Вы находитесь на странице: 1из 14

KONDOM KATETER PADA PENANGANAN

PERDARAHAN POST PARTUM


D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK : 8
NAMA KELOMPOK :
1. RAHMAH WISYAH
2. RELEVANCIS KRISTA
3. RAHMANIA
4. POCUT EKA MIRA FITRIA
5. PUTRI SARTIKA

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Adapun judul makalah ini adalah “Kondom Kateter Pada Penanganan
Perdarahan Post Partum”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan Mata Kuliah. Dalam penulisan makalah, tidak sedikit hambatan
yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penulisan
makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua,
sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi.
Baik pada teknis penulisan maupun dalam materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.

Medan, Mei 2018

Kelompok : 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3


2.1. Definisi .................................................................................................. 3
2.2. Patofisiologi PPH.................................................................................... 3
2.3. Faktor Predis Posisi ............................................................................... 4
2.4. Kontraksi Hipotonik = Atonia Uteri ...................................................... 6
2.5. Tertinggalnya Jaringan Plasenta ............................................................ 6
2.6. Perjalanan Jalan Lahir ............................................................................ 6
2.7. Gangguan Koagulasi .............................................................................. 6
2.8. Penanganan PPH ..................................................................................... 7
2.9. Pencegahan ............................................................................................. 8

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 10


3.1. Kesimpulan ............................................................................................ 10
3.2. Saran ...................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan
pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan
angka keberhasilannya 100% (23 berhasil dari 23 PPH), kondom dilepas 24 – 48
jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan
kondom sebagai tampon tersebut adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia
Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode Sayeba. Metode ini digunakan
sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil menunggu perbaikan keadaan
umum, atau rujukan.
Perdarahan pasca persalinan (Postpartum Hemorrhage = PPH) sampai saat
ini masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal baik di
Negara maju maupun di Negara berkembang.
Kelahiran bayi adalah suatu proses normal, tetapi adakalanya ditemui
kejadian morbiditas dan mortalitas maternal yang berkaitan dengan permasalahan
yang dihadapi pada kala ketiga persalinan. Kematian maternal adalah suatu
tragedi dan merupakan kerugian besar bagi masyarakat dan suatu bangsa. Sekitar
setengah juta wanita mati tiap tahun akibat proses kelahiran bayi dan kehamilan.
Sekitar seperempat di antara mereka mengalami komplikasi yang terjadi pada kala
ketiga persalinan. Di Inggris risiko kematian maternal akibat postpartum
hemorrhage adalah satu per 100.000 kelahiran, sedangkan di negara berkembang
adalah satu per 1000 kelahiran. Di Malaysia dari tahun 1995-1996 menunjukkan
bahwa postpartum hemorrhage sebagai penyebab utama dari kematian maternal.
Kala ketiga persalinan digambarkan sebagai suatu proses berlanjut yang mulai
dengan lahirnya janin dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Umumnya sekitar 5
sampai 10 beberapa menit, tetapi tidak sampai melebihi dari 30 menit.
Angka kematian maternal ( Maternal Mortality Rate = MMR ) di Amerika
Serikat pada tahun 1995 sebanyak 7,1/100.000 kelahiran hidup. Penyebab
terbanyak dari MMR tersebut adalah perdarahan, emboli, hipertensi dalam
kehamilan, kardiomiopati serta karena komplikasi anastesi. Sedang di Amerika

