Вы находитесь на странице: 1из 16

PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA

“PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG SEBAGAI BIOENERGI


(BAHAN BAKAR) ALTERNATIF”

BIDANG KEGIATAN:
PKM PENERAPAN BIDANG TEKNOLOGI

Diusulkan oleh:
PEGGI MELATI PURNAMA DEWI (1425040008)
SRI MITA WAHYUNI (1425042024)
DARMAWATI (1413040012)

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


MAKASSAR
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) saat ini semakin meningkat karena BBM
sudah merupakan kebutuhan vital bagi manusia. Sebagian besar atau bahkan hampir semua
teknologi yang digunakan menggunakan bahan bakar minyak sebagai sumber energi. Tetapi
BBM yang kita gunakan saat ini semakin langka. Hal ini dikarenakan kuantitas minyak bumi
pada lapisan bumi terus menipis akibat dari eksploitasi terus-menerus. Satu kelemahan dari
minyak bumi adalah sifatnya yang tidak mudah diperbaharui. Proses pembentukan minyak bumi
membutuhkan waktu berjuta-juta tahun. Hal tersebut mengakibatkan harga minyak bumi
semakin meningkat.

Menurut Bustaman (2008) penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa
keunggulan dibanding dengan bensin, yaitu :
1. Kandungan oksigen yang tinggi mencapai 35% sehingga jika dibakar sangat bersih.
2. Ramah lingkungan karena emisi gas karbon-mono-oksida lebih rendah yakni sekitar 19-25%
dibanding BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon dioksida di
atmosfer dan bersifat terbarukan, sedangkan BBM akan habis karena bahan bakunya fosil.
3. Sumber daya dapat diperbaharui (renewable resources).
4. Bioetanol aman digunakan sebagai bahan bakar, karena etanol karena titik nyala etanol 3 kali
lebih tinggi dibandingkan.
5. Emisi hidrokarbon lebih sedikit.
6. Konsumsi bahan bakar mengalami pemurnian seiring dengan meningkatnya kandungan
etanol.

Banyak sumber daya alam yang dapat digunakan yang berpotensi sebagai bahan bakar
alternatif dari bioetanol, salah satunya adalah tongkol jagung yang selama ini merupakan sampah
yang masih belum banyak dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai tambah (added
value), salah satunya adalah tongkol jagung (Prisanto, 2009).

Tongkol jagung yang termasuk biomassa mengandung lignoselulosa sangat


dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi bioetanol karena memiliki kandungan selulosa yang
cukup banyak. Apalagi jagung adalah salah satu produk pertanian yang banyak dihasilkan di
negara Indonesia. Pada tahun 2004 produksi jagung nasional mencapai 11.225.243 ton dan
meningkat menjadi 12.523l.894 ton pada tahun 2005. Pemanfaatan jagung saat ini sangat
beraneka ragam mulai dari bahan pangan hingga bioenergi. Buah jagung terdiri dari 30% limbah
yang berupa tongkol jagung. Jika dikonversikan dengan jumlah produksi jagung pada tahun 2004
maka negara Indonesia berpotensi menghasilkan tongkol jagung sebanyak 3.757.000 ton pada
tahun 2005. Jumlah limbah tersebut dapat dikatakan sangat banyak dan akan menjadi sangat
potensial jika dapat dimanfaatkan secara tepat.

Proses pembuatan bioetanol terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah persiapan
bahan baku, yang berupa proses hidrolisa selulosa menjadi glukosa dengan cara enzimatis atau
dengan asam encer atau asam pekat. Tahap kedua berupa proses fermentasi yaitu mengubah
glukosa menjadi etanol dan CO2 sedangkan tahap ketiga yaitu pemurnian hasil dengan cara
destilasi (Gozan, 2007).

Dalam proses pembuatan bioetanol ini, calon peneliti melibatkan biakan Trichoderma
reesei dan Zymomonas Mobilis. Dimana Trichoderma reesei digunakan untuk mengubah
selulosa menjadi glukosa. Sedangkan Zymomonas mobilis berfungsi untuk mengubah glukosa
menjadi etanol. Trichoderma reesei merupakan mikroorganisme yang mampu menghancurkan
selulosa dan memiliki kemampuan mensintesis beberapa faktor essensial untuk melarutkan
bagian selulos yang terikat kuat dengan ikatan hidrogen. Untuk Zymomonas mobilis, biakan ini
mampu hidup pada kondisi kadar glukosa tinggi serta pertumbuhannya cepat. diduga juga
sebagai mikroorganisme paling ideal penghasil etanol karena memproduksi etanol terbanyak,
toleran terhadap etanol konsentrasi tinggi dan pH rendah. Zymomonas mobilis merupakan bakteri
anaerob fakultatif yang memanfaatkan glukosa, sukrosa dan fruktosa untuk menghasilkan etanol
dengan jalur metabolisme Enter - deudoroff Pathway.

