Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Ransum Unggas


Kebutuhan Nutrien Ternak
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat dilihat pada tabel 1
untuk kebutuhan protein kasar dan metabolisme energi ransum ayam layer pada
fase grower adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Kebutuhan PK dan ME ayam layer fase grower berdasarkan tabel NRC
Parameter Grower
PK 16
ME 2900
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan kandungan PK yang dibutuhkan
ayam layer pada fase grower adalah 16 sedangkan untuk ME pada ayam layer
adalah 1900. Kebutuhan PK dan ME pada setiap fase ayam layer berbeda.
Perbedaan imbangan antara energi dan protein ini disebabkan karena berbeda pula
pemanfaatan energi dan protein dari tiap-tiap fase pemeliharaan. Ayam pada fase
starter membutuhkan banyak protein untuk dimanfaatkan dalam pertumbuhan dan
perkembangan sel, ayam pada fase grower kadar proteinnya dikurangi untuk
mencegah terjadinya dewasa kelamin terlalu cepat sehingga dapat menurunkan
produksi telur, dan ayam breeding pada fase layer pemanfaatan protein lebih banyak
digunakan untuk produksi telur. Imbangan antara kadar energi dan protein pada
pakan harus diperhatikan agar jumlah energi yang digunakan untuk memanfaatkan
protein pakan dapat berlangsung optimal. Fase finisher pemanfaatan protein lebih
banyak digunakan untuk produksi telur, fase finisher pemanfaatan protein lebih
rendah daripada fase starter karena kebutuhan protein digunakan untuk pematangan
pertumbuhan sehingga kebutuhan energi meningkat karena berat badan ayam pada
fase finisher tergolong besar, sedangkan pada fase breeder kebutuhan protein
kembali turun hal ini disebabkan karena kandungan protein pada fase breeder tidak
boleh terlalu tinggi hal tersebut justru akan mengganggu proses pertumbuhan ayam.
Sinurat (2000) menyatakan penentuan kebutuhan protein selalu dihubungkan
dengan tingkat energi dalam pakan karena protein dapat dijadikan sebagai sumber
energi dan dibutuhkan dalam pembentukan protein. Pemberian pakan dengan kadar
protein tinggi untuk ayam periode bertelur (18%) dapat memproduksi telur lebih baik
dibandingkan pakan dengan kadar protein lebih rendah (16%), sedangkan energi
metabolisme untuk ayam yang sedang fase grower adalah 2.900 kcal/kg. Pemberian
kadar protein yang lebih rendah menyebabkan telur yang dihasilkan lebih kecil, dan
pada ayam layer menyebabkan terhambatnya pertumbuhan berat badan, sedangkan
bila kadar energi pakan yang lebih rendah akan menyebabkan penurunan berat
badan.
Rasyaf (2000) yang menyatakan bahwa apabila pakan mengandung ME yang
terlalu tinggi maka konsumsi pakan akan menurun atau unggas akan berhenti makan
setelah ME yang dikonsumsi mencukupi kebutuhan hidupnya walaupun konsumsi
PK dan nutrien lain masih belum tercukupi sehingga akan mengakibatkan ternak
kekurangan nutrien. Apabila kandungan PK yang terlalu tinggi itu akan
mengakibatkan limbah pada feses mengandung ammonia yang terlalu tinggi dan
akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan disisi lain juga akan mengakibatkan
kerugian akibat harga pakan akan semakin tinggi karena harga protein umumnya
lebih mahal.
Bahan Pakan dan Penyusunan Ransum
Bahan pakan yang digunakan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
diperoleh bahwa bahan pakan yang digunakan macam yaitu jagung, bekatul, pollard,
bungkil kedelai, minyak sawit, tepung ikan, minyak dan premix.
Pollard. Berdasarkan praktikum yang dilakukan proporsi pollard yang
dilakukan dalam penyusunan ransum adalah 23%. Batasan penggunaan bahan
pakan dalam ransum adalah 5 %. Penggunaan proporsi pollard untuk mencukupi
kebutuhan energi serta memliki harga yang murah. Bekatul tergolong dalam bahan
pakan sumber energi kelas 4 karena memliki energi metabolisme sebesar 2980
Kkal/1kg tetapi memiliki kadar PK <20%. Hartadi ,(1996) menjelaskan bahwa bahan
pakan sumber energi tergolog dalam kelas 4 dari klasifikasi bahan pakan, kriteria
dari sumber energi adalah memiliki sk <18%, protein <20%, dan didnding sel < 35%.
