Вы находитесь на странице: 1из 22

SISTEM PENGOBATAN SENDIRI

SAKIT KEPALA

Disusun oleh :

Khiqmah Yuliani 1408010018

Devi Andiani Putri 1408010072

Diah Nur Aeni 1408010084

Muhammad Wildan Oki S. 1408010088

Hanof Fia Rina A 1408010140

Firda Saskia Falahi 1408010184

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Akhir akhir ini kondisi kesehatan di Indonesia semakin menurun. Penyebab
utama nya yakni perekonomian Indonesia yang tidak kunjung membaik. Masyarakat
miskin memandang kesehatan sebagai kebutuhan sekunder yang dapat ditunda demi
pemenuhan kebutuhan lain yang lebih darurat, makan misalnya.

Adapun presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 16,58% (Depkes RI,


2008). Pada masyarakat dengan status ekonomi rendah ditambah dengan pendidikan
yang rendah, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan sebagai aspek yang merupakan
penekanan upaya promotif dan preventif dalam pembangunan kesehatan, cenderung
belum menjadi sesuatu yang dirasakan sebagai kebutuhan. Oleh karena itu, sementara
menunggu kondisi perekonomian Indonesia membaik, maka perlu upaya peningkatan
kesadaran memelihara kesehatan (masyarakat) sendiri dalam bentuk swamedikasi (self
medication).

Penyakit yang sering diabaikan oleh masyarakat atau terkesan diremehkan adalah
sakit kepala. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan
kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Sakit kepala adalah rasa
sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif
terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and neurosurgery illustrated Kenneth).

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan
penyebabnya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala
primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas kelainan anatomi atau kelainan struktur, yaitu
migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala klaster dan nyeri kepala primer lainnya.
Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun
kelainan struktur dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan non
vaskuler.1,2 Nyeri kepala merupakan masalah umum yang sering dijumpai dalam
praktek sehari- hari. Nyeri kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bagian
tubuh di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bukan hanya masalah fisik
semata sebagai sebab nyeri kepala tersebut namun masalah psikis juga sebagai sebab
dominan. Untuk nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor fisik lebih mudah didiagnosis
karena pada pasien akan ditemukan gejala fisik lain yang menyertai sakit kepala, namun
tidak begitu halnya dengan nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor psikis. Nyeri kepala
yang sering timbul di masyarakat adalah nyeri kepala tanpa kelainan organik, dengan
kata lain adalah nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor psikis
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi
– geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit,
jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.

Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala
sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan swamedikasi?
2. Apa yang dimaksud sakit kepala dan apa saja jenisnya?
3. Bagaimana cara untuk mengobati sakit kepala?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui definisi swamedikasi
2. Mengetahui definisi serta jenis-jenis sakit kepala.
3. Mengetahui pengobatan-pengobatan untuk sakit kepala.

1.4 MANFAAT
1. Dapat mengetahui dan mempelajari berbagai jenis sakit kepala.
2. Dapat mengetahui dan menerapkan pengobatan untuk sakit kepala
3. Dapat mengetahui alur swamedikasi untuk sakit kepala.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SWAMEDIKASI
Swamedikasi (Self Medication) bagi sebagian masyarakat adalah melakukan
pengobatan mandiri, tanpa melalui dokter, ketika sedang sakit. Biasanya swamedikasi
dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk, pilek, demam,
sakit kepala, maag, gatal-gatal hingga iritasi ringan pada mata. Sedang konsep modern
swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengkonsumsi vitamin
dan food suplement untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Self-care adalah tindakan individu yang dilakukan untuk diri mereka sendiri
dalam rangka menjaga dan memelihara kesehatan, mencegah maupun berhadapan dengan
penyakit.
Self-medication adalah penggunaan dan pemilihan obat (meliputi pula herbal dan
produk tradisional) oleh individu untuk memperlakukan berbagai penyakit atau gejalanya,
dimana self-medication adalah satu unsur dari self-care.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi berkembangnya swamedikasi dikalangan
masyarakat saat ini, diantaranya :
a. Harga obat yang melambung tinggi, ditambah biaya pelayanan kesehatan yang
makin mahal, menyebabkan sebagian masyarakat berinisiatif mengobati dirinya
sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi
dengan dokter terlebih dahulu.
b. Selain itu, terdapat pergeseran pola pengobatan dari kuratif-rehabilitatif ke arah
preventive-promotive. Hal ini dikarenakan sebagian masyarakat mulai sadar dan
memposisikan dirinya ke dalam golongan masyarakat yang memiliki paradigma
baru dalam dunia pengobatan, misalnya dengan mengkonsumsi food
suplement atau obat-obatan bebas.