Keuntungan Zymomonas mobilis daripada S. cerevisia yakni; asupan gula dan hasil etanol
lebih tinggi, produksi biomasa yang lebih rendah, toleransi terhadap etanol lebih tinggi, dan tidak
memerlukan tambahan kontrol oksigen selama fermentasi.
1.2. Identifikasi Masalah

1. Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan vital bagi manusia dan sekarang jumlahnya
semakin berkurang.
2. Tongkol jagung merupakan sampah yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan.
3. Tongkol jagung merupakan biomassa yang mengandung lignoselulosa yaitu berupa
selulosa yang dapat diolah menjadi bioetanol.

1.3. Batasan Masalah

1. Tongkol jagung yang digunakan yaitu tongkol jagung Zea mays .L.
2. Mikroba yang digunakan untuk tahapan hidrolisis adalah Trichoderma reesei.
3. Mikroba yang digunakan untuk fermentsi adalah Zymomonas mobilis.
4. pH yang digunakan pada pertumbuhan mikroba adalah 3-6.
5. Suhu yang digunakan adalah suhu kamar (270C).

1.4. Rumusan Masalah

1. Berapakah kondisi hidrolisis optimum dari limbah tongkol jagung dengan menggunakan
mikroba Trichoderma viride?
2. Berapakah kondisi fermentasi optimum dengan menggunakan mikroba Zymomonas
mobilis
3. Berapakah kadar bioetanol yang dihasilkan dari satu Kg tongkol jagung?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kondisi hidrolisis optimum dari limbah tongkol jagung dengan


menggunakan mikroba Trichoderma viride
2. Mengetahui kondisi fermentasi optimum dengan menggunakan mikroba Zymomonas
mobilis.
3. Mengetahui kadar bioetanol yang dihasilkan dari satu Kg tongkol jagung.
1.6. Manfaat Penelitian
1. Dapat mengubah sampah tongkol jagung menjadi bioetanol sebagai solusi alternatif
pengganti bahan bakar minyak yang dapat diperbaharui.
2. Memberikan wawasan dan peluang bisnis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jagung

Jagung (Zea mays .L) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,
selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,
jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di
Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan
pokok.

Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi, maka akan bertambah pula limbah
yang dihasilkan dari industri pangan dan pakan berbahan baku jagung. Limbah yang dihasilkan
diantaranya adalah tongkol jagung yang biasanya tidak dipergunakan lagi ataupun nilai
ekonominya sangat rendah. Umumnya tongkol jagung dipergunakan sebagai pakan ternak sapi,
ataupun di daerah pedesaan tongkol jagung ini dapat dimanfaatkan sebagai obat diare.

Tongkol jagung tersusun atas senyawa kompleks lignin, hemiselulose dan selulose .
Masing-masing merupakan senyawa-senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa
lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme
sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk mengahsilkan produk yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002).

2.2. Sistematika Tumbuhan Jagung

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays .L

2.3. Lignin

Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga
dimensi dari sinamil alkohol (turunan fenil propane) dengan bobot melekul mencapai 11.
Dengan kata lain, lignin adalah makromolekul dari polifenil. Polimer lignin dapat dikonversi ke
monomernya tanpa mengalami perubahan pada bentuk dasarnya. Lignin yang melindungi
selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter.

Gambar 2.1. Struktur Lignin

2.4. Hemiselulosa

Hemiselulosa terdiri atas 2-7 residu gula yang berbeda. Hemiselulosa berbeda dengan
selulosa karena komposisinya teridiri atas berbagai unit gula, disebabkan rantai molekul yang
pendek dan percabangan rantai molekul. Unit gula (gula anhidro) yang membentuk hemiselulosa
dapat dibagi menjadi kompleks seperti pentosa, heksosa, asam keksuronat dan deoksi-heksosa
(Fengel dan Wegener, 1995; Nishizawa, 1989).

Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xylan, mannan, dan galaktan. Xylan
dijumpai dalam bentuk arabinoxylan, atau arabino glukurunoxylan. Mannan dijumpai dalam
bentuk glukomannan dan galaktomannan. Sedangkan galaktan yang relative jarang, dijumpai
dala bentuk arabino galaktan.
Gambar 2.2. Struktur Hemiselulosa (Cole dan Fort, 2007)

2.5. Selulosa

Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan
alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Selulosa merupakan polimer linier
dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya atas ß-D-glukosa (Fenger dan Wegner,
1995).

Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan selalu
berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa. Serat selulose alami terdapat di dalam
dinding sel tanaman dan material vegetatif lainnya.

Seluosa murni mengandung 44,4% C; 6,2% H dan 49,3% O. Rumus empiris selulosa
adalah (C6H10O5)n, dengan banyaknya satuan glukosa yang disebut dengan derajat polimerisasi
(DP), dimana jumlahnya mencapai 1.200-10.000 dan panjang molekul sekurang-sekurangnya
5.000 nm. Berat molekul selulosa rata-rata sekitar 400.000 mikrofibril selulosa terdiri atas bagian
amorf (15%) dan bagian berkristal (85%). Struktur berkristal dan adanya lignin serta
hemiselulosa disekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk menghidrolisa selulosa
(Sjostrom, 1995). Pada proses hidrolisa yang sempurna akan mengahasilkan glukosa, sedangkan
proses hidrolisa sebagian akan menghasilkan disakarida selebiosa.

Gambar 2.3. Struktur Selulosa (Cole dan Fort, 2007)


2.6. Mikroba

Dalam proses hidrolisis mikroba yang digunakan adalah Trichoderma reesei, dan untuk
proses fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis. Komponen utama dari sistem selulase
Trichoderma reesei adalah kedua jenis enzim selobiohidrolasenya, yaitu CBHI dan CBHII, yang
berjumlah total 80% dari total protein selulase yang dihasilkan. Trichoderma reesei dapat
tumbuh optimum pada suhu 35-37 °C, dengan suhu minimum 6-8 °C, dan suhu maksimum 45-
47 °C. Selain itu, dalam proses pertumbuhannya fungi ini memerlukan oksigen yang cukup
(aerobik). Dan pada proses fermentasi (mengubah glukosa menjadi etanol) digunakan
Zymomonas mobilis. Keuntungan Zymomonas mobilis daripada S. cerevisia yakni: asupan gula
dan hasil etanol lebih tinggi, produksi biomas yang lebih rendah, lebih tinggi toleransi terhadap
etanol, dan tidak memerlukan tambahan kontrol oksigen selama fermentasi

Selain itu, Zymomonas mobilis diduga juga sebagai mikroorganisme paling ideal
penghasil etanol karena memproduksi etanol terbanyak, toleran terhadap etanol konsentrasi
tinggi dan pH rendah. Zymomonas mobilis merupakan bakteri anaerob fakultatif yang
memanfaatkan glukosa, sukrosa dan fruktosa untuk menghasilkan etanol dengan jalur
metabolisme Enter - deudoroff Pathway.

2.7. Bioetanol

Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai
minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan
campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu :
memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan
security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi
ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional
dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan
pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi
baru.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Makassar. Adapun yang menjadi
alasan dari pemilihan tempat bahwa salah satu calon peneliti merupakan mahasiswi jurusan
kimia sehingga untuk memudahkan akses penelitian. Waktu penelitian selama 4 bulan, mulai
dari bulan Januari 2018 sampai bulan Mei 2018.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Peralatan seperti gelas
piala, erlenmeyer, gelas ukur, gelas alroji, corong kaca, pengaduk, tabung reaksi, botol, dan
pipet tetes baskom plastik, (2) Alat penunjang lain seperti oven, pemanas listrik, lumping dan
alu, neraca analitik, autoklaf, blender, termometer, alat destilasi, jarum ose, piknometer, cawan
petri, spektronik-20, dan GC.
Bahan- bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tongkol jagung, toge, agar
bakto, KI 10%, HCl 0,1M, H2SO4 25%, NaOH 0,1M, kapang Tricoderma reesei, bakteri
Zymomonas mobilis, (NH4)2HPO4 10 %, alkohol, bakto pepton, NaCl, glukosa, sukrosa, Na2SO4
0,1N, larutan kanji, Pb-asetat, larutan Luff-Schoorl, dan aquades.