Hartadi et al. (1997) menyatakan bahwa pollard mengandung energi metabolis 2103
kcal/kg, protein kasar 16,1%, lemak kasar 4,5%, serat kasar 6,6%, kalsium 0,10%
dan fosfor 0,91%. Pollard biasa digunakan dalam pakan sebagai sumber energi
karena termasuk turunan dari gandum. Berdasarkan literatur, hasil praktikum yaitu
bahan pakan pollard termasuk ke dalam sumber energi.
Bungkil kedelai merupakan bahan makanan yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan makanan ternak, meskipun bungkil kedelai tersebut sudah diambil
minyaknya tetapi masih menyimpan protein nabati sebesar kurang lebih 40%
(Rasyaf, 2000). Utomo (2003) menjelaskan bahwa bahan pakan dikatakan sebagai
sumber protein apabila mempunyai kandungan serat kasar kurang dari 18%, protein
lebih dari 20%, dan dinding sel kurang dari 35%. Rasyaf (2000) menambahkan
bahwa kedelai mentah mengandung beberapa penghambat tripsin. Penghambat
tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil kedelai yang mengalami
proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah dalam penyusunan
ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan.
Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin. Berdasarkan literatur dapat
diklasifikasikan bahwa bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein.
Tepung Ikan. Penggunaan tepung ikan dalam ransum pada saat praktikum
yaitu sebesar 3%, Pemberian 3% dari ransum karena tepung ikan memiliki harga
yang paling mahal dari bahan pakan lain, juga untuk menghindari bau amis pada
telur dan daging apa bila diberikan berlebihan, tetapi tepung ikan mempunyai
kandungan protein yang tinggi. Tepung ikan termasuk bahan pakan sumber protein
atau bahan pakan kelas lima, karena tepung ikan memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi yaitu sebesar 63,6%. Hartadi (2008) menyatakan bahan pakan sumber
protein, meliputi semua bahan pakan yang mengandung serat kasar <18%, dinding
sel <35%, dan protein kasar >20% dalam bahan kering.
Bungkil Sawit. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan proposi bungkil
sawit dalam ransum adalah 23%. Siregar dan miwandhono (2004) menyatakan
bahwa Kandungan protein kasarnya cukup tinggi, yakni 11,30 hingga 17,00 %
sehingga pemakaiannya cukup sebagai bahan pakan unggas, tetapi perlu perhatian
khusus karena bungkil kelapa sawit sulit dicerna. Hampir sebanyak 73 % komponen
penyusun PKM adalah berasal dari dinding sel dan 75 hingga 78 % dari jumah
tersebut merupakan senyawa polisakarida bukan pati (atau populer disebut non
starch polisacharide atau NSP) yang bersifat tidak larut dalam air. Keberadaan NSP
mengurangi daya cerna bahan karena senyawa ini menyelaputi unsur nutrisi menjadi
sulit untuk dicerna. Akibat keberadaan NSP maka kandungan nutrisi yang ada dalam
bahan tersebut tidak bisa dimanfaatkan sepenuhnya oleh sistem pencernaan ternak
karena keterbatasan enzym pencerna yang dimiliki.Kandungan nutrien bungkil sawit
yaitu serat kasar 15,5 %, protein kasar 16,5 %, lemak kasar 7,8 %, calcium 0,58 %,
phosphor 0,31 %, energy metabolis 1670 kkal/kg.
Bekatul. Berdasarkan praktikum yang dilakukan proporsi bekatul yang
dilakukan dalam penyusunan ransum adalah 12%. Batasan penggunaan bahan
pakan dalam ransum adalah 25 %. Penggunaan proporsi bekatul untuk mencukupi
kebutuhan energi serta memliki harga yang murah. Bekatul tergolong dalam bahan
pakan sumber energi kelas 4 karena memliki energi metabolisme sebesar 2980
Kkal/1kg tetapi memiliki kadar PK <20%. Hartadi (1996) menjelaskan bahwa bahan
pakan sumber energi tergolog dalam kelas 4 dari klasifikasi bahan pakan, kriteria
dari sumber energi adalah memiliki sk <18%, protein <20%, dan didnding sel < 35%.
Jagung. berdasarkan praktikum yang telah dilakukan proporsi jagung yang
digunakan dalam ransum adalah 20%. Batasan penggunaan bahan pakan dalam
ransum adalah 65%. Penggunaan proporsi jagung yang besar karena jagung
memiliki nilai energi yang tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan energi dalam
ransum yan g dibuat serta harga yang cukup terjangkau sebagai bahan pakan
