Вы находитесь на странице: 1из 12

JURNAL 1

Pencemaran Udara dan Pengelolaan Lingkungan

Pencemaran Udara dapat terjadi di rumah rumah, Industri/pabrik,


transportasi (kendaraan bermotor, kantor, kebakaran hutan , dan seterusnya.
Dalam Setiawan (2009) menyatakan bahwa pencemaran udara secara
akumulatif dan simultan juga dapat terjadi di dalam ruang maupun luar ruangan
luar ruangan, perkotaan hingga ke tingkat regional bahkan sudah menjadi gejala
global.Selanjutnya Setiawan (2009) menyebutkan peristiwa terjadinya
pencemaran saat ini, termasuk pencemaran udara adalah umumnya karena
aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan, baik pemenuhan kebutuhan
primber maupun sekunder.

Sering terdengar rumor ditengah kita bahwa biarkan saja lingkungan


tercemari (udara) asalkan industri dapat berkembang pesat, di bagian lain
terdengar pula bahwa tidak dibutuhkan kemajuan industri dengan
mengorbankan lingkungan udara yang bersifat dinamis atau tidak tentu, dinamis
karena tergantung satu sama lain, tidak tentu dikarenakan atmosfir yang selalu
berubah, sehingga kesulitan ini merupakan pemicu yang sangat dinamis dalam
mencapai pelaksanaan pembangunan.Udara yang kita nikmati setiap hari secara
gratis tidak dapat dikotak-kotakkan, pencemaran yang terjadi satu tempat akan
dirasakan pula dampaknya ditempat lain. Pencemaran yang dihasilkan oleh satu
orang akan dihirup pula yang lain. Sehingga dengan konsekuensi yang
demikian, menjaga kualitas udara halus menjadi perhatian kita
semua.Sastrawijaya (2000) bahwa pencemaran udara digolongkan kedalam tiga
kategori, yakni ;

1. Pergesekan permukaan, adalah penyebab utama pencemaran partikel


padat di udara dan ukurannya dapat bermacam-macam.

2. Penguapan, merupakan perubahan fase cairan gas, polusi udara banyak


disebabkan zat-zat mudah yang mudah menguap/tidak nampak.
3. Pembakaran, merupakan reaksi kimia yang berjalan
cepat/dinamis dan membebaskan energi, cahaya, atau panas, sehingga
dengan kondisi perubahan yang begitu cepat dan dinamis inilah dan
tidak nampak menjadi dalam pengelolaan udara.

Udara dikatakan tercemari jika telah melewati batas baku mutu udara
ambien (udara bersih) seperti makin meningkatnya konsentrasi karbondioksida
(CO2) di udara yang dapat mengakibatkan naiknya suhu bumi.

1. Polusi Udara oleh Gas Ozone (O3) dan Pengelolaannya


Polusi Udara bahwa Ozon (O3) merupakan molekul kimia dari 3 atom yang
saling melekat dan merupakan bahan yang berenergi, bila ozon bersinegri
dengan bahan maka dengan cepat mengeluarkan energi kimia yang kuat, dan
karena bentuk molekul ozon adalah energi solar (matahari) dengan reaksi
photokimia dari polutan maka akan meningkatkan konsentrasi ozon yang
puncaknya terjadi pada tengah hari, Bila telah mencapai 0,08 ppm akan
menganggu kesehatan bila kondisi tersebut berlanjut sampai delapan jam.Untuk
mengantisipasi polusi udara akibat menipisnya lapisan ozon maka langkah-
langkah yang dapat dilakukan dengan mengurangi atau meniadakan penggunaan
Chlorofluorocarbon (CFC) pada produksi industri-industri, misalnya pada
kemasan aerosol dan mesin pendingin sehingga diperlukan modifikasi mesin
pengguna CFC dari alat-alat tersebut.