1
Tengah, yaitu di Meksiko dan sekitarnya, MMR terrendah adalah di Kostarika
sebanyak 29/100.000 dan tertinggi di Guatemala yaitu 190/100.000. Penyebab
kematian terbanyak juga adalah perdarahan. Sedang di Asia Tenggara Negara kita
masih menduduki angka tertinggi yaitu sebanyak 307/100.000 ( SDKI tahun
1998-2002 ), penyebab kematian tertinggi juga sama, yaitu perdarahan ( 28% )
disusul Preeklamsia-eklamsia dan infeksi masing-masing sebanyak 13% dan 10%.
Secara keseluruhan di seluruh dunia ini kematian maternal sebanyak 600.000
pertahun dan yang disebabkan oleh PPH sebanyak 125.000 wanita pertahun.
Penanganan ada dua bagian, yaitu suportif dengan perbaikan keadaan
umum, penambahan cairan, darah serta komponen-komponennya. Yang kedua
adalah penanganan kausatif, yaitu melakukan identifikasi penyebab perdarahan
dan usaha untuk menghentikannya. Ada beberapa cara untuk menghentikan
perdarahan yaitu, pertama: pemberian uterotonika dengan oksitosin, metil
ergometrin atau prostaglandin. Kedua: hemostasis secara mekanis dengan manual
atau digital plasenta, kuret sisa plasenta, kompresi manual ataupun packin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Perdarahan pasca persalinan ( Postpartum Hemorrhage = PPH ) sampai
saat ini masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal
baik di Negara maju maupun di Negara berkembang.
Kelahiran bayi adalah suatu proses normal, tetapi adakalanya ditemui
kejadian morbiditas dan mortalitas maternal yang berkaitan dengan permasalahan
yang dihadapi pada kala ketiga persalinan. Kematian maternal adalah suatu
tragedi dan merupakan kerugian besar bagi masyarakat dan suatu bangsa. Sekitar
setengah juta wanita mati tiap tahun akibat proses kelahiran bayi dan kehamilan.
Sekitar seperempat di antara mereka mengalami komplikasi yang terjadi pada kala
ketiga persalinan. Di Inggris risiko kematian maternal akibat postpartum
hemorrhage adalah satu per 100.000 kelahiran, sedangkan di negara berkembang
adalah satu per 1000 kelahiran. Di Malaysia dari tahun 1995-1996 menunjukkan
bahwa postpartum hemorrhage sebagai penyebab utama dari kematian maternal.
Kala ketiga persalinan digambarkan sebagai suatu proses berlanjut yang mulai
dengan lahirnya janin dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Umumnya sekitar 5
sampai 10 beberapa menit, tetapi tidak sampai melebihi dari 30 menit.
Angka kematian maternal ( Maternal Mortality Rate = MMR ) di Amerika
Serikat pada tahun 1995 sebanyak 7,1/100.000 kelahiran hidup. Penyebab
terbanyak dari MMR tersebut adalah perdarahan, emboli, hipertensi dalam
kehamilan, kardiomiopati serta karena komplikasi anastesi. Sedang di Amerika
Tengah, yaitu di Meksiko dan sekitarnya, MMR terrendah adalah di Kostarika
sebanyak 29/100.000 dan tertinggi di Guatemala yaitu 190/100.000. Penyebab
kematian terbanyak juga adalah perdarahan. Sedang di Asia Tenggara Negara kita
masih menduduki angka tertinggi yaitu sebanyak 307/100.000 ( SDKI tahun
1998-2002 ), penyebab kematian tertinggi juga sama, yaitu perdarahan ( 28% )
disusul Preeklamsia-eklamsia dan infeksi masing-masing sebanyak 13% dan 10%.

3
Secara keseluruhan di seluruh dunia ini kematian maternal sebanyak 600.000
pertahun dan yang disebabkan oleh PPH sebanyak 125.000 wanita pertahun.
Penanganan ada dua bagian, yaitu suportif dengan perbaikan keadaan
umum, penambahan cairan, darah serta komponen-komponennya. Yang kedua
adalah penanganan kausatif, yaitu melakukan identifikasi penyebab perdarahan
dan usaha untuk menghentikannya. Ada beberapa cara untuk menghentikan
perdarahan yaitu, pertama: pemberian uterotonika dengan oksitosin, metil
ergometrin atau prostaglandin. Kedua: hemostasis secara mekanis dengan manual
atau digital plasenta, kuret sisa plasenta, kompresi manual ataupun packing.
Ketiga: dengan cara pembedahan, yaitu penjahitan laserasi, ligasi pembuluh darah
ataupun dilakukan histerektomi.