sumber energi. Jagung tergolong dalam pakan sumber energi atau bahan pakan
kelas 4 karena memiliki energi metabolisme sebesar 3.350 Kkal/1kg tetapi memiliki
kadar PK <20%. Hartadi (1996) menjelaskan bahwa bahan pakan sumber energi
tergolog dalam kelas 4 dari klasifikasi bahan pakan, kriteria dari sumber energi
adalah memiliki sk <18%, protein <20%, dan didnding sel < 35%.
Minyak. Penggunaan minyak pada ransum saat praktikum yaitu sebesar 2%,
pemberian 2% diransum dikarenakan harga minyak kelapa sawit yang relatif murah,
dan juga minyak mengandung energi yang tinggi. Minyak merupakan bahan pakan
tambahan yang digunakan dalam ransum. Prayogi (2007) menyatakan penggunaan
minyak dalam ransum sebesar 2 sampai 6 % dari total ransum dan kandungan.
Widodo (2002) menyatakan minyak memiliki kandungan protein kasar 0%, lemak
kasar 0%, serat kasar 0%, kalsium 0%, fosfor 0%, dan energi termetabolis 8600
kkal/kg.
Premix. Penggunaan premix dalam ransum pada saat praktikum hanya
diberikan sedikit dalam pembuatan ransum pada saat praktikum yaitu sebesar 0,3%.
Pemberian premix 0,3% karena premix hanya sebagai tambahan untuk peningkat
nutrisi dalam ransum dan juga penambahan berbagai vitamin dalam ransum. Hartadi
(1997) menyatakan Aditif adalah suatu bahan atau kombinasi bahan yang
ditambahkan, biasanya dalam kuantitas yang kecil, kedalam campuran makanan
dasar atau bagian dari padanya, untuk memenuhi kebutuhan khusus, contohnya
additive bahan konsentrat, additive bahan suplemen, additive bahan premix, additive
bahan makanan. Mariyono dan Romjali (2007) menyatakan penambahan premix ke
dalam campuran konsentrat dapat meningkatkan kualitas nutrisi di dalam konsentrat
yang bermanfaat dalam mengoptimalkan produktivitas dan membantu meningkatkan
pertumbuhan ternak.
Metode penyusunan ransum unggas. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diketahui bahwa metode penyusunan ransum yang digunakan adalah
metode trial and error method menggunakan microsoft excel. Penyusunan dilakukan
dengan mencoba beberapa persentase bahan pakan yang digunakan dan
menggunakan acuan maksimal penggunaan bahan pakan yang akan diransum.
Umiyasih dan Yenny (2007) menyatakan bahwa metode trial and error dilakukan
dengan cara mengubah-ubah komposisi (persentase) bahan pakan dalam ransum
dengan mempertimbangkan kriteria rasional, ekonomis dan aplikatif.
Metode penyusunan ransum dengan metode trial dan error method mudah
dilakukan karena hanya memainkan proporsi bahan pakan yang akan digunakan dan
nantinya komposisi kimia yang berupa PK, ME, asam amino dan mineral yang
esensial akan secara otomatis menyesuaikan sehingga akan mempercepat
penyusunan dan memperkecil penggunaan tenaga. Metode trial and error juga
mempunyai kekurangan yaitu diperlukan ketrampilan dan pengalaman untuk bisa
mendapatkan hasil yang optimal dengan biaya serendah mungkin. Yunianto (2001)
menyatakan bahwa penyusunan ransum dengan menggunakan metode trial and
error mempunyai banyak kelebihan dibanding dengan metode yang lain, antara lain
perhitungan ransum dengan metode ini lebih mudah dilakukan dikarenakan hanya
mengubah - ubah persentase bahan pakan dengan mempertimbangkan kriteria
rasional dan ekonomis, tabel perhitungan dapat dibuat dengan mudah dengan
program excel, mudah diterapkan, dan murah.
Evaluasi penyusunan ransum unggas. Berdasarkan praktikum yang
dilakukan komposisi ransum yang disusun adalah jagung, pollard, bekatul, bungkil
kedelai, tepung ikan, bungkil sawit, minyak, dan premix. Bahan pakan jagung dipilih
karena memiliki energi yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan ayam serta
memiliki proporsi batasan yang tinggi serta harga yang terjangkau. Bahan pakan
pollard dan bektul sebagai pakan sumber energi dengan harga murah dan memiliki
energi yang mampu mencukupi kebutuhan energi bagi unggas. Bahan pakan sumber
protein yang digunakan adalah bungkil kedelai, tepung ikan, PMM, dan MBM dipilih
untuk memenuhi kebutuhan protein ayam dengan harga yang efisien dan memenuhi
kebutuhan nutrien ternak terutama protein dan asam amino. Premix merupakan
