Вы находитесь на странице: 1из 15

CLINICAL SCIENCE SESSION

SIROSIS HEPATIS

Khanza Rizqullah Syauqi 130112160509


Nadiah Nurul Ikhsani 130112160558

Preseptor
Dr. M. Begawan Bestari, dr., Sp.PD-KGEH, M.Kes, FASGE
R. Nuraini Yasmin K, dr., Sp.PD, Sp.JP

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2017
ANAMNESIS
1. Keluhan utama
 Sering asimtomatik, lambat
 Tidak dicurigai sampai ada komplikasi

A. Stadium kompensata (jarang menjadi keluhan)


a. Mudah lelah
b. Lemas
c. Selera makan menurun
d. Perut kembung
e. Mual
f. Penurunan nafsu makan
g. Laki-laki: impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas
h. Perempuan: hilangnya rambut pubis
B. Stadium dekompensata: disertai komplikasi
a. Gangguan pembekuan darah: pendarahan gusi, epistaxis, gangguan
siklus haid
b. Pendarahan varises: muntah darah
c. Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat
d. Ensefalopati hepatis: mudah lupa, sukar konsentrasi, agitasi, bingung,
koma

2. Keluhan penyerta
a. Penurunan nafsu makan
b. Benjolan
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat kuning
b. Riwayat penggunaan obat-obatan
c. Riwayat konsumsi alkohol
d. Riwayat transfusi darah
e. Penyakit di keluarga
f. Riwayat keluarga hepatitis B atau C
g. Riwayat operasi
h. Riwayat tindik atau tato

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Tingkat kesadaran
b. Warna kulit: jaundice akibat bilirubinemia
c. Flapping tremor atau asterixis bilateral tidak sinkron: gerakan mengepak-
ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan
Akibat ensefalopati hepatikum
2. Tanda-tanda vital
a. Temperatur: demam tidak tinggi pada nekrosis hepar
b. Nadi
c. Laju pernafasan
d. Tekanan darah
3. Kepala
a. Spider naevi: akibat peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas

b. Mata
i. Konjungtiva: anemis
ii. Sklera: ikterik, akibat bilirubinemia
c. Lidah: ikterik
d. Fetor hepaticum: bau napas khas pada sirosis akibat peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat
4. Leher
a. Pembesaran kelenjar parotis: pada sirosis alkoholik akibat sekunder
infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema
5. Thorax
a. Inspeksi
i. Bentuk dan gerak pernapasan
ii. Iktus kordis
iii. Spider naevi
iv. Ginekomastia: akibat peningkatan estradiol
v. Hilangnya rambut dada dan aksila
b. Palpasi
i. Vocal fremitus
ii. Iktus kordis
iii. Mammae: ginekomastia
c. Perkusi
i. Paru-paru
 Sonor
 Batas paru hati: hati sirotik bisa membesar, normal, atau
mengecil
 Peranjakan
ii. Cor: batas jantung
d. Auskultasi
i. Suara pernafasan: VBS kanan = kiri
ii. Vokal resonans
iii. Suara tambahan pernafasan
iv. Cor: bunyi jantung, murmur
6. Abdomen
a. Inspeksi
i. Bentuk: cembung, asites akibat penimbunan cairan dalam rongga
peritonium akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia
ii. Caput medusa, akibat hipertensi porta
iii. Courveilhier baumgarten syndrome: akibat hipertensi porta,
adanya diestensi dan murmur vena yang terdengar pada
auskultasi

b. Palpasi
i. Hepar: hati sirotik dapat membesar, normal, atau mengecil. Jika
teraba: keras, nodular
ii. Splenomegali: terutama pada sirosis non alkoholik, akibat
kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta
iii. Pembesaran empedu (Courvoisier law): terabanya gallbladder,
akibat obstruksi kronis tekanan intraduktal
iv. Benjolan di perut
v. Nyeri tekan
c. Perkusi
i. Timpani/dull
ii. Pekak pindah / shifting dullness: asites
d. Auskultasi
i. Bising usus
ii. Jika ada benjolan di perut: bruit
7. Ekstremitas
a. Palmar eritema: akibat gangguan metabolisme hormon seks
b. Perubahan kuku:
i. Muehrche’s lines: hipoalbuminemia

ii. Terry’s nails: hipoalbuminemia


iii. Clubbing: hipertensi portopulmonal

iv. Kontraktur Dupuytren: proliferasi fibroplastik dan gangguan


deposit kolagen
PEMERIKSAAN LAB

Pemeriksaan lain untuk mencari penyebab:


 Serologi virus hepatitis
o HBV: HbSAg, HbeAg, Anti HBc, HBV-DNA
o HCV: anti HCV, HCV-RNA
 Auto antibodi (ANA, ASM, Anti-LKM) untuk autoimun hepatitis
 Saturasi transferin dan feritin untuk hemokromatosis
 Ceruloplasmin dan Copper untuk penyakit Wilson
 Alpha 1-antitrypsin
 AMA untuk sirosis bilier primer
 Antibodi ANCA untuk kolangitis sklerosis primer
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Biopsi: baku emas diagnosis SH melalui perkutan, transjugular, laparoskopi, atau
FNAB
Tidak perlu dilakukan jika pemeriksaan klinis, laboratoris, dan radiologi
menunjukkan kecenderungan SH
 USG
o Kurang spesifik, kecuali penyebabnya jelas
o Ekodensitas hati meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau
heterogen pada sisi superfisial, sedang pada sisi profunda ekodensitas
menurun
o Dapat dijumpai pembesaran lobus caudatus, splenomegali, vena hepatika
terputus-putus
o Hati dapat mengecil
o Asites: area bebas gema (ekolusen) antara organ intra abdominal dengan
dinding abdomen
 MRI dan CT konvensional
o Menentukan derajat beratnya SH
o Menilai ukuran lien, asites, dan kolateral vaskular
 Endoskopi (gastrokopi)
o Memeriksa adanya varises di esofagus dan gaster
o Mencegah dan terapi pendarahan varises

Pembahasan

A. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepato selular.

