Вы находитесь на странице: 1из 27

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways

E. Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering


ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak
terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien
DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut.
Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul
keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran
menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi
pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya
tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit
kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan
dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah <> 100-200 >200
sewaktu
<80 80-200 >200
- Plasma vena
<110 110-120 >126
- Darah kapiler
<90 90-110 >110
Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena

- Darah kapiler

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
- Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
- Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
- Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
- Integritas Ego
Stress, ansietas
- Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
- Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
- Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
- Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
- Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
- Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury
J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme
protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
- Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
- Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui
oral.
- Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan
indikasi.
- Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran,
kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala.
- Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
- Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
- Kolaborasi dengan ahli diet.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran
urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
- Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
- Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
- Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
- Pantau masukan dan pengeluaran
- Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
- Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
- Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi
tidak teratur
- Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,
pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status


metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
- Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut.
- Kaji tanda vital
- Kaji adanya nyeri
- Lakukan perawatan luka
- Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
- Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan


Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami
injury
Intervensi :
- Hindarkan lantai yang licin.
- Gunakan bed yang rendah.
- Orientasikan klien dengan ruangan.
- Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek


Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih


bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2.


Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
Sumber:http://www.ilmukeperawatan.com
1.Pengertian diabetes mellitus

- Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan


gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi
komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long)
- Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan
multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
- Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
- Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Suyono, 2002).

2.Etiologi

Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan
pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes
mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang
berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.

Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
a.Faktor genetik
Riwayat keluarga dengan diabetes :
Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes
mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang
menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan
dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.
b.Faktor non genetik
1.)Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi
genetic terhadap diabetes mellitus.
2.)Nutrisi
a.)Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b.)Malnutrisi protein
c.)Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.

3.)Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hyperglikemia sementara.
4.)Hormonal Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah
tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena
konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar
katekolamin meningkat

3.Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :


a.Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang
dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada
pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan
hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena
keturunan.
b.Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM),
yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua
yaitu :
1.)Non obesitas
2.)Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
c.Diabetes mellitus type lain
1.)diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal,
diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-
lain.
2.)Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3.)diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan,
tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat
sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS).
Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
4.Patofisiologi

Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga
efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan
glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah
setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari
daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak
maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan
aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus
yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus.
Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat
kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke
dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka
luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme
telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada
lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh
dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.

5.Gambaran Klinik

Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :


Pada tahap awal sering ditemukan :
a.Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana
gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan
lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

6.Diagnosis

Diagnosis diabetes mellitus umumnya dipikirkan dengan adanya gejala khas


diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsi, poliphagia, lemas dan berat badan
menurun. Jika keluhan dan gejala khas ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah
sewaktu yang lebih 216 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa

7.Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk


mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika
klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari
hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada
ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi
dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang
manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita
diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).

Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara
lain :
a.Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %,
protein 20 %.
b.Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
c.Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
d.Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal.
Indikasi diet A :
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
Indikasi diet B :
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
a.Kurang tahan lapan dengan dietnya.
b.Mempunyai hyperkolestonemia.
c.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami
cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner.
d.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi
belum ada nefropati yang nyata.
e.Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu
penderita diabetes terutama yang :
a.Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
b.Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
c.Masih muda perlu pertumbuhan.
d.Mengalami patah tulang.
e.Hamil dan menyusui.
f.Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
g.Menderita tuberkulosis paru.
h.Menderita penyakit graves (morbus basedou).
i.Menderita selulitis.
j.Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar
tinggi.
Indikasi B2 dan B3
Diet B2
Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens
kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2
a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
b.Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 %
lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
c.Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3
Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang
klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt
Sifat diet B3
a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
b.Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
c.Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 /
hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein).
d.Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
e.Dipilih lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang
dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga
dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan
maksud untuk menurunkan BB.
Penyuluhan kesehatan.
Untuk meningkatkan pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui perorangan
antara dokter dengan penderita yang datang. Selain itu juga dilakukan melalui
media-media cetak dan elektronik.

8.Komplikasi

a.Akut
1.)Hypoglikemia
2.)Ketoasidosis
3.)Diabetik
b.Kronik
1.)Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung
pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2.)Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati
diabetic.
3.)Neuropati diabetic.

