Вы находитесь на странице: 1из 6

Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Psikososial pada Lansia

Menurut Miller (2012), Fungsi psikososial pada lansia berfokus tentang bagaimana
perkembangan emosi, stres, cara mengatasinya, dan respon lansia terhadap kejadian yang
menegangkan. Fungsi psikososial ini bertujuan agar lansia memiliki umur yang panjang dan
memahami kualitas hidup yang panjang tersebut (Ailshire & Crimmins, 2011). Setiap lansia
mempunyai fungsi psikososial yang berbeda, bisa bersifat adaptif atau justru bersifat
maladaptif, hal ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi
psikososial lansia (Ogle, Rubin, & Siegler, 2013). Berdasarkan penelitian Nugroho (2007),
respon psikososial lansia adaptif di Indonesia adalah 55,7%, sedangkan respon psikososial
yang maladaptif adalah 44,3%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi psikososial adalah hal-hal yang mendukung
adanya perkembangan fungsi psikososial pada lansia. Menurut Miller (2012), secara umum
faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi psikososial pada lansia adalah agama atau spiritual,
dan budaya sebagai berikut :
a. Agama atau Spiritual
Menurut Miller (2012), agama atau spiritual pada lansia merupakan keyakinan atau
kepercayaan terhadap semua aspek kehidupan selama hidupnya. Agama dan
spiritulaitas secara luas diakui sebagai faktor utama yang dapat memberikan aspek
positif dalam fungsi psikososial pada lansia. Agama dan spiritualias adalah konsep yang
berkaitan erat namun berbeda. Menurut Potter & Perry (2005), spiritual merupakan
kompleks individu yang unik dari budaya, perkembangan, pengalaman hidup,
kepercayaan dan ide-ide kehidupan manusia, sedangkan kegiatan keagamaan seperti
ritual, sembahyang, dan meditasi. Agama atau spiritual ini mempunyai dampak positif
yang besar dalam aspek fungsi psikososial pada lansia. Menurut Miller (2012), adanya
kegiatan keagamaan atau spiritual yang dilakukan lansia dapat menimbulkan beberapa
hal diantaranya sebagai berikut :
1. Harapan hidup yang lebih lama
2. Kualitas hidup yang baik
3. Meningkatkan fungsi sistem imun
4. Aktivitas hidup yang bermanfaat
5. Menurunkan penyakit jantung
6. Rendahnya kejadian bunuh diri
7. Meningkatnya upaya promosi kesehatan
8. Adanya kesejahteraan dan kepuasan hidup yang lebih besar
Beberapa studi berfokus pada aspek-aspek keagamaan dan kerohanian seperti meditasi.
Hal itu dikarenakan didapatkan hasil bahwa meditasi memberikan efek yang positif
pada fungsi psikososial seperti mampu mengurangi kemarahann , kecemasan, depresi,
peningkatan memori dan kognitif dari seorang lansia (Bartol & Courts, 2009, dalam
Miller, 2012)
b. Budaya
Budaya atau kebudayaan merupakan kebiasaan yang sering dilakukan sejak
lama selama seseorang itu hidup dan didukung oleh lingkungannya. Budaya atau
kebudayaan dibentuk berdasarkan pengalaman orang-orang terdahulu yang selalu
melakukan perilaku yang sama dan biasanya sudah menjadi hal yang harus dilakukan
dalam lingkungan masyarakat.
Psikososial lansia sangat berkaitan dengan background budaya karena dapat
mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu. Setiap budaya pasti
memiliki pedoman normal dan tidak normal khususnya pada segi kesehatan (Miller,
2012). Hal tersebut mempengaruhi masyarakat dalam menjaga kesehatannya baik
secara fisik maupun psikososial. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa budaya
dan mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu. Persepsi budaya yang
dapat mempengaruhi beberapa aspek fungsi psikososial lansia adalah sebagai berikut :
1. Mendefinisikan sehat dan sakit
2. Kepercayaan mengenai penyebab sehat dan sakit
3. Pemahaman tanda dan gejala sehat dan sakit
4. Pengambilan keputusan untuk menyembuhkan penyakit
5. Kepercayaan terhadap penyembuhan penyakit
6. Adanya penerimaan masyarakat terhadap perilaku yang abnormal pada individu

