Вы находитесь на странице: 1из 1

Ketahanan Pangan sebuah Paradoks

Akhir-akhir ini timeline line dan portal - portal dipenuhi berita berita yang membuat gatel
(atau dalam hal ini gemes) tangan ini buat nulis. iya gua sebenernya males buat mengekspos tulisan –
tulisan keresahan gua selama ini, ya pada tau lah netizen jaman now.

Tapi menurut gua, kali ini gua perlu membagi keresahan gua.

Yo, Ketahanan Pangan suatu kata yang akhir akhir ini selalu terbenak di isi otak gua. bukan,
karena nilai ketahanan pangan gua yang pas-pasan. Tapi gua lebih menyoroti bagaimana konsep
ketahanan lahir dan akhirnya menjadi isu yang sangat enak buat dibahas. Yang cukup update salah
satunya adalah polemik impor beras dan berita gizi buruk di asmat.

Dua berita yang menurut ilmu “cocokologi” mempunyai korelasi namun terkesan kontradiktif.
dan jika dikaitkan dengan kebijakan pemerintahan saat ini yang notabene mengusung nawacita
kedaulatan pangan dan kedaulatan pangan justru tidak mengikuti “jalan yang lurus”. Secara
prosentase, dari data sensus pertanian 2013 Indonesia saat ini memiliki 75 juta petani atau sekitar
28% penduduk “memberi makan” seluruh pendududuk (sekitar 262 juta jiwa). Tetapi dari Nusa
Tenggara Barat (yang kerap dikenal sebagai daerah lumbung padi)serta daerah semi arid seperti Nusa
Tenggara Timur di semester pertama tahun 2005, justru menghadapi ketahanan pangan yang rapuh,
terbukti dengan tingginya tingkatkekurangan pangan dan gizi buruk.

Вам также может понравиться