B. Klasifikasi dan Etiologi


Secara konvensional :
- Makronodular (besar nodul >3 mm)
- Mikronodular (besar nodul <3 mm)
- Campuran mikro dan makro
Secara etiologis dan morfologis :
- Alkoholik
- Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
- Biliaris
- Kardiak
- Metabolik, keturunan dan terkait obat

C. Epidemiologi
- Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis
- Perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik
(NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan
prevalensi 0,3%.

D. Patologi dan Patogenesis


Sirosis alkoholik (sirosis Laennec) ditandai oleh pembentukan jaringa parut
yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul
regeneratif.
Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik,
hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik.
a. Perlemakan Hati Alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosis teregang oleh vakuola lunak
dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit
ke membran sel.
b. Hepatitis alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan
alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan -> fibrosis yang
terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan
kolagen -> di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat
seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena
sentralis -> jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati
yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk
nodulus -> namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi
perbaikannya -> penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati
mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis
alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik :
1. Hipoksia sentrilobular
Metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen
lobular -> terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh
dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah periosteal).
2. Infiltrasi / aktivasi neutrofil
Terjadi pelepasan chemoattractans neutrofil oleh hepatosit yang
memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan
hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, proteasa, dan
sitokin.
3. Formasi acetaldehyde-protein adducts
Berperan sebagai neoantigen dan menghasilkan limfosit yang
tersensitisasi serta antibodi spesifik yang menyerang hepatosit
pembawa anitgen ini.
4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme
etanol disebut sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor
nekrosis tumor, interleukin – 1, PDGF, dan TGF – beta. Asetaldehid
kemungkinan mengaktivasi sel steata tetapi bukan suatu faktor patogenik
utama pada fibrosis alkoholik.
c. Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur,
dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang
padat dan lebar. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran
dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses
degradasi.
Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan.
Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal
: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka
fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang
normal akan digantikan oleh jaringan ikat.

E. Manifestasi Klinis
a. Gejala-Gejala Sirosis
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan
lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat
badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil,
buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol
terutama bila komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi.
Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental,
meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma
b. Temuan Klinis
- Spider angio maspiderangiomata (atau spider teleangiektasi) ->
suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil.
Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
- Eritema palmaris -> warna merah saga pada thenar dan hipothenar
telapak tangan. Tanda ini tidak spesifik pada sirosis.
- Perubahan kuku-kuku Muchrche -> pita putih horisontal
dipisahkan dengan warna normal kuku. Diperkirakan karena
hipoalbuminemia.
- Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati
hipertrofi suatu periostitis proloferatif kronik, menimbulkan nyeri.
- Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak
secara spesifik berkaitan dengan sirosis.
- Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil.
- Hepatomegali – ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal,
atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan
nodular.
- Splenomegali -> terutama sirosis nonalkoholik. Pembesaran ini
akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
- Asites -> penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia.
- Fetor hepatikum -> bau napas yang khas pada pasien sirosis
disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan
porto sistemik yang berat.
- Ikterus -> pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia.
Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
- Asteriasis -> bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan
mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.
- Tanda-tanda lain yang menyertai :
Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar, batu pada vesika
felea akibat hemolisis, pembesaran kelenjar parotis terutama pada
sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis,
dan edema.
c. Gambaran Laboratoris
1. Tes fungsi hati meliputi aspartat aminotransferase (AST) atau serum
glutamil oksalo asetat (SGOT), alanin aminotransferase (ALT) atau
serum glutamil piruvat transaminase (SGPT), alkali fosfatase, gamma
glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin.
2. Natrium serum
3. Kelainan hematologi anemia
4. Pemeriksaan radiologis
Barium meal -> dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta.
USG -> pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan
irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati.

F. Diagnosis
Penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium,
dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini.

G. Komplikasi
1. Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien
ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
2. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik
ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
3. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus.
4. Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia),
selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai
koma.
5. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi
portopulmonal.

H. Pengobatan
- Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, di antaranya : alkohol dan bahan-bahan lain yang
toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian
asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.
- Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
- Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi
menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
- Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis.
- Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan
100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian
lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga
terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan
3 MIU, 3x seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang
kambuh.
- Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan
dengan dosis 5 MIU 3x seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000
mg/hari selama 6 bulan.
- Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis.
- Pengobatan sirosis dekompensata :
a. Asites : tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam
dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Bila tidak
adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/hari.
b. Ensefalopati hepatik : laktulosa membantu pasien untuk
mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi
bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg
berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang.
c. Varises esofagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa
diberikan obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut,
bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan
tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
d. Peritonitis bakterial spontan : diberikan antibiotika seperti sefotaksim
IV, amoksilin, atau aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal : mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati,
mengatur keseimbangan garam dan air.
f. Transplantasi di hati : terapi definitif pada sirosis dekompensata.

I. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai. Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis
yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C
berturut-turut 100, 80, dan 45%.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ke VI. 2014.


Fitzgerald JE. Courvoisier’s gallbladder: law or sign?. 2009.
Masoodi I, Farooq O, Singh R, Ahmad N, Bhat M, Wani A. Courveilhier Baumgarten
Syndrome: A Rare Syndrome Revisited. International Journal of Health Sciences.
2009;3(1):97-99.

Вам также может понравиться