Selain penjelasan di atas, berikut adalah beberapa faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi fungsi psikososial pada lansia menurut Ailshire & Crimmins (2011) :
a. Hubungan sosial
Hubungan sosial dengan anak, keluarga, saudara, tetangga, dan masyarakat dapat
mempengaruhi fungsi psikososial lansia. Seorang lansia akan lebih merasakan nyaman
dan tenang apabila mereka sering berinteraksi dengan orang-orang terdekat yang
disayanginya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kebahagian hidup dan semangat
untuk tetap hidup dari seorang lansia. Menurut Ailshire dan Crimmins (2011) dalam
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas hidup lansia lebih baik dengan adanya
hubungan sosial dengan orang-orang terdekatnya dari pada lansia yang lebih cenderung
sendiri.
b. Kesepian
Kesendirian hidup lansia mengakibatkan mereka merasa kesepian dalam menghabiskan
masa tuanya. Hasil penelitian dari Han, dkk (2015), kesepian seorang lansia akan
menurunkan kualitas hidup lansia yang mempengaruhi fungsi psikososial. Kesepian ini
dikarenakan sudah tidak ada anggota keluarga yang menemani lansia. Hal ini
menyebabkan mereka merasa sudah tidak ada gunanya untuk menjalankan hidup
sendiri, lansia merasa kurang bahagia dengan kesepiannya tersebut.
c. Kepuasan Hidup
Seorang lansia tentunya sudah mengalami pertumbuhan dan perkembangan hidupnya,
dari bayi-lansia. Pada setiap pertumbuhan dan perkembangannya yang telah dilaluinya,
lansia dapat merasa puas ataupun merasa gagal. Hasil penelitian dari Ailshire dan
Crimmins (2011), kepuasan hidup lansia yang tinggi akan meningkatkan kualitas
hidupnya hingga pada masa lansia nanti. Hal ini dikarenakan lansia merasa hidupnya
mempunyai manfaat.
d. Pengalaman Penuaan
Pengalaman penuaan merupakan persepsi lansia tentang kehidupan, apakah mereka
bermanfaat atau menjadi beban bagi anggota keluarga dan orang disekitarnya. Seorang
lansia yang mempunyai manfaat dalam anggota keluarganya maka merasa bahagia
dalam pengalaman tuanya, hal ini akan meningkatkan fungsi psikososialnya pada masa
tua (Ailshire & Crimmins, 2011).

Setelah mengetahui faktor-faktor di atas, hal lain yang juga kita perlu ketahui adalah
mengenai faktor risiko yang dapat mempengaruhi pada fungsi psikososial lansia. Menurut
Miller (2012), beberapa faktor itu adalah seperti keadaan kesehatan fisik yang buruk, gangguan
kemampuan fungsional, dukugan sosial yang lemah, kurangnya sumber daya ekonomi, tingkat
perkembangan yang belum matang, keterampilan koping yang terbatas, terjadinya peristiwa
yang tidak terduga, dan adanya status sosial yang tinggi atau perasaan self-efficacy yang tinggi
pada lansia.