A. RESIKO DAN KELUHAN SWAMEDIKASI


Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-
obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat
dokter. Salah satu keuntungan swamedikasi adalah dapat menghemat banyak waktu
dan biaya karena tidak perlu konsultasi dengandokter.
1. Resiko yang mungkin terjadi dalam swamedikasi
a. Tidak dikenalinya keseriusan gangguan
Pertama-tama keseriusan keluhan-keluhan dapat dinilai secara salah atau
mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri bias dilakukan
terlalu lama. Gangguan-gangguan tersebut dapat bertambah serius,
sehingga kemudian dokter perlu menggunakan obat-obat yang lebih
keras atau bahkan pasien sudah datangterlambat berobat ke dokter.
b. Penggunaan yang kurang tepat
Obat bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran yang
terlalu besar.
2. Keluhan-keluhan yang perlu ditangani dokter
Penyakit-penyakit yang lebih serius tidak boleh dicoba untuk diobati sendiri,
antara lain gangguan-gangguan jantung dan pembuluh darah, diabetes,
penyakit infeksi, gangguan jiwa dan kanker. Sejumlah gejala berbahaya
yang tidak boleh diobati sendiri karena menunjukkan suatu penyakit serius,
misalnya keluhan pada mata, buang air besar atau kecil dengan darah dan
diare atau muntah yang hebat.
3. Keluhan-keluhan yang dapat diobati sendiri
Pada umumnya gangguan-gangguan agak ringan seperti selesma, flu, nyeri
kepala dan tenggorokan, sekali-sekali nyeri lambung, punggung atau nyeri
otot dapat dilakukan usaha pengobatan sendiri (swamedikasi).
Layanan swamedikasi adalah lahan yang cukup potensial jika dikembangkan
dengan profesional. Persiapan yang matang diperlukan agar farmasis dapat
mengembangkannya menjadi keunggulan dari satu pelayanan Apotek. Pada
kenyataannya bekal pengetahuan untuk mengarahkan sampai kepada drug of choice
mungkin masih kurang sehingga harus senantiasa di-upgrade pengetahuan tentang
obat dan penggunaan obat oleh seorang farmasis.

B. KONSELING SWAMEDIKASI
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam swamedikasi adalah :
1. Baca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur yang disisipkan
di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif,
indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan.
2. Pilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya : jika
gejala penyakitnya hanya batuk saja, maka pilih obat yang hanya untuk mengatasi
batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
3. Penggunaan obat swamedikasi hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala
menetap atau memburuk maka segera konsultasi ke dokter.
4. Perhatikan aturan pemakaian: bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya,
berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur,
serta berapa lama pemakaiannya.
5. Selain itu juga perlu diperhatikan masalah kontra indikasi (pada keadaan mana
obat tidak boleh digunakan) dan makanan, minuman atau obat lain apa yang perlu
dihindarkan, serta bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan
dapatkah sisa obat yang disimpan untuk digunakan lagi).

Untuk lebih mengarahkan ketepatan pemilihan obat pada saat melakukan


pelayanan swamedikasi, konseling pra pelayanan swamedikasi dapat dilakukan
kepada pasien dengan 5 arahan pertanyaan penuntun sebagai berikut :
W : who (Untuk siapa obat tersebut)
W : what symptoms (Gejala apa yang dirasakan)
H : how long (Sudah berapa lama gejala tersebut berlangsung)
A : action (Tindakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
gejala tersebut)
M : medicine (Obat-obat apa saja yang sedang digunakan oleh
pasien).

C. KENDALA PEMBERIAN OBAT DAN KONSELING


Berbagai kendala dalam memberikan konseling dapat terjadi pada proses pengobatan
dan pemberian konseling, diantaranya :
1. Kendala yang berasal dari pasien
Antara lain : perasaan marah, malu, sedih, takut dan ragu-ragu.
2. Kendala yang berasal dari latar belakang
Contohnya : pendidikan, budaya dan bahasa
3. Kendala yang berasal dari fisik dan mental
Dapat diatasi dengan upaya mengunakan alat bantu yang sesuai atau melibatkan
orang yang merawat.
4. Kendala yang berasal dari tenaga farmasi
Dapat berupa mendominasi percakapan, menunjukkan sikap yang tidak
memberikan perhatian dan tidak mendengarkan apa yang pasien sampaikan, cara
bicara yang tidak sesuai, dan lain-lain.
5. Kendala lingkungan pada saat konseling dilakukan.
Seperti tempat yang terbuka, suasana bising, dan lain-lain.