2.Polusi Udara oleh Oksida Karbon


Sumber pencemaran yang paling banyak di muka bumi ini adalah gas
buang yang dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor berupa
Karbondioksida (CO2), dan bahkan sumber pencemaran gas pencemar ini
berasal dari rumah yang disebabkan gas memasak, pemanas ruang serta asap
rokok dan juga kebakaran, walaupun tidak beracun gas ini tetapi dapat
berakibat naiknya suhu bumi.CO2 yang terdapat dalam udara akan
digunakan oleh makhluk hidup, sebagian juga akan melarut dalam laut. CO2
juga akan bereaksi di udara dengan batu silikat yang mengalami kehancuran
iklim, terbentuklah CaCO2 dan batu kapur serta CaCO3 yang berakibat
terganggunya daur siklus karbon di udara dan CO2 banyak mengabsorpsi
energi thermal yang seharusnya kembali ke angkasa. CO2 kan menyimpang
energi ini sehingga menyebabkan suhu naik dan menurut perhitungan dalam
waktu 500 tahun suhu akan naik 22 0C . Basuki (1992) menyebutkan bahwa
pengelolaan Pencemaran Udara berdasarkan Badan Proteksi Lingkungan
(EPA) menentukan standar kandungan CO di udara, yakni konsentrasi
karbonmonoksida harus tidak melebihi 9 ppm selama delapan jam berturut-
turut dan tidak boleh dalam periode waktu satu jam.

Upaya pengelolaan lingkungan udara seperti di atas dapat dilakukan


dengan program konservasi hutan, program hutan kota, dan atau penanaman
pohon (vegetasi) yang mana fungsi dari vegetasi ini adalah kemampuannya
menyerap zat pencemar CO2 karena saat berfotosintesa memiliki
kemampuan menyerap panas yang menyebabkan udara di sekitarnya menjadi
dingin.Sejalan dengan itu Pherson (1998) bahwa yang memiliki permukaan
daun (crown canopy) 1.000 m2 menyerap sejumlah CO2 di udara
menghasilkan sejumlah cukup untuk keperluan bernafas satu orang selama
satu tahun. Suatu kawasan yang memiliki tutupan tumbuhan seluas 39 %
akan mampu menyerap CO2 sebesar 119 t/ha dan pada daerah lainnya yang
terdapat tutupan sekitar 21 % hanya memiliki kemampuan penyerapan
CO2sekitar 40 t/ha.

3. Polusi Udara oleh Oksida Belerang


Sastrawijaya (2000) menegaskan bahwa oksida belerang merupakan gas
jernih yang tak berwarna, gas ini menyengat dan amat membahayakan manusia,
kedalam daur belerang termasuk S02, H2S, dan H2SO4 yang merupakan asam
dan garam yang merupakan aerosol tetes air di udara, selanjutnya gas H2S
diproduksi oleh pembusukan bahan organik, letusan gunung api, dan sedikit
industri. Jumlah SO2 karena oksida H2S adalah 80 % sisanya 20 % SO2, dan
yang dari manusia adalah bahan bakar yang mengandung belerang dan
pelelehan non-fera, kilang minyak, industri batu bara, dan lain
sebagainya.Senyawa belerang yang terkandung di udara dapat menyebabkan
hujam asam dan akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang berbahaya
bagi tanaman, hewan dan bahkan manusia. Upaya pengelolaan lingkungan
udara untuk mengantisipasi kondisi pencemaran yang disebabkan oleh oksida
belerang yakni dengan melakukan pembersihan atau pemberantasan SO2 di
industri yang menghasilkan gas buang oksida belerang seperti di kilang minyak,
industri batu bara dan lain sebagainya walaupun teknologi ini harus dibayar
mahal.

4. Polusi Udara oleh Oksida Nitrogen (NO,NO2, dan N2O) dan


Pengelolaannya
Polusi udara dengan oksida nitrogen telah mencapai angka yang cukup
signifikan, yakni sekitar 10 % dari semua gas-gas pencemar udara, namun
dibalik semua itu peran dan fungsi nitrogen sangat mat penting dalam siklus
kesetimbangan alam, yakni sekitar 78 %.Dalam buku Pencemaran Lingkungan
yang ditulis oleh Sastrawijaya (2000) dijelaskan bahwa kilat dan kosmis juga
mampu mengikat nitrogen dan membentuk senyawa dengan unsure lain,
sehingga menghasilkan senyawa yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan
tanaman dan hewan, siklus ini sangat kompleks sehingga banyak yang tidak
diketahui pasti dan dalam proses manusia telah mengganggunya.

5. Polusi Udara oleh Partikel Mokuler dan Pengelolaannya

Partikel Mokuler yang tersuspensi di udara sangat berbahaya bagi kesehatan


manusia. Sumber-sumber partikel Mokuler adalah cerobong asap pabrik dan
partikel ini akan tersuspensi beberapa hari di udara tergantung dari besar
kecilnya partikel, makin kecil partikelnya maka makin lama pula kesempatan
untuk tinggal di udara dan untuk partikel yang lebih besar akan cepat turun ke
permukaan tanah disekitar sumbernya.Ukuran partikel-partikel dimulai dimulai
dari 0,1 sampai dengan 10 mikron dan partikel ini berasal dari proses alam dan
dari limbah yang jumlahnya makin meningkat dengan peningkatan jumlah
penduduk. Partikel dapat berupa karbon, jelaga, abu terbang, lemak, minyak dan
pecahan logam.Upaya pengelolaan lingkungan udara untuk mengantisipasi
kondisi pencemaran tersebut yang disebabkan oleh partikel Mokuler yakni
dengan penerapan teknologi penyaringan, seperti pada cerobong asa-sapa
industri dengan memasang filter yang saringan lebih dari ukuran partikel
mokuler yang dihasilkan pabrik tersebut sehingga dapat menangkap partikel
yang halus.