2.2. Patofisiologi PPH


Perdarahan postpartum / Postpartum Hemorrhage ( PPH ) terjadi karena
adanya perdarahan yang banyak yang pada umumnya berasal dari tempat
implantasi plasenta atau adanya laserasi jalan lahir. Penyebab PPH terbanyak
adalah atonia uteri, kelainan imlantasi plasenta dan laserasi jalan lahir. Pada PPH
yang penting adalah menentukan etiologinya dan memberikan penanganan yang
sesuai. Walaupun pengetahuan tentang penyebab perdarahan pasca persalinan
telah banyak diketahui dan darah sudah banyak tersedia tetapi kematian yang
disebabkan oleh PPH ini masih menduduki tempat yang tinggi baik di Negara
maju maupun di Negara-negara berkembang.
PPH dapat terjadi langsung yang disebut PPH primer / dini dan dapat pula
terjadi setelah 24 jam kemudian yang disebut PPH sekunder / lambat. Definisi
PPH tergantung dari jenis persalinan yang terjadi. Pada persalinan pervaginam,
PPH didefinisikan sebagai terjadinya perdarahan > 500 cc, sedangkan pada seksio
sesarea sebanyak 1000 cc. PPH seringkali tidak dilaporkan, karena penilaian
jumlah perdarahan cenderung under-estimated, terutama bila keadaan ibu pasca
salin dalam keadaan baik. Karena sukar untuk menilai berapa banyak insidens
PPH yang sebenarnya, American College of Obstetricians and Gynecologist yaitu

4
menetapkan kriteria penurunan > 10% dari kadar hematokrit sebelum dan sesudah
persalinan. secara garis besar PPH mengenai 4 – 6% dari seluruh persalinan.
Dengan adanya peningkatan jumlah volume plasma dan sel darah merah
yang meningkat pada wanita hamil ( 30 – 50% ) serta adanya peningkatan cardiac
output, maka dibandingkan wanita tidak hamil, wanita hamil lebih mudah
berkompensasi terhadap adanya perdarahan dengan cara meningkatkan tahanan
vaskuler perifer sehingga tekanan darah tidak menurun dan dapat menjamin
kelancaran perfusi organ. Baru setelah kemampuan peningkatan vaskuler
terlampaui maka terjadilah penurunan tekanan darah, cardiac output dan perfusi
organ sehingga menimbulkan gejala klinis dari PPH.
Mekanisme penghentian perdarahan pasca persalinan berbeda dengan
tempat lain dimana faktor vasospasme dan pembekuan darah sangat penting, pada
perdarahan pasca persalinan penghentian perdarahan pada bekas implantasi
plasenta terutama karena adanya kontraksi dan retraksi miometrium sehingga
menyempitkan dan membuntu lumen pembuluh darah. Adanya sisa plasenta atau
bekuan darah dalam jumlah yang banyak dapat mengganggu efektivitas kontraksi
dan retraksi miometrium sehingga dapat menyebabkan perdarahan tidak berhenti.
Kontraksi dan retraksi miometrium yang kurang baik dapat mengakibatkan
perdarahan walaupun sistem pembekuan darahnya normal, sebaliknya walaupun
sistem pembekuan darah abnormal asalkan kontraksi dan retraksi miometrium
baik akan menghentikan perdarahan.

2.3. Faktor predisposisi dan etiologi


Meskipun pendekatan risiko untuk mengantisipasi perdarahan pascasalin
masih diperdebatkan karena tidak seorangpun pasti terbebas dari kemungkinan
perdarahan setelah bersalin, tetapi pendekatan risiko tetap memberikan
pertimbangan agar penanganan lebih berhati-hati dan petugas lebih siaga. Faktor
risiko yang memungkinkan seorang ibu bersalin mengalami pedarahan pascasalin
dapat dilihat pada tabel berikut.
Dari faktor risiko di atas umur tua dan paritas tinggi (grandemulti gravida)
merupakan faktor risiko utama dengan risiko relatif mencapai 20 kali, meskipun

