Вы находитесь на странице: 1из 6

Fraktur cruris dextra 1/3 distal

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh ruda paksa (Sjamsuhidajat, 2004). Sedangkan cruris dextra adalah tungkai bawah kanan yang
terdiri dari dua tulang panjang yaitu tulang tibia dan fibula. Lalu 1/3 distal adalah letak suatu
patahan terjadi pada bagian 1/3 bawah dari tungkai. Jadi pengertian dari fraktur cruris dextra 1/3
distal adalah patah tulang yang terjadi pada tulang tibia dan fibula yang terletak pada 1/3 bagian
bawah sebelah kanan. Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang
yang disebabkan oleh trauma benda keras.
c. ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang
mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu
dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan
untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.
3. Etiologi
Pada fraktur cruris dextra 1/3 distal disebabkan karena adanya trauma pada tungkai bawah kanan
akibat benturan dengan benda yang keras, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam kasus fraktur cruris dextra 1/3 distal, tindakan yang biasa dilakukan untuk reposisi antar
fragmen adalah dengan reduksi terbuka atau operasi. Ini dilakukan karena pada kasus ini
memerlukan pemasangan internal fiksasi untuk mencegah pergeseran antar fragmen pada waktu
proses penyambungan tulang (Apley, 1995).
Pada operasi ini dilakukan incisi untuk pemasangan internal fiksasi yang dapat berupa Intra
Medullary Nail sehingga akan terjadi kerusakan pada kulit, jaringan lunak dan luka pada otot yang
menyebabkan terjadinya oedema, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi serta gangguan fungsional
pada tungkai bawah.
4. Patologi
Setelah fraktur dapat terjadi kerusakan pada sumsum tulang, endosteum dan jaringan otot. Pada
fraktur cruris dextra 1/3 distal upaya penanganan dilakukan tindakan operasi dengan menggunakan
internal fiksasi. Pada kasus ini, hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan incisi. Dengan incisi
maka akan terjadi kerusakan pada jaringan lunak dan saraf sensoris. Apabila pembuluh darah
terpotong dan rusak maka cairan dalam sel akan menuju jaringan dan menyebabkan oedema.
Oedema ini akan menekan saraf sensoris sehingga akan menimbulkan nyeri pada sekitar luka incisi.
Bila terasa nyeri biasanya pasien cenderung untuk malas bergerak. Hal ini akan menimbulkan
perlengketan jaringan otot sehingga terjadi fibrotik dan menyebabkan penurunan lingkup gerak
sendi (LGS) yang dekat dengan perpatahan dan potensial terjadi penurunan nilai kekuatan otot.
Waktu penyembuhan pada fraktur sangat bervariasi antara individu satu dengan individu lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain : usia pasien, jenis fraktur,
banyaknya displacement, lokasi fraktur, pasokan darah pada fraktur dan kondisi medis yang
menyertai (Garrison, 1996). Dan yang paling penting adalah stabilitas fragmen pada tulang yang
mengalami perpatahan. Apabila stabilitas antar fragmen baik maka penyembuhan akan sesuai
dengan target waktu yang dibutuhkan atau diperlukan.
Secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung kembali setelah terjadi
perpatahan pada tulang. Pada fraktur, proses penyambungan tulang dibagi dalam 5 tahap yaitu :
a. Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur (Apley, 1995). Hal
ini mengakibatkan gangguan aliran darah pada tulang yang berdekatan dengan fraktur dan
mematikannya (Maurice King, 2001).
b. Proliferasi
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah periosteum
dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi
dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah itu (Apley, 1995).
c. Pembentukan callus
Selama beberapa minggu berikutnya, periosteum dan endosteum menghasilkan callus yang penuh
dengan sel kumparan yang aktif. Dengan pergerakan yang lembut dapat merangsang pembentukan
callus pada fraktur tersebut (Maurice King, 2001).
d. Konsolidasi
Selam¬a stadium ini tulang mengalami penyembuhan terus-menerus. Fragmen yang patah tetap
dipertahankan oleh callus sedangkan tulang mati pada ujung dari masing-masing fragmen
dihilangkan secara perlahan, dan ujungnya mendapat lebih banyak callus yang akhirnya menjadi
tulang padat (Maurice King, 2001). Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan
sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal (Apley, 1995).
e. Remodelling
Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip dengan struktur normal (Appley,
1995). Semakin sering pasien menggunakan anggota geraknya, semakin kuat tulang baru tersebut
(Maurice King, 2001).
Perubahan patologi setelah dilakukan operasi adalah :
1) Oedema
Oedema dapat terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah akibat dari incisi, sehingga
cairan yang melewati membran tidak lancar dan tidak dapat tersaring lalu terjadi akumulasi cairan
sehingga timbul bengkak.
2) Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena adanya rangsangan nociceptor akibat incisi dan adanya oedema pada
sekitar fraktur.
3) Keterbatasan LGS
Permasalahan ini timbul karena adanya rasa nyeri, oedema, kelemahan pada otot sehingga pasien
tidak ingin bergerak dan beraktivitas. Keadaan ini dapat menyebabkan perlengketan jaringan dan
keterbatasan lingkup gerak sendi (Apley, 1995).
4) Potensial terjadi penurunan kekuatan otot
Pada kasus ini potensial terjadi penurunan kekuatan otot karena adanya nyeri dan oedema sehingga
pasien enggak menggerakkan dengan kuat. Tetapi jika dibiarkan terlalu lama maka penurunan
kekuatan otot ini akan benar-benar terjadi.
5) Tanda dan gejala klinis
Pada penderita pasca operasi fraktur cruris dextra 1/3 distal akan ditemui berbagai tanda dan gejala
yaitu pasien mengalami oedema pada daerah yang mengalami fraktur, timbul nyeri akibat incisi,
keterbatasan lingkup gerak sendi, dan gangguan aktivitas fungsional terutama gangguan berjalan.
6) Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil dan fiksasi cenderung aman.
Komplikasi akn terjadi bila ada penyakit penyerta dan gangguan pada proses penyambungan tulang.
7) Prognosis
Prognosis pada pasca operasi fraktur cruris dextra 1/3 distal dikatakan baik apabila pasien secepat
mungkin melakukan terapi latihan untuk membantu mengembalikan aktivitas fungsionalnya.
Prognosis pada status fungsional yaitu baik selama pasien mendapatkan penanganan berupa terapi
latihan dengan baik.
B. Deskripsi Problematika Fisioterapi
Problematika yang sering terjadi pada pasca operasi fraktur cruris dextra 1/3 distal, antara lain : (1)
impairment berupa nyeri gerak akibat luka incisi operasi, oedema pada tungkai kanan terjadi karena
suatu reaksi radang terhadap cidera jaringan, menurunnya lingkup gerak sendi karena adanya rasa
nyeri dan oedema sehingga pasien malas untuk bergerak (2) functional limitation berupa penurunan
kemampuan transfer dan ambulasi, (3) participation restriction berupa ketidakmampuan pasien
melaksanakan kegiatan bersosialisasi dalam masyarakat