Salah satu cara untuk mengantisipasi pencemaran udara oleh partikel


mokuler adalah dengan menampung partikel dalam bejana terbuka atau lempeng
kaca yang diberi perekat, sehingga partikel yang jatuh dapat ditimbang dan
dianalisis sehingga dapat ditentukan bentuk antisipasinya. Jadi udar adalah
sumberdaya lingkungan yang suplainya konstan/relatif konstan berapapun
jumlahnya dimanfaatkan. Walaupun selalu tersedia udara merupakan
sumberdaya yang sangat penting artinya, oleh karenanya mengetahui,
memahami serta melakukannya cara-cara antisipasi pencemaran udara dalam
pengelolaan sumberdaya lingkungan.Terdapat lima unsur-unsur kimia
berbahaya sebagai pencemar udara yang penting, yaitu :

1)Ozone (O3)
2)Oksida Karbon (CO dan CO2)
3)Oksida Belerang (SO2 dan SO3)
4)Oksida Nitrogen (NO,NO2, dan N2O)
5)Partikel Mokuler (debu, asam, pestisida, dll).
Dari kelima unsur-unsur penting pencemar udara ini diperlukan metode
dan cara pendekatan yang berbeda dalam pengelolaannya, diantara adalah
antisipasi teknis sesuai dengan karakteristik zat pencemar tersebut.
JURNAL 2

Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor

Udara merupakan faktor yang penting dalam hidup dan kehidupan.


Namun pada era modern ini, sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik
kota dan pusat-pusat industri, serta berkembangnya transportasi, maka kualitas
udara pun mengalami perubahan yang disebabkan oleh terjadinya pencemaran
udara, atau, sebagai berubahnya salah satu komposisi udara dari keadaan yang
normal; yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gasgas dan partikel
kecil/aerosol) ke dalam udara dalam jumlah tertentu untuk jangka waktu yang
cukup lama, sehingga dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan
tanaman.Penelitian ini khusus menyoroti penyumbang pencemaran terbesar di
Indonesia; yaitu oleh kendaraan bermotor. Mengingat, dalam kurun waktu 10
tahun terakhir, telah terjadi lonjakan jumlah kendaraan bermotor yang sangat
pesat, khususnya oleh pertambahan sepeda motor, yang mencapai 30%.
Sekitar lebih kurang 70% terdistribusi di daerah perkotaan.

Proses Terjadinya Emisi Gas Buang oleh Kendaraan Transportasi Tidak


ada yang bisa menepis, betapa, emisi gas buang, berupa asap knalpot, adalah
akibat terjadinya proses pembakaran yang tidak sempurna, dan mengandung
timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen
(NOx), oksida sulfur (SO2), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan
oksida fotokimia (Ox)” (BPLH DKI Jakarta, 2013). Selanjutnya, emisi gas
buang yang paling signifikan dari kendaraan bermotor ke atmosfer berdasarkan
massa, adalah gas karbondioksida (CO2), dan uap air (H2O) yang dihasilkan
dari pembakaran bahan bakar yang berlangsung sempurna yang dapat dicapai
dengan tersedianya suplai udara yang berlebih.Namun demikian, kondisi
pembakaran yang sempurna dalam Sebagaimana kita ketahui bersama,
pencemaran udara atau perubahan salah satu komposisi udara dari keadaan
normal, mengakibatkan terjadinya perubahan suhu dalam kehidupan manusia.
Pembangunan transportasi yang terus dikembangkan menyusul dengan
permintaan pasar, ternyata, telah mendorong terjadinya bencana pembangunan.