2.2 SAKIT KEPALA


Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak
nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit
( sumber : Neurology and neurosurgery illustrated Kenneth).
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3)
gigi – geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala,
kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.

A. ANATOMI SAKIT KEPALA


Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan
nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua
aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari
C1 – 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri
dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil
diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan
transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang
berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks
serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa
posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari
orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,
gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim
otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.
B. FISIOLOGI SAKIT KEPALA
Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila
ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang
individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh
stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.
Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan),
meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor
nyeri sensitif mekanik.
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi
dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan
kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya
yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu
45 C, jaringan – jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada
sebagian besar populasi.
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin,
serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat
lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan
meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings.

C. FAKTOR RESIKO DAN EPIDEMIOLOGI SAKIT KEPALA


Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.

D. KLASIFIKASI SAKIT KEPALA


Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala
sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala
primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache
dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala
sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada
kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit
kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat
adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan
homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,
telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala
akibat kelainan psikiatri.

E. PATOFISIOLOGI SAKIT KEPALA


Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri
kepala adalah sebagai berikut(Lance,2000) :
(1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau
ekstrakranium,
(2) traksi pembuluh darah,
(3) kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot),
(4) peregangan periosteum (nyeri lokal),
(5) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis
(misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak
mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

F. TERAPI SAKIT KEPALA


Pemakaian berlebihan dari suatu pengobatan sakit kepala merupakan
tantangan untuk klinis. Agen yang dapat mengobati sakit kepala adalah formula
acetaminophen, aspirin, caffeine, triptans, opioids, butalbital dan ergotamine.
Pengobatan berlebihan biasanya digabung dengan frekuensi penggunaan (lebih dari
dua kali sehari) selama 3 bulan atau lebih dan terjadi dalam waktu agen berhenti.
Analgesik diberikan dalam bentuk oral dan topical tanpa menggunakan resep.
Oral analgesic didasarkan pada tiga senyawa yaitu aspirin, ibuprofen dan
parasetamol. Aspirin dan ibuprofen adalah obat antiinflamasi nonsteroid (AINS)
yang memiliki kesamaan mekanisme kerja dalam tubuh.Parasetamol bukan
merupakan obat antiinflamasi nonsteroid. Semuanya digunakan untuk mengobati
sakit dan nyeri termasuk sakit kepala, migraine, sakit gigi, nyeri berkala serta nyeri
otot dan reumatik. Obat-obat ini juga mempunyai aktivitas antipiretik dan digunakan
untuk meredakan gejala batuk dan flu. Salah satu obat dapat lebih cocok daripada
yang lain untuk mengobati penyakit terentu ketika digunakan pada indikasi dan
situasi khusus. Hal ini dikarenakan aktivitasnya, profil efek samping dll.
Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala
sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila
perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau
ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg
ergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam
berikutnya.
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat
Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 – 3 kali
sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan
pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 – 4 minggu.
Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan
durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau
lebih serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini
harus digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker,
botox, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau
dopamin spesifik, dan TCA.

G PENCEGAHAN SAKIT KEPALA


Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur
pola tidur yang sam setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan
teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui.

2.3 JENIS – JENIS SAKIT KEPALA DAN PENGOBATANNYA


Sakit kepala yang dapat diobati dengan swamedikasi adalah tipe tension (akibat
tekanan darah), diagnose migrain dan sakit kepala akibat sinus. Analgesik tanpa resep
digunakan dalam mengobati sakit kepala juga sebagai monoterapi atau sebagai tambahan
untuk terapi nonfarmakologi atau terapi dengan resep. Sakit kepala tipe tekanan sering
terjadi ketika pasien mengalami stress, kecemasan, depresi, konflik emosional serta dari
rangsangan lain.

A. Tension Type Headache (TTH)


1. Definisi Tension Type Headache (TTH)
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus
otot- otot kepala dan tengkuk ( M. splenius kapitis, M. temporalis, M. maseter, M.
sternokleidomastoid, M. trapezius, M. servikalis posterior, dan M. levator
skapula).
2 Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress,
depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata,
kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.

3 Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)


TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik
terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type
Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71%
sedangkan pada pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.