Pengkajian Psikososial Pada Lanjut Usia


Pengkajian psikososial adalah pengkajian kemampuan koping, peran, hubungan, dan
kebiasaan pribadi (Houde, 2007). Menurut Miller (2012), tujuan pengkajian psikososial yaitu:
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala disfungsi psikososial (misalnya kecemasan,
masalah memori, depresi, perubahan status mental).
b. Mengidentifikasi pemicu stres dan faktor risiko lainnya yang memengaruhi fungsi
kognitif, emosional, atau sosial.
c. Memperoleh informasi tentang kepribadian seseorang, mekanisme koping, dan
kemampuan kognitif.
d. Mengidentifikasi dukungan sosial dan sumber koping lainnya.
e. Mengidentifikasi sasaran kesehatan psikososial lansia.
Pengkajian fungsi psikososial ini dapat dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
pemeriksaan status mental (Houde, 2007). Teknik pengkajian fungsi psikososial yang efektif
adalah menjalin hubungan saling percaya, active listening, pikiran yang intuitif, hati yang
sensitif, dan keterampilan komunikasi yang baik (Miller, 2012).
Kemampuan interpersonal perawat sangat diperlukan dalam pengkajian dan
mengumpulkan informasi secara individual, komprehensif, dan holistik. Terdapat beberapa
cara yang dapat meningkatkan kualitas informasi saat mengkaji lansia seperti, memastikan
bahwa lansia sedang tidak dalam keadaan sakit atau kesakitan, sudah ke toilet, dan terdapat air
minum di sekitar, bila lansia menggunakan kaca mata atau alat bantu dengar, pastikan alat
tersebut sudah terpasang dan berfungsi. Lingkungan yang tenang dan penerangan yang adekuat
juga diperlukan untuk mendapatkan informasi yang berkualitas dari lansia. Lansia memiliki
penurunan dalam kemampuan mendengar sehingga perawat perlu berbicara dengan jelas dan
pelan. Selain itu, perhatikan lansia saat mengkaji, bila lansia terlihat kehilangan konsentrasi
atau kelelahan, pengkajian perlu di hentikan dan biarkan lansia untuk beristirahat dan
melakukan pengkajian di lain waktu (Tabloski, 2014).
Pengkajian fungsi psikososial lansia meliputi beberapa komponen antara lain,
pengkajian status mental, pengkajian dukungan sosial, pengambilan keputusan, fungsi afektif,
pengkajian hubungan dengan realitas, dan pengkajian agama atau spiritual.
1. Pengakjian status mental
a) Penampilan fisik yang dikaji meliputi cara berpakaian, cara berdandan, dan
kebersihan lansia. Lansia yang mengenakan pakaian terlalu longgar atau ketat
memiliki kemungkinan kehilangan berat badan dan dapat di identifikasi adanya
tanda depresi atau self esteem negatif atau positif.
b) Perilaku psikomotor mengkaji postur tubuh lansia (bungkuk/tegak), pergerakan
dan body language seperti kontak mata, kontak mata yang kurang dapat
mengindikasikan depresi atau ketidakmampuan untuk menjawab pertanyaan.
c) Kemampuan sosial lansia sangat bergantung kepada lansia itu sendiri, lansia
yang koorperatif dan bagus dalam kemampuan komunikasi seringkali
menggunakan kemampuan sosial mereka untuk menutupi kekurangan kognitif
mereka. Sebaliknya, lansia yang isolasi sosial, kemampuan sosial yang buruk
akan lebih tidak termotivasi untuk menunjukkan kemampuan sosial mereka.
Oleh karena itu perawat perlu memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji
dengan akurat.
d) Orientasi yang dikaji adalah orientasi orang, tempat, dan waktu.
e) Kewaspadaan perlu dikaji pada lansia seperti mengantuk, pingsan/stupor.
f) Pengkajian memori termasuk memori dari peristiwa masa lalu dan aktivitas
sehari-hari seperti minum obat.
g) Karakteristik bicara dan bahasa, dikaji kecepatan, nada, volume, artikulasi,
kemampuan untuk mengatur dan mengutarakan pemikiran dan beberapa
karakteristik bicara yang abnormal (Miller, 2012).
Pengkajian yang biasa di pakai untuk mengkaji mental status adalah Mini-
Mental State Examination (MMSE). MMSE mengevaluasi orientasi, memori,
kalkulasi, dan bahasa. Hasil MMSE yang rendah menunjukan kerusakan kognitif.
Selain itu ada The Mini-Cog dengan kombinasi tiga kata untuk diingat, dan lansia akan
di minta untuk menggambar jam, kemudian di minta untuk mengulang tiga kombinasi
kata yang sebelumnya (Arenson, et al, 2009).
2. Pengkajian dukungan sosial meliputi jaringan sosial (social network), hambatan
untuk mendapatkan dukungan sosial, dan sumber ekonomi. Kemudian pengkajian
hubungan dengan realitas, terdapat 3 tipe kehilangan hubungan dengan realitas yaitu
delusi, halusinasi dan ilusi. Delusi adalah menetapkan kepercayaan yang salah bahwa
hanya sedikit atau tidak ada dasar dari realita dan tidak dapat dihubungkan dengan
menarik penyebabnya. Halusinasi adalah pengalaman sensori yang tidak ada dasar di
dalam stimulus eksternal, halusinasi penglihatan dan pendengaran paling sering terjadi
tetapi halusinasi taktil, penciuman, dan perasa juga terjadi. Ilusi adalah persepsi yang
salah dari stimulus eksternal, hampir mirip dengan halusinasi tetapi ilusi mempunyai
beberapa dasar dalam realitas sedangkan halusinasi tidak (Miller, 2012).
3. Pengambilan Keputusan, perawat mengkaji kemampuan klien meliputi wawasan,
penalaran, penilaian, pemecahan masalah, dan pemikiran abstrak. Belum ada alat untuk
mengkaji secara spesifik untuk pengambilan keputusan, sehingga perawat perlu
mengkaji dengan observasi kemampuan lansia ketika menyelesaikan masalah dalam
aktivias sehari-hari (Miller, 2012).
4. Fungsi Afek, perawat dapat mengkaji 5 aspek mengenai keadaan afek melalui mood,
kecemasan, harga diri, depresi, dan kebahagiaan lansia (Miller, 2012).
5. Kontak dengan realita, perawat perlu mengkaji apakah lansia masih kontak dengan
realita dengan observasi apakah klien mengalami delusi, halusinasi, kesalahan
identifikasi, dan tuduhan palsu (Miller, 2012).
6. Pengkajian agama dan spiritual, partisipasi aktif dalam kegiatan religius dapat
menurun seiring dengan bertambahnya usia, tetapi beberapa orang lansia yang
sebelumnya aktif di tempat ibadah biasanya ingin melanjutkan aktivitas religiusnya.
Bahkan tempat ibadah dapat menjadi sumber dukungan sosial utama bagi lansia yang
hanya sedikit atau tidak memiliki anggota keluarga di dekatnya (Stanley & Beare,
2002).