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Penghancuran Tongkol Jagung

Perlakuan fisika terhadap tongkol jagung meliputi pencucian, pengeringan, dan


pengayakan. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan bahan-bahan yang terikut dalam tongkol
seperti tanah, cangkang dan kotoran lain. Pengeringan dilakukan pada suhu 100oC didalam oven
selama 1 hari dan dicapai kadar air 14,79 %. Pengeringan ini dilakukan untuk memudahkan
dalam proses penggilingan serat tongkol jagung, karena pada keadaan lembab tongkol jagung
sukar untuk dihancurkan. Tahap penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran tongkol
jagung. Alat yang digunakan adalah blender, tongkol yang sudah dihancurkan kemudian diayak
dengan ukuran berturut-turut adalah 25, 50, dan 100 mesh.

3.3.2. Pembuatan Media

3.3.2.1. Media Padat

Media padat terdiri dari 10 % ekstrak toge (4 mg toge dimasak selama 1 jam dalam 40
mL aquades, setelah itu diangkat dan disaring, lalu ditambah aquades hingga 40 mL), 2,4 g
sukrosa dan 0,8 g agar bakto. Kemudian disterilkan dalam autoklaf selama 1 jam pada tekanan
0,12 psi dan 1200C.

3.3.2.2. Media cair

Media cair dibuat dengan memasak 25 g toge dalam 250 mL aquadest selama 1 jam,
kemudian diangkat dan disaring, lalu ditambahkan aquades hingga 250 mL. Setelah itu
disterilkan dalam autoklaf selama 1 jam pada tekanan 0,12 psi dan 1200C.

3.3.3. Kurva Pertumbuhan

3.3.3.1. Lama waktu pertumbuhan

Lama waktu pertumbuhan dilakukan pada suhu kamar dan pH 7. Trichoderma reesei
dibiakkan dalam media cair. 10 mL media cair dimasukkan ke dalam 10 erlenmeyer.
Petumbuhan jamur diamati dengan spektronik. Sebelumnya, media cair yang telah steril diambil
untuk menentukan panjang gelombang maksimun yaitu pada 300 nm, 400 nm 450 nm, 500 nm,
550 nm, dan 600 nm. Petumbuhan jamur diamati pada panjang gelombang maksimun mulai dari
hari 1 sampai hari 10.

3.3.3.2. pH (keasaman)

pH optimum ditentukan dengan menggunakan waktu pertumbuhan optimum pada suhu


kamar dengan variasi pH 3, 4, 5, dan 6. Selanjutnya ditentukan pH optimum berdasarkan nilai
absorbansinya oleh spectronik uv.
3.3.3.3. Pengaruh Penghilangan Lignin Terhadap Kadar Glukosa

Pada proses ini dibuat 2 media, media hidrolisis pertama terdiri dari 150 mL ekstrak toge,
7,5 g serbuk tongkol jagung dan 15 mL media cair yang telah diberi Trichoderma reesei. Untuk
media kedua dibuat dengan komposisi yang sama, sebelumnya serbuk tongkol jagung diberi
perlakuan pendahuluan (penghilangan lignin) yaitu sebanyak 7,5 g tongkol jagung yang telah
menjadi serbuk direndam dengan NaOH 0,1 M sebanyak 15 mL selama 24 jam. Kemudian
disaring dan dibilas dengan HCl 0,1 M lalu dimasukkan ke dalam media hidrolisis. Pada proses
ini menggunakan kondisi optimum Trichoderma reesei.

Hasil hidrolisis ditentukan kadar glukosa dengan metode Luff-Schoorl yaitu;


1. Menimbang 10,3 g serbuk tongkol jagung dan memasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan
menambahkan sedikit aquades lalu kocok.
2. Menambahkan Pb-asetat 1 mL dan digoyangkan

3. Teteskan satu tetes larutan (NH4)2HPO4 10 % hingga timbul endapan putih

4. Menambahkan aquasdes hingga tanda batas.

5. Memipet 10 mL larutan hasil penyaringan dan masukkan ke dalam erlenmeye 500 mL.
6. Menambahkan 15 mL aquades dan 25 mL larutan Luff-Schoorl serta beberapa batu didih.

7. Hubungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak, panaskan diatas pemanas listrik, usahkan
dalam waktu 3 menit sudah harus mulai mendidih.

8. Memanaskan terus selama 10 menit kemudian angkat dan segera dinginkan dalam bak berisi
es (jangan goyangkan).

9. Setelah dingin, menambahkan 10 mL larutan KI 20% dan 25 mL larutan H2SO4 25% (hati-
hati terbentuk gas CO2).

10. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan larutan kanji 0,5 % sebagai indicator, misalkan
V1 mL Na2S2O3 0,1 N.

