusnya jelas memberikan pengaruh terhadap keputusan terapetik.
Insiden perdarahan lebih tinggi pada pasien dengan bentuk kavenomatosis warisan,
tidak menjadi karsinoma tunggal, tetapi meskipun demikian, tergantung pada usia
pasien (Labauge et al. 2000).
Pasien yang lebih muda dari 35 tahun mengalami kejadian perdarahan yang lebih dan
sama pada mereka dengan kavernoma dengan ukuran setidaknya 10 mm. Sejumlah
studi menyebutkan risiko peningkatan perdarahan diantara wanita (Robinson et al.
1991; Aiba et al. 1995; Moriarity et al. 1999); kebanyakan studi meskipun demikian,
tidak menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam risiko perdarahan.
Masalah utama pada semua studi ini adalah pemilihan bias substansi dan definisi dari
perdarahan. Hal lainnya, tetapi kemungkinan suatu aspek yang lebih penting untuk
pasien ketika mendiskusikan risiko perdarahan adalah siginifikansi klinis akan
perdarahan dan kemungkinan kesembuhan yang baik. Kemungkinan akan perdarahan
fatal cukup rendah dan banyak pasien benar-benar menunjukkan kesembuhan yang
tuntas ataupun hampir tuntas setelah perdarahan awal. Secara umum, tingkat
perdarahan diberikan oleh sekelompok bedah cenderung lebih tinggi daripada mereka
yang diobservasi oleh lainnya.
Akhirnya, dengan memandang risiko kavernoma kepada pasien, sebagian besar data
pada literatur menghitung risiko tahunan yaitu 0,5%-1% (Yang mana lebih rendah
dari pada AVMs yang sebenarnya) dan risiko rendah dari perdarahan fatal (Moran et
al, 1999). Sebagian besar pasien, khususnya mereka yang lebih dari 35 tahun,
menderia kavernoma tunggal dengan ukuran dibawah 10mm dan dengan kejang
menjadi gejala awal, strategi tunggu dan lihat kelihatannya cukup beralasan. Pada
pasien dengan gejala perdarahan awal, risiko perdarahan berulang kelihatannya jauh
lebih tinggi, khususnya bila terjadinya perdarahan sudah lebih dari satu kali.
Kejang
Seperti disebutkan diatas, sebagian besar pasien dengan kavernoma memiliki gejala
kejang sebagai gejala awal (Moran et al. 1999). Sangat penting untuk mengetahui
bahwa secara luas dari kebanyakan pasien, kejang ini tidak berhubungan dengan
adanya perdarahan akut, tetapi terhadap deposisi dari hemosiderin yang berdekatan
dengan neuron. Hemosiderin atau feritin diketauhi sebagai agen epileptogenik
(setidaknya pada percobaan hewan). Menjadi sadar akan hubungan antara kejang dan
deposisi hemosiderin dari kavernoma memiliki kepentingan khusus bila pembersihan
dengan operasi dari kavernoma dipertimbangkan disebabkan terapi konservatif tidak
mampu mengobati kejang. Hal ini penting sepenuhnya tidak hanya untuk
membersihkan bagian dari kavernoma tersebut dengan aliran darah, tetapi juga untuk
membersihkan cincin hemosiderin disekitar kavernoma didalam jaringan otak yang
berdekatan. Bagian dari malformasi ini bertanggung jawab terhadap terjadinya
kejang.
Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan alasan paling penting sering bagi pasien untuk melakukan
modalitas pencitraan. Oleh karena itu, selalu terdapat diskusi apakah temuan
insidental seperti kista arakhnoid, meningioma kecil atau lainnya yang berhubungan
dengan bagian ini-sebuah kavernoma mungkin menjadi penyebab nyeri kepala
pasien. Meskipun demikian, pertanyaan pertama dan paling penting adalah: apakah
tipe nyeri kepala yang pasien alami? apakah gejala ini merupakan khas untuk
migrain, khas untuk nyeri kepala tipe tehang atau tipe yang mudaj lainnya, nyeri
kepala biasanya tidak berhubungan dengan kavernoma. Pada pengalaman pribadi
kami, terdapat beberapa pasien, menderita serangan rekuren yang berat, nyeri kepala
seperti nyeri kepala pada pasien SAH- dengan kavernoma pada permukaan otak. Dan
kavernoma omo secara jelas memiliki kontak dengan ruang subarakhnoid dan
perdarahan mikro memang mungkin menyebabkan serangan nyeri kepala seperti
SAH.