B. JENIS FRAKTUR
1. Berdasarkan sifat fraktur
a. Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar
b. Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar
2. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
a. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi
normal)
b. Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
Misal : - Hair line fraktur
fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain membengkok- Green stick
3. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma
a. Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
b. Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma
langsung
c. Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
d. Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
4. Istilah lain
a. Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
b. Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang
wajah)
c. Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis tulang)
d. Fraktur avulse
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya
Etiologi / Predisposisi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.

3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
D. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
ganggguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat
terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang
telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
(Sylvia, 1995 : 1183)
E. Manifestasi Klinis
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang.
2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tenderness / keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
syaraf/perdarahan ).
8. Pergerakan abnormal.
9. Dari hilangnya darah.
10. Krepitasi
(Black, 1993 : 199 ).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa
reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur
tanpa kedudukan baik.
b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam
anestesi umum atau lokal.
c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan.
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal.
b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial.
Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal.
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan
waktu dapat mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak
sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) / tetanus hama
globidin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif dengan
dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka
fraktur terbuka. (Smeltzer, 2001).

G. Komplikasi
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48
jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi
ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah
infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu
setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan
dara eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan
vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapaler
terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat
trauma,khususnya pada fraktur femur pelvis.
Penanganan meliputi mempertahankan volume darah,mengurangi
nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan
melindungi pasien dari cedera lebih lanjut.
Sindrom Emboli Lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau
pelvis,fraktur multiple,atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak,
khususnya pada dewasa muda 20-30th pria pada saat terjadi fraktur globula
lemat dapat termasuk ke dalam darah karma tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler atau karma katekolamin yang di lepaskan oleh
reaksi setres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya
globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah
kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain awitan dan gejalanya,
yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah
cidera gambaran khansya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.

"Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. ar-Raad : 28).

Вам также может понравиться