11. Kerjakan penetapan blanko dengan 25 mL air dan 25 mL larutan Luff-Schoorl, misalkan
dibutuhkan V2 mL Na2S2O3 0,1 N (Lampiran 2).
Perhitungan:
(V2 - V1) mL Na2S2O3 yang dibutuhkan diubah menjadi mL Na2S2O3 0,1 N.
𝐹𝑃×𝑊1
% glukosa = x 100%
𝑊

Dimana: W1 = berat glukosa (mg)


W = berat sampel (mg)
FP = faktor pengenceran
(Mulyono, 2005)

3.3.4. Pembuatan Bioetanol

Pada proses fermentasi, dibuat secara campur (S) dan terpisah (T) untuk yang serentak
dibuat dengan menambahkan 25 g serbuk tongkol jagung dalam 500 mL ekstrak toge dan 50 mL
media cair yang telah diberi Trichoderma reesei. Setelah itu ditambahkan bakteri Zymomonas
mobilis sedang terpisah dibuat dengan komposisi yang sama tetapi sebelum penambahan bakteri
Zymomonas mobilis, serbuk tongkol jagung disaring. Kemudian filtrat ditambahkan bakteri
Zymomonas mobilis. Hasil fermentasi kemudian didestilasi pada suhu 78-900C. Bioetanol yang
dihasilkan ditentukan kadarnya dengan gas kromatografi (GC).

Gambar 3.2. Skema Pembuatan Bioetanol


DAFTAR PUSTAKA

Bustaman, S., (2008), Kebijakan Pengembangan Bahan Bakar Nabati (Bioetanol) Di Maluku.
Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan 17: 89-106.

Cole, B. dan Fort, R., (2007), http:Chemistry_umeche_maine.edu/Fort/cole-Fort.html (diakses


Februari 2011).

Fengel, D. dan Wegener, G., (1995), Kayu: Kimia, Ultra Struktur, Reaksi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Gozan, M., (2007), Sakarafikasi dan Fermentasi Bagas Menjadi Etanol Menggunakan Enzim
Sellulase dan Enzim Sellobiase, Jurnal Teknologi 8: 43-47.

Mulyono, (2005), Membuat Reagen Kimia, Bumi Aksara, Bandung.

Nishizawa, K., (1989), Degradation of cellulose and Hemicelluloses Biomass Handbook,


Gordon & Breach Science Publisher, New York.

Prihandana, R., (2007), Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan, PT Agromedia Pustaka,
Jakarta.

Prisanto, F., (2009), Pemanfaatan Biomassa Tongkol Jagung Menjadi Bioetanol,


http://eprints.undip.ac.id/3019/1/Abstrak_final.pdf.

Simamora, S., (2008), Membuat Biogas Penggaanti Bahan Bakar Minyak Dan Gas, Agromedia,
Jakarta.

Sjostrom, E., (1995), Kimia Kayu: Dasar-dasar dan Penggunaan, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Suprapto, H.S. dan Rasyid, M.S., (2002), Bertanam Jagung, Penebar Swadaya, Jakarta.
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Progam
Jadwal kegiatan yang akan dilakukan diuraian dalam bentuk Bar-chart berikut ini:
No Uraian Bulan Ke-
kegiatan I II III IV
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan

1. Koordinasi
dengan dosen
pendamping
2. Mempersiapkan
alat dan bahan
2. Pelaksanaan

1. Pembuatan
Media
a. Media Padat
b. Medai Cair
2. Pembuatan
Kurva
Pertumbuhan
kapang
Trichoderma
viride

3. Pengaruh
Penghilangan
Lignin
Terhadap
Glukosa
4. Pembuatan
Bioetanol
5. Penentuan
Densitas
3. Penyusunan
laporan

Lampiran 2. Tabel Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl


Na2S2O3 0,1 N Glukosa, Laktosa Maltosa
(mL) Fruktosa (mg) (mg)
Gula
inverse
(mg)
1 2,4 3,6 3,9
2 4,8 7,3 7,8
3 7,2 11,0 11,8
4 9,7 14,7 15,6
5 12,2 18,4 19,6
6 14,7 22,1 23,5
7 17,2 25,8 27,5
8 19,8 29,5 31,5
9 22,4 33,2 35,5
10 25,0 37,0 39,5
11 27,6 40,8 43,5
12 30,3 44,6 47,5
13 33,0 48,6 51,6
14 35,7 52,2 55,7
15 38,5 56,0 59,8
16 41,3 59,9 63,9
17 44,2 63,8 68,0
18 47,1 67,7 72,2
19 50,0 71,1 76,5
20 53,0 75,1 80,9
21 56,0 79,8 85,4
22 59,1 83,9 90,0

Вам также может понравиться