(a) (b)
Gambar 2.6 a,b. Pencitraan dengan T2 pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri kepala
berulang. Pemikiran dari dokter yang merujuk pasien ini menderita perdarahan subarakhnoid.
MRI menunjukkan dua buah bayangan menyerupai cavernoma, pada kedua lokasi di
permukaan otak. Serangan nyeri kepala kemungkinan disebabkan perdarahan mikro yang
berulang kedalam ruang subarakhnoid dan berhenti setelah malformasi dievakuasi.
Rata-rata jumlah lesi yang tedeteksi pada pencitraan spin echo (SE) dibandingkan
dengan jumlah yang terdeteksi apda pencitraan GRE berbeda secara signifikan (7,2
vs 20.2 pada subjek dengan keluhan). Bergantung pada fenomena stagnasi darah, atau
mikrohemoragik kronik yang sebenarnya, angioma cavernoasa mengandung
deoksihemoglobin atau hemosiderin, yangmana mennimbulkan efek leah dan
menyebabkan penurunan pada intensitas sinyal. Hilangnya intensitas sinyal ini jauh
lebih besar ditunjukkan pada rangkaian pemeriksaan GRE T2 (Gambar 2.9). Urutan
ini seharusnya menjadi bagian dari protokol pencitraan pada semua pasien dengan
kejang fokal atau umum yang mencurigakan dan semua pasien dengan angioma vena
(terdapat kebetulan signifikan antara kejadian angioma vena dan cavernoma).
Meskipun demikian, rangkaian pemeriksaan spin echo turbo menggunakan
rangkaian echo yang panjang seperti rangkaian pemeriksaan FLAIR, sangan tidak
sesnsitif terhadap efek yang lemah ini. Terlebih lagi, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.11 dan 2.12, bahkan lesi yang lebih besar kemungkinan tidak memiliki
cincin hemosiderin yang terlihat. Bila tidak terdapat hubungan yang saling berkaitan
antara peristiwa perdarahan (Gambar 2.11 dan 2.12).
Meskipun rangkaian pemeriksaan T2 merupakan yang paling sensitif terhadap
cincin hemosiderin, pemeriksa seharusnya mengetahui karakteristik pencitraan yang
telah menjadi urutan standar. Pada pencitraan T1, inti dari cavernoma dapat
hiperintens atau sedikit hipointens dibandingkan dengan jaringan otak normal,
bergantung pada velositas aliran darah dan perbedaan stadium dari degradasi
trmobus. Sinyan tinggi didalam cavernoma pada rangkaian pemeriksaan T1 dapat
menyebabkan pertimbangan yang membingungkan bila lesi berdekatan dengana
arteri. Waktu dilakukan pemeriksaan rangkaian flight MRA biasanya memberatkan
T1. Oleh karena itu, sebuah cavernoma dapat menyerupai sebuah aneurisma pada
pencitraan ini (Gambar 2.8). Kebanyakan dari klinisi menggunakan DWI yang
menggunakan sinyal T2, jadi seharusnya dapat mendeteksi cavernoma dengan
peningkatan sensitivitas (Gambar 2.11).
Pada tahun 1994, Zabramski dan asistennya menyarankan untuk emnerbitkan
sebuah klasifikasi MRI cavernoma, yang mana sebagiannya dapat mengatasi
kebingungan dari individu dalam mendeskripsikan cavernoma dalam literatur dan
masalah mendefinisikan perdaahan (Tabel 2.1). Masalah dari klasifikasi ini adalah
lesi tipe 4. Definisi patologi dari tipe ini masih benar-benar belum jelas dan untuk
kami masih dipertanyakan apakah lesi ini benar-benar mewakili talengiektasis
kapiler. Brunerau et al. (2000) menemuka hubungan dekat antara lesi tipe 4 dan
bentuk angioma kavernosa warisan. Meskipun demikian, terlepas dari kekurangan ini,
hal tersebut benar-benar masuk akal untuk menggunakan klasifikasi berdasarkan MRI
untuk mendeskripsikan kavernoma dan, oleh karenanya, memberikan seseorang
kesempatan kedepannya untuk membandingkan hasil dari penulis yang berbeda.
