Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi hidup manusia menurut WHO,
sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial serta bukan saja
keadaan terhindar dari sakit maupun kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang
No.3 tahun 1966 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual,
dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan
orang lain (Teguh, 2009). Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara
optimal dan selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri
sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan (Suliswati, 2005).
Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa setiap
orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau. Disebutkan pula bahwa penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan orang lain, mengganggu ketertiban keamanan umum
wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Prevalensi
gangguan jiwa di Indonesia mencapai 245 jiwa per 1000 penduduk hal ini merupakan kondisi
yang sangat serius karena lebih tinggi 2,6 kali dari ketentuan WHO. Prevalensi penderita di
Indonesia adalah 0,3-1% dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang
baru berusia 11-12 tahun sudah menderita gangguan jiwa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Halusinasi?
2. Apa saja tanda dan gejala dari halusinasi?
3. Apa saja jenis Halusinasi?
4. Apa saja tahapan Halusinasi?
5. Bagaimana rentang respon klien yang terkena Halusinasi?
6. Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan jiwa kepada klien ?
1.3 Tujuan
Untuk memberikan gambaran nyata tentang pemberian asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah utama gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Halusinasi

1
Halusinasi adalah merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersiapkan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar (Maramis, 2005).

2.2 Etiologi
Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a.faktor predisposisi

1) biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif
baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut:
a) penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofren
b) beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan
c) pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia.
2) Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang,
kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi

b.faktor presipitasi

secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan
kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) biologis

2
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

2.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi dengar:
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
2.4 Jenis Halusinasi
Menurut Stuart Sudden, 2007, Halusinasi dibagi dalam:
1. Halusinasi Pendengaran / Auditorik

3
Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara terutama suara orang. Biasanya
klien mendengarkan suara orang yang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal.
2. Halusinasi Penglihatan / Visual
Karakteristik ditandai dengan adanya stimulasi visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambaran, geometrik, gambar kartun dan panorama yang kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidu / Alfaktari
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikkan seperti darah,
urin, faces. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensia.
4. Halusinasi Peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit. Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan
stimulus yang jelas. Contohnya rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
5. Halusinasi Pengecap
Karakteristik ditandai dengan rasa mengecap seperti rasa darah, urin, faces.
6. Halusinasi Sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti rasa aliran darah vena atau
arteri, pencernaan makanan, pembentukan urin.
7. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.5 Tahapan halusinasi


a. fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk meredakan
ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
c. fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

4
d. fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

2.6 Rentang respon


Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.
a. pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun
diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di sertai
banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu diotak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau berbudaya
umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang
berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan

5
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra
(pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya stimulas itu
tidak ada.

2.7 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Halusinasi


1. Pengkajian Pasien Halusinasi
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal pengkajian,
nomor rekam medic
b. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor biologis, factor
psikologis, social budaya, dan factor genetic
c. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa tidak
mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri,
perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress
pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti
kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain
dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam perasaan,
afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive
g. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan adalah:
a. Jenis halusinasi
b. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis halusinasi.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang dialami
oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin
jam berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus menerus atau hanya sekal-kali?
Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini
dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari
situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui

6
frekuensi terjadinya halusinasinya dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul. Perawat dapat
menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat
dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat
juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.

2. Tindakan Keperawatan pada Pasien Halusinasi

1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :

a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.

b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya

c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.

2. Tindakan Keperawatan

a. Membantu Pasien Mengenali Halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat melakukannya cara


berdiskusi dengan pasien tentang ini halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu
terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi
muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih Pasien Mengontrol Halusinasi.

Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat melatih pasien

empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut

meliputi :

1) Melatih Pasien Menghardik Halusinasi

Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap

halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan

tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memerdulikan halusinasinya. Kalau ini

bisa dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi

7
yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak

akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :

a) Menjelaskan cara menghardik halusinasi

b) Memperagakan cara menghardik

c) Meminta pasien memperagakan ulang

d) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.

2) Melatih Bercakap-cakap dengan Orang Lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi, fokus perhatian
pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain
tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain.

3) Melatih Pasien Beraktivitas Secara Terjadwal

Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan
aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami
banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien
yang mengalami halusinasi bisa membantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu. Tahapan intervensi sebagai berikut :

a) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi


b) Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien.

c) Melatih pasien melakukan aktivitas

d) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih.
Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh
hari dalam seminggu. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.
8
4) Melatih Pasien Menggunakan Obat Secara Teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat
secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit
seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan.Bila
kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu
pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini
tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
a) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa
b) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
c) Jelaskan akibat bila putus obat
d) Jelaskan cara mendapatkanm obat/ berobat
e) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5B (benar obat, benar pasien, benar
cara, benar waktu, dan benar dosis).

3. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Perawat lakukan

untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut :

1. Pasien Mempercayai Perawatnya sebagai terapis, ditandai dengan:

a. Pasien mau menerima perawat sebagai perawatnya

b. Pasien mau menceritakan masalah yang dia hadapai kepada perawatnya, bahkan

hal-hal yang selama ini dianggap rahasia untuk orang lain.

c. Pasien mau bekerja sama dengan perawat, setiap program yang perawat tawarkan

ditaati oleh pasien.

2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada obyeknya dan merupakan

masalah yang harus diatasi, ditandai dengan:

a Pasien mengungkapkan isi halusinasinya yang dialaminya.

b Pasien menjelaskan waktu, dan frekuensi halusinasi yang dialaminya.

c Pasien menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi.

9
d Pasien menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi

e Pasien menjelaskan bahwa ia akan berusaha mengatasi halusinasi yang dialaminya

3. Pasien dapat Mengontrol Halusinasi, ditandai dengan:

a. Pasien mampu memperagakan empat cara mengontrol halusinasi

b. Pasien menerapkan empat cara mengontrol halusinasi:

1) Menghardik halusinasi.

2) Berbicara dengan orang lain disekitarnya bila timbul halusinasi.

3) Menyusun jadwal kegiatan dari bangun tidur di pagi hari sampai mau tidur

pada malam hari selama tujuh hari dalam seminggu dan melaksanakan jadwal

tersebut secara mandiri.

4) Mematuhi program pengobatan.

Keluarga mampu merawat pasien dirumah, ditandai dengan:


a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien.

b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien dirumah.

c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien.

d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk

mengatasi masalah pasien.

e. Keluarga melaporkan keberhasilan merawat pasien (Purba, Wahyuni, Nasution,

Daulay, 2009).

10

Вам также может понравиться