bahan pakan yang berbentuk bubuk, premix memiliki kandungan mineral yang tinggi
sehingga mampu mencukupi kebutuhan mineral bagi ternak dengan penggunaan
yang terbatas. Minyak digunakan dalam campuran ransum dengan tujuan mencukupi
kebutuhan energi pada ransum, minyak memiliki kandungan energi yang sangat
tinggi dibanding bahan pakan yang lain yaitu 5300 Kcal/kg, sehingga dapat
membantu peningkatan energi ransum secara signifikan. Proporsi bahan pakan yang
digunakan saat praktikum adalah pollard 23%, bungkil keledai 17%, tepung ikan 3%,
bungkil sawit 23%, bekatul 12%, jagung giling 19,7%, minyak 2%, dan premix 0,3%.
Pencampuran dan Pengambilan Sampel Ransum
Metode pencampuran ransum unggas. Pencampuran pakan dilakukan dengan
cara mencampur seluruh bahan pakan yang tersedia. Bahan pakan akan dicampur
dengan menggunakan metode manual. Metode manual yang dimaksud adalah
mencampurkan bahan pakan dengan menggunakan alat yang digunakan tenaga
manusia dalam proses pencampuran. Bahan pakan yang disiapkan terdiri dari
jagung, bekatul, pollard, bungkil kedelai, bungkil sawit, tepung ikan, minyak dan
premix. Minyak dan bungkil kedelai dicampur secara merata dalam nampan karena
ukuran partikel bungkil kedelai besar, bila minyak dicampurkan pada ukuran partikel
yang kecil akan menggumpal. Premix dicampur dengan bekatul dalam nampan yang
lain secara merata, hal ini karena bekatul sebagai carier (pembawa) pollard yang
ukurannya sangat kecil. Jagung dan pollard dicampur secara merata dalam nampan
lain, hal ini karena keduanya sebagai sumber energi dan ukuran partikel pakan
relative sama. Tepung ikan, jagung dan pollard dicampur secara merata, setelah
homogen ditambahkan campuran premix dan bekatul, kemudian yang terakhir
campuran minyak dan bungkil kedelai. Yuliati (2016) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi proses mixing ini di antaranya ukuran bahan baku, prosentase
komposisi bahan baku, densitas atau kepadatan bahan, sequence dan waktu
pencampuran. Ukuran, jumlah komposisi dan densitas bahan baku dapat
berpengaruh dalam urutan pemasukan bahan baku ke dalam mesin mixing.
Soeparjo (2010) menyatakan bahwa urutan pemasukan (sequence) bahan baku
yang tepat dapat menyebabkan penyebaran bahan baku yang merata selama
pencampuran.
Metode pengambilan sampel ransum. Bahan pakan yang telah dilakukan
pencampuran akan dilakukan sampling. Sampling yang dilakukan pada praktikum ini
adalah dengan metode coning and quartering. Metode ini dilakukan dengan cara
pakan akan diratakan pada alas dan dibagi menjadi empat bagian. Bagian dua yang
berlawanan akan diambil dan dilakukan pengulangan hingga dua kali. Pengambilan
dilakukan dengan teliti agar sampel yang didapat. Sampel digunakan untuk analisis
proksimat untuk mengetahui kandungan sampel secara acak, dan dapat mewakili
seluruh sampel.
Solihin (1998) menyatakan bahwa sampling dilakukan biasanya untuk
keperluan analisis baik fisika atau kimia secara kualitatif atau kuantitatif. Sample
yang diperlukan untuk analisa fisik atau kimia biasanya diperlukan tidak terlalu
banyak hanya beberapa gram saja. Oleh karena itu sampel tersebut perlu direduksi
dari tadinya beberapa kilogram menjadi beberapa gram. Pengecilan jumlah sampel
dapat dilakukan dengan coning dan quarternering atau spliting. Spliting dan coning
quarternering pada dasarnya hampir sama, yaitu untuk membagi bagian sampel
menjadi dua spliting dapat dilakukan dengan alat spliter, dan coning dapat dilakukan
dengan mebuat sampel menumpuk berbentuk kerucut (cone) kemudian dibagi
menjadi empat bagian, dari empat bagian ini diantaranya dua bagian yang
berseberangan dibuang dan dua bagian lainnya diperkecil, dengan coning dan
quartering ini akan didapat sampel yang sesuai kebutuhan.
Hasil Analisis Kandungan Nutrien Ransum
Penetapan kadar bahan kering. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, dapat diketahui kadar bahan kering ransum untuk ayam layer fase
fase grower adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Persentase perbedaan hasil analisis kadar bahan kering