Gambar 2.7 a-f Cavernoma batang otak besar dan eksofitik sebagian. a) CT pada saat masuk
dengan lesi hiperdens pada sambungan pontomeduler. MRI dilakukan pada sinyal 1.5 T. b)
Pencitraan spin echo T2 transversa setinggi kanalis auditorius internal. Kebanyakan lesi eksofitik
hiperintens, pada bagian doras juga memiliki area hipointens. c) Pencitraan T2 pada tinggi yang saa.
Hipointens yang ditandai didalam lesi menunjukkan degradasi produk perdarahan. d) Pencitraan T1
sebelum pemberian agen kontras. Lesi hipointens dibandingkan jaringan otak. e) 5 menit setelah
injeksi gadolinium (0,1 mmol/kg), terdapat peningkatan pada area yang kecil dari massa lesi. f)
Pada 60 menit setelah penyuntikan kontras, lesi menunjukkan enhancement yang luas (menyatu).
Pasien yang tidak memiliki gejala perdarahan masif, kejang, atau gejala
spesifik lainnya jelas merupakan kandidat untuk terapi observasif. Untuk kami, masih
dipertanyakan apakah pasien kelompok ini tidak memerlukan pencitraan berulang,
bila kondisi klinis tetap tidak berubah.
Operasi reseksi direkomendasikan untuk cavernoma dengan gejala perdarahan
(atau gejala berulang) dan lokasi nya dapat diakses secara bedah dan tidak melibatkan
area pusat bicara diotak.
Bila lesi secara operasi tidak dapat diakses atau tidak ada kejadian perdarahan,
pilihan terapi masih kurang jelas. Pada ulasan terakhir yang diterbitkan (Moran et al.
1999), hasil sesudah operasi pengangkatan cavernoma yang menyebabkan kejang
dianalisa. Setelah pengangkatan cavernoma, 84% pasien bebas kejang dan 8%
membaik. Sebanyak 6% dari pasien tidak mengalami perubahan pada keadaan
mereka dan hanya 2% dari pasien yang memburuk. Pada kasus yang secara medis
mengalami kejang intraktabel yang mana operasi secara teknis dimungkinkan dan
kejang kemungkinan berlokasi di regio cavernoma, operasi merupakan pilihan yang
beralasan. Meskipun demikian, pada kasus non intraktabel, masih belum jelas apakah
operasi awal cukup menguntungkan. Hal tersebut masuk akal bila durasi epilepsi
yang lebih lama mungkin merupakan kerugian dari hasil operasi yang akhirnya
dilakukan. Efek epileptik kemungkinan berperan dalam meningkatkan intraktibilitas
dan mungkin menjadi dasar teori untuk dilakukan operasi awal. Meskipun demikian,
tidak ada data mengenai masalah ini diliteratur.
Gambar 2.8 a-f Cavernoma yang menyerupai aneurisma arteri pada MR angiografi (MRA). a) CT
tanpa kontras menunjukkan lesi hiperdens pada lurusan gyrus yang berdekatan dengan nervus optik
dan arteria serebri anterior kanan. b) MRI T1 tanpa kontras menunjukkan lesi hiperintens dan
bebentuk sirkrumskrip. Tida ada peningkatan dengan kontras setelah injeksi gadolinium (Tidak
ditunjukkan). c) T2 aksial menunjukkan lesi gelap dengan area hipointens yang meluas. Area gelap
ini menunjukkan deposisi hemosiderin sebagai hasil dari perdarahan lama. Perhatikan bahwa
hemosiderin didalam substansia alba, tidak pada permukaan otak. Tidak terdapat hubungan antara
arteri serebri anterior pada fisura interhemisfer dan lesi yang sejajar dengan girus. d) Pencitraan T2
koronal juga mendemonstrasikan deposisi hemosiderin didalam substansia alba dan tidak pada
permukaan otak. e) Proueksi intensitas maksimum dari waktu dilakukannya MRA menunjukkan
struktur yang berdekatan dengan arteri serebral anterior. Hal ini diakibatkan tingginya sinyal T1
terhadap kavernoma, sehingga tidak dapat dibedakan dari aliran sinyal pada pemeriksaan FISP-
MRA T1. Fenomena ini dapat disalah interpretasikan sebagai aneurisma. f) Angiografi substraksi
intraarterial digital (DSA) menyingkirkan adanya aneurisma. Dinding dari arteri serebri anterior
licin tanpa adanya tanda-tanda aneurisma, atau trombosis.