5
penelitian lain tidak mendukung. Beberapa faktor risiko lain seperti
of labor, preeclampsia, previous postpartum history, retained placenta dan
multifetal pregnancy menaikkan risiko terjadinya perdarahan pascasalin krena
atoni uteri

2.4. Kontraksi Hipotonik = Atonia Uteri


 Obat-obat anastesi
 Uterus overdistensi – janin besar, hamil multiple, hidramnion
 Persalinan lama
 Persalinan terlalu cepat
 Setelah induksi / akselerasi persalinan
 Multi-Paritas
 Riwayat HPP

2.5. Tertinggalnya Jaringan Plasenta


 Adanya sisa kotiledon atau adanya lobus suksenturiata
 Kelainan implantasi – akreta, inkreta, perkreta

2.6. Perdarahan Jalan Lahir


 Episiotomi yang lebar atau meluas ( ekstensi )
 Laserasi perineum, vagina, atau serviks
 Ruptura uteri

2.7. Gangguan Koagulasi


Atonia uteri merupakan penyebab PPH yang terbanyak. Walau tanpa ada
faktor predisposisi, atonia uteri dapat terjadi pula pada setiap persalinan, sehingga
perlu selalu dilakukan observasi dan monitor kontraksi uterus pasca persalinan.
Diagnosis atonia uteri dapat dibedakan secara cepat dari laserasi jalan lahir
berdasarkan kontraksi uterusnya, bila kontraksi baik perdarahan banyak maka
kemungkinan besar ada laserasi jalan lahir, sedang bila kontraksi kurang baik
maka atonia uteri. Atonia uteri dapat pula bersamaan laserasi jalan yang

6
merupakan penyebabnya, sehingga pemeriksaan jalan lahir, yaitu vagina, serviks
dan uterus harus dikerjakan pada setiap PPH.

2.8. Penanganan PPH


Tujuan utama penanganan PPH adalah (1) mengembalikan volume darah
dan mempertahankan oksigenasi (2) menghentikan perdarahan dengan menangani
penyebab PPH. Idealnya stabilisasi dilakukan lebih dulu sebelum tindakan
definitif dikerjakan, tetapi hal ini kadang-kadang tidak mungkin dikerjakan
sendiri-sendiri melainkan seringkali dikerjakan perbaikan keadaan umum (
resusitasi ) sambil dilakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan tersebut.
Pada saat awal resusitasi cairan juga diambil sample darahnya untuk
diperiksakan laboratorium sederhana dahulu, yaitu paling tidak kadar
Hemoglobin, Hematokrit, Lekosit, Trombosit, Faal Pembeku Darah atau
dikerjakan pemeriksaan Waktu Pembekuan Darah dan Waktu Perdarahan secara
langsung. Oleh karena penyebab PPH terbanyak adalah karena atonia uteri, maka
langkah pertama dari penanganannya adalah dengan pemijatan uterus, kompresi
bimanual, tampon utero-vaginal, sementara obat uterotonika tetap diberikan. Bila
penanganan dengan non operatif ini tidak berhasil baru dilakukan penanganan
secara operatif secara laparotomi pemakaian metode B-Lynch, pengikatan Arteri
Uterina, Ovarika atau Hipogastrika ( Iliaka Interna ). Bila dengan cara ini juga
belum berhasil menghentikan perdarahan, dilakukan Histerektomi.
Pemberian tampon (packing) uterovagina dengan kassa gulung dapat
merugikan karena memerlukan waktu untuk pemasangannya, dapat menyebabkan
perdarahan yang tersembunyi atau bila ada perembesan berarti banyak darah yang
sudah terserab di tampon tersebut sebelumnya dan dapat menyebabkan infeksi.
Tetapi dapat pula menguntungkan bila dengan tampon tersebut perdarahan bisa
berhenti sehingga tidak diperlukan tindakan operatif atau tampon digunakan untuk
menurunkan perdarahan sementara sambil menunggu penanganan operatif.
Alternatif dari pemberian tampon selain dengan kassa, juga dipakai beberapa cara
yaitu : dengan menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch urologic