B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan


hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat
melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara
sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status
kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi
mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan
proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin.

1.Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :
a.Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b.Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
c.Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d.Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e.Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
f.Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g.Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h.Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i.Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.

2.Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori,
maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus
yaitu :
a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c.Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
f.Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang
tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
g.Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.

3.Rencana Keperawatan
a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara
individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1.)Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2.)Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang
adekuat.
3.)Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal,
dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
4.)Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.)Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
dan respons pasien secara individual.

b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
Menunjukkan tingkat energi biasanya
Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
1.)Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
2.)Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya).
3.)Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan
makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4.)Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada
keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
5.)Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula
dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.

c.Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.


Tujuan :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Intervensi :
1).Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2).Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik
pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3).Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
4).Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5).Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi
sekret.

d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan


ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
1.)Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2.)Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan
kontak dengan realitas.
3.)Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4.)Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada
paha/kaki.
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat,
kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap
kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.

e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.


Tujuan :
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
Intervensi :
1.)Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2.)Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3.)Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara
fisiologis.
4.)Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi.

f.Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang


tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan :
Mengakui perasaan putus asa
Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri
mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
1.)Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang
perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan
masalah.
2.)Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau
diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan
mungkin mengganggu kemampuan koping.
3.)Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri
sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
4.)Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri
sendiri.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

g.Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi
informasi.
Tujuan :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi :
1.)Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2.)Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3.)Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam
merencanakan makan/mentaati program.
4.)Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat.
Penyulit Kehamilan Ibu Hamil: Sistem Pencernaan (gastrointestinal)

tinggalkan komentar »

Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal, adalah sistem organ dalam hewan
multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta
mengeluarkan sisa proses tersebut. Sistem pencernaan antara satu hewan dengan
yang lainnya bisa sangat jauh berbeda.
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan.
Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari
sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Faring, dari bahasa Yunani, pharynx, adalah tenggorok atau kerongkongan.
Esofagus (“memakan”) atau kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada
vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung. Makanan berjalan melalui esofagus dengan menggunakan proses
peristaltik.Sistem pencernaan

Esofagus bertemu dengan faring – yang menghubungkan esofagus dengan rongga


mulut – pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi
menjadi tiga bagian: bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian
tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama
terdiri dari otot halus).
Lambung adalah organ tubuh setelah kerongkongan yang berfungsi untuk
menghancurkan atau mencerna makanan yang ditelan dan menyerap sari atau
nutrisi makanan yang penting bagi tubuh. Pada hewan memamah biak, makanan di
lambung dicampur dengan enzim-enzim pencernaan, kemudian dikeluarkan
kembali ke mulut untuk dikunyah sekali lagi.
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama:
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin.
Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan
duodenum (usus dua belas jari).

Kantung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir
yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kantung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan
berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna
cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus
dua belas jari melalui saluran empedu.
Hati adalah sebuah organ dalam vertebrata, termasuk manusia. Organ ini
memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam
tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan
obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis
yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari
kata Yunani untuk hati, hepar.

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua
belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Pada
usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung
empedu.

Enzim
Di dalam usus dua belas jari, dihasilkan enzim dari dinding usus. Enzim tersebut
diperlukan untuk mencerna makanan secara kimiawi:
* Enterokinase, untuk mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan pankreas;
* Erepsin atau dipeptidase, untuk mengubah dipeptida atau pepton menjadi asam
amino;
* Laktase, mengubah laktosa menjadi glukosa;
* Maltase, berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa;
* Disakarase, mengubah disakarida menjadi monosakarida;
* Peptidase, mengubah polipeptida menjadi asam amino;
* Lipase, mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak;
* Sukrase, mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa.

Struktur
Di dalam usus penyerapan (iluem) terdapat banyak lipatan atau lekukan yang
disebut jonjot-jonjot usus (vili). Vili berfungsi memperluas permukaan penerapan,
sehingga makanan dapat terserap sempurna.

Pencernaan
Makanan yang berupa glukosa, asam amino, vitamin, mineral, air akan diserap
pembuluh darah kapiler di vili, dan diangkut ke hati ke vena porta. Di dalam hati,
beberapa zat akan diubah ke bentuk lain dan bebrapa lainnya akan diedarkan ke
seluruh tubuh.
Sedangkan asam lemak dan gliserol diangkut melalui pembuluh limfa.
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Pada mamalia,
kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon melintang (transverse), kolon
menurun (descending), kolon sigmoid, dan rektum. Bagian kolon dari usus buntu
hingga pertengahan kolon melintang sering disebut dengan “kolon kanan”,
sedangkan bagian sisanya sering disebut dengan “kolon kiri”.