Gambar 2.9 a,b kavernoma
multipel. Pemeriksaan echo T2
bergradien. Terdapat kavernoma
multipel pada kedua hemisfer
serebri dan serebelum.
Pemeriksaan T2 sngan sensitif
terhadap deposisi hemosiderin
yang mengindikasikan adanya
kavernoma.
Gambar 2.10a-e. Kavernoma dengan tanda adanya perdarahan baru pada anak usia 9 tahin. a) CT
scan menunjukkan lesi hiperdens pada lobus oksipital kanan dengan edema perifokal. Lesi memiliki
densitas heterogen dengan inti sangat padat dan mengurangi nilai atenuasi pada zona tepi. b) Echo
T2 bergradien menunjukkan lesi sebagai titik gelap. c) pencitraan SE turbo T2 menunjukkan edema
dengan bagian tengah yang gelap dengan tepi yang terang. d( Pemeriksaan echo yang sensitif
terhadap aliran ini menunjukkan inti terang dengan pseudokapsul. Proyeksi intensitas maksimum
pada pemeriksaan ini akan menunjukkan pembuluh darah arteri dan perdarahan yang jelas, yang
meningkatkan kesalahan dalam interpretasi kavernoma sehingga dianggap sebagai aneurisma. e)
Pencitraan SE T1 menunjukkan inti kavernoma dengan perdarahan subakut disekitarnya berlokasi
pada cuneus yang berdekatan dengan fisura calcarin.
Indikasi utama untuk pengangkatan secara operasi dari kavernoma adalah
untuk mencegah perdarahan. Sehingga, banyak kelompok operasi merekomendasikan
pengangkatan kavernoma secara operasa bila lokasinya di area yang tidak
berhubungan dengan pusat bicara dan mudah diakses. Meskipun demikian, seperti
yang disebutkan diatas, cukup sulit untuk memprediksikan bentuk alami dari
kavernoma suatu individu dan, olehkarena itu, tidak mungkin untuk menyamakan
risiko perdarahan dari tiap individu terhadap risiko mortalitas dan morbiditas akibat
prosedur operasi. Kelihatannya lebih layak untuk membatasi operasi eksisi untuk
pasien tersebut dengan ketentuan setidaknya satu kejadian perdarahan- berdasarkan
temuan klinis dan pencitraan dan tidak hanya berdasarkan MR sendiri-atau mereka
dengan kejang intraktabel. Kavernoma batang otak merupakan subkelompok spesifik
yang jelas. Selama bertahun-tahun, teknik dan pengetahuan bedah saraf mengenai
pendekatan yang berbeda dari batang otak meningka, sehingga memunkinkan eksisi
dari banyak lesi tanpa adanya peningkatan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Keperluan pengangkatan dari kavernoma batang otak terutama berdasarkan beberapa
laporan yang berpendapat bahwa tingkat perdarahan pada kavernoma batang otak
lebih tinggi secara signifikan daripada yang berlokasi di supratentorial (Porter et al
1999). Sebaliknya Kupersmith lebih merekomendasikan pendekatan konservatif,
karena ia menemukan bahwa kavernoma batang otak tidak memiliki peningkatan
risiko perdarahan yang relevan. Akhirya, tidak terdapat jawaban pasti terhadap
pertanyaan bagaimana menangani kavernoma batang otak! Di tangan yang
berpengalaman, kelihatannya cukup beralasan untuk mengangkatnya, tetapi juga
tidak salah untuk hanya menunggu dan mengobservasi pasien.
Belakangan ini, Hasegawa dan kolega (2002) melaporkan hasil mereka
setelah radiooperasi stereotaktik dari kavernoma. Penulis menemukan bahwa sebelum
radiosurgery, tingkat perdarahan ulang pertahunnya adalah 33,9%, dimana setelah
adanya radiosurgery, tingkat perdarahan berulang hanya 12,3% setelah radiosurgery.
Lebih dari 50% kavernoma yang ukurannya menurun setelah radiosurgery. Teori
dibalik pilihan terapetik ini adalah bahwa radiosurgery bahkan dalam bidang
kavernoma memicu proses hialinisasi yang progresif dengan penebalan dinding
endotelium pembuluh darah dan menutup lumen. Hasil ini kelihatannya mengarahkan
penulis untuk menyimpulkan bahwa radiosurgery menawarkan pengurangan risiko
perdarahan yang dramatis pada pasien dengan risiko tinggi. Morbiditas terapi 13%.