Kelompok BK Formulasi (%) BK Analisis (%) Perbedaan (%)


A 89,43 89,66 0,26
B 90,86 89,99 0,96

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, bahan kering formulasi dan


bahan kering hasil analisis pada kelompook A dan kelompok B dengan presentase
kesalahan sebesar 0,26% dan 0,96%. Hal ini disebabkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kadar bahan kering suatu bahan pakan yaitu cara penyimpanan dan
iklim tempat penyimpanan. Perbedaan kadar air dapat disebabkan karena jenis
bahan yang digunakan, umur bahan yang berbeda, semakin tua umur bahan yang
digunakan semakin sedikit kadar airnya serta bagian yang digunakan untuk bahan
pakan yang berbeda.
Berkurangnya kadar air juga disebabkan oleh pengaruh angin yang
menyebabkan air dalam bahan pakan lebih mudah menguap dan kadar air dari
setiap bahan tanaman pakan juga berbeda tergantung pada bagian mana dari
tanaman tersebut yang dipakai. Kadar air dari daun akan lebih berbeda dengan
kadar air dari bagian yang lain misalnya batang, begitu juga batang kadar airnya
akan berbeda dari bagian yang lain misalnya yang berupa hasil sampingnya (Kamal,
1994).
Rizqi (2013) menyatakan bahwa penentuan bahan kering berkaitan dengan
pengeringan sampel pakan ke dalam oven pengeringan sampai tercapai berat
konstan. Penentuan bahan kering mempunyai arti penting di pertanian dengan dua
alasan. Pertama, beberapa bahan pakan seperti hijauan, silase, limbah makanan dll
mempunyai kadar air yang sangat tinggi. Kualitas dan nilainya tergantung seberapa
berat susunan air terkandung di dalamnya. Alasan lain pentingnya penentuan bahan
kering adalah analisa pakan dilakukan berdasarkan bahan kering. Kebanyakan
analisa menggunakan ukuran sampel yang kecil biasanya dalam ukuran gram, untuk
menghindari berubahnya kandungan nutrien dalam pakan karena berkurang atau
bertambahnya kadar air dari lingkungan laboratorium, sangat perlu dilakukan analisa
dalam bentuk kering. Namun, dalam beberapa kasus, pengusaha ternak atau
nutrisionist ingin mengetahui komposisi nutrien dalam pakan dalam bentuk basah.
Oleh karena itu sangat penting untuk mengkonversi dari bentuk kering ke basah atau
sebaliknya
Penetapan protein kasar
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui kadar
Protein Kasar ransum untuk ayam fase layer grower adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Persentase perbedaan hasil analisis kadar protein kasar

Kelompok PK Formulasi (%) PK Analisis (%) Perbedaan (%)


A 18,675 16,195 22,94
B 17,23 16,24 6,1

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, protein kasar formulasi dengan


protein kasar hasil analisis pada kelompook A dan kelompok B dengan presentase
kesalahan sebesar 22,94% dan 6,1% Perbedaan hasil tersebut disebabkan adanya
beberapa hal, diantaranya adalah kondisi bahan pakan saat dilakukan analisis
kandungan nutrien bahan pakan. Kualitas bahan yang digunakan saat praktikum
berbeda jauh dengan kualitas dari bahan pakan yang digunakan untuk analisis
komposisi bahan pakan dalam tabel NRC dan Hari Hartadi. Lingkungan yang
berbeda mempengaruhi kandungan nutrien yang terdapat dalam bahan pakan yang
sama. Hasil penetapan kadar protein kasar yang rendah dapat disebabkan karena
kurang homogennya dalam proses pencampuran bahan pakan, pengambilan sampel
bahan pakan yang tidak tepat, terjadinya kerusakan pada bahan pakan, proses
penimbangan dan penggunaan alat yang tidak sesuai.
Rasyaf (2002) menjelaskan bahwa perbedaan kandungan protein kasar
dipengaruhi oleh kualitas bahan pakan dan macam proses perlakuan bahan pakan.
Zuprizal dan Kamal (2005), nilai biologis protein akan turun bila kadar protein di
dalam ransum berada 20% di bawah atau kurang dari batas kadar optimal terendah.
Apabila persentase kesalahan ransum lebih dari 20% kemungkinan dapat
menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrien ternak. Kamal (1999) juga
menambahkan perbedaan nilai kadar protein kasar dipengaruhi oleh faktor spesies,
perbedaan umur, dan bagian yang dianalisis. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan prosentase terkecil diperoleh pada analisis tabel Hari Hartadi.
.

Вам также может понравиться