4 Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)


Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension
Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi
serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik
(ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache
kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan
berlangsung lebih dari 6 bulan.

5 Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)


Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan
hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya
TTH sebagai berikut :
(a) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer
dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan
disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH,
(b) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen
tanpa disertai iskemia otot,
(c) transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang
akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu
dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada
jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer
yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan
pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial,
(d) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus,
dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap
nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan
menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan
supraspinal decending pain inhibit activity,
(e) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan
interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri,
(f) terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan
hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan
noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta
endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter,
(g) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress
pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan
aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi
dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan
sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri,
(h) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa
teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu :
(a) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi
sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu
keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam
sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri
kepala.
(b) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah
otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma
trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida
ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons).
(c) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance,
dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress menyebabkan
vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen
lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran
bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras
nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari
glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron
akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi
yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga
terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

6 Diagnosa Tension Type Headache (TTH)


Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya
dua dari berikut ini :
(1) adanya sensasi tertekan/terjepit,
(2) intensitas ringan – sedang,
(3) lokasi bilateral,
(4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada
salah satu dari fotofobia dan fonofobia.

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah
kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,
insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan
rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.

7 Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)


Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

8 Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)


Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,
migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis
temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit
kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

9 Terapi Tension Type Headache (TTH)


Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan/
atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia
dan/atau mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang
efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia(asetaminofen,
aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam
bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.

10 Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)


TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH
berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa
analgesia. TTh biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan
dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin,
asetaminofen, dll yang berlebihan.

B. MIGREN
1 Definisi Migren
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang samapai berat dan diperhebat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

2 Etiologi dan Faktor Resiko Migren


Etiologi migren adalah sebagai berikut :
(a) perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron
pada fase luteal siklus menstruasi,
(b) makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium
nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat
tambahan pada makanan (MSG),
(c) stress (79,7%),
(d) rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan(38,1%) dan bau
yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan,
(e) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual) dan
perubahan pola tidur,
(f) perubahan lingkungan (53,2%),
(g) alkohol (37,8%),
(h) merokok (35,7%).

Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga, wanita,
dan usia muda.

3 Epidemiologi Migren
Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 %
diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya
muncul pada usia 10 – 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50
tahun. Migren tanpa aura lebih sering dibandingkan migren yang disertai aura
dengan persentasi 9 : 1.

4 Klasifikasi Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan
migren kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau
lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau
tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur –
angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala
mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren
tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena
pada periorbital. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya
dapat berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi
sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.
5 Patofisiologi Migren
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular,
adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi
sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar
ke depan. Penyebaran frontal berlanjuta dan menyebabkan fase nyeri kepala
dimulai. Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai
ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-
lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan
pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang
memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan
aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.
Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas
NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh
darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan
berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang
pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP
juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan
peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site
second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus
sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga
mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.
Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari
pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran
darah di otak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah
berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin
maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial
yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migren.

6 Diagnosa Migren
Amnesia riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda – tanda
khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan
bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut :
(a) migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi
serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak,
(b) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4
menit,
(c) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit,
(d) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60
menit

Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang
memenuhi kriteria berikut :
(a) berlangsung 4 – 72 jam,
(b) paling sedikit memenuhi dua dari :
(1) unilateral ,
(2) sensasi berdenyut,
(3) intensitas sedang berat,
(4) diperburuk oleh aktifitas,
(3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

7 Pemeriksaan Penunjang Migren


Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah
pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

8 Diferensial diagnosa Migren


Diferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurisma
serebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus
eritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache.

9 Terapi Migren
Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan
fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media
humoral ( misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri
intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.
Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan
sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secara oral atau
sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak boleh
melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali
semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4 semprotan). Kontraindikasi adalah
sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang
menggunakan pil anti hamil. Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan
pil anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung
iskemik gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga
bisa obat – obat lain (lihat tabel 6). Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid
malead, siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propanolol.
Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan
menghindari faktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus
menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.

10 Komplikasi Migren
Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan
oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang
berlebihan.

11 Pencegahan Migren
Pencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup,
mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya
matahari, mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur,
dan menghindari stress.