Kekurangan besar dalam studi ini adalah tidak adanya grup kontrol dan oleh karena
itu tidak mungkin dilakukan untuk analisis untung-rugi yang sebenarnya. Sehingga:
Bila lesi benar-benar tidak mampu diangkat secara operasi dan pasien dalam risiko
tinggi perdarahan (kejadian perdarahan sebelumnya lebih dari dua kali), radiosurgery
dapat menjadi pilihan terapi. Radiosurgery jelas bukan pilihan terapi yang diterbitkan
dan seharusnya tidak digunakan terhadap lesi yang dapat diangkat melalui proses
operasi biasa,
Untuk mengoptimalkan pendekatan terapi terhadap kavernoma sarap pusat, uji
acak diberbagai pusat dilakukan untuk memnentukan pilihan terapi berbeda yang
mungkin dibutuhkan.
Gambar 2.15 a-g. Lesi vaskuler simptomatik dari batang otak, yang diperkirakan telangiektasis
kapiler agresif. a) Pencitraan T2 polos potongan sagital menunjukkan lesi hiperintens pada medula
oblongata dari pons sampai ke foramen magnum. Batang otak tidak meluas atau juga terpengaruh. b)
Pencitraan T1 polos dengan potongan sagital setelah pemberian zat kotnras menunjukkan pembuluh
darah kecil ditengah medula oblongata. Terdapat enhancemen lemah difus pad parenkim otak
dimedula seduai dengan kelainan sinya pada pencitraan T2. c) Pencitraan T1 sagital setelah
pemberian zat kontras sedikit melewati garis tengah menunjukkan pembulih darah kecil yang
berbatasan dengan zona lesi batang otak. d) Pencitraan T1 medula oblongata sebelum diinjeksi zat
kontras. Gambar tampak notmal. e) Dalam posisi yang sama, terdapat peningkatan difus dari medula
dan pembuluh darah kecil dapat terlihat didekat permukaan dorsal dari batang otak. f) Potongan
transfersal dari pencitraan T1 dengan posisi lebih kekaudal menunjukkan pembuluh darah didalam
ruang LCS pada medula kanan. Tidak adanyanya aliran kosong menunjukkan saluran dari vena.
Meskipun demikian, arteri vertebra juga tampak hiperintens. g) Pencitraan T2 meunjukkan lesi
hipointens di medula, terutama pada kanan. Malformasi arteriovenousus disingkirkan melali
angiografi intraarterial dan lesi stabil pada follow up dengan MRI.
2.2.3 Pencitraan diagnostik
MRI merupakan modalitas pencitraan pilihan untuk mengevaluasi lesi batang
otak secara umum, tetapi hanya alat yang dapat menampilkan telengiektasis kapiler
selama hidup.
Telengiektasis kapiler biasanya pertama kali ditemukan dengan pencitraan T1
setelah pemberian zat kontras (Gambar 2.14). Bergantung pada ketebalan potongan
dan penampilan secara individual, karakteristik gambar didominasi oleh penjalaran
pembuluh darah vena kecil, menyatu menjadi sebuah vena pengumpul. Pada pasien
lainnya, terdapat hiperintesn halus tanpa terlihatnya pembuluh darah individual. Pada
kasus ini, penjalaran pembuluh darahsangat kecil dan bahkan dengan potongan tipis
MRI tidak mampu dibedakan diantara mereka. Pada kondisi seperti ini,malformasi
vaskuler tampak sebagai suatu lesi homogen dengan permukan ireguler.
Sebaliknya hemangioma kavernosa atau lesi batang otak yang lain,
peningkatan dengan zat kontras dari telangiektasia kapiler hanya dalam durasi
singkat. Pada kasus yang khas, ia tidak akan bertahan lebih lama dari 20 menit. MRI
dinaik, juga akan mengungkapkan peningkatan sinyal cepat dan penurunan sinyal
substansial setelah 20 menit. Pada beberapa pasien, metastasis batang otak mungkin
menjadi sebuah alasan mampu membedakan diagnosis. Dan, biasanya penyakit
metastasis mengumpulkan agen kontras lebih lama dan akan mencapai puncak setelah
15 dan 30 menit pasca pemberian.