Saat ini, kita semua telah mengetahui bahwa pengaruh polusi udara juga
dapat menyebabkan pemanasan efek rumah kaca (ERK) bakal menimbulkan
pemanasan global atau (global warming) (Sudrajad, 2006). Tentunya, hal ini
harus merupakan sebuah peringatan kepada para pemilik kebijakan industri dan
kebijakan transportasi agar melihat kepada masalah udara di sekitarnya. Proses
pembangunan yang ada di Indonesia dalam konteks transportasi, ternyata, telah
menimbulkan bencana pembangunan yang pada akhirnya bermuara menjadi
permasalahan ekologis. Akibatnya, udara sebagai salah satunya commons yang
open access menjadi berbahaya bagi kesehatan manusia dan alam sekitarnya.
Dalam melihat kasus pencemaran udara akibat kendaraan bermotor sebagai
suatu dampak, adalah bukan satu-satunya penyebab yang disalahkan. Akan
tetapi, penggunaannya yang tidak teratur (disorder) adalah yang dapat
menimbulkan ”abuse” bagi lingkungan kita, terutama udara. Singgungan antara
transportasi dan lingkungan juga dapat diungkapkan lewat masalah perilaku
manusia terhadap lingkungannya (Sudrajad, 2006).

Hal tersebut bertolakbelakang, mengingat, transportasi yang seharusnya


merupakan salah satu perangkat teknologi untuk memudahkan manusia,
malahan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan
lingkungannya. Selanjutnya, secara langsung, kandungan-kandungan timah
hitam dan SPM dapat mengganggu kesehatan kita, dan/atau menimbulkan
penyakit-penyakit yang mematikan. Lalu apakah produksi dari transportasi
sebagai alasan pembangunan teknologi dapat dijadikan alasan bagi para
pembuat keputusan. Kenyataan inilah yang sampai sekarang selalu menjadi
ajang perdebatan, terutama, dalam memahami bagaimana mengartikan sebuah
lingkungan dan teknologi agar dapat berdampingan tanpa adanya bahaya serta
transportasi yang tidak teratur (disorder). Sebagai contoh, di Jakarta, sumber
pencemaran udara yang utama adalah kendaraan bermotor dan industri. Dalam
hal ini, tehadap beban emisi total, kendaraan bermotor menyumbang sekitar
71% pencemar oksida nitrogen (NOX), 15% pencemar oksida sulfur (SOx), dan
70% pencemar partikulat (PM10).

Tampaknya, emisi gas dan kandungannya menjadi beban moral bagi


pengguna transportasi dan industri transportasi. Permasalahan seperti ini telah
menjadi fenomena pembangunan. Walau pembangunan transportasi yang ideal
amat diharapkan oleh masyarakat, namun, dari sudut pandang ekologi, dampak
sosial transportasi dengan lingkungan telah menimbulkan depresi terhadap
masyarakat. Secara lebih tegas dapat dikatakan, udara yang tercemar akibat
transportasi telah menimbulkan tingkat stress pada manusia yang mengalami
gangguan tersebut.Dari perspektif ekologi, perilaku manusia yang beradaptasi
dengan proses akan menjadi jenuh apabila adaptasi tersebut dilakukan dengan
terus menerus atau sering, sehingga, orang yang dalam kehidupan sehari-
harinya mengalami gangguan udara dari transportasi dan mengalami kejenuhan
dapat menimbulkan stress dan depresi (kajian ini terjadi pada behaviour-nya).

Karena apa yang adaptif dan bukan adaptif, bagi mereka, adalah
cenderung pada perubahan perilaku kolektif dari masyarakatnya. Hal ini dapat
ditunjukkan, tingkat stress dan depresi penduduk di kotakota besar seperti
Jakarta tergolong tinggi. Manusia sebagai faktor yang menentukan
keberlanjutannya lingkungan yang ada di sekitarnya, menjadi tidak berdaya,
karena, pengrusakan lingkungan terjadi dan dilakukan oleh segelintir orang
yang tidak bertanggung-jawab. Oleh sebab itu, kejadian-kejadian seperti
pencemaran udara pun tidak terhindarkan. Bukan hanya itu, ternyata,
permasalahan ekologi yang terjadi akibat transportasi ini juga menjadi
permasalahan psikologis yang ada pada masyarakat urban. Semakin tinggi
tingkat pencemaran udara, maka, kecenderungan tingkat stress pun akan
semakin tinggi pula.
Kebijakan transportasi yang berhubungan dengan lingkungan atau
Transportation Environment, adalah merupakan suatu penyebab munculnya
dampak sosial. Artinya, dampak sosial yang dimaksud adalah transportasi yang
tidak teratur (disorder), yang kemudian mengganggu kehidupan manusia. Pada
saat ini, transportasi selalu dijadikan alasan utama bagi pencemaran kota.
Kebanyakan orang beranggapan, pencemaran kota yang merusak udara di
sekitar kita adalah merupakan suatu akibat dari kelalaian pemerintah dan
produsen yang mendesain kendaraan bermotornya tidak sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan. Akibatnya, daerah perkotaan dianggap merupakan salah
satu sumber utama pencemaran udara, dan memegang peranan yang sangat
besar dalam masalah pencemaran udara. Pada umumnya, dari berbagai sektor
yang potensial dalam mencemari udara, maka, sektor transportasi memegang
peran yang sangat besar dibanding dengan sektor yang lainnya.

Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai


sumber polusi udara mencapai 60-70%, sementara, kontribusi gas buang dari
cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, dan sisanya berasal dari sumber
pembakaran lain; misalnya rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran
hutan, dan lain-lain.Di samping faktor-faktor yang menentukan intensitas emisi
gas buang sumber pencemaran udara tersebut, faktor penting lainnya adalah;
faktor potensi dispersi atmosfer daerah perkotaan akan sangat tergantung
kepada kondisi dan perilaku meteorologi. Padahal, sektor transportasi
mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi yang
berdampak terhadap kehidupan dan lingkungan. Hampir semua produk energi
konvensional dan rancangan motor bakar yang digunakan dalam sektor
transportasi masih menyebabkan sumber emisi pencemaran udara. Penggunaan
BBM (Bahan Bakar Minyak) bensin dalam motor bakar akan selalu
mengeluarkan senyawasenyawa seperti CO (karbon monoksida), THC (total
hidro karbon), TSP (debu), NOx (oksida-oksida nitrogen) dan SOx
(oksidaoksida sulfur) (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Premium yang dibubuhi TEL, akan mengeluarkan timbal. Solar dalam
motor disel akan mengeluarkan beberapa senyawa tambahan di samping
senyawa tersebut di atas, yang terutama adalah fraksi-fraksi organik seperti
aldehida, PAH (Poli Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai dampak kesehatan
yang lebih besar (karsinogenik), dibanding dengan senyawa-senyawa lainnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, penggunaan bahan bakar untuk kendaraan
bermotor dapat mengemisikan zat-zat pencemar seperti CO, NOx, SOx, debu,
hidrokarbon juga timbal. Udara yang D. Upaya untuk Mengurangi Dampak
Polusi/Pencemaran Udara Upaya pengendalian pencemaran udara akibat
kendaraan bermotor yang mencakup upaya-upaya pengendalian baik langsung
maupun tidak langsung, akan dapat menurunkan tingkat emisi dari kendaraan
bermotor secara efektif antara lain (Sudrajad, 2006):

1. Mengurangi jumlah mobil lalu lalang. Misalnya dengan jalan kaki, naik
sepeda, kendaraan umum, atau naik satu kendaraan pribadi bersama
temanteman (car pooling).
2. Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros bahan bakar dan
asapnya tidak mengotori udara.
3. Meminimalkan pemakaian AC. Pilihlah AC non-CFC dan hemat energi.
4. Memilih bensin yang bebas timbal (unleaded fuel).

Solusi untuk mengatasi polusi udara kota, terutama ditujukan pada


pembenahan sektor transportasi dengan tanpa mengabaikan sektor-sektor lain,
maka, tidak ada kata lain kecuali harus mau belajar dari kota-kota besar lain di
dunia yang telah berhasil menurunkan polusi udara dan angka kesakitan serta
kematian yang diakibatkan karenanya. Di antaranya, dengan pembatasan izin
bagi angkutan umum kecil, dengan memperbanyak kendaraan angkutan massal;
seperti bus dan kereta api, diperbanyak. Kemudian, kontrol terhadap jumlah
kendaraan pribadi juga dapat dilakukan seiring dengan perbaikan pada sejumlah
angkutan umum. Selanjutnya, pembatasan usia kendaraan terutama bagi
angkutan umum juga perlu mendapatkan pertimbangan secara khusus,
mengingat, semakin tua kendaraan, apalagi yang kurang terawat, sangat
berpotensi besar sebagai penyumbang polutan udara. Selaras dengan itu,
pembangunan MRT, dan Electronic Road Pricing (ERP), juga mendesak untuk
direalisasikan. Di samping itu, pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan
tindakan tegas terhadap pelanggaran berkendara benar-benar dapat diwujudkan,
begitu juga uji emisi yang dilakukan secara berkala, serta penanaman pohon
berdaun lebar di pinggir jalan, terutama yang lalu lintasnya padat, dapat juga
mengurangi polusi udara.

Вам также может понравиться