Daftar Pustaka

Ailshire, J A & Crimmins, E M. (2011). Psychosocial Factors Associated with Longevity in


the United States: Age Differences between the Old and Oldest-Old in the Health and
Retirement Study. Journal of Aging Research Volume 2011, Article ID 530534, 10 pages
doi:10.4061/2011/530534.
Han K, Lee Y, Gu G S, Oh H, Han H, & Kim K B. (2015). Psychosocial factors for influencing
healthy aging in adults in Korea. Health and Quality of Life Outcomes. 13: 31 DOI
10.1186/s12955-015-0225-5.
Nugroho, H, N. (2007). Perubahan fungsi fisik dan dukungan keluarga dengan respon
psikososial pada lansia di kelurahan kembangarum semarang. Jurnal Keperawatan. 1
(1): 45-57
Ogle, C.M., Rubin, D.C., & Siegler, I.C. (2013). The impact of the developmental timing of
trauma exposure on PTSD symptoms and psychosocial functioning among older adults.
Developmental Psychology, Vol 49 (11), 2191-2200. doi: 10.1037/a0031985.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Pr aktis. (Renata Komalasari, et al, Penerjemah). Ed. Ke-4. Jakarta: EGC
Gallo, J. (2006). Hanbook of Geriatric Assessment. Canada: Jones and Bartlett Publishers.
Grace, N., Toukhsati, S. (2014). Psychosocial Functioning in the Elderly: An Assessment of
Self-concept and Depression. International Journal of Psychological Research, 12-18.
Houde, Susan Crocker. (2007). Vision Loss in Older Adults: Nursing Assessment and Care
Management. New York: Springer Publishing Company, LLC.
Hurlock, Elizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Pepe, C., Krisnani, H., Siti, H., & Santoso, M. (2017). Dukungan Sosial Keluarga dalam
Memenuhi Kebutuhan Sosial Lansia di Panti. Social Work Journal, 33-38.
Arenson, C., et al. (2009). Reichel’s Care of The Elderly: Clinical Aspects of Aging (6th Ed).
Cambridge: Cambridge University Press
Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults: theory and practice (6th Ed).
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin.
Stanley, M & Beare, P, G., (2002). Gerontological nursing: a health promotion/protection
approach (2th Ed). Philadelphia: Davis Company.
Tabloski, P. A. (2014). Gerontological Nursing. New Jersey: Pearson

Вам также может понравиться