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah
dapat menyebab

kan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung
dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,
Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda –
bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.

Penyakit apendiks biasa bagi manusia adalah:


* Apendisitis
* Karkinoid

Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah organ terakhir dari
usus besar pada beberapa jenis mamalia yang berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan
kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi
dan pengerasan feses akan terjadi.
Dalam anatomi, anus atau lubang bokong (Latin: ānus) adalah sebuah bukaan dari
rektum ke lingkungan luar tubuh. Pembukaand an penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar –
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
Anus sering dianggap sebagai bagian yang tabu oleh berbagai kelompok
masyarakat.

Struktur
Anus manusia terletak di bagian tengah bokong, bagian posterior dari peritoneum.
Terdapat dua otot sphinkter anal (di sebelah dalam dan luar). Otot ini membantu
menahan feses saat defekasi. Salah satu dari otot sphinkter merupakan otot polos
yang bekerja tanpa perintah, sedangkan lainnya merupakan otot rangka.
Peran pada defekasi

Ketika rektum penuh akan terjadi peningkatan tekanan di dalamnya dan memaksa
dinding dari saluran anus. Paksaan ini menyebabkan feses masuk ke saluran anus.
Pengeluaran feses diatur oleh otot sphinkter.
Untuk mencegah penyakit pada anus dan dalam rangka hidup sehat, manusia selalu
membersihkan anus setelah defekasi. Biasanya anus dibersihkan dengan
membilasnya dengan air atau kertas tisu toilet.
Peran pada seksualitas

Anus memiliki banyak badan akhir saraf dan merupakan daerah yang peka. Teori
Sigmund Freud mengenai perkembangan psikoseksual, menyebutkan tingkat anal
sebagai salah satu tingkatan perkembangan. Freud menyebutkan hipotesisnya
bahwa anak balita dapat merasakan kenikmatan seksual saat membuang feses.
Seks anal dapat saja memberikan rangsangan bagi pasangan yang saling
berhubungan (mengingat banyak badan akhir saraf di anus). Bagi wanita,
kenikmatan seks anal diperkirakan berasal dari hubungan rektum dan vagina yang
dekat secara anatomis. Bagi pria, daya cengkeram dari anus disebutkan sebagai
salah satu faktor kenikmatan seks anal.
Beberapa hewan juga melakukan seks anal.

Seks anal, terkadang disebut sodomi, adalah aktivitas seksual yang ditabukan oleh
sebagian masyarakat. Di Indonesia, perlakuan sodomi merupakan perbuatan
kriminal dan dikenai sanksi hukum.

Pubertas
Selama masa pubertas, hormon testosteron memberikan dampaknya pada beberapa
bagian tubuh pria (sekitar 13-14 tahun), seperti tumbuhnya rambut pubis di sekitar
anus. rambut pubis akan tumbuh mengelilingi anus pada remaja berusia 18 tahun.

Kesehatan
Kebersihan adalah faktor yang penting untuk kesehatan di sekitar anus.
Membasuhnya dengan sabun dan air akan membuat anus tetap dalam keadaan
bersih. Sabun yang keras atau membersihkan dengan kertas tisu toilet yang kasar
dapat membuat iritasi kulit di sekitar atus dan dapat membuat rasa gatal.
Penetrasi anus dengan penis atau benda lainnya dapat membuat iritasi di bagian
dalam anus. Hal ini dapat dicegah dengan lubrikasi.
Cedera pada otot sphinkter dapat mengganggu kontrol terhadap defekasi.

Patologi
Kanker dan wasir adalah penyakit pada anus yang sering terjadi. Pada bayi dapat
terjadi stenosis (tidak adanya saluran) anus, akibat kelainan kongenital (kelainan
yang terjadi saat bayi dalam masa kandungan). Anus juga merupakan tempat
penularan penyakit seks menular (PMS).

Вам также может понравиться