C. SINUS
Sakit kepala sinus terjadi ketika infeksi atau penyumbatan dari pranasal sinus
yang mengakibatkan inflamasi atau penggelembungan dinding sinus yang sensitive.
Kebanyakan pasien percaya bahwa mereka mengidap sakit kepala sinus, sebenarnya
bisa saja berupa sakit kepala migraine. Mekanisme kerja Patofisiologi selama sakit
kepala migraine dapat memproduksi tonjolan penyumbatan sinus.
D. CLUSTER
Sakit kepala cluster meliputi sejumlah sakit kepala setelah yang lainnya. Tipe
seperti ini memiliki periode sakit lebih dari 2-3 bulan setelah toleransi selama 2 tahun.
Sakit yang ditimbulkan oleh sakit kepala cluster ini bisa mengerikan dan sering
datang dalam waktu yang sangat cepat hingga membangunkan pasien dari tidur.
Setiap masa sakit dapat berlangsung selama ½ sampai 3 jam dan sakitnya biasanya
pada salah satu bagian kepala, mata, pipi, atau pelipis. Sebuah sakit kepala cluster
menimbulkan kesakitan,keluarnya air mata dan kelarnya atau terhambatnya lubang
hidung pada tempat yang sama ketika merasakan sakit.
Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk
varian Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type
headache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat
digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.

Selain jenis sakit kepala di atas, masih ada beberapa jenis sakit kepala yang tidak
bisa diremehkan atau perlu penanganan dari dokter. Adapun jenis-jenis sakit kepala
tersebut adalah
1. Sakit Kepala Tipe Kronis
Sakit kepala harian kronis dinyatakan sebagai sakit kepala yang diberikan
pada hari terbanyak missal 15 hari dalam sebulan, tipenya terjadi lebih dari 6 kali
dalam sebulan atau lebih dan ini bisa terjadi tiap hari serta tak berkurang. Pada
beberapa pasien periode sakit kepala kronik dapat berlangsung dalam waktu yang
singkat. Ini terjadi pada anak-anak dan usia yang sangat tua. Karakteristik sakit kepala
kronis adalah kombinasi latar belakang, gejala tipe kontraksi otot lemah, sering kaku
pada leher, dan gejala migraine yang memungkinkan. Kemungkinan pemakaian
analgesic sederhana dalam keseharian dan kombinasi berisi kodein menyebabkan
sakit kepala harian kronis.

2. Sakit Kepala Tipe Arteritis.


Temporal arteritis atau arteristis sementara biasanya terjadi pada pasien yang
lebih tua. Arteritis melewati pelipis menjadi inflamasi. Bagian tersebut akan memerah
dan sangat sakit serta terasa tebal jika disentuh. Namun tanda ini tidah selalu ada.
Beberapa pasien yang lebih tua mengalami pengerasan frontal atau sakit kepala
sementara yang terus menerus dan diikuti dengan perasaan tidak enak badan.
Temporal arteritis merupakan penyakit yang berbahaya dan keterlambatan dalam
diagnosis serta pengobatan akan menyebabkan kebutaan karena pembuluh darah ke
mata dipengaruhi oleh radang atau inflamasi. Pengobatan biasanya meliputi steroid
dosis tinggi.
BAB III
KESIMPULAN

 Swamedikasi (Self Medication) bagi sebagian masyarakat adalah melakukan


pengobatan mandiri, tanpa melalui dokter, ketika sedang sakit.
 Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada
jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang
individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.
 Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit.
 migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam.
 Sakit kepala cluster meliputi sejumlah sakit kepala setelah yang lainnya. Tipe seperti
ini memiliki periode sakit lebih dari 2-3 bulan setelah toleransi selama 2 tahun.
 Sakit kepala sinus terjadi ketika infeksi atau penyumbatan dari pranasal sinus yang
mengakibatkan inflamasi atau penggelembungan dinding sinus yang sensitive.
 Sakit kepala yang dapat diobati dengan swamedikasi adalah tipe tension (akibat
tekanan darah), diagnose migrain dan sakit kepala akibat sinus
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Materi Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Jakarta : PT. Kimia Farma Apotek.
2011.
Bogduk,N. Anatomy and physiology of headache. Australia : faculty of medicine and health
science, University of Newcastle and University Drive.1995. available at Elsevier, Paris.
ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders) available at
http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache. Neurology and Neurosurgery Illustrated. London:
Churchill Livingstone.2004.66-72.
Simon, Roger P, David A.Greenberg, dan Michael J.Aminoff. Headaches and facial pain.
Clinical Neurology. United states of Amerika : Lange.2009.69-93.

Вам также может понравиться