Karena telangiektasis biasanya gelap pada pencitraan T2, kegunaan
pemeriksaan GRE untuk diagnosis bandingh telah dianjurkan dengan kuat (Gambar
2.15). Lee et al (1997) melaporkan bahwa kebanyakan lesi pada seri mereka tidak
terdeteksi juga pada pencitraan T1 dan T2, tetapi secara konsisten teridentifikasi
sebagai regio yang kehilangan sinyal pada pencitraan GRE, yang mana mereka
dipertimbangkan alamiah untuk dijadikan diagnosis. Perdarahan makroskopik dan
kalsifikasi jarang pada telangiektasia kapiler, mengarahkan bahwa temuan pada
pencitraan T2 kemungkinan berhubungan dengan adanya deoksihemoglobin di aliran
lambat darah
Angiografi tidak diperlukan untuk diagnosis kerja pada kasus yang khas.
Bentuk alami yang tepat pada lesi pontin diklasifikasikan sebagai malformasi kapiler
akan tetap menjadi spekulatif pada kebanyakan pasien. Kesampingkan malformasi
vaskuler, diagnosis banding dari lesi pontin termasuk neoplasma, demielinisasi,
infeksi, infark atau yang jarang myelinolisis pontin pusat. Tidak adanya efek masa
atau perpanjangan T2, meskipun demikian bertentangan secara kuat pada masing-
masing kelompok ini. Meskipun dipikirkan khas pada batang otak (gambar 2,16 dan
2.17), pemeriksaan MRI kualitas tinggi yang hampir teliti memperlihatkan kelainan
yang mirip dengan lesi lokasi lainnya. Telangiektasis kapiler kemungkinan berlokasi
di hemisfer intraserebral dan di ganglia basalis. Hal ini seharusnya selalu dijaga
didalam piliran sebelum memulai operasi atau biapsi.
Dikarenakan secara klinis merupakan bentuk yang jinak, kurangnya pilihan
terapi, prosedur diagnosis invasif seperti biopsi atau angiografi harus dihindari.
Meskipun demikian, masih belum jelas apakah pasien ini memiliki risiko yang
meingkat akan perdarahan atau perkembangan menjadi angioma cavernosa.
Gambar 2.16 a-f. Telangiektasis kapiler asimptomatik dai pons dengan tampilan T2 normal. a)
Pencitraan T2 potongan transversa pada pons normal. b) Pencitraan T1 pada batang otak dengan
tampilan koronal sebelum pemberian zat kontras menunjukkan pembuluh darah abnormal di pons
pada kiri, tetapi masih dalam batas normal. c) Pencitraan T1 koronal polos. Setelah diberikan zat
kontras, terdapat enhancement difus pada pons lebih jelas pada bagian kiri dan ditengah. d)
Pencitraan T1 polos potngan sagital setelah pemberian kontras menunjukan tampilan khas dari
telangiektasia kapiler yang besar. e) Pencitraan T1 tranversal setelah pemberian zat kontras. Bahkan
dengan potongan 3 mm, pembuluh darah tipis tidak dapat dipisahkan. f) terlepas dari area yang
mengalami peningkatan, terdapat pembuluh darah kecil yang menampilkan aliran pengososngan
dari batas pons kiri.
Gambar 2.17 a-f. Pencitraan Telangiektasis kapiler pontin asimptomatik dengan kelainan pada
sinyal T2. Terdapat kelainan struktur pons dengan tampilan seperti pohon. b) Potongan tipis,
pencitraan SE turbo T2 menunjukkan abnormalitas sinyal pada sisi pons kiri. c) Lesi juga tampak
pada pencitraan FLAIR t2, d) Pencitraan T1 sebelum penyuntikan zat kontras masih normal. e)
Setelah pemberian zat kontras, terdapat enhancement pada lesis di batang otak, sesuai dengan area
yang memiliki sinyal T2 abnormal. f) Pencitraan T1 potongan koronal polos juga menunjukan
telangiektasis kapiler yang khas.
2.2.4 Terapi
Tidak ada terapi yang tersedia, atau yang biasanya dibutuhkan. Hal tersebut
bahkan belum diterbitkan secara praktik untuk melakukan beberapa pencitraan follow
up (Jika anda tidak ingin mengkonfirmasi diagnosis). Bila diagnosis kelihatanya telah
yakin, tidak diperlukan adanya follow up lebih lanjut.