7
hydrostatic balloon catheter (Folley catheter) atau SOS Bakri tamponade balloon
catheter.
Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan
pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan
angka keberhasilannya 100% ( 23 berhasil dari 23 PPH ), kondom dilepas 24 – 48
jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan
kondom sebagai tampon tersebut adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia
Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode Sayeba. Metode ini digunakan
sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil menunggu perbaikan keadaan
umum, atau rujukan.
Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara
aseptik kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum
uteri. Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai
kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan
ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk menjaga kondom agar tetap di cavum
uteri, dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon
kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus
dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam
kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan
Gentamisin. Kondom kateter dilepas 24 – 48 jam kemudian, pada kasus dengan
perdarahan berat kondom dapat dipertahankan lebih lama.

2.9. Pencegahan
Tujuan utama penanganan perdarahan pascasalin ada 3 yakni pencegahan,
penghentian perdarahan dan mengatasi shock hipovolemik. Pendekatan risiko,
meskipun menimbulkan kontroversi tetap masih mendapatkan tempat untuk
diperhatikan. Setiap ibu hamil dengan faktor risiko tinggi terjadinya perdarahan
pascasalin sebaiknya dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan yang mempunyai unit
tranfusi dan perawatan intensif. (3).
Penanganan aktif kala tiga (PAKT). Pencegahan yang terbaik adalah
dengan melakukan penanganan aktif kala III persalinan). PAKT adalah sebuah

8
tindakan (intervensi) yang bertujuan mempercepat lahirnya plasenta dengan
meningkatkan kontraksi uterus sehingga menurunkan kejadian perdarahan
postpartum karena atoni uteri.(8) Tindakan ini meliputi 3 komponen utama yakni
(1) pemberian uterotonika, (2) tarikan tali pusat terkendali dan (3) masase uterus
setelah plasenta lahir. Oksitosin 10 unit disuntikan secara intramuskular segera
setelah bahu depan atau janin lahir seluruhnya. Tarikan tali pusat secara terkendali
(tidak terlalu kuat) dilakukan pada saat uterus berkontraksi kuat sambil ibu
diminta mengejan. Jangan lupa melakukan counter-pressure terhadap uterus
untuk menghidari inversi. Never apply cord traction (pull) without applying
counter traction (push) above the pubic bone on a well-contracted uterus.
Lakukan masase fundus uteri segera setalah plasenta lahir sampai uterus
berkontraksi kuat, palpasi tiap 15 menit dan yakinkan uterus tidak lembek setelah
masase berhenti

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kondom kateter adalah alat drainase urine eksternal yang mudah untuk
digunakan dan aman untuk mengalirkan urine pada klien pria.kondom kateter ini
lunak,berupa selaput karet yang lembut yang disarungkan ke penis,dan cocok
untuk klien inkontinensia atau koma yang masih mampunyai kemampuan
mengosongkan kandung kemih spontan dan komplit.
Perdarahan pasca persalinan (Postpartum Hemorrhage = PPH) sampai saat
ini masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal baik di
Negara maju maupun di Negara berkembang.

3.2 Saran
1. Diharapkan kepada dosen pembimbing, agar memberikan kritik dan
saran agar terciptanya makalah ini yang lebih baik
2. Diharapkan kepada penulis agar dapat mengaplikasikannya kepada
klien dan memberikan pelayanan yang baik dan sesuai aturan saat
berada di lapangan.
3. Diharapkan bagi pembaca agar dapat memahami isi makalah ini agar
menjadi bahan masukan yang berguna.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Israr, Yayan A. tentang perdarahan post Jartum (post Jartum


haemorargik). Diakses 29 September 2009.
2. Sarwono, ilmu kebidanan, penananganan perdarahan paskah persalinan. Hal
522.
3. Rayburn, W. F., Carey, J. C., 2001, Obstetri & Ginekologi, Jakarta: Penerbit
Widya Medika.

